A. Pengertian Ontologi
Istilah ontologi muncul sekitar abad ke-17 yang dikenal dengan ungkapan
mengenai filsafat mengenai yang ada (philosophia entis). Martin Heidegger (1889-
1976) memahami ontologi sebagai analisis eksistensi dan yang memungkinkan adanya
eksistensi. Para eksistensialis menunjukkan bahwa pengetahuan apa pun yang
dikembangkan haruslah dikembalikan pada eksistensi dan ke-eksistansi-an manusia
sebagai Ada yang mengadakan atau pengada actual (causa efficiens).
Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu, On atau Ontos yang
berarti ada, dan Logos berarti ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Adapun
dalam Kamus Filsafat Ontologi merupakan suatu studi tentang sisi esensial dari yang
ada. Dalam bahasa inggris disebut ontologi memiliki pengertian :
1. Suatu asumsi tentang eksistensi (kehadiran, keberadaan) yang mendasari setiap pola
konseptual atau setiap teori atau sistem idea
2. Suatu cabang penelitian metefisika yang berhubungan dengan kajian eksistensi itu
sendiri
Menurut Ibnu Khaldun ontologi merupakan teori tentang yang wujud (suatu yang
wujud) dan kadang-kadang juga ontologi disamakan dengan metafisika. Metafisika juga
disebut sebagai prote-filisofia atau filsafat yang pertama.
Secara istilah ontologi adalah ilmu yang memperlajari tentang hakikat yang ada
(ultimate reality) baik jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
realitas atau kenyataan konkret. Ontologi membahas tentang yang ada secara universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat
dalam setiap kenyataan.
B. Komponen-komponen ontologi
Komponen-komponen yang akan diuraikan pada pembahasan saat ini, meliputi :
1. Objek Formal ontologi
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan
kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, sedangkan telaahnya akan
menjadi kualitatif.
Realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme,
naturalisme, atau hylomorphisme. Sedangkan menurut Al-Farabi dan Ibnu Zina
objek pemikiran menjadi objek sesuatu yang mungkin ada karena yang lain, dan
ada karena dirinya sendiri.
Referensi tentang kesemuanya itu cukup banyak. Hanya dua yang terakhir
perlu kiranya lebih di jelaskan. Ontologi di ketengahkan pertama oleh aristoteles
dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami
sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek
materialisme dari mental.
2. Metode dalam Ontologi
Metode dalam ontology menurut Lorens Bagus memperkenalkan tiga
tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu :
1. Abstraksi fisik, menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek
2. Abstraksi bentuk, mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua
sesuatu yang sejenis, dan
3. Abstraksi metaphisik, mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari
semua realitas
Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan
menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.
Pembuktian a priori adalah pembuktian yang tidak diperoleh dari
percobaan/eksperimen tetapi bersumber dari akal itu sendiri dan pembuktian a
posteriori adalah pembuktian yang diperoleh dari eksperimen/pengalaman
indrawi.
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih
dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari
kebenaran kesimpulan.
Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah
realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan
dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata
silogistik
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang a
priori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term
tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di
berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi
akibat dari realitas dalam kesimpulan
Suatu Contoh :
1. Pembuktian a priori
Yang Memakai baju toga adalah calon sarjana
Pak Syarifudin memakai baju toga
Jadi > Pak Syarifudin calon sarjana
2. Pembuktian a posteriori
Pak Lukman merupakan mantan lurah Cimindi
Pak Lukman seorang Pengusaha Emas
Jadi > Salah seorang mantan lurah Cimindi adalah seorang pengusaha
emas
C. Aliran-aliran dalam ontologi
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas
atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni :
1. Aliran Naturalisme (kenyataan yang bersifat kealaman), aliran naturalisme
mendasarkan ajarannya pada penelitian alam
2. Aliran Meterialisme (kenyataan yang bersifat benda mati),
3. Aliran Idialisme (Kenyataan yan bersifat rohani),
4. Aliran Hylomorfisme (yang sungguh ada kecuali berupa Tuhan dan Malaikat berupa
bahan bentuk)
5. Aliran Empirisisme logis (segenap pernyataan mengenai kenyataan yang tidak
mengandung makna).
Contoh dari paradigama ontologi filsafat, menghendaki sesuatu yang bersifat
rasional sehingga menghasilkan hipotesis yang raisonal pula. Setelah menemukan
hipotesis yang rasional maka dibuktikan secara empiris, sebagaimana mengikuti metode
ilmiah. Metode Ilmiah merupakan metode yang membuktikan bahwa suatu hal tersebut
bersifat logis, kemudian menarik sebuah hipotesis yang disertai dengan bukti empiris.
Materialisme adalah ajaran ontologi yang mengatakan bahwa yang ada yang
terdalam bersifat material. Apakah kenyataan itu mengandung tujuan atau bersifat
mekanis (artinya, bersifat teleogis atau tidak) merupakan suatu pertanyaan ontologis.
Dalam prakteknya, penyelesaian masalah ontologis mempunyai berbagai macam
jawaban filsafati yang berbeda-beda, sesuai dengan titik tolak pemikiran yang
digunakan. Kita dapat memberi contoh hal tersebut misalnya dengan berbagai
pandangan atau aliran filsafat seperti jawaban naturalisme, materialisme, idealisme.
Salah satu tokoh aliran filsafat idealisme yang paling terkenal adalah Hegel. Menurut
Hegel akal adalah kepastian yang sadar tentang semua realitas yang ada, ia menegaskan
bahwa yang nyata adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata. Idealisme absolut
merupakan landasan filsafat Hegel yang menempatkan ide absolut sebagai hakikat
ontologis.
Contoh lain dari jawaban ontologis adalah aliran materialisme. Aliran ini berusaha
melampaui pengertian alam dan mendasarkan diri pada macam substansi atau
kenyataan terdalam yang dinamakan materi. Kaum meterialis pada masa lampau
memandang alam semesta tersusun dari zat-zat renik yang terdalam tersebut dan
memandang alam semesta dapat diterangkan berdasarkan hukum-hukum dinamika,
contohnya hal ini dikenal dengan rumus fisika dewasa ini dengan E = MC2, yang
menggambarakan bahwa tenaga E kedudukannya dapat saling dipertukarkan dengan
massa m. Jadi istilah pokok yang melandasi ajaran materialisme adalah materi.
Contoh dari artikulasi ontologi materi adalah teori evolusi Charles Darwin.
D. Tinjauan ontologi terhadap ilmu pengetahuan
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang
paling kuno. Dimana awal mula alam pikiran orang Yunani telah menunjukkan
perenungan dibidang ontology seperti yang kita kenal Thales atas perenungan terhadap
air yang merupakan subtansi terhadap asal mula dari segala sesuatu.
Asalnya air dapat di amati dari beberapa bentuknya. Air dapat menjadi benda
halus berbentuk uap, ia juga dapat menjadi cair bahkan dapat menjadi benda keras
berupa es, Secara totalitas air dapat dijadikan sumber kehidupan seluruh makhluk hidup,
hewan, tumbuh-tumbuhan maupun manusia. Para filosof selalu mencari apa yang
pertama yang ada dibelakang yang ada dan bersifat hakiki atau dasar yang dibelakang
segala yang ada.
Berpijak dari alasan Thales, ontology merupakan cabang filsafat yang
mendeskripsikan hakekat wujud. Di mana ilmu pengetahuan dari segi ontology selalu
mengkaji yang telah diketahui atau yang ingin diketahui. Dari fenomena yang terjadi
disekitarnya manusia melakukan berbagai aktifitas untuk mengetahui apa sebenarnya di
balik apa yang diraba oleh panca indranya, sebab ilmu hanya mengkaji ada bagian yang
bersifat empiris yang dapat diuji oleh panca indra manusia.
Ontologi merupakan kawasan ilmu yang tidak bersifat otonom, ontology merupan
sarana ilmiah yang menemukan jalan untuk menagani masalah secara ilmiah. Oleh
karena itu ontologis dari ilmu pengetahuan adalah tentang obyek materi dari ilmu
pengetahuan itu adalah hal-hal atau benda-benda yang empiris.
Adapun dalam pemahaman ontologi dapat dikemukakan dengan Pandangan
Pokok Pikiran sebagai berikut:
1. Menoisme, Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan
itu adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
yang asal, baik yang asal berupa meteri atupun berupa rohani. Tidak mungkin ada
hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan
sumber yang pokok dan dominan menentukan perkmbangan yang lainnya. Istilah
monoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini
kemudian terbagi kedalam dua aliran.
a. Meterialisme, aliran ini menggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,
bukan rohani, aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
b. Idealisme, Sebagai lawan materialisme adalah aliran idialisme yang dinamakan
dengan spritualisme. Idialisme berarti serba cita, sedang spritulisme berarti ruh.
2. Dualisme, setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi
ataupun ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua.
Aliran ini disebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa terdiri dari dua macam
hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani. Pendapat ini
mula-mula dipakai oleh Thomas Hyde (1770).
3. Pluralisme, paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui semua macam bentuk
itu adalah semua nyata. pluralisme dalam Dictionory of Philosophy and Religion
dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari
banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani
Kuno adalah Anaxa goros dan Empedocles yang menyatakan bahwa subtansi yang
ada itu berbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
4. Nihilisme, berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah
doktrin yang tidak mengakui viliditas alternatif yang positif. Istilah nihilisme
diperkenalkan oleh Ivan Tuegeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang
ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novelnya itu Bazarov sebagai tokoh
sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima ide nihilisme. Tokoh
aliran ini adalah Friedrich Nietzsche (1844. 1900 M) dilahirkan di Rocken di Prusia,
dari keluarga pendeta dalam pandangannya bahwa Allah sudah mati Allah
kristiani dengan segalah perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan
lagi.
5. Agnosticisme, paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui
hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme
berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. Artinya not artinya know.
Timbulnya aliran ini karena belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat
kita kenal. Aliran ini menyangkal adanya kenyataan mutlak yang bersifat
transcendent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-
tokohnya seperti, Soren Kierkegaan, Hiedegger, Setre dan Jaspers. yang dikenal
sebagai julukan Bapak Filsafat.
E. Argumen ontologi ditinjau dari presfektif agama
Filsafat agama mengajukan beberapa argumen tentang adanya Tuhan. Salah satu di
antara argumen-argumen tradisonal yang diberikan filsafat agama ialah argumen
ontologisme teori tentang wujud dan hakekat yang ada.
Argumen ontologi dimajukan pertama kali oleh Plato (428-348 SM) dengan teori
ideanya. Yang dimaksud dengan idea adalah definisi dan konsep universal dari setiap
sesuatu. Kuda mempunyai idea atau konsep universal. Idea atau konsep universal yang
berlaku untuk tiap-tipa kuda yang nyata dalam alam nyata, baik kuda itu kecil atau besar,
jantan atau betina, warna hitam, putih atau berbelang, baik pincang atau tidak, baik hidup
ataupun sudah mati. Idea kuda itu adalah paham, gambaran atau konsep universal yang
berlaku untuk seluruh kuda, baik kuda itu berada di Amerika, Eropa, atau Afrika, Asia
maupun Australia.
Manusia juga mempunyai idea. Idea manusia adalah badan hidup yang kita kenal
dan yang bisa berfikir. Dengan kata lain idea manusia ialah hayawan natiq atau makhluk
yang berfikir. Konsep Hayawan natiq ini bersifat universal, berlaku untuk seluruh
manusia besar kecil, tua-muda, lelaki-perempuan, manusia eropa, Afrika, Asia, India,
China dan sebagainya.
Demikian setiap sesuatu di alam mempunyai idea, dan idea inilah yang merupakan
hakekat sesuatu itu. Idea inilah yang menjadi dasar wujud sesuatu. Idea berada dalam
alam tersendiri yaitu alam idea. Alam idea berada diluar alam nyata ini, dan senantiasa
berupa, bukanlah hakekat tapi hanyalah bayangan, gambaran dari idea-ideanya yang ada
dalam alam idea. Dengan kata lain benda-benda yang dapat ditangkap dengan
pancaindara dan berubah ini bukanlah benda-benda yang asli, bukanlah hakekat tapi
hanya banyangan. Yang hakekat dan asli adalah idea-idea yang kekal lagi tetap dan
terdapat di alam idea, yang sebenarnya mempunyai wujud ialah idea-idea itu bukanlah
benda yang dapat ditangkap dengan pancaindra. Benda-benda nyata adalah khayal atau
illusi belaka, benda-benda berwujud karena idea-idea. Idea-idea adalah tujuan dan sebab
dari wujud benda.
Idea-idea bukan bercerai berai tak ada hubungan satu sama lain, tetapi semuanya
bersatu dalam idea tertinggi yang diberi nama idea kebaikan, atau The Absolute Good
yaitu yang mutlak baik. Yang mutlak baik adalah sumber, tujuan dan sebab segala
sesuatu yang ada. Yang mutlak baik yaitu disebut Tuhan. Dengan teori idea Plato
mencoba membuktikan bahwa alam bersumber pada sesuatu kekuatan gaib yang
bernama The Absolute, atau yang Mutlak Baik.
Menurut St. Agustine (354-430 M). manusia mengetahui dari pengalamannya,
bahwa dalam hidup itu ada kebenaran. Dalam keadaan seperti itu akal manusia terkadang
merasa bahwa dia mengetahui tapi terkadang mereka ragu-ragu bahwa apa yang
diketahuinya itu adalah kebenaran. Dengan kata lain akal manusia mengetahui bahwa di
atasnya masih ada sesuatu kebenaran yang tetap, kebenaran yang tak berubah-ubah.
Kebenaran yang tetap itulah yang menjadi sumber dan cahaya bagi akal dan usaha
mengetahui yang benar. Kebenaran tetap dan kekal itu merupakan Kebenaran Mutlak
dan Kebenaran Mutlak itu disebut Tuhan.
Argumen lain Immanuel Kant (1729-1804) seorang filosof Jerman menurutnya
ditambahkan wujud tentang konsep sesuatu tidak membawa hal baru tentang konsep itu,
dengan kata lain konsep tentang kursi yang mempunyai wujud tidak ada perbedaanya.
Konsep tentang Zat Maha Besar dengan demikain tidak mengharuskan adanya Zat Maha
Besar itu. Konsep sesuatu yang terbesar sebagai konsep sudah sempurna sungguhpun
konsep itu tak mempunyai wujud pada hakekatnya.
Oleh karena itu argumen ontologis ini tidaklah dapat menyakinkan eties atau
agnostic untuk percaya pada adanya Tuhan. Argumen ini belum dapat mendorong
mereka untuk mengakui bahwa Tuhan mesti ada.
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika
adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral.
Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan
salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan,
keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz
Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat
manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau
perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari
etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia
lakukan.
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-
nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan
berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak
tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian;
kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang
akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh
berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan
antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang
ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat
idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik
penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia
hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya be rhasil dengan
baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif
.
1. Pengertian Antropologi
Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu
dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional
memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan
pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak
diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang
seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal.
David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak
terbatas tentang umat manusia.
a. Paleoantropologi
Merupakan ilmu tentang asal-usul atau soal terjadinya evolusi makhluk hidup
manusia dengan mempergunakan bahan penelitian melalui sisa-sisa tubuh yang telah
membatu, atau fosil-fosil manusia dari zaman ke zaman yang tersimpan dalam lapisan
bumi dan didapat dengan berbagai penggalian.
b. Antropologi Biologis
1.2.Antropologi Budaya
a. Antropologi prehistori
c. Etnologi
Etnografi (ilmu tentang bangsa-bangsa) resmi diakui dunia tahun 1884 dengan
diadakannya mata kuliah etnologi di universitas Oxford,inggris dengan E.B Tylor
(ahli arkeologi peradaban yunani dan romawi kuno) sebagai dosen pertama. Di
amerika serikat,etnologi resmi diakuidengan dibukanya Department of archeology and
ethnologi di universitas Harvard tahun 1888.Dalam perkembamgannya ,lembaga
etnologi di amerika terdesak dengan istilah antropologi sebagai ilmu tentang manusia
dalam segala aspeknya,baik fisik maupun budayanya dari manusia dahulu sampai
sekarang.
Yang diakui sebagai bapak antropologi adalah Franz Boas yaitu antropolog
kelahiran Jerman ahli geografi yang menulis buku The Centural Eskimo (1888). Boas
pun telah meletakkan konsepsi dasar yang sampai sekarang dianut oleh hampir
seluruh universitas di Amerika Serikat yaitu kesatuan dari semua ilmu tentang
manusia dan kebudayaan, yaitu ilmu paleoantropologi, antropologi fisik,arkeologi
prasejarah. etnolinguistik, dan antropologi budaya yang menjadi sub ilmu
antropologi. Boas mengatakan bahwa ada perbedaan antara pencatat dan pengumpul
bahan di daerah dan ahli pikir yang menganalisis bahan, jadi ahli etnografi yaitu juru
catat saja sedangkan sarjana etnologi mahir dalam teori-teori mengenai seluk beluk
masyarakt dan kebudayaan manusia.
Fase ini terjadi sebelum tahun 1800, sekitar akhir abad 15 hingga awal abad 16
orang eropa mulai mengelilingi wilayah di kawasan Asia, Afrika dan Amerika, sejak
saat dalam perkembangannya permukaan bumi ini mulai terkena pengaruh negara-
negara Eropa Barat. Dalam perkembanganya mulai terkumpul catatan, buah cerita
laporan dan buku-buku kisah cerita dari para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama
dan pegawai pemerintah jajahan mengenai wilayah yang mereka datangi. Dalam buku-
buku itu termuat mengenai deskripsi bangsa-bangsa yang terdapat di Afrika, Asia,
Oseania dan suku-suku bangsa lainnya. Bahan-bahan deskripsi tersebut sangat
menarik perhatian bangsa Eropa karena perbedaan dari wilayah yang dikunjungi
dengan adat istiadat, bahasa, susunan masyarakat dan cirri-ciri fisik bangsa-bangsa
Eropa Barat.
Dari keanehannya, maka bahan etnografi tadi amat menarik perhatian kaum
terpelajar di Eropa Barat sejak abad ke 18. Kemudian dalam pandangan orang Eropa
munculah pertentyangan terhadap bangsa Amerika, Afrika Asia dan juga Oseania tadi,
yaitu: sebagian orang eropa menganggap bahwa mereka keturunan iblis dan bukan
bangsa yang merupakan keturunan manusia, ada juga yang menganggap mereka
merupakan bangsa yang masih murni yang belum tersentuh oleh kejahatan, dan yang
terakhir sebagian orang Eropa tertarik akan adat-istiadat dan mulai mengumpulkan
benda-benda kebudayaan asal Amerika, Afrika, Oseania dan Asia sehingga muncul
museum-museum kebudayaan luar Eropa.
Masa ini berlangsung pada pertengahan abad ke-19, pada masa ini mulai muncul
tulisan-tulisan ataupun berupa karangan yang menyusun bahan etnhografi tersebut
berdasarkan cara berfikir evolusi masyarakat. Secara singkat kerangka berfikir
tersebut bisa di golongkan seperti berikut: Masyarakat dan kebudayaan manusia telah
berevolusi dengan sangat lambat dalam jangka beribu-ribu tahun dengan berbagai
tingkatan evolusi, dengan sebagai patokan tingkatan tertinggi adalah masyarakat yang
hidup seperti masyarakat dii Eropa Barat. Bentuk masyarakat yang tinggal di luar
Eropa disebut oleh mereka (orang Eropa) sebagai bangsa primitif, dianggap sebagai
sisa-sisa kebudayaan terdahulu yang masih hidup hingga sekarang. Berdasarkan
kerangka berfikir tersebut maka pada tahun sekitar 1860 timbul beberapa karangan
yang membandingkan tingkat kebudayaan dari masing-masing bangsa berdasar
tingkat-tingkat evolusi, sehingga timbula ilmu antropologi.
2.3.Fase Ketiga
Fase ini berlangsung pada permulaan abad ke-20. Pada permulaan abad ke-20,
sebagian besar negara-negara penjajah di Eropa masing-masing berhasil untuk
mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan di luar Eropa. Untuk
keperluan daerah jajahan dimana pada waktu itu mulai berhadapan ilmu antropologi
sebagai suatu ilmu yang justru mempelajari bangsa-bangsa di daerah luar eropa justru
menjadi sangat penting. Sejak itu timbul pendirian bahwa mempelajari bangsa-bangsa
di luar Eropa itu penting.
Suatu ilmu antropologi dengan sifat-sifat seperti yang terurai di atas terutama
berembang di negara Inggris sebagai negara penjajah yang utama, tetapi juga di
hampir semua negara kolonial lainnya. Selain itu ilmu antropologi di Amerika Serikat
yang bukan negara kolonial tetapi mengalami berbagai masalah yang berhubungan
dengan suku-suku bangsa Indian yang merupakan suku asli atau penduduk pribumi
Benua Amerika kemudian terpengaruh oleh ilmu antropologi yang baru tadi. Dalam
fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis dan tujuannya dapat
dirumuskan sebagai berikut : Mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku
bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah colonial dan guna mendapat suatu
pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.
2.4.Fase Keempat
Fase ini kira-kira sesudah 1930. Pada fase ini ilmu antropologi mengalami masa
perkembangannya yang paling luas. Hal ini termasuk bertambahnya bahan
pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai ketajaman dari metode-metode
ilmiahnya. Kecuali itu kita lihat adanya dua perubahan di dunia, yaitu timbulnya anti
pati terhadap kolonialisme terhadap perang dunia II, serta cepat hilangnya bangsa-
bangsa primitif (dalam arti bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh
kebudayaan Eropa dan Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan sesudah
perang dunia II memang hampir tak ada lagi di muka bumi.
Sebagai ilmu tentang umat manusia, antropologi melalui pendekatan dan metode
ilmiah berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna tentang manusia dan
perilakunya. Kedua bidang besar dari antropologi adalah antropologi fisik dan
budaya. Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia sebagai organisme
biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi perkembangan manusia dan
mempelajari variasi-variasi biologis dalam spesies manusia. Sedangkan antropologi
budaya berusaha mempelajari manusia berdasarkan kebudayaannya. Dimana
kebudayaan dapat merupakan peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.
Sampai sekarang di beberapa Negara masih belum ada kesamaan istilah untuk
menyebut Antropologi. Koentjaraningrat menjelaskan istilah istilah lain untuk
menyebut antropologi antara lain :
a. Etnogaphy adalah penulisan yang melukiskan tentang bangsa bangsa, terutama
tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan suku suku bangsa.
b. Etnology bearti ilmu bangsa bangsa. Sekarang menjadi bagian Antropologi yang
mengkaji tentang sejarah perkembangan kebudayaan manusia.
e. Anthropology bearti ilmu tentang manusia, dan istilah yang sangat tua bearti ilmu
yang mempelajari tentang ciri ciri tubuh manusia.
E. Disiplin Antropologi
Roger M. Keesing secara garis besarnya membagi dua cabang, yaitu antropologi
fisik dan antropologi budaya. Tetapi keesing membagi antropologi budaya menjadi
tiga cabang : arkeologi, antropologi linguistik dan antropologi sosial.
Harsojo secara garis besar antropologi dibagi dua cabang yaitu antropologi fisik
dan antropologi budaya. Antropologi fisik mengkaji manusia sebagai makhluk
biologis ; asal usul manusia berdasarkan evolusi organik, struktur tubuh dan
kelompok kelompok manusia. Sedangkan antropologi budaya sebagai cabang besar
antropologi umum yang mempelajari kebudayaan berbagai bangsa di dunia, dibagi
empat sub disiplin antropologi : prasejarah, antropologi linguistik, etnologi dan
kebudayaan dan kepribadian.
Obyek kajiannya tidak terbatas pada gejala empiris yang bersifat observasional
dan atau eksperimental, tetapi menerobos lebih jauh hingga kepada gejala apapun
tentang manusia selama bisa atau memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional.
1. Metodenya :
2. Cirinya :
Ekstensif, yakni mencakup segala aspek dan ekspresi manusia, lepas dari
kontekstualitas ruang dan waktu. Jadi merupakan gambaran menyeluruh (universal)
tidak fragmentaris tentang realitas manusia.
Intensif, yakni bersifat mendasar dengan mencari inti, esensi atau akar yang
melandasi suatu kenyataan.
Kritis, atau tidak puas pada pengetahuan yang sempit, dangkal dan simplistis
tentang manusia. Orientasi telaahnya tidak berhenti pada kenyataan sebagaimana
adanya (das Sein) tetapi juga berpretensi untuk mempertimbangkan kenyataan yang
seharusnya atau yang ideal) (das Sollen).
3. Manfaatnya,secara :
Praktis, mengetahui tentang apa atau siapa manusia dalam keutuhannya, serta
mengetahui tentang apa dan siapa diri kita ini dalam pemahaman tentang manusia
tersebut.
Secara Teoritis, untuk meninjau secara kritis beragam asumsi-asumsi yang berada
di balik teori-teori dalam ilmu-ilmu tentang manusia.
Kesulitan bagi suatu filsafat manusia filsafat berpretensi mengatakan apa yang
paling penting bagi manusia. Para filsuf mangatakan dan menimbulkan berbagai
pendapat. Bagi Platon dan Platin misalnya, manusia adalah suatu makhluk ilahi. Bagi
Epicura dan Lekritius sebaliknya manusia yang berumur pendek lahir karena
kebetulan dan tidak berisi apa-apa. Descartes mengambarkan manusia sebagai
terbetuk dari campuran antara dua macam bahan yang terpisah, badan dan jiwa.
Apakah manusia itu, dan darimana datangnya manusia, tempat apakah yang
didudukinya dalam alam semesta yang luas, darimana manusia datang dan untuk
apakah ia ditakdirkan.Manusia mampu mengetahui dirinya dengan kemampuan
berpikir yang ada pada dirinya.
Manusia adalah makhluk ganda yang mempunyai pikiran dan badan perluasan.
Apa yang kita pikirkan dengan akal kita tidak terjadi di dalam badan itu terjadi di
dalam pikiran, yang sama sekali tidak tergantung pada realitas perluasan. Namun
Descartes tidak dapat menyangkal bahwa ada interaksi konstan antara pikiran dan
badan. Interaksi konstan berlangsung antara roh dan materi. Pikiran dapat selalu
dipengaruhi oleh perasaan dan nafsu yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan
badaniah. Namun pikiran dapat bekerja tanpa tergantung pada badan (jika aku
merasakan sakit yang amat-sangat pada perutku, jumlah sudut dalam sebuah segitiga
tetap 180 derajat. Maka manusia mempunyai kemampuan untuk bangkit mengatasi
kebutuhan-kebutuhan badaniah dan bertindak secara rasional.
Dalam hal ini pikiran lebih unggul daripada badan. Individu tidak ditempatkan di
hadapan Ketiadaan, melainkan di hadapan Tuhan. Yang harus dipersoalkan terutama
subyektivitas dari kebenaran, yaitu bagaimana kebenaran dapat menjelma dalam
kehidupan individu. Kebenaran obyektif termasuk agama harus mendarah daging
dalam si individu. Yang penting ialah bahwa aku memahami diriku sendiri, bahwa
kulihat dengan jelas apa yang Tuhan kehendaki sungguh-sungguh agar aku perbuat.
Yang terutama kubutuhkan ialah mendapatkan suatu kebenaran yang adalah benar
untuk aku, suatu ide yang bisa mengilhami kehidupan dan kematianku.
Menurut tinjauan kefilsafatan manusia adalah makhluk yang bertanya, dalam hal
ini manusia sebagai makhluk yang mempertanyakan dirinya sendiri dan
keberadaannya. Dalam hal ini manusia mulai tahu keberadaannya dan menyadari
bahwa dirinya adalah penanya. Apabila ditinjau dari segi dayanya, maka jelaslah
manusia memiliki dua macam daya. Disatu pihak manusia memiliki daya untuk
mengenal dunia rohani, yang nous, suatu daya intuitip, yang kerena kerjasama dengan
akal menjadikan manusia dapat memikirkan serta membicarakan hal-hal yang rohani.
Di lain pihak manusia memiliki daya pengamatan (aisthesis), yang karena pengamatan
yang langsung yang disertai dengan daya penggambaran atau penggagasan
menjadikan manusia memiliki pengetahuan yang berdasarkan pengamatan.
Manusia terdiri dari jiwa dan tubuh, yang keduanya dapat berdiri sendiri-sendiri.
Jiwa berada dalam tubuh seperti terkurung dalam penjara dan hanya kematian yang
dapat melepaskan belenggu tersebut. Tujuan kefilsafatan manusia diatas menitik
beratkan pada dayanya, manusia sebagai idea, yaitu sebagai manusia yang tak
bertubuh. Telah ada kekal sejak logos, jiwa dibedakan antara jiwa sebagai kekuatan
hidup (psuke) dan jiwa sebagai kekuatan akali (nous, dianoia, psuke logike). Jiwa
sebagai kekuatan hidup berada dalam darah dan tidak dapat binasa. Jiwa yang besifat
akali atau nous lebih tinggi tingkatannya karena merupakan jiwa yang bersifat ilahi.
Sebelum manusia dilahirkan jiwa ini sudah ada jiwa ini tidak dapat binasa. Ia
memasuki tubuh dari luar. Di dalam tubuh jiwa itu dipenjara. Karena itu hidup di
dunia ini adalain adalah binatang, binatang tak berjiwa, material belaka, jadi manusia
pun material belaka. Kesimpulannya : bahan bergerak sendiri, adapun yang disebut
orang sebagai pikiran itupun merupakan sifat material, terutama kerja atau tindakan
otak.
c. Terutama pandangan yang mencoba mendekati manusia dari lain pihak serta,
kalau dapat dari keseluruhan pribadinya.
Teranglah bahwa penggolongan filsafat manusia dalam rasionalisme-
irrasionalisme bukanlah penggolongannya yang lain sekali dari penggolongan :
idealisme-materialisme : ini hanya pandangan dari sudut lain. Dengan demikian
semua aliran materialisme harus dimasukkan kedalam aliran irrasionalisme.
Teologi.
Teologi adalah cabang filsafat yang merupakan bagian dari kajianmetafisika. Teologi
merupakan pemikiran filosifis tentang persoalanketuhanan. Hal ini sesuai dengan makna
dasarnya yang berasal dari 2kata, yaitu Theo yang berarti tuhan dan logy yang berarti ilmu
.Jaditheology adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang dikaitkan denganketuhanan. Maka
dalam perjalanannya kajian teologi membahassecara filosofis pokok-pokok agama sebagai
hal-hal yang dikaitkandengan tuhan
a. Definisi
Kata Teologia adalah berasal dari bahasa Yunani Theos dan logos, kata Theos berarti Tuhan dan
kata logos artinya pengetahuan. Jadi secara sederhana Teologia dapat diartikan pengetahuan
tentang Tuhan. Namun mempelajari Teologia bukan berarti hanya mempelajari tentang Tuhan, tetapi
juga mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan, dimana Alkitab sendiri
menjelaskan bahwa permulaan dari segala sesuatu itu adalah Tuhan dan semuanya yang Dia jadikan
itu adalah untuk kemuliaan-Nya (Kej 1:1; Yoh 1:1; Kolose 1:16,17)
Sebelumnya penulis telah mengatakan bahwa dasar pijakan teologia adalah penyataan Allah, sebab
manusia tidak dapat menjangkau Allah atau Theos, itu sebabnya Dia memperkenalkan diri-Nya
kepada manusia, maka oleh sebab itu apa yang dapat dikaji dalam Teologia adalah apa yang
dinyatakan oleh Allah. Dalam hal ini sangat berbeda dengan filsafat ilmu, dimana apa yang dapat
dikaji dalam ilmu hanya sebatas apa yang dapat dialami manusia. Jadi dalam filsafat ilmu unsur
manusia ditempatkan pada bagian paling atas, manusia sebagai subjek dan segala sesuatu yang
diteliti atau yang dipelajari adalah objeknya. Tetapi dalam teologia, dimana Allah subjek dan segala
sesuatu yang ada dalam alam semesta ini adalah objek dari apa yang dinyatakan oleh Allah.
Alkitab begitu jelas dalam menjelaskan tentang apa yang dikaji dalam penyataan Allah. Sangat
mengagumkan sekali, tatkala kita membuka halaman pertama dari Alkitab kita, disana langsung
dijelaskan apa yang menjadi pertanyaan manusia yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu sekuler
secara sempurna, dimana kita sering bertanya tentang realitas alam semesta ini, darimana dan
bagaimana itu semua menjadi ada. Pertanyaan itu dijawab dengan benar oleh Alkitab, dimana Alkitab
memperkenalkan Allah sebagai pencipta alam semesta. Selanjutnya Alkitab juga menjelaskan bahwa
Allah bukan hanya sebagai pencipta, tetapi juga pemelihara, Alkitab juga memperkenalkan Allah
sebagai Allah yang berdaulat atas semua ciptaan-Nya. Singkat kata bahwa Alkitab menjelaskan
tentang permulaan segala sesuatu dan akhir segala sesuatu, dimana dalam segala hal itu dan secara
keseluruhan memberitahukan kedaulatan Allah atas ciptaan-Nya.
Pada bagian sebelumnya penulis telah menyinggung tentang sifat dari kebenaran dari ilmu
pengetahuan, dimana nilai kebenaran ilmu pengetahuan bukanlah kebenaran yang final atau yang
absolut, karena didapatkan dari empiri atau apa yang dialami atau apa yang dapat dialami oleh
manusia. Tetapi berbeda dengan Teologia, dimana sifat kebenaran teologia adalah mutlak dan
absolut, karena kebenaran Teologia berhubung dengan penyataan atau pewahyuan Allah.
Kebenaran wahyu adalah kebenaran yang final yang datang dari yang Maha Kuasa sang khalik,
manusia bisa saja salah tetapi Allah tidak akan mungkin salah. Sebab jika Allah memiliki sebuah
kesalahan maka sesungguhnya Dia bukanlah Allah.
Kegunaan dari ilmu adalah untuk memajukan atau memperkaya kehidupan manusia untuk masa kini
dan disini. Berbeda dengan nilai kegunaan dari Teologia, dimana mempelajari teologia berguna untuk
kehidupan masa kini dan juga kehidupan yang akan datang. Jadi keguanaan atau aksiologi dari
teologia itu tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, asal saja yang dipelajari adalah teologia yang benar
yang berdasar pada Alkitab dan bukan hanya itu saja, tetapi yang mempelajarinya menghidupi apa
yang ia pelajari. Sebab belajar teologia dengan benar akan menuntun seseorang kepada pertobatan
dan akhirnya jika orang yang mempelajarinya benar-benar menghidupi apa yang dia pelajari, maka ia
akan menyerahkan dirinya kepada Tuhan untuk diselamatkan. Itu sebabnya penulis mengatakan
bahwa nilai aksiologi dari teologi tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Dan untuk kehidupan masa
kini Teologia juga berperan untuk menghibur dan memberi kekuatan bagi setiap orang, sebab orang
yang mengetahui bahwa dirinya telah dibebaskan dari hukuman yang kekal akan merasa terhibur dan
mendapat sukacita baru, dan orang percaya akan selalu menyadari bahwa Allah akan menolongnya
menjalani hidup didunia ini untuk melewati setiap persoalan apapun yang menimpanya.