DISUSUN OLEH:
PENDAHULUAN
Pada tanggal 30 Mei 2015 terjadi gempa bumi Bonin yang merupakan kejadian gempa
bumi terdalam yang pernah terjadi di sekitar Jepang dalam kurun waktu 140 tahun terakhir
sejak dimulainya observasi gempa bumi oleh Japan Meteorological Agency (JMA). Secara
global, peristiwa ini merupakan gempa bumi besar terdalam dengan M 7,8 yang pernah
terekam. Kejadian gempa ini memiliki kedalaman 100 km lebih dalam daripada zona
seismisitas Wadati-Benioff yang pernah tercatat (Gambar 1). Oleh karena itu, kejadian gempa
bumi Bonin ini bukan termasuk kejadian mainstream, serta masih belum diketahui kaitannya
dengan subduksi lempeng Pasifik dan zona transisi mantel. Lokasi sumber yang tepat secara
relatif terhadap subduksi lempeng sangat penting untuk dikaji karena akan memberi gambaran
baru pada struktur lempeng dan dinamika subduksi secara global maupun secara khusus di
daerah tersebut.
Hingga saat ini, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki gempa bumi
ini, namun hasil yang diperoleh cukup kontroversial karena lokasi sumbernya belum memiliki
kaitan yang kuat dengan model subduksi lempeng Pasifik. Ye dkk (2016) yang menyelidiki
proses rupture sumber gempa bumi terdalam ini dengan menginversikan waveform
teleseismik, mendapatkan dua model lempeng Bonin yang terkait dengan peristiwa gempa
bumi terdalam tersebut. Model pertama menunjukkan bahwa gempa bumi ini terjadi dalam
lempengan yang dilipat secara terus menerus sepanjang strike. Model kedua menunjukkan
bahwa kejadian gempa bumi ini terjadi pada lempengan robek/melengkung yang membentang
ke arah Utara namun curam ke arah Selatan. Selain itu kejadian ini juga dimungkinkan berada
di potongan terpisah dari subduksi sebelumnya. Takemura dkk (2016) telah menguji rekaman
seismogram frekuensi tinggi gelombang P (waveform P) gempa bumi terdalam Bonin 2015
dan gempa susulannya (Mw 5,6) yang terekam oleh jaringan seismik padat di kepulauan
Jepang. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa gempa bumi ini terletak pada bagian
bawah tunjaman lempeng Pasifik atau pada zona transisi mantel (MTZ). Hal ini tidak biasa
karena gempa bumi dalam biasanya terjadi di bagian tengah atau bagian atas dari tunjaman
lempeng. Porrit dan Yoshioka (2016) menggunakan metode receiver functions dari data
teleseismik untuk meneliti struktur bawah mantel pada kedalaman di bawah 800 km stasiun
seismik untuk kasus gempa bumi ini. Hasilnya menunjukkan bahwa dasar dari zona transisi
mantel berada pada kedalaman 690 km, 10-20 km di bawah hiposenter gempa bumi tersebut.
Selanjutnya, teridentifikasi pula adanya konversi gelombang P ke S yang signifikan pada
MTZ hingga ke bawah. Berdasarkan hasil dari receiver function Porrit dan Yoshioka (2016),
dapat disimpulkan bahwa ada penumpukan slab lempeng Pasifik pada dasar MTZ dan
hiposenter gempa bumi dalam Bonin 2015 terjadi pada bagian dalam cabang lempengan yang
terletak tepat di atas dasar MTZ tersebut.
Tomografi seismik adalah sebuah langkah efektif untuk menginvestigasi struktur tiga
dimensi (3-D) dari interior bumi, khususnya untuk mengklarifikasi morfologi dan struktur
dari subduksi lempeng (Zhao, 2015 ; Zhao dkk, 2013). Gambaran tomografi dengan resolusi
tinggi juga dapat menggambarkan struktur secara detail dari zona sumber gempa bumi besar
dan menyediakan informasi yang penting pada proses rupture nucleation (Zhao, 2015). Pada
penelitian ini diterapkan sebuah metode tomografi multiscale untuk melihat waktu tiba
gelombang P yang direkam oleh stasiun seismik di seluruh dunia (lihat tambahan gambar S1)
termasuk diantaranya jaringan seismik padat di Jepang dan China Timur (Gambar 2) untuk
mendapatkan tomografi mantel di bawah wilayah Izu-Bonin dengan resolusi yang tinggi. Dari
hasil tomografi yang didapat, terungkap struktur slab lempeng Pasifik dengan jelas, yang
mana memberikan gambaran jelas mengenai mekanisme penyebab gempa bumi terdalam
Bonin 2015 dan dinamika subduksi pada wilayah tersebut.
Gambar 1. Seismisitas daerah penelitian. (a) Bintang warna merah menunjukkan episenter gempa
bumi dalam, 30 Mei 2015 di Bonin. Kotak merah merupakan target area dalam penelitian ini. Garis
coklat menunjukkan batas lempeng. (b) Seismisitas wilayah penelitian berdasarkan katalog ISC.
Warna-warna menunjukkan kedalaman hiposenter dengan skala seperti yang ditunjukkan di bawah
(b). Garis hitam menunjukkan batas lempeng. Segitiga hitam terbuka menunjukkan gunung api aktif.
Bintang putih dan beach ball menunjukkan episenter dan mekanisme fokal gempa bumi dalam Bonin
2015. (c-e) Penampang vertikal sebaran gempa bumi dari 3 garis melintang yang ada di (b) dengan
lebar 30 km. Gunung api aktif ditunjukkan dengan segitiga merah. Secara keseluruhan, seismisitas
wilayah Bonin tersebut konsisten dengan penelitian Ye, dkk (2016).
Gambar 2. Stasiun seismik dalam wilayah penelitian. Bintang warna merah menunjukkan episenter
gempa bumi 2015 di Bonin. Garis coklat menunjukkan batas lempeng.
DATA
Penelitian ini menggunakan data arrival time gempa bumi yang dipilih dari database
ISC (International Seismological Center), katalog gempa bumi JMA, dan bulletin tahunan
dari Chinese Earthquake. Untuk menyeleksi sebuah base set dari gempa bumi, kerak dan
mantel (kedalaman 0-700 km), maka dibagi menjadi blok-blok kubik. Ukuran blok yaitu 1 x
1 x 20 km untuk seluruh dunia, akan tetapi ukuran 0,5 x 0,5 x 10 km digunakan untuk area
target. Di antara banyak peristiwa yang terjadi di setiap blok, hanya satu gempa bumi yang
dipilih pada data yang direkam oleh jumlah terbesar dari stasiun seismik dan memiliki error
terkecil pada lokasi hiposenter. Data yang ada diatur sedemikian rupa dan terkumpul
sebanyak 5.126.696 data arrival time dari gelombang P, Pp, pp, PcP, dan Pdiff pada 39.323
kejadian gempa bumi yang terekam di 1.941 stasiun seismik di dunia. Oleh karena itu, daerah
Bonin yang menjadi target penelitian adalah sampel yang baik karena sebagai jalur
gelombang yang ke atas dan ke bawah baik fase gelombang P langsung maupun fase
gelombang lainnya.
METODE
Dalam penelitian ini dilakukan inversi tomografi untuk struktur Vp 3-D menggunakan
versi modifikasi dari metode tomografi multiscale (Zhao, 2015 ; Zhao dkk, 2013). Untuk
mendapatkan struktur Vp 3-D, digunakan grid 3-D yang lebih padat dengan interval grid
lateral ~50 km, yang dalam rentang kedalaman 0-1000 km di bawah wilayah target Izu-Bonin.
Sedangkan untuk selain wilayah tersebut digunakan interval grid lateral yang lebih kasar ~220
km. Perturbasi Vp pada setiap titik grid dari model kecepatan 1-D IASP91 digunakan sebagai
parameter yang tidak diketahui. Sementara itu, perturbasi Vp di lokasi lainnya dihitung
dengan interpolasi linier dari perturbasi Vp pada 8 titik yang bersebelahan dengan lokasi
tersebut. Teknik pelacakan sinar (ray tracing) 3-D yang dilakukan oleh Zhao, dkk (1992) dan
Zhao (2004) diadopsi untuk menghitung waktu penjalaran teoritis dan jalur sinar seismik
(seismic ray paths).
HASIL
Gambar 3 dan 4 menunjukkan penampang vertikal dari tomografi kecepatan
gelombang P (Vp) di bawah wilayah Izu-Bonin. Seismisitas lokal dan gunung berapi aktif
juga ditunjukkan dalam gambar tomografi. Zona dengan profil kecepatan tinggi (High-V)
terungkap di mantel atas hingga kedalaman ~410 km, yang mencerminkan tunjaman lempeng
Pasifik dan lempeng-lempeng Filipina. Pada zona tersebut teridentifikasi sebagai zona aktif
gempa bumi dengan kedalaman menengah hingga dalam (Gambar 3 dan 4). Pada Gambar 3d
dan 3e, dapat dilihat bahwa adanya zona kecepatan yang lebih rendah di sekitar kedalaman
410 km dengan aktivitas seismik yang tinggi. Gunung berapi aktif terletak di atas zona
kecepatan rendah (Low-V) pada zona mantel di atas lempeng subduksi. Zona Low-V mewakili
area sumber busur magmatisme dan vulkanisme yang disebabkan oleh kombinasi cairan dari
dehidrasi lempeng pada irisan mantel yang digerakkan oleh subduksi (Zhao dkk, 1992 ;
Iwamori dan Zhao, 2000 ; Liu dan Zhao, 2016 ; Horiuchi dan Iwamori, 2016). Pada Gambar 3
dan 5a juga dapat dilihat dengan jelas bahwa lempeng Filipina menunjam di bawah palung
Ryukyu sebelah barat, yang menunjukkan bahwa lempeng Filipina merupakan lempengan laut
yang mencapai kedalaman MTZ, konsisten dengan model tomografi lokal dan regional (Liu
dan Zhao, 2016 ; Huang dan Zhao, 2006 ; Wei dkk, 2012 ; Wei dkk, 2015).
Gambar 3. Penampang vertikal dari tomografi gelombang P sepanjang garis merah pada
gambar kanan bawah. Rendah dan tingginya profil kecepatan ditunjukkan oleh warna merah dan
biru, dengan skala (dalam %) ditunjukkan di samping (c). Gunung api aktif ditunjukkan dengan
segitiga merah. Lingkaran putih menunjukkan seismisitas dengan lebar masing-masing gambar 30 km
dari. Dua garis hitam merepresentasikan diskontinuitas 410 dan 670 km. Bintang merah pada peta
kecil kanan bawah menunjukkan episenter dari gempa bumi dalam Bonin 2015. Jarak horizontal
adalah jarak yang dihitung dari palung Izu Bonin.
Gambar 4. Penampang vertikal dari tomografi gelombang P. Sama seperti Gambar 3 tapi untuk
empat penampang vertikal di wilayah Bonin. Bintang merah di (b) menunjukkan hiposenter dari
gempa bumi Bonin 2015.
Pada penampang vertikal sebelah utara koordinat ~28 LU (Gambar 3 dan 4a),
lempeng Pasifik menjadi rata di MTZ. Sebelah selatan koordinat ~28 LU (Gambar 4b-d),
slab lempeng Pasifik menjadi cukup curam dan menembus hingga ke dalam mantel bawah.
Zona kecepatan tinggi cukup jelas terlihat ada di posisi pusat gempa bumi Bonin 2015 dan
sekitarnya (Gambar 4 dan 5). Dalam skala besar, hasil tomografi wilayah Izu-Bonin ini
konsisten dengan model tomografi global dan regional sebelumnya (Zhao dkk, 2013 ; Huang
dan Zhao, 2006 ; Wei dkk, 2012 ; Wei dkk, 2015 ; Miller dkk, 2004 ; Miller dkk, 2006 ;
Jaxybulatov dkk, 2013 ; Zhao, 2004 ; Obayashi dkk, 2013), tetapi citra tomografi di zona
sumber gempa bumi Bonin 2015 (Gambar 5) berbeda dengan model tomografi sebelumnya,
yang akan dibahas pada bagian selanjutnya.
Kejadian gempa Bonin 2015 telah direlokasi menggunakan model Vp 3-D.
Kedalaman fokus hasil relokasi adalah 667,2 0,5 km dan hiposenternya terletak di dalam
zona kecepatan tinggi tapi dekat dengan batas timur lempengan vertikal terdekat (Gambar 5).
Perhatikan bahwa hiposenter hanyalah titik awal gempa bumi. Hasil inversi waveform
menunjukkan bahwa kedalaman sumber rata-rata dari peristiwa besar ini adalah ~680 km dan
dimensi sumber keseluruhannya adalah ~40 km di bidang patahan yang dangkal.
Di MTZ bawah lempeng Pasifik, zona high-V muncul di mantel bawah, dan anomali
high-V yang lebar ada di atas batas inti-mantel, yang mencerminkan potongan-potongan lama
lempeng Pasifik yang telah jatuh turun ke mantel bawah dan mencapai batas inti-mantel
karena ketidakstabilan gravitasi yang disebabkan oleh fase transformasi (Zhao dkk, 2013 ;
Zhao, 2004).
Analisis resolusi terperinci dibuat untuk mengkonfirmasi fitur utama hasil
tomografi. Hasil tes resolusi ini menunjukkan bahwa fitur utama tomografi (Gambar 3-5),
khususnya di dalam dan di sekitar zona sumber gempa bumi Bonin 2015 cukup kuat.
DISKUSI
Berdasarkan hasil dan penelitian seismik sebelumnya di daerah Izu-Bonin, diusulkan
sebuah model untuk slab subduksi Pasifik dan lokasi sumber gempa bumi dalam Bonin 2015
pada slab subduksi tersebut (Gambar 6). Slab Pasifik terpisah pada sekitar lintang 28LU,
sedikit di utara hiposenter dari gempa bumi Bonin yang terjadi pada lintang 27,7LU. Pada
bagian utara dari model, slab subduksi stagnan pada MTZ, sedangkan pada bagian selatan,
slab langsung masuk ke dalam mantel bagian bawah. Miler dkk (2004 dan 2006) menjelaskan
bahwa slab Pasifik mempunyai anomali sifat fisis di mantel bagian atas, yang mana lokasinya
berada di area utara hiposenter gempa bumi Bonin 2015. Pada penelitian tersebut juga
dijelaskan bahwa hampir semua gempa bumi menengah-dalam dan gempa bumi dalam yang
terjadi pada daerah anomali di dalam slab ini mempunyai mekanisme-mekanisme tegangan
lateral, yang berpotensi mempunyai relasi dengan sobekan slab. Gempa bumi Bonin 2015
juga mempunyai mekanisme tegangan lateral, yang mungkin juga berkorelasi dengan sobekan
slab tersebut.
Model yang diusulkan tersebut (Gambar 6) mempunyai kesamaan dengan model
kedua dari Ye dkk (2016), karena zona kecepatan tinggi vertikal dapat dilihat dengan jelas
pada area sumber gempa bumi Bonin 2015 (Gambar 5b), yang mana merefleksikan slab
Pasifik yang masuk kedalam mantel bagian bawah. Penelitian ini sesuai dengan penelitian
Takemura dkk (2016) pada poin gempa bumi Bonin 2015 terjadi dalam slab dan
hiposenternya dekat dengan batas bawah slab, tetapi tidak sesuai dengan model yang
menjelaskan slab yang datar di dalam MTZ yang mana menjadi tempat terjadinya gempa
bumi Bonin 2015. Model slab yang menumpuk hampir sama dengan model pertama Ye dkk
(2016) dan walaupun model tersebut lebih kompleks, model tersebut cukup berbeda dengan
model pada Gambar 6 dan citra tomografi pada Gambar 5 yang memperlihatkan sebuah
geometri slab yang simpel tanpa tekukan. Citra receiver function mungkin terlalu berlebihan
untuk digunakan dalam interpretasi ini, yang mana hanya dilihat dari struktur kecepatan di
bawah satu stasiun. Titik konversi di dalam dan di atas MTZ pada citra receiver function
mungkin tidak merepresentasikan dari batas tekutan slab tetapi perubahan fase yang kompleks
di dalam slab pada zona MTZ.
Sampai sekarang, beberapa penelitian dengan receiver function dan pemodelan
waveform memperlihatkan bahwa batas seismik di kedalaman 670 km menekuk ke dalam
zona Bonin dengan kedalaman sekitar 690 km. Kedalaman fokal dari gempa bumi dalam
Bonin 2015 diestimasikan antara kedalaman 664 km sampai 682 km. Karena itu, hampir bisa
dipastikan gemba bumi dalam ini terjadi dalam MTZ. Slab yang ditunjukkan dengan zona
kecepatan tinggi terlihat menebal pada kedalaman 600-800 km (Gambar 5b), yang
menjelaskan bahwa slab tersebut menebal dekat bagian bawah dari MTZ yang disebabkan
oleh gaya tahan pada batas upper-lower mantle
Model kecepatan 3-D sebelumnya dari zona Izu-Bonin-Mariana diperlihatkan dengan
tomografi global atau tomografi regional dengan skala yang besar, yang mana biasanya
mempunyai resolusi rendah karena blok atau grid interval yang besar digunakan dalam
parameterisasi model 3-D. Karena hanya sedikit stasiun seismik di area ini, model tomografi
tersebut sensitif terhadap data set, parameterisasi model, algoritma inversi, dan parameter
damping dan smoothing yang digunakan dalam inversi. Oleh karena itu, hubungan antara
gempa bumi dalam Bonin 2015 dengan slab subduksi tidak jelas dalam model tomografi
sebelumnya. Sedangkan, penenelitian ini difokuskan pada zona sumber gempa bumi Bonin
2015, serta menggunakan data set dan grid 3D yang lebih rapat di area target. Hasilnya,
didapatkan model tomografi yang dapat mempertihatkan hubungan jelas antara slab dan
kejadian gempa bumi dalam tersebut (Gambar 5). Untuk menjelaskan dengan baik struktur
slab subduksi di MTZ, gelombang P dan S terefleksi dan atau terkonversi pada batas MTZ
harus dikumpulkan dan digunakan dalam pembuatan citra tomografi, dan juga perlu
ditambahkan sensor seismik yang rapat di lantai samudra di zona penelitian ini.
Gambar 5. Tomografi gelombang P di area sumber gempa bumi dalam Bonin 2015. (a) citra pada
kedalaman 670 km. (b) pemotongan vertikal ke atas sepanjang garis A-B pada gambar (a). Keterangan
lainnya sama dengan gambar 3.
Gambar 6. Diagram skematis dari slab subduksi Pasifik yang menunjam ke bawah daerah
Bonin. Bintang merah menandakan hiposenter dari gempa Bonin 2015.