Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PROGRAM

FILARIASIS DAN
KECACINGAN TAHUN
2016
1. PROGRAM FILARIASIS
A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
a) Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
b) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor. 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3273);
c) Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2009 nomor 144, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
d) Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit
Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1991 nomor 49, tambahan lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3447);
e) Keputusan Menteri kesehatan Nomor 021/MENKES/SK/2011 tentang rencana strategi Kementerian
Kesehatan Tahun 2010-2014
f) Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu
Yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan

2. Gambaran Umum
Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular yang mengenai saluran dan kelenjar limfe
disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini bersifat menahun (kronis) dan bila
tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan
alat kelamin baik pada perempuan maupun laki-laki. Akibatnya penderita tidak dapat bekerja secara
optimal bahkan hidupnya tergantung kepada orang lain sehingga menjadi beban keluarga, masyarakat
dan negara.
Di Indonesia Filariasis tersebar luas hampir di seluruh Provinsi. Berdasarkan laporan daerah dan
hasil survei (Rapid Mapping) pada tahun 2000 yang lalu tercatat sebanyak 6500 kasus kronis di 1553
desa 674 Puskesmas di 231 Kabupaten, 26 Provinsi. Sampai tahun 2004 kasus kronis yang dilaporkan
sebanyak 8003 orang yang tersebar di 32 Provinsi.
Hasil survei darah jari, dengan rentangan didapatkan prevalensi mikrofilaria (MI rate) berkisar
antara 0,5 27,6 %. Tingkat penularan penyakit filariasis di Indonesia masih tinggi. Diperkirakan sekitar
10 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 60 juta orang mempunyai risiko tinggi untuk
tertular karena nyamuk penularnya tersebar luas.

Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayidan Brugia timori.
Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular melalui gigitan nyamuk yang
mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi
cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki, tungkai,
payudara, lengan dan organ genital.
WHO menetapkan kesepakatan global untuk mengeliminasi filariasis pada tahun 2020 (The Global Goal
of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Di dunia terdapat
1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih dari 83 negara dan 60% kasus
berada di Asia Tenggara.Di Indonesia, pada tahun 2014 terdapat 14.932 kasus filariasis.

TABEL.DATA KUMULATIF KASUS KRONIS FILARIASIS PROVINSI MALUKU


TAHUN 2016
KAB/KOTA KASUS KRONIS

BURU 0
BURU SELATAN 0
TUAL 1
KEP.ARU 1
SBT 2
MALRA 2
KOTA AMBON 2
MBD 2
MTB 7
SBB 8
MALUKU TENGAH 10
PROVINSI MALUKU 35

Gambaran situasi kasus klinis tersebut belum


menggambarkan situasi kasus yang sebenarnya, hal
ini karena sistem pelaporan kasus yang belum
berjalan optimal.
Agar gambaran situasi tersebut diperoleh maka perlu
dilakukan peningkatan kualitas data mulai dari
pengumpulan data (pencarian dan konfirmasi kasus),
sistem pencatatan - pelaporan dan pemutakhiran
data.
Berdasarkan laporan dari kab/kota Endemis Filariasis
hingga Desember 2016, kabupaten dengan jumlah
kasus terbanyak filariasis di Maluku adalah Maluku
Tengah (10 Kasus), Seram Bagian Barat (8 Kasus).
Sedangkan Tiga Kabupaten yang non-endemis
filariasis di Maluku turut menyumbang jumlah kasus
Kronis Yaitu Kab. MTB (8 Kasus) dan kepulauan Aru
(1Kasus).
daerah yang mikrofilarianya tinggi tidak selalu diikuti
dengan jumlah kasus klinis yang tinggi, seperti pada
kabupaten Buru yang endemis filariaisis namun kasus
kronis tidak ditemukan.
B. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN
Untuk pemberantasan penyakit ini sampai tuntas, WHO sudah menetapkan kesepakatan Global
(The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health Problem by The Year 2020).
Program eliminasi dilaksanakan melalui pengobatan massal DEC dan Albendazol setahun sekali selama
minimal 5 tahun di daerah endemis dan perawatan kasus klinis baik yang akut maupun kronis untuk
mencegah kecacatan dan mengurangi penderitaannya.
1. Metode Pelaksanaan dilakukan secara swakelola
2. Tahapan Pelaksanaan
a. Advokasi Tingkat Kab/Kota untukPOPMdilaksanakandenganmetodepenyampaianmateri,
persentasidandiskusiidentifikasipermasalahandanpemecahanmasalah.
b. PenguatanTenagaPelaksanaPelaksanaProgram Filariasis Tingkat Kab/Kota dengan PKM dan LP/LS
dilaksanakandenganmetodepenyampaianmateri,
persentasidandiskusiidentifikasipermasalahandanpemecahanmasalah.
c. Koordinasi program Filariasis Tingkat Kab/Kota dengan PKM dan
LS/LPdilaksanakandenganmetodepenyampaianmateri,
persentasidandiskusiidentifikasipermasalahandanpemecahanmasalah.
d. PelaksanaanPemberianObatPencegahanMassaldilakukandengan kunjungan ke Dinas Kesehatan
Kab/Kota dan Puskesmas dengan mereview laporan, dandata jumlah kasus yang ditangani.

b) Waktu Pelaksanaan
Bulan
Komponen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
AdvokasiTingkat Kabupaten/Kota untukPOMP X

PenguatanTenagaPelaksanaProgram Filariasis X
Tingkat Kab/Kota
Koordinasiprogram Filariasis Tingkat Kab/Kota X
dengan PKM dan LP/LS
PelaksanaanPemberianObatPencegahanMassa X
l

C. KURUN WAKTU PENCAPAIAN KELUARAN


Waktu yang diperlukanuntukpencapaian output adalahselama12bulan (Januari-Desember)

D. BIAYA YANG DIPERLUKAN


Kegiatan ini akan dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara tahun anggaran 2017
sebesar Rp.10.282.800.000,-(sepuluhmilyarduaratusdelapanpuluhduajutadelapanratusribu rupiah).

Filariasis (Penyakit Kaki Gajah) adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh parasit berupa
cacing filaria, yang terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayidan Brugia timori.
Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular melalui gigitan nyamuk yang
mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing tersebut tumbuh menjadi
cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan pembengkakan di kaki, tungkai,
payudara, lengan dan organ genital.
WHO menetapkan kesepakatan global untuk mengeliminasi filariasis pada tahun 2020 (The Global Goal
of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The Year 2020). Di dunia terdapat
1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah di lebih dari 83 negara dan 60% kasus
berada di Asia Tenggara.Di Indonesia, pada tahun 2014 terdapat 14.932 kasus filariasis.
Dari data yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Provinsi Maluku, kasus kronis
filariasis seperti pada tabel dan grafik di bawah ini :

Gambaran situasi kasus klinis


tersebut belum
menggambarkan situasi kasus
yang sebenarnya, hal ini karena
sistem pelaporan kasus yang
belum berjalan optimal.
Agar gambaran situasi tersebut
diperoleh maka perlu dilakukan
peningkatan kualitas data mulai
dari pengumpulan data
(pencarian dan konfirmasi
kasus), sistem pencatatan -
pelaporan dan pemutakhiran
data.
Berdasarkan laporan dari
kab/kota Endemis Filariasis
hingga Desember 2016,
kabupaten dengan jumlah kasus
terbanyak filariasis di Maluku
adalah Maluku Tengah (10
Kasus), Seram Bagian Barat (8
Kasus).
Sedangkan Tiga Kabupaten yang
non-endemis filariasis di
Maluku turut menyumbang
jumlah kasus Kronis Yaitu Kab.
MTB (8 Kasus) dan kepulauan
Aru (1Kasus).
daerah yang mikrofilarianya
tinggi tidak selalu diikuti
dengan jumlah kasus klinis yang
tinggi, seperti pada kabupaten
Buru yang endemis filariaisis
namun kasus kronis tidak
ditemukan.
Sementara Kab. MTB yang
merupakan daerah Non-
Endemis, memiliki jumlah kasus
sebanyak 7 Kasus kronis.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Maluku pada tahun 2015, terdapat 16 kasus filariasis

kronik di lima kabupaten yaitu Buru (1 penderita), Maluku Barat Daya (2 penderita), Maluku

Tenggara (3 penderita), Seram Bagian Timur (3 penderita) dan terbanyak di Kab.Maluku Tengah

(7 penderita) .

Indonesia memberantas filariasis sebagai bagian dari eliminas filariasis global melalui dua pilar

kegiatan yaitu: 1. memutuskan mata rantai penularan filariasis dengan Pemberian Obat

Pencegahan Massal (POPM) filariasis di daerah endemis sekali setahun selama lima tahun

berturut-turut; 2. mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus filariasis

mandiri.

Sampai pada tahun 2014 berdasarkan survey darah jari, sebanyak 8 (delapan) dari 11 (sebelas)

kabupaten/kota telah dipetakan sebagai daerah endemis filariasis yaitu : Kota Ambon,

Kab.Maluku Tengah, Kab.Buru, Kab. Maluku Tenggara, Kota Tual, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kab.

Seram Bagian Timur, Kab.Seram Bagian Barat. Pelaksanaan POPM pada tahun 2015 dilaksanakan oleh 7

(tujuh) Kabupaten endemis, Kabupaten yang tidak melaksanakan POPM adalah Kabupaten Maluku

Tengah.. Cakupan POPM filariasis pada tahun 2015, tahun pertama pelaksanaan POPM di provinsi

Maluku seperti terlihat pada Gambar berikut :

CAKUPA
JML CAKUPAN
JML N POPM
PENDUDU POPM
KAB./KOTA PENDUDU PDDK JML PEN
K PDDK
K SASARA
SASARAN TOTAL (%)
N (%
Kota Ambon 393,602 283,732 60.75 84.27
Maluku Tenggara 103,506 87,980 60.32 70.97
Buru 124,992 121,679 70.10 72.01
SBB 210,622 197,498 78.54 83.76
SBT 106,884 94,698 77.00 86.91
Kota Tual 61,749 57,730 83.74 89.57
Maluku Barat
81,303 49,612 67.4 81.7
Daya
PROVINSI
MALUKU 1,082,658 892,929 67.38 81,70

PRESENTASE CAKUPAN DESA YANG DI BERI OBAT POPM


PER KABUPATEN TAHUN 2015

Maluku Barat
Maluku Barat Daya
Daya; 83.3

Kota Tual Kota Tual; 100

SBT SBT; 99

SBB SBB; 100

Buru Buru; 93

Maluku Tenggara;
Maluku Tenggara
88

Kota Ambon Kota Ambon; 90

0 20 40 60 80 100 120

1. Kegiatan tatalaksana kasus klinis filariasis harus pada semua penderita.


2. Tata laksana ini bertujuan mencegah/mengurangi kecatatan agar penderita menjadi mandiri
dalam merawat dirinya.
3. Setiap penderita dibuatkan status rekam medis yang disimpan di puskesmas, memdapatkan
kunjungan dari petugas kesehatan minimal 7x dalam setahun.
4. BILA MEMUNGKINKAN DILAKUKAN PEMERIKSAAN DARAH (KONTAK SERUMAH).
5. Penatalaksanaan kasus klinis ini merupakan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota)
JML PENDUDUK CAKUPAN POPM CAKUP
KAB./KOTA JML PENDUDUK
SASARAN PDDK TOTAL (%) SASAR

Kota Ambon 393,602 283,732 61 84

Maluku Tenggara 103,506 87,980 60 71

Buru 124,992 121,679 70 72

SBB 210,622 197,498 78 84

SBT 106,884 94,698 77 87

Kota Tual 61,749 57,730 83 89

Maluku Barat Daya 81,303 49,612 67 81

PROVINSI MALUKU 1,082,658 892,929 67 82


DATA JUMLAH SASARAN POPM FILARIASIS DARI JUMLAH PENDUDUK MINUM OBAT
300,000

250,000

200,000

150,000

100,000

50,000

0
Kota Ambon MALRA Buru SBB SBT Kota Tual MBD

(%) Pddk minum


No Nama Kabupaten/Kota Jumlah Pddk Jumlah Sasaran
dari jumlah pend

1 AMBON 397602 337962 73

2 BURU 128824 116739 79

3 KOTA TUAL 61660 56973 83

4 MALUKU TENGGARA 100485 91212 85

5 SERAM BAGIAN BARAT 213,995 183,886 77

6 SERAM BAGIAN TIMUR 110024 102178 81

7 MALUKU BARAT DAYA 78316 66567 68

8 MALUKU TENGAH 397817 334163 73


PROV. MALUKU 1488723 1289680 76

* Jika sehat, obat bisa diberikan sampai sasaran usia 70 tahun.


85
79 79 77 77 81 84 83
90
80 73 73 76
70 67 68 67
70
61 60
60
50
40
30
20
10
0
0
M
AL
UK
U
BA
R
AT
DA
M YA
80

SE ALU AM
RA K B
M U T ON
86

BA EN
GI G
68 73 73

AN AH
SE
86

RA BA
(%) Jumlah Penduduk

M RA
T
BA
GI BU
A N RU
M TI
M
AL KO UR
77 79 81

UK TA
U
TE TUA
NG L
GA
M RA
(%) Jumlah Sasaran

AL
UK
U
76
90 87 87 8390 8594 87
100
90
80
70
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0
n

ah
ru

U
ra

a
al
T
B

ay
SB
bo

UK
SB

Tu
ga

Bu

ng
D
Am

AL
ng

Te
ta

rat

IM
Ko
Te

u
ta

Ba

uk
Ko

NS
uk

al
u
uk

I
M
al

OV
M

al

PR
M
Evaluasi setelah pengobatan massal perlu dilakukan baik pada pertengahan periode (mid term
evaluation) yaitu sesudah tahun kedua POMP filariasis atau pada akhir periode (5 tahun).
Evaluasi akhir periode dilakukan dengan pemeriksaan tes antigen-antibodi terhadap 300 anak
berusia 2-4 tahun. Bila pada evaluasi akhir periode pengobatan massal, ditemukan hasil positif
pada 1 (satu) orang, maka pengobatan massal perlu ditambah (dilanjutkan) dengan periode
berikutnya.
Mid term ----- DESA-DESA SENTINEL

Rencana Pelaksanaan
No Kegiatan
MEI JUNI JULI AGT SEPT OK

Sosilisasi Tingkat Kabupaten/Kota Untuk POPM


1 X x
(regional)

2 Pelatihan Kader POPM (Malteng) x


5 Distribusi Logistik obat X X

6 Pelakasanaan POPM X

Monitoring Pelaksanaan pemberian obat pencegahan


7 x
masal (POPM)

1. Efisiensi anggaran program filariasis terutama dana operasional untuk kegiatan :


1. Advokasi sosiallisasi
2. Pelatihan kader
3. Pendataan Sasaran
4. Distribusi Obat dan Logistik
5. Biaya sweeping/kunjungan rumah/monev
2. Distribusi obat yang terlambat dari Pusat sehingga pelaksanaan POPM baru berjalan pada minggu ke-2
bulan Oktober 2016.
3. Pembentukan KAPFI Provinsi/Kab/Kota
Penganggaran sosialisasi terhadap masyarakat tentang Filariasis serta manfaat minum obat
pencegahan
Penganggaran sosialisasi terhadap kader serta biaya distribusi obat sampai ke masyarakat
Kerjasama lintas sektor dibangun dengan komitmen bersama
Menginisiasi adanya aturan pemerintah daerah tentang pengendalian filariasis
CAKUPAN POPM FILARIASIS PROVINSI MALUKU TAHUN 2015

100.00
89.57
86.91
84.27 83.76
81.70 81.70
83.74
78.54 77.00
70.97 72.01
70.10
67.40 67.38
60.75 60.32

50.00

(%) Penduduk minum obat dari jumlah penduduk


(%) Penduduk minum obat dari jumlah sasaran

0.00
Kota Ambon MALRA Buru SBB SBT Kota Tual MBD PROVINSI MALUKU

Cakupan POPM filariasis berdasarkan penduduk sasaran adalah jumlah penduduk minum
obat program POPM filariasis dibagi jumlah penduduk sasaran yang berisiko terkena filariasis di
daerah endemis filariasis. Cakupan pengobatan menunjukkan angka keberhasilan pengobatan
dan efektivitas pelaksanaan kegiatan POPM filariasis.

A. MASALAH PROGRAM
1. Masih belum terlatihnya petugas/pengelola program terutama dalam penemuan kasus
klinis secara dini
2. Masih Sulitnya penegakan diagnosa awal kasus kronis filariasis oleh tenaga kesehatan
3. Petugas masih belum banyak dilatih khusus untuk tata laksana kasus klinis
(perawatan dan pemantauan kasus)
4. Rendahnya pelaporan kasus klinis/kronis filariasis dari kabupaten/kota
5. Follow-up kegiatan integrasi kecacingan dan vitamin-A masih rendah oleh karena
kurangnya sosialisasi bagi petugas
6. Kurangnya dukungan dana operasional dalam pelaksanaan POPM Filariasis di tingkat
kabupaten/kota
7. Belum dibentuknya pos minum obat di beberapa wilayah, pembagian obat ketika
POPM berlangsung dari rumah ke rumah (door to door) oleh petugas kesehatan.

Pemecahan masalah:
1) Melatih secara khusus pengelola program filariasis dalam pengambilan dan pemeriksaan
sampel filariasis
2) Melatih tenaga kesehatan puskesmas untuk melakukan tata laksana kasus klinis sesuai
standar
3) Memotivasi pengelola program untuk aktif melaporkan kasus filariasis
4) Membangun jejaring/kerjasama antar program terkait kecacingan.
5) Melakukan advokasi kepada pemerintah daerah agar mendukung pelaksanaan kegiatan
filariasis dan kecacingan.
6) Peningkatan partisipasi kader dengan pelatihan dan penunjang dana operasional.

N ISSU, PROGRAM DAN KEGIATAN


o.
BIAYA (Rp) (000) Triwulan III Triwulan IV
Juni Juli Agustus Septem Oktobe Novem Desember
ber r ber

I Program Pengendalian Penyakit Filariasis dan


Kecacingan
1 Sosialisasi dan advokasi POPM Filariasis dalam upaya peningkatan cakupan minum obat Filariasis

2 Sosialisasi dan 233, 233,


advokasi POPM 651 651
Filariasis dan
kecacingan di
Kab/Kota (Regio
Seram)
3 Sosialisasi dan 133, 133,
advokasi POPM 154 154
Filariasis dan
kecacingan di
Kab/Kota (Regio
Buru)
4 Sosialisasi dan 162, 162,
advokasi POPM 160 160
Filariasis dan
kecacingan di
Kab/Kota (Regio
Tenggara I)
5 Sosialisasi dan 226, 226,
advokasi POPM 420 420
Filariasisdan
kecacingan di
Kab/Kota (Regio
Tenggara II)
6 Sosialisasi dan 189, 189,
advokasi POPM 970 970
Filariasis dan
kecacingan di
Kab/Kota (Regio
Tenggara III)
7 Pelaksanaan POPM
Filariasis
A Pendataan 225, 225,
300 300
B Pelatihan Kader 92,
(Kab Malteng) 755
C Distribusi Obat 94, 94,
dan Logistik lain 240 240
D Pelaksanaan 807, 807,
POPM Filariasis 750 750
E Kunjungan 131, 131,
rumah / 500 500
sweeping oleh
kader dan
Petugas PKM

Kepala Seksi
Penanggulangan
Penyakit
dr. Deborah E.H.
Lantang
NIP.19710503 200012 2
005

Anda mungkin juga menyukai