Anda di halaman 1dari 25

ONTOLOGI

A. Pengertian Ontologi
Istilah ontologi muncul sekitar abad ke-17 yang dikenal dengan ungkapan
mengenai filsafat mengenai yang ada (philosophia entis). Martin Heidegger (1889-
1976) memahami ontologi sebagai analisis eksistensi dan yang memungkinkan adanya
eksistensi. Para eksistensialis menunjukkan bahwa pengetahuan apa pun yang
dikembangkan haruslah dikembalikan pada eksistensi dan ke-eksistansi-an manusia
sebagai Ada yang mengadakan atau pengada actual (causa efficiens).
Menurut bahasa, ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu, On atau Ontos yang
berarti ada, dan Logos berarti ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Adapun
dalam Kamus Filsafat Ontologi merupakan suatu studi tentang sisi esensial dari yang
ada. Dalam bahasa inggris disebut ontologi memiliki pengertian :
1. Suatu asumsi tentang eksistensi (kehadiran, keberadaan) yang mendasari setiap pola
konseptual atau setiap teori atau sistem idea
2. Suatu cabang penelitian metefisika yang berhubungan dengan kajian eksistensi itu
sendiri
Menurut Ibnu Khaldun ontologi merupakan teori tentang yang wujud (suatu yang
wujud) dan kadang-kadang juga ontologi disamakan dengan metafisika. Metafisika juga
disebut sebagai prote-filisofia atau filsafat yang pertama.
Secara istilah ontologi adalah ilmu yang memperlajari tentang hakikat yang ada
(ultimate reality) baik jasmani/konkret maupun rohani/abstrak.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari
realitas atau kenyataan konkret. Ontologi membahas tentang yang ada secara universal,
menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya mencari inti yang termuat
dalam setiap kenyataan.
B. Komponen-komponen ontologi
Komponen-komponen yang akan diuraikan pada pembahasan saat ini, meliputi :
1. Objek Formal ontologi
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan
kuantitatif, realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, sedangkan telaahnya akan
menjadi kualitatif.
Realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme,
naturalisme, atau hylomorphisme. Sedangkan menurut Al-Farabi dan Ibnu Zina
objek pemikiran menjadi objek sesuatu yang mungkin ada karena yang lain, dan
ada karena dirinya sendiri.
Referensi tentang kesemuanya itu cukup banyak. Hanya dua yang terakhir
perlu kiranya lebih di jelaskan. Ontologi di ketengahkan pertama oleh aristoteles
dalam bukunya De Anima. Dalam tafsiran-tafsiran para ahli selanjutnya di fahami
sebagai upaya mencari alternatif bukan dualisme, tetapi menampilkan aspek
materialisme dari mental.
2. Metode dalam Ontologi
Metode dalam ontology menurut Lorens Bagus memperkenalkan tiga
tingkatan abstraksi dalam ontologi, yaitu :
1. Abstraksi fisik, menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek
2. Abstraksi bentuk, mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua
sesuatu yang sejenis, dan
3. Abstraksi metaphisik, mengetengahkan prinsip umum yang menjadi dasar dari
semua realitas
Abstraksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi metaphisik.
Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan
menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.
Pembuktian a priori adalah pembuktian yang tidak diperoleh dari
percobaan/eksperimen tetapi bersumber dari akal itu sendiri dan pembuktian a
posteriori adalah pembuktian yang diperoleh dari eksperimen/pengalaman
indrawi.
Pembuktian a priori disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih
dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan term tengah menjadi sebab dari
kebenaran kesimpulan.
Sedangkan pembuktian a posteriori secara ontologi, term tengah ada sesudah
realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat realitas yang dinyatakan
dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian a posterioris disusun dengan tata
silogistik
Bandingkan tata silogistik pembuktian a priori dengan a posteriori. Yang a
priori di berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan predikat dan term
tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan; sedangkan yang a posteriori di
berangkatkan dari term tengah di hubungkan dengan subjek, term tengah menjadi
akibat dari realitas dalam kesimpulan
Suatu Contoh :
1. Pembuktian a priori
Yang Memakai baju toga adalah calon sarjana
Pak Syarifudin memakai baju toga
Jadi > Pak Syarifudin calon sarjana
2. Pembuktian a posteriori
Pak Lukman merupakan mantan lurah Cimindi
Pak Lukman seorang Pengusaha Emas
Jadi > Salah seorang mantan lurah Cimindi adalah seorang pengusaha
emas
C. Aliran-aliran dalam ontologi
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas
atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni :
1. Aliran Naturalisme (kenyataan yang bersifat kealaman), aliran naturalisme
mendasarkan ajarannya pada penelitian alam
2. Aliran Meterialisme (kenyataan yang bersifat benda mati),
3. Aliran Idialisme (Kenyataan yan bersifat rohani),
4. Aliran Hylomorfisme (yang sungguh ada kecuali berupa Tuhan dan Malaikat berupa
bahan bentuk)
5. Aliran Empirisisme logis (segenap pernyataan mengenai kenyataan yang tidak
mengandung makna).
Contoh dari paradigama ontologi filsafat, menghendaki sesuatu yang bersifat
rasional sehingga menghasilkan hipotesis yang raisonal pula. Setelah menemukan
hipotesis yang rasional maka dibuktikan secara empiris, sebagaimana mengikuti metode
ilmiah. Metode Ilmiah merupakan metode yang membuktikan bahwa suatu hal tersebut
bersifat logis, kemudian menarik sebuah hipotesis yang disertai dengan bukti empiris.
Materialisme adalah ajaran ontologi yang mengatakan bahwa yang ada yang
terdalam bersifat material. Apakah kenyataan itu mengandung tujuan atau bersifat
mekanis (artinya, bersifat teleogis atau tidak) merupakan suatu pertanyaan ontologis.
Dalam prakteknya, penyelesaian masalah ontologis mempunyai berbagai macam
jawaban filsafati yang berbeda-beda, sesuai dengan titik tolak pemikiran yang
digunakan. Kita dapat memberi contoh hal tersebut misalnya dengan berbagai
pandangan atau aliran filsafat seperti jawaban naturalisme, materialisme, idealisme.
Salah satu tokoh aliran filsafat idealisme yang paling terkenal adalah Hegel. Menurut
Hegel akal adalah kepastian yang sadar tentang semua realitas yang ada, ia menegaskan
bahwa yang nyata adalah rasional, dan yang rasional adalah nyata. Idealisme absolut
merupakan landasan filsafat Hegel yang menempatkan ide absolut sebagai hakikat
ontologis.
Contoh lain dari jawaban ontologis adalah aliran materialisme. Aliran ini berusaha
melampaui pengertian alam dan mendasarkan diri pada macam substansi atau
kenyataan terdalam yang dinamakan materi. Kaum meterialis pada masa lampau
memandang alam semesta tersusun dari zat-zat renik yang terdalam tersebut dan
memandang alam semesta dapat diterangkan berdasarkan hukum-hukum dinamika,
contohnya hal ini dikenal dengan rumus fisika dewasa ini dengan E = MC2, yang
menggambarakan bahwa tenaga E kedudukannya dapat saling dipertukarkan dengan
massa m. Jadi istilah pokok yang melandasi ajaran materialisme adalah materi.
Contoh dari artikulasi ontologi materi adalah teori evolusi Charles Darwin.
D. Tinjauan ontologi terhadap ilmu pengetahuan
Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang
paling kuno. Dimana awal mula alam pikiran orang Yunani telah menunjukkan
perenungan dibidang ontology seperti yang kita kenal Thales atas perenungan terhadap
air yang merupakan subtansi terhadap asal mula dari segala sesuatu.
Asalnya air dapat di amati dari beberapa bentuknya. Air dapat menjadi benda
halus berbentuk uap, ia juga dapat menjadi cair bahkan dapat menjadi benda keras
berupa es, Secara totalitas air dapat dijadikan sumber kehidupan seluruh makhluk hidup,
hewan, tumbuh-tumbuhan maupun manusia. Para filosof selalu mencari apa yang
pertama yang ada dibelakang yang ada dan bersifat hakiki atau dasar yang dibelakang
segala yang ada.
Berpijak dari alasan Thales, ontology merupakan cabang filsafat yang
mendeskripsikan hakekat wujud. Di mana ilmu pengetahuan dari segi ontology selalu
mengkaji yang telah diketahui atau yang ingin diketahui. Dari fenomena yang terjadi
disekitarnya manusia melakukan berbagai aktifitas untuk mengetahui apa sebenarnya di
balik apa yang diraba oleh panca indranya, sebab ilmu hanya mengkaji ada bagian yang
bersifat empiris yang dapat diuji oleh panca indra manusia.
Ontologi merupakan kawasan ilmu yang tidak bersifat otonom, ontology merupan
sarana ilmiah yang menemukan jalan untuk menagani masalah secara ilmiah. Oleh
karena itu ontologis dari ilmu pengetahuan adalah tentang obyek materi dari ilmu
pengetahuan itu adalah hal-hal atau benda-benda yang empiris.
Adapun dalam pemahaman ontologi dapat dikemukakan dengan Pandangan
Pokok Pikiran sebagai berikut:
1. Menoisme, Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan
itu adalah satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber
yang asal, baik yang asal berupa meteri atupun berupa rohani. Tidak mungkin ada
hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah salah satunya merupakan
sumber yang pokok dan dominan menentukan perkmbangan yang lainnya. Istilah
monoisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini
kemudian terbagi kedalam dua aliran.
a. Meterialisme, aliran ini menggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,
bukan rohani, aliran ini sering juga disebut dengan naturalisme. Menurutnya zat
mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
b. Idealisme, Sebagai lawan materialisme adalah aliran idialisme yang dinamakan
dengan spritualisme. Idialisme berarti serba cita, sedang spritulisme berarti ruh.
2. Dualisme, setelah kita memahami bahwa hakikat itu satu (monisme) baik materi
ataupun ruhani, ada juga pandangan yang mengatakan bahwa hakikat itu ada dua.
Aliran ini disebut dualisme. Aliran ini berpendapat bahwa terdiri dari dua macam
hakikat sebagai asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani. Pendapat ini
mula-mula dipakai oleh Thomas Hyde (1770).
3. Pluralisme, paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan. Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui semua macam bentuk
itu adalah semua nyata. pluralisme dalam Dictionory of Philosophy and Religion
dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun dari
banyak unsure, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran ini pada masa Yunani
Kuno adalah Anaxa goros dan Empedocles yang menyatakan bahwa subtansi yang
ada itu berbentuk dan terdiri dari 4 unsur, yaitu tanah, air, api, dan udara.
4. Nihilisme, berasal dari bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah
doktrin yang tidak mengakui viliditas alternatif yang positif. Istilah nihilisme
diperkenalkan oleh Ivan Tuegeniev dalam novelnya Fathers and Childern yang
ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novelnya itu Bazarov sebagai tokoh
sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima ide nihilisme. Tokoh
aliran ini adalah Friedrich Nietzsche (1844. 1900 M) dilahirkan di Rocken di Prusia,
dari keluarga pendeta dalam pandangannya bahwa Allah sudah mati Allah
kristiani dengan segalah perintah dan larangannya sudah tidak merupakan rintangan
lagi.
5. Agnosticisme, paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui
hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Kata Agnosticisme
berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. Artinya not artinya know.
Timbulnya aliran ini karena belum dapatnya orang mengenal dan mampu
menerangkan secara konkret akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat
kita kenal. Aliran ini menyangkal adanya kenyataan mutlak yang bersifat
transcendent. Aliran ini dapat kita temui dalam filsafat eksistensi dengan tokoh-
tokohnya seperti, Soren Kierkegaan, Hiedegger, Setre dan Jaspers. yang dikenal
sebagai julukan Bapak Filsafat.
E. Argumen ontologi ditinjau dari presfektif agama
Filsafat agama mengajukan beberapa argumen tentang adanya Tuhan. Salah satu di
antara argumen-argumen tradisonal yang diberikan filsafat agama ialah argumen
ontologisme teori tentang wujud dan hakekat yang ada.
Argumen ontologi dimajukan pertama kali oleh Plato (428-348 SM) dengan teori
ideanya. Yang dimaksud dengan idea adalah definisi dan konsep universal dari setiap
sesuatu. Kuda mempunyai idea atau konsep universal. Idea atau konsep universal yang
berlaku untuk tiap-tipa kuda yang nyata dalam alam nyata, baik kuda itu kecil atau besar,
jantan atau betina, warna hitam, putih atau berbelang, baik pincang atau tidak, baik hidup
ataupun sudah mati. Idea kuda itu adalah paham, gambaran atau konsep universal yang
berlaku untuk seluruh kuda, baik kuda itu berada di Amerika, Eropa, atau Afrika, Asia
maupun Australia.
Manusia juga mempunyai idea. Idea manusia adalah badan hidup yang kita kenal
dan yang bisa berfikir. Dengan kata lain idea manusia ialah hayawan natiq atau makhluk
yang berfikir. Konsep Hayawan natiq ini bersifat universal, berlaku untuk seluruh
manusia besar kecil, tua-muda, lelaki-perempuan, manusia eropa, Afrika, Asia, India,
China dan sebagainya.
Demikian setiap sesuatu di alam mempunyai idea, dan idea inilah yang merupakan
hakekat sesuatu itu. Idea inilah yang menjadi dasar wujud sesuatu. Idea berada dalam
alam tersendiri yaitu alam idea. Alam idea berada diluar alam nyata ini, dan senantiasa
berupa, bukanlah hakekat tapi hanyalah bayangan, gambaran dari idea-ideanya yang ada
dalam alam idea. Dengan kata lain benda-benda yang dapat ditangkap dengan
pancaindara dan berubah ini bukanlah benda-benda yang asli, bukanlah hakekat tapi
hanya banyangan. Yang hakekat dan asli adalah idea-idea yang kekal lagi tetap dan
terdapat di alam idea, yang sebenarnya mempunyai wujud ialah idea-idea itu bukanlah
benda yang dapat ditangkap dengan pancaindra. Benda-benda nyata adalah khayal atau
illusi belaka, benda-benda berwujud karena idea-idea. Idea-idea adalah tujuan dan sebab
dari wujud benda.
Idea-idea bukan bercerai berai tak ada hubungan satu sama lain, tetapi semuanya
bersatu dalam idea tertinggi yang diberi nama idea kebaikan, atau The Absolute Good
yaitu yang mutlak baik. Yang mutlak baik adalah sumber, tujuan dan sebab segala
sesuatu yang ada. Yang mutlak baik yaitu disebut Tuhan. Dengan teori idea Plato
mencoba membuktikan bahwa alam bersumber pada sesuatu kekuatan gaib yang
bernama The Absolute, atau yang Mutlak Baik.
Menurut St. Agustine (354-430 M). manusia mengetahui dari pengalamannya,
bahwa dalam hidup itu ada kebenaran. Dalam keadaan seperti itu akal manusia terkadang
merasa bahwa dia mengetahui tapi terkadang mereka ragu-ragu bahwa apa yang
diketahuinya itu adalah kebenaran. Dengan kata lain akal manusia mengetahui bahwa di
atasnya masih ada sesuatu kebenaran yang tetap, kebenaran yang tak berubah-ubah.
Kebenaran yang tetap itulah yang menjadi sumber dan cahaya bagi akal dan usaha
mengetahui yang benar. Kebenaran tetap dan kekal itu merupakan Kebenaran Mutlak
dan Kebenaran Mutlak itu disebut Tuhan.
Argumen lain Immanuel Kant (1729-1804) seorang filosof Jerman menurutnya
ditambahkan wujud tentang konsep sesuatu tidak membawa hal baru tentang konsep itu,
dengan kata lain konsep tentang kursi yang mempunyai wujud tidak ada perbedaanya.
Konsep tentang Zat Maha Besar dengan demikain tidak mengharuskan adanya Zat Maha
Besar itu. Konsep sesuatu yang terbesar sebagai konsep sudah sempurna sungguhpun
konsep itu tak mempunyai wujud pada hakekatnya.
Oleh karena itu argumen ontologis ini tidaklah dapat menyakinkan eties atau
agnostic untuk percaya pada adanya Tuhan. Argumen ini belum dapat mendorong
mereka untuk mengakui bahwa Tuhan mesti ada.

2.1. Pengertian Epistemologi


Istilah Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yaitu episteme yang berarti
pengetahuan dan logos berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata episteme dalam bahasa
Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya menundukkan, menempatkan, atau
meletakkan. Maka, secara harafiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual
untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang
mengenai definisi ilmu itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan
kebenaran ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi
lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan dengan konsep, sumber,
dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada epistemologi adalah P.
Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan
mencoba menentukan kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan
dasarnya, serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
Tokoh lain yang mencoba mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau
mengatakan bahwa epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan
lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian pengandaian serta secara umum hal itu
dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.[1]
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of philosophy
which investigates the origin, stukture, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya
kita sering menyebutnya dengan istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan
digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun 1854 (Runes, 1971-1994).[2]
2.2. Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber dan validitas
pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam,
tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa
epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya,
apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua masalah
pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat epistemologi
mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan,
bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan mengungkapkan
kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang diketahui dibidang
tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang
mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah
wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan
aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas
pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis.
Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang
membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam
pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman
seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya
bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman
epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode
pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu
komponen-komponen yang terkait langsung dengan bangunan pengetahuan.[3]

2.3. Aliran-Aliran Epistemologi


Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :
1. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata empiria, yang
artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui
pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata yunaninya, pengalaman yang dimaksud
ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu es dingin karena manusia menyentuhnya, gula
manis karena manusia mencicipinya.
John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern mengemukakan
teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya ialah bahwa manusia itu
pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu,
lantas ia memiliki pengetahuan. Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana,
lama-lama sulit, lalu tersusunlah pengetahuan berarti.berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-
nya pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera. Sesuatu
yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar. Jadi, pengalaman
indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah metode eksperimen.
Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena keterbatasan indera manusia. Misalnya
benda yang jauh kelihatan kecil, sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan
kalau dilihat dari dekat benda itu besar.
2. Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia, menurut
aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran
ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat
scholastic yang pandangannya bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh
kurangnya metode berpikir yang tepat. Dan ia juga mengemukakan metode baru, yaitu
metode keragu-raguan. Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu
jelas ia sedang berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang
menderang. Cogito Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat membawa orang
kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang benderang yang disebut Ideas
Claires el Distictes (pikiran yang terang benderang dan terpilah-pilah). Idea terang benderang
inilah pemberian tuhan seorang dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian
tuhan, maka tak mungkin tak benar. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber
kebenaran, aliran ini disebut rasionlisme. Aliran rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam
bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama , aliran rasionalisme adalah
lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik ajran agama. Adapun dalam
bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari empirisme dan sering berguna dalam
menyusun teori pengetahuan .
3. Positivisme
Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham empirisme. Ia
berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan. Tetapi harus
dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat
dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya
untuk mengukur jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur
berat menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan sains
benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh bukti empirisnya.
Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada dasarnya positivisme bukanlah
suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini menyempurnakan empirisme dan
rasionalisme.
4. Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak hanya indera
yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah, demikian bargson. Jadi,
pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap. Intelektual atau akal juga terbatas. Akal
hanya dapat memahami suatu objek bila ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi
dalam hal itu manusia tidak mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-
sifat yang tetap pada objek. Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda.
Dengan menyadari kekurangan dari indera dan akal maka bergson mengembangkan satu
kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.[4]
5. Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang ahli pemikir
yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalisme dengan empirisme.
Seorang ahli pikir jerman Immanuel Kant (1724-18004) mencoba menyelesaikan persoalan
diatas, pada awalnya, kant mengikuti rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme.
Akhirnya kant mengakui peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba
mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme),
tetapi adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan diri dari
nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan
yang melampaui akal.[5]
6. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya
dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari
kata ideayaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato dan pada
filsafat modern.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh
teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak disebut idealisme karena
mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme
secara umum berhubungan dengan rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang
mengajarkan bahwa pengetahuan apriori atau deduktifdapat diperoleh dari manusia
denganakalnya[6]
2.4. Pengaruh Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu
peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi mengatur semua
aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi dari
masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu
suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari
keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan
kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena
didukung oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang
pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa didukung
oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan alat yang strategis dalam
merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi sebuah produk sains yang
bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun
teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi
sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan berkreasi
menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk teknologi yang canggih
adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis, yaitu pemikiran dan perenungan yang
berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus
disediakan untuk mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.

2.1. Pengertian Aksiologi

Aksiologi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia


menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu; axios
yang berarti sesuai atau wajar. Sedangkan logos yang berarti ilmu. Aksiologi dipahami
sebagai teori nilai. Jujun S.Suriasumantri mengartika aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Menurut John Sinclair, dalam
lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial
dan agama. sedangkan nilai itu sendiri adalah sesuatu yang berharga, yang diidamkan oleh
setiap insan.
Aksiologi adalah ilmu yang membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri. Jadi
Aksiologi merupakan ilmu yang mempelajari hakikat dan manfaat yang sebenarnya dari
pengetahuan, dan sebenarnya ilmu pengetahuan itu tidak ada yang sia-sia kalau kita bisa
memanfaatkannya dan tentunya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan di jalan yang baik
pula. Karena akhir-akhir ini banyak sekali yang mempunyai ilmu pengetahuan yang lebih itu
dimanfaatkan di jalan yang tidak benar.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya
dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya malahan
menimbulkan bencana.

2.2. Penilaian Dalam Aksiologi

Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika
adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral.
Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan
salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan,
keadilan dan sebagianya. Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz
Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-
ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini
sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat
manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau
perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari
etika adalah agar manusia mengetahi dan mampu mempertanggungjawabkan apa yang ia
lakukan.

2.2.1. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan


Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat
dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan
ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu
digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem
ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah
kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan
dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk
petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar
dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih
enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah,
mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat
sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail
itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.

2.2.2. Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu

Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-
nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan
berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak
tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian;
kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu
memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang
akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi ketentuan umum dan diterima oleh
berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif. Salah satu faktor yang membedakan
antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah terletak pada objektifitasnya. Seorang
ilmuan harus melihat realitas empiris dengan mengesampingkan kesadaran yang bersifat
idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan haruslah bebas dalam menentukan topik
penelitiannya, bebas melakukan eksperimen-eksperimen. Ketika seorang ilmuan bekerja dia
hanya tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya be rhasil dengan
baik. Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif
.

1. Pengertian Antropologi

Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari


tentangbudaya masyarakat suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal
dari ketertarikan orang-orang Eropa yang melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya
yang berbeda dari apa yang dikenal di Eropa.

Antropologi lebih memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat


tunggal, tunggal dalam arti kesatuan masyarakat yang tinggal daerah yang sama,
antropologi mirip seperti sosiologi tetapi pada sosiologi lebih menitik beratkan pada
masyarakat dan kehidupan sosialnya.

Antropologi berasal dari kata Yunani (baca: anthropos) yang berarti


"manusia" atau "orang", dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari
manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.

Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu
dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional
memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan
pada perbandingan/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak
diperdebatkan dan menjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang
seringkali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan
masyarakat tunggal.

Definisi Antropologi menurut para ahli

William A. Havilland: Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha


menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk
memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.

David Hunter:Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak
terbatas tentang umat manusia.

Koentjaraningrat: Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada


umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk
fisik masyarakat sertakebudayaan yang dihasilkan.

Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi,


yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik
serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan
sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Dengan,
demikian antropologi merupakan hal yang mempelajari seluk-beluk yang terjadi
dalam kehidupan manusia.Dapat dilihat dari perkembangan pada masa saat ini, yang
merupakan salah dari fenomena- fenomena yang terjadi ditengah- tengah masyarakat
sekarang ini.
1.1. Antropologi Fisik

Antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak


perkembangan manusia menurut evolusinya dan menyelidiki variasi biologisnya
dalam berbagai jenis (spesies). Contoh : Para antropologi umumnya memiliki
anggapan bahwa nenek moyang manusia adalah sejenis kera dan monyet, karena
memiliki kemiripan-kemiripan tertentu.

a. Paleoantropologi

Merupakan ilmu tentang asal-usul atau soal terjadinya evolusi makhluk hidup
manusia dengan mempergunakan bahan penelitian melalui sisa-sisa tubuh yang telah
membatu, atau fosil-fosil manusia dari zaman ke zaman yang tersimpan dalam lapisan
bumi dan didapat dengan berbagai penggalian.

b. Antropologi Biologis

Merupakan bagian ilmu antropolgi yang mempelajari suatu pengertian tenteng


sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia jika dipandang dari sudut ciri-ciri
tubuhnya, baik lahir (fenotipik), seperti warna kulit, warna dan bentuk rambut, indeks
tengkorak, bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi badan dan bentuk tubuh
maupun sifat bagian dalam (genotipik), seperti golongan darah dan sebagainya.
Manusia dimuka bumi ini terdapat beberapa golongan berdasarkan persamaan
mengenai beberapa ciri tubuh. Pengelompokkan seperti itu dalam ilmu antropologi
disebut ras

1.2.Antropologi Budaya

Antropologi Budaya memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan manusia


ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. Menurut Haviland (1999:12) caban
antropologi budaya ini dibagi-bagi lagi menjadi tiga bagian, yakni antropologi
prehistori, etnolinguistik, dan etnologi. Untuk memahami pekerjaan para ahli
antropologi budaya, kita harus tahu tentang hakikat kebudayaan, menyangkut konsep
kebudayaan, dan karakteristiknya; bahasa dan komunikasi, menyangkut hakikat
bahasa dan bahasa dalam kerangka kebudayaan; serta kebudayaan dan kepribadian.

Antropologi budaya juga merupakan studi tentang praktik-praktik sosial,bentuk-


bentuk ekspresif, dan penggunaan bahasa, dimana makna diciptakan dan diuji
sebelum digunakan oleh masyarakat manusia.

a. Antropologi prehistori

Merupakan ilmu tentang perkembangan dan penyebaran semua kebudayaan


manusia sejak sebelum manusia mengenal tulisan atau huruf. Dalam ilmu sejarah,
seluruh waktu dari perkembangan kebudayaan umat manusia mulai saat terjadinya
mmakhluk manusia, yaitu kira-kira 800.000 tahunyang lalu hingga sekarang, dibagi
menjadi dua bagian yakni masa sebelum mengenal tulisan atau huruf, dan masa
setelah manusia mengenal tulisan atau huruf. Subilmu prehistori ini sering disebut
ilmu arkeologi. Di sini ilmu arkeologi sebenarnya adalah sejarah kebudayaan dari
zaman prehistori

b. Etnolinguistik atau Antropologi Linguistik


Suatu ilmu yang berkaitan dengan ilmu antropologi dengan berbagai metode
analisis kebudayaan yang berupa daftar kata-kata, pelukisan tentang ciri dan tata
bahasa dari beratus-ratus bahasa suku bangsa yang tersebar di berbagai tempat di
muka bumi ini. Dari bahan ini telah berkembang ke berbagai macam metode analisis
kebudayaan, serta berbagai metode untuk menganalisis dan mencatat bahasa-bahasa
yang tidak mengenal tulisan. Semua bahan dan metode tersebut sekarang telah
terolah, juga ilmu linguistic umum. Walaupun demikian, ilmu etnolinguistik di
berbagai pusat ilmiah di dunia masih tetap berkaitan erat dengan ilmu antropologi,
bahkan merupakan bagian dari ilmu antropologi.

c. Etnologi

Merupakan bagian ilmu antropologi tentang asas-asas manusia, mempelajari


kebudayaan-kebudayaan dalam kehidupan masyarakat dari bangsa-bangsa tertentu
yang tersebar di muka bumi pada masa sekarang.

B. Sejarah dan Perkembangan Antropologi

Disiplin antropologi merupakan peradaban barat. Dari lembaga-lembaga


antropologi etnografi, lahirlah Antropologi untuk pertama kali. Misalnya, lembaga
Society Etnogiqui (Paris) 1839 oleh M.Edwards,The Etnological Society (London)
oleh T.Hodgokin (anti perbudakan). Tujuan lembaga tersebut sebagai pusat
pengumpulan dan studi bahan etnografi yang berasal dari banyak kebudayaan di
dunia.Dua puluh lima tahun kemudian (1874) di London diterbitkan buku Notes and
Queries in Anthropologi yang dipergunakan untuk menyusun pedoman dalam
pengumpulan etnografi secara teliti.

Etnografi (ilmu tentang bangsa-bangsa) resmi diakui dunia tahun 1884 dengan
diadakannya mata kuliah etnologi di universitas Oxford,inggris dengan E.B Tylor
(ahli arkeologi peradaban yunani dan romawi kuno) sebagai dosen pertama. Di
amerika serikat,etnologi resmi diakuidengan dibukanya Department of archeology and
ethnologi di universitas Harvard tahun 1888.Dalam perkembamgannya ,lembaga
etnologi di amerika terdesak dengan istilah antropologi sebagai ilmu tentang manusia
dalam segala aspeknya,baik fisik maupun budayanya dari manusia dahulu sampai
sekarang.

Lewis H Morgan (1818-1881) adalah perintis dan pelopor yang paling


berpengaruh dalam ilmu antropologi dengan karya terbesarnya yang berjudul Ancient
Society (1877) yang melukiskan proses masyarakat dan kebudayaan melalui delapan
tingkat evolusi kebudayaan yang universal (zaman liar tua, zaman liar madya ,zaman
liar muda, zaman barbar tua, zaman barbar madya, zaman barbar muda, zaman
peradaban baru, zaman peradaban masa kini). Namun teori Morgan dikecam keras
oleh antropolog inggris maupun amerika, sehingga tidak diakui dunia sedangkan di
Uni Soviet teori Morgan popular karena bersesuaian dengan ajaran Karl Marx dan
F.Engels mengenai evolusi masyarakat manusia.

Yang diakui sebagai bapak antropologi adalah Franz Boas yaitu antropolog
kelahiran Jerman ahli geografi yang menulis buku The Centural Eskimo (1888). Boas
pun telah meletakkan konsepsi dasar yang sampai sekarang dianut oleh hampir
seluruh universitas di Amerika Serikat yaitu kesatuan dari semua ilmu tentang
manusia dan kebudayaan, yaitu ilmu paleoantropologi, antropologi fisik,arkeologi
prasejarah. etnolinguistik, dan antropologi budaya yang menjadi sub ilmu
antropologi. Boas mengatakan bahwa ada perbedaan antara pencatat dan pengumpul
bahan di daerah dan ahli pikir yang menganalisis bahan, jadi ahli etnografi yaitu juru
catat saja sedangkan sarjana etnologi mahir dalam teori-teori mengenai seluk beluk
masyarakt dan kebudayaan manusia.

Dalam buku antropologi sosial karya E.E.Evans Pritchard dijelaskan bahwa


etnologi dan antropologi sosial memiliki tujuan yang berbeda walauupun kajiannya
sama. Tugas etnologi ialah mengelompokkan manusia berdasarkan cirri-ciri ras dan
kebudayaan mereka dan kemudian menguraikan tentang penyebaran pada masa ini
atau masa lalu melalui pergerakan dan percampuran manusia serta difusi kebudayaan.
Sedangkan antropolgi sosial mempunyai tugas mengkaji tingkah laku sosial umumnya
dalam bentuk yang telah dilembagakan seperti persaudaraan, sistem kekeluargaan,
organisasi politik, tatacara hubungan antara semua lembaga tersebut. Manusia
primitif (masyarakat yang kurang maju dari kita dalam beberapa aspek, tetapi mereka
sering kali lebih maju di bidang lainnya). Manusia primitif (savage) inilah pada abad
18 sangat menarik perhatian para filsafah himgga pada abad ke 19 ahli antropolog
juga meminatinya karena manusia primitif memaparkan institusi-intuisi di dalam
bentuk yang paling sederhana, kebudayaan yang beragam dan masyarakat primitif
lebih cepat berubah bahkan terhapus. Sistem-sistem sosial yang semakin pupus ini
adalah variasi struktur yang unik.Dalam antropologi terdapat 4 fase yang terjadi
dalam perkembangan antropologi sebagai ilmu, yaitu:

2.1. Fase pertama

Fase ini terjadi sebelum tahun 1800, sekitar akhir abad 15 hingga awal abad 16
orang eropa mulai mengelilingi wilayah di kawasan Asia, Afrika dan Amerika, sejak
saat dalam perkembangannya permukaan bumi ini mulai terkena pengaruh negara-
negara Eropa Barat. Dalam perkembanganya mulai terkumpul catatan, buah cerita
laporan dan buku-buku kisah cerita dari para musafir, pelaut, pendeta penyiar agama
dan pegawai pemerintah jajahan mengenai wilayah yang mereka datangi. Dalam buku-
buku itu termuat mengenai deskripsi bangsa-bangsa yang terdapat di Afrika, Asia,
Oseania dan suku-suku bangsa lainnya. Bahan-bahan deskripsi tersebut sangat
menarik perhatian bangsa Eropa karena perbedaan dari wilayah yang dikunjungi
dengan adat istiadat, bahasa, susunan masyarakat dan cirri-ciri fisik bangsa-bangsa
Eropa Barat.

Bahan-bahan pengetahuan tadi disebut etnografi, atau seskripsi tentang bangsa-


bangsa. Deskripsai yang diperoleh tadi biasanya tidak begitu teliti sehingga
seringkali bersifat kabur, dan kebanyakan hanya memperhatikan hal yang menurut
orang Eropa nampak aneh saja, walau ada pula karangan-karangan yang baik dan
bersifat lebih teliti.

Dari keanehannya, maka bahan etnografi tadi amat menarik perhatian kaum
terpelajar di Eropa Barat sejak abad ke 18. Kemudian dalam pandangan orang Eropa
munculah pertentyangan terhadap bangsa Amerika, Afrika Asia dan juga Oseania tadi,
yaitu: sebagian orang eropa menganggap bahwa mereka keturunan iblis dan bukan
bangsa yang merupakan keturunan manusia, ada juga yang menganggap mereka
merupakan bangsa yang masih murni yang belum tersentuh oleh kejahatan, dan yang
terakhir sebagian orang Eropa tertarik akan adat-istiadat dan mulai mengumpulkan
benda-benda kebudayaan asal Amerika, Afrika, Oseania dan Asia sehingga muncul
museum-museum kebudayaan luar Eropa.

Pada awal abad ke-19 pehartian terhadap himpunan pengetahuan tentang


masyarakat, adat istiadat dan cirri-ciri fisik bangsa-bangsa di luar Eropa dari pihak
dunia ilmiah menjadi sangat besar, demikian besarnya sehingga timbul usaha-usaha
pertama dari dunia ilmiah untuk mengintegrasikan seluruh himpunan bahan
pengetahuan etnografi tadi menjadi satu.
2.2.Fase Kedua

Masa ini berlangsung pada pertengahan abad ke-19, pada masa ini mulai muncul
tulisan-tulisan ataupun berupa karangan yang menyusun bahan etnhografi tersebut
berdasarkan cara berfikir evolusi masyarakat. Secara singkat kerangka berfikir
tersebut bisa di golongkan seperti berikut: Masyarakat dan kebudayaan manusia telah
berevolusi dengan sangat lambat dalam jangka beribu-ribu tahun dengan berbagai
tingkatan evolusi, dengan sebagai patokan tingkatan tertinggi adalah masyarakat yang
hidup seperti masyarakat dii Eropa Barat. Bentuk masyarakat yang tinggal di luar
Eropa disebut oleh mereka (orang Eropa) sebagai bangsa primitif, dianggap sebagai
sisa-sisa kebudayaan terdahulu yang masih hidup hingga sekarang. Berdasarkan
kerangka berfikir tersebut maka pada tahun sekitar 1860 timbul beberapa karangan
yang membandingkan tingkat kebudayaan dari masing-masing bangsa berdasar
tingkat-tingkat evolusi, sehingga timbula ilmu antropologi.

Kemudian timbul pula beberapa karangan yang hendak meneliti sejarah


penyebaran kebudayaan bangsa-bangsa di muka bumi. Disini pula orang Eropa masih
menganggap kebudayaan diluar Eropa merupakan sisa-sisa kebudayaan terdahulu
yang masih kuno, sehingga dengan meneliti kebudayaan tersebut maka mereka dapat
mengetahui sejarah penyebaran kebudayaan manusia. Dengan demikian dapat di
simpulkan bahwa fase perkembangannya yang kedua ini ilmu antropologi berupa
suatu ilmu akademikal; dengan tujuan yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
mempelajari masyarakat dan kebudayaan primitive dengan maksud untuk mendapat
ssuatu pengertian tentang tingkat-tingkat kuno dalam sejarah evolusi dan sejarah
penyebaran kebudayaan manusia.

2.3.Fase Ketiga

Fase ini berlangsung pada permulaan abad ke-20. Pada permulaan abad ke-20,
sebagian besar negara-negara penjajah di Eropa masing-masing berhasil untuk
mencapai kemantapan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan di luar Eropa. Untuk
keperluan daerah jajahan dimana pada waktu itu mulai berhadapan ilmu antropologi
sebagai suatu ilmu yang justru mempelajari bangsa-bangsa di daerah luar eropa justru
menjadi sangat penting. Sejak itu timbul pendirian bahwa mempelajari bangsa-bangsa
di luar Eropa itu penting.

Suatu ilmu antropologi dengan sifat-sifat seperti yang terurai di atas terutama
berembang di negara Inggris sebagai negara penjajah yang utama, tetapi juga di
hampir semua negara kolonial lainnya. Selain itu ilmu antropologi di Amerika Serikat
yang bukan negara kolonial tetapi mengalami berbagai masalah yang berhubungan
dengan suku-suku bangsa Indian yang merupakan suku asli atau penduduk pribumi
Benua Amerika kemudian terpengaruh oleh ilmu antropologi yang baru tadi. Dalam
fase ketiga ini ilmu antropologi menjadi suatu ilmu yang praktis dan tujuannya dapat
dirumuskan sebagai berikut : Mempelajari masyarakat dan kebudayaan suku-suku
bangsa di luar Eropa guna kepentingan pemerintah colonial dan guna mendapat suatu
pengertian tentang masyarakat masa kini yang kompleks.

2.4.Fase Keempat

Fase ini kira-kira sesudah 1930. Pada fase ini ilmu antropologi mengalami masa
perkembangannya yang paling luas. Hal ini termasuk bertambahnya bahan
pengetahuan yang jauh lebih teliti, maupun mengenai ketajaman dari metode-metode
ilmiahnya. Kecuali itu kita lihat adanya dua perubahan di dunia, yaitu timbulnya anti
pati terhadap kolonialisme terhadap perang dunia II, serta cepat hilangnya bangsa-
bangsa primitif (dalam arti bangsa-bangsa asli dan terpencil dari pengaruh
kebudayaan Eropa dan Amerika) yang sekitar tahun 1930 mulai hilang, dan sesudah
perang dunia II memang hampir tak ada lagi di muka bumi.

Proses tersebut menyebabkan seolah-olah lapangan dalam ilmu antropologi telah


hilang, sehingga memunculkan sebuah dorongan untuk memunculkan ide untuk
mengembangkan lapangan penelitian dengan ide dan tujuan baru. Adapun bahan-
bahan etnografi yang terdapat dalam fase pertama, kedua maupun yang ketiga tidak
dibuang begitu saja melainkan dijadikan sebagai landasan bagi perkembangannya
yang baru. Pengembangan itu terjadi di Amerika Serikat tetapi menjadi umum di
negara-negara lain setelah tahun 1951, setelah 60 orang ahli antropologi dari berbagai
negara Amerika dan Eropa, menjalin seuatu simposium internasional untuk meninjau
dan merumuskan pokok tujuan ruang lingkup dari ilmu antropologi yang baru.

Mengenai tujuannya, ilmu antropologi yang baru dalam fase perkembangannya


yang keempat ini dapat dibagi dua yaitu tujuan akademikal dan tujuan praktisnya.
Tujuan akademuikalnya adalah mencapai pengertian tentang makhluk-makhluk
manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna bentuk fisiknya,
masyarakat, serta kebudayaannya. Karena di dalam praktek ilmu antropologi biasanya
mempelajari masyarakat suku bangsa, maka tujuan praktisnya adalah mempelajari
manusia dalam aneka warna masyarakat suku-bangsa guna membangun masyarakat
suku bangsa itu.

C. Tujuan Dan Kegunaan Antropologi

Sebagai ilmu tentang umat manusia, antropologi melalui pendekatan dan metode
ilmiah berusaha menyusun sejumlah generalisasi yang bermakna tentang manusia dan
perilakunya. Kedua bidang besar dari antropologi adalah antropologi fisik dan
budaya. Antropologi fisik memusatkan perhatiannya pada manusia sebagai organisme
biologis yang tekanannya pada upaya melacak evolusi perkembangan manusia dan
mempelajari variasi-variasi biologis dalam spesies manusia. Sedangkan antropologi
budaya berusaha mempelajari manusia berdasarkan kebudayaannya. Dimana
kebudayaan dapat merupakan peraturan-peraturan atau norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.

Di antara ilmu-ilmu sosial, dan alamiah, antropologi memiliki kedudukan, tujuan,


manfaat yang unik karena bertujuan dan bermanfaat dalam merumuskan penjelasan-
penjelasan tentang perilaku manusia yang didasarkan pada studi atas semua aspek
biologis manusia dan perilakunya di semua masyarakat.

Selain itu, antropologi bermaksud mempelajari umat manusia secara objektif,


paling tidak mendekati objektif dan sistematis. Seorang ahli antropologis dituntut
harus mampu menggunakan metode-metode yang mungkin juga digunakan oleh para
ilmuwan lain dengan mengembangkan hipotesis atau penjelasan yang dianggap benar,
menggunakan data lain untuk mengujinya, dan akhirnya menemukan suatu teori, yaitu
suatu sistem hipotesis yang telah teruji. Sedangkan data yang digunakan ahli
antropologi dapat berupa data dari studi masyarakat atau studi komparatif di antara
sejumlah besar masyarakat.

D. Istilah istilah Lain Antropologi

Sampai sekarang di beberapa Negara masih belum ada kesamaan istilah untuk
menyebut Antropologi. Koentjaraningrat menjelaskan istilah istilah lain untuk
menyebut antropologi antara lain :
a. Etnogaphy adalah penulisan yang melukiskan tentang bangsa bangsa, terutama
tentang kehidupan masyarakat dan kebudayaan suku suku bangsa.

b. Etnology bearti ilmu bangsa bangsa. Sekarang menjadi bagian Antropologi yang
mengkaji tentang sejarah perkembangan kebudayaan manusia.

c. Volkerkunde bearti ilmu bangsa bangsa yang berkembang di Eropa Tengah


sampai sekarang.

d. Kulturkunde bearti ilmu kebudayaan, pemakaiannya sama dengan ethnology, istilah


ini pernah dipakai untuk menyebut antropologi di Jerman.

e. Anthropology bearti ilmu tentang manusia, dan istilah yang sangat tua bearti ilmu
yang mempelajari tentang ciri ciri tubuh manusia.

f. Cultural Anthropology dipergunakan di Amerika Latin dan di Negara negara


lain untuk menyebut bagian dari antropologi yang tidak mempelajari manusia dari
segi fisiknya.

g. Antropologi sosial adalah dipergunakan di Inggris dalam fase ketiga, sebagai


lawan etnologi.

E. Disiplin Antropologi

William A. Haviland membagi Antropologi menjadi empat cabang yaitu secara


garis besar Antropologi fisik dan Antropologi budaya dibagi tiga cabang/disiplin:
arkeologi, Antropologi linguistik dan etnologi.

a. Antropologi fisik sebagai bagian antropologi yang mengkaji manusia sebagai


organisasi biologis, yang menjadi pusat perhatian evolusi manusia , menjelaskan
sejarah terjadinya aneka warna makhluk manusia dipandang dari ciri ciri tubuhnya.

b. Arkeologi sebagai bagian antropologi budaya yang mempelajari, material biasanya


dari masa lampau untuk menguraikan dan menjelaskan manusia.

c. Antropologi Linguistik cabang Antropologi budaya yang mempelajari bahasa


manusia.

d. Etnologi sebagai cabang antropologi yang mempelajari kebudayaan ditinjau dari


sudut komperatif dan historis.

Roger M. Keesing secara garis besarnya membagi dua cabang, yaitu antropologi
fisik dan antropologi budaya. Tetapi keesing membagi antropologi budaya menjadi
tiga cabang : arkeologi, antropologi linguistik dan antropologi sosial.

Harsojo secara garis besar antropologi dibagi dua cabang yaitu antropologi fisik
dan antropologi budaya. Antropologi fisik mengkaji manusia sebagai makhluk
biologis ; asal usul manusia berdasarkan evolusi organik, struktur tubuh dan
kelompok kelompok manusia. Sedangkan antropologi budaya sebagai cabang besar
antropologi umum yang mempelajari kebudayaan berbagai bangsa di dunia, dibagi
empat sub disiplin antropologi : prasejarah, antropologi linguistik, etnologi dan
kebudayaan dan kepribadian.

a. Prasejarah mempelajari perkembangan budaya manusia di masa lampau sebelum


terdapat bahan bahan tertulis.
b. Antropologi linguistik mempelajari bahan bahan dari etnolinguistik yang berupa
daftar kata kata.

c. Etnologi mempelajari kebudayaan manusia dengan mengadakan pendekatan


perbandingan dari kebudayaan kebudayaan secara individual yang terdapat di muka
bumi.

d. Kebudayaan dan kepribadian mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan


kelompok dan tingkah laku manusia, maka terdapat kerja sama antara ahli ahli
antropologi , sosiologi.

F. Hubungan Antropologi Dengan Filsafat

Filsafat Manusia secara umum bertujuan menyelidiki, menginterpretasi dan


memahami gejala-gejala atau ekspresi-ekspresi manusia sebagaimana pula halnya
dengan ilmu-ilmu tentang manusia (human studies). Adapun secara spesifik
bermaksud memahami hakikat atau esensi manusia. Jadi, mempelajari filsafat manusia
sejatinya adalah upaya untuk mencari dan menemukan jawaban tentang siapakah
sesungguhnya manusia itu?

Obyek kajiannya tidak terbatas pada gejala empiris yang bersifat observasional
dan atau eksperimental, tetapi menerobos lebih jauh hingga kepada gejala apapun
tentang manusia selama bisa atau memungkinkan untuk dipikirkan secara rasional.

1. Metodenya :

Sintesis, yakni mensintesakan pengetahuan dan pengalaman kedalam satu visi


yang menyeluruh tentang manusia.

Refleksi, yakni mempertanyakan esensi sesuatu hal yang tengah direnungkan


sekaligus menjadikannya landasan bagi proses untuk memahami diri sendiri (self
understanding).

2. Cirinya :

Ekstensif, yakni mencakup segala aspek dan ekspresi manusia, lepas dari
kontekstualitas ruang dan waktu. Jadi merupakan gambaran menyeluruh (universal)
tidak fragmentaris tentang realitas manusia.

Intensif, yakni bersifat mendasar dengan mencari inti, esensi atau akar yang
melandasi suatu kenyataan.

Kritis, atau tidak puas pada pengetahuan yang sempit, dangkal dan simplistis
tentang manusia. Orientasi telaahnya tidak berhenti pada kenyataan sebagaimana
adanya (das Sein) tetapi juga berpretensi untuk mempertimbangkan kenyataan yang
seharusnya atau yang ideal) (das Sollen).

3. Manfaatnya,secara :

Praktis, mengetahui tentang apa atau siapa manusia dalam keutuhannya, serta
mengetahui tentang apa dan siapa diri kita ini dalam pemahaman tentang manusia
tersebut.
Secara Teoritis, untuk meninjau secara kritis beragam asumsi-asumsi yang berada
di balik teori-teori dalam ilmu-ilmu tentang manusia.

Diharapkan dengan mempelajari filsafat manusia, seseorang akan menyadari dan


memahami tentang kompleksitas manusia yang takkan pernah ada habisnya untuk
senantiasa dipertanyakan tentang makna dan hakikatnya. Sejauh misteri dan
ambiguitas manusia ini disadari dan dipahami, seseorang akan menghindari sikap
sempit dan tinggi hati. Filsafat manusia perlu dipelajari karena manusia adalah
makhluk yang mempunyai kemampuan hak istimewa dari sampai batas tertentu
memiliki tugas menyelidiki hal-hal secara mendalam. Manusia dapat mengatur dirinya
untuk dapat membedakan apa yang baik dan buruk baginya yang harus diperoleh dari
hakikat diri manusia.

Kesulitan bagi suatu filsafat manusia filsafat berpretensi mengatakan apa yang
paling penting bagi manusia. Para filsuf mangatakan dan menimbulkan berbagai
pendapat. Bagi Platon dan Platin misalnya, manusia adalah suatu makhluk ilahi. Bagi
Epicura dan Lekritius sebaliknya manusia yang berumur pendek lahir karena
kebetulan dan tidak berisi apa-apa. Descartes mengambarkan manusia sebagai
terbetuk dari campuran antara dua macam bahan yang terpisah, badan dan jiwa.
Apakah manusia itu, dan darimana datangnya manusia, tempat apakah yang
didudukinya dalam alam semesta yang luas, darimana manusia datang dan untuk
apakah ia ditakdirkan.Manusia mampu mengetahui dirinya dengan kemampuan
berpikir yang ada pada dirinya.

Manusia menghasilkan pertanyaan tentang segala sesuatu. Filsafat lahir karena


berbagai pertanyaan yang diajukan oleh manusia. Ketika Manusia mulai menanyakan
keberadaan dirinya, filsafat manusia lahir dan mempertanyakan, siapakah Kamu
Manusia? Manusia bisa memikirkan dirinya, tapi apakah tujuan pertanyaan yang
diajukannya. Keberadaan dirinya diantara yang lain yang membuat menusia perlu
mendefinisikan keberadaan dirinya. Apabila pernyataan bahwa manusia dapat
mengatur dirinya untuk dapat membedakan apa yang baik dan buruk baginya yang
harus diperoleh dari hakikat diri manusia. Hakikat diri manusia tidak akan muncul
ketika tidak terdapat pembanding diluar dirinya. Sesuatu yang baik dan buruk pada
manusia menunjukkan dirinya ada dinilai diantara ke beradaan yang lain. Pikiran itu
adalah kesadaran, tidak mengambil tempat dalam ruang. Materi adalah perluasan,
mengambil tempat dalam ruang dan tidak mempunyai kesadaran. Kedua substansi
tersebut tidak mempunyai hubungan satu sama lain. Pikiran sama sekali tidak
tergantung pada materi, sebaliknya proses materi juga tidak tergantung pada pikiran
dualisme.

Manusia adalah makhluk ganda yang mempunyai pikiran dan badan perluasan.
Apa yang kita pikirkan dengan akal kita tidak terjadi di dalam badan itu terjadi di
dalam pikiran, yang sama sekali tidak tergantung pada realitas perluasan. Namun
Descartes tidak dapat menyangkal bahwa ada interaksi konstan antara pikiran dan
badan. Interaksi konstan berlangsung antara roh dan materi. Pikiran dapat selalu
dipengaruhi oleh perasaan dan nafsu yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan
badaniah. Namun pikiran dapat bekerja tanpa tergantung pada badan (jika aku
merasakan sakit yang amat-sangat pada perutku, jumlah sudut dalam sebuah segitiga
tetap 180 derajat. Maka manusia mempunyai kemampuan untuk bangkit mengatasi
kebutuhan-kebutuhan badaniah dan bertindak secara rasional.

Dalam hal ini pikiran lebih unggul daripada badan. Individu tidak ditempatkan di
hadapan Ketiadaan, melainkan di hadapan Tuhan. Yang harus dipersoalkan terutama
subyektivitas dari kebenaran, yaitu bagaimana kebenaran dapat menjelma dalam
kehidupan individu. Kebenaran obyektif termasuk agama harus mendarah daging
dalam si individu. Yang penting ialah bahwa aku memahami diriku sendiri, bahwa
kulihat dengan jelas apa yang Tuhan kehendaki sungguh-sungguh agar aku perbuat.
Yang terutama kubutuhkan ialah mendapatkan suatu kebenaran yang adalah benar
untuk aku, suatu ide yang bisa mengilhami kehidupan dan kematianku.

Menurut tinjauan kefilsafatan manusia adalah makhluk yang bertanya, dalam hal
ini manusia sebagai makhluk yang mempertanyakan dirinya sendiri dan
keberadaannya. Dalam hal ini manusia mulai tahu keberadaannya dan menyadari
bahwa dirinya adalah penanya. Apabila ditinjau dari segi dayanya, maka jelaslah
manusia memiliki dua macam daya. Disatu pihak manusia memiliki daya untuk
mengenal dunia rohani, yang nous, suatu daya intuitip, yang kerena kerjasama dengan
akal menjadikan manusia dapat memikirkan serta membicarakan hal-hal yang rohani.
Di lain pihak manusia memiliki daya pengamatan (aisthesis), yang karena pengamatan
yang langsung yang disertai dengan daya penggambaran atau penggagasan
menjadikan manusia memiliki pengetahuan yang berdasarkan pengamatan.

Manusia terdiri dari jiwa dan tubuh, yang keduanya dapat berdiri sendiri-sendiri.
Jiwa berada dalam tubuh seperti terkurung dalam penjara dan hanya kematian yang
dapat melepaskan belenggu tersebut. Tujuan kefilsafatan manusia diatas menitik
beratkan pada dayanya, manusia sebagai idea, yaitu sebagai manusia yang tak
bertubuh. Telah ada kekal sejak logos, jiwa dibedakan antara jiwa sebagai kekuatan
hidup (psuke) dan jiwa sebagai kekuatan akali (nous, dianoia, psuke logike). Jiwa
sebagai kekuatan hidup berada dalam darah dan tidak dapat binasa. Jiwa yang besifat
akali atau nous lebih tinggi tingkatannya karena merupakan jiwa yang bersifat ilahi.
Sebelum manusia dilahirkan jiwa ini sudah ada jiwa ini tidak dapat binasa. Ia
memasuki tubuh dari luar. Di dalam tubuh jiwa itu dipenjara. Karena itu hidup di
dunia ini adalain adalah binatang, binatang tak berjiwa, material belaka, jadi manusia
pun material belaka. Kesimpulannya : bahan bergerak sendiri, adapun yang disebut
orang sebagai pikiran itupun merupakan sifat material, terutama kerja atau tindakan
otak.

Dalam gerak-geriknya manusia itu sungguh-sungguh seperti mesin. Materialisme


ini dalam antropologia disebut materialisme ekstrim, karena aliran ini mengingkari
kerohanian dalam bentuk apapun juga, malahan mengingkari adanya pendorong hidup.
Kebalikan dari meterialisme adalah idealisme. Dalam pandangan ini semuanya
membedakan manusia dari binatang ; bukanlah manusia itu material belaka. Meskipun
diakui juga, bahwa manusia ada samanya juga dengan binatang jadi manusia pun
mempunyai kebinatangan tetapi dalam pada itu adalah bedanya yang mengkhususkan
dia, yang sama sekali melainkan dia dari binatang. Kelainan ini bukanlah perbedaan
tingkatan saja, melainkan mengenai jenisnya istimewa: kemanusiaannya.

Dalam idealisme terdapat beberapa corak, yaitu : idealisme etis, idealisme


estetik; dan idealisme hegel.Adapun paham rasionalisme dan irrasionalisme bukanlah
paham yang saling bertentangan seperti paham materalisme dan idealisme. Pelopor
rasionalisme adalah Rene Descartes yang menyatakan bahwa manusia terdiri dari
jasmaninya dengan keluasannya (extensio) serta budidan kesadarannya. Sedangkan
yang dimaksud dengan pandangan manusia yang irrasionalistis ialah pandangan-
pandangan :

a. Yang mengingkari adanya rasio;

b. Yang kurang menggunakan rasio walaupun tidak mengingkarinya

c. Terutama pandangan yang mencoba mendekati manusia dari lain pihak serta,
kalau dapat dari keseluruhan pribadinya.
Teranglah bahwa penggolongan filsafat manusia dalam rasionalisme-
irrasionalisme bukanlah penggolongannya yang lain sekali dari penggolongan :
idealisme-materialisme : ini hanya pandangan dari sudut lain. Dengan demikian
semua aliran materialisme harus dimasukkan kedalam aliran irrasionalisme.

Teologi.

Teologi adalah cabang filsafat yang merupakan bagian dari kajianmetafisika. Teologi
merupakan pemikiran filosifis tentang persoalanketuhanan. Hal ini sesuai dengan makna
dasarnya yang berasal dari 2kata, yaitu Theo yang berarti tuhan dan logy yang berarti ilmu
.Jaditheology adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang dikaitkan denganketuhanan. Maka
dalam perjalanannya kajian teologi membahassecara filosofis pokok-pokok agama sebagai
hal-hal yang dikaitkandengan tuhan

a. Definisi

Kata Teologia adalah berasal dari bahasa Yunani Theos dan logos, kata Theos berarti Tuhan dan
kata logos artinya pengetahuan. Jadi secara sederhana Teologia dapat diartikan pengetahuan
tentang Tuhan. Namun mempelajari Teologia bukan berarti hanya mempelajari tentang Tuhan, tetapi
juga mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan, dimana Alkitab sendiri
menjelaskan bahwa permulaan dari segala sesuatu itu adalah Tuhan dan semuanya yang Dia jadikan
itu adalah untuk kemuliaan-Nya (Kej 1:1; Yoh 1:1; Kolose 1:16,17)

b. Dasar Pijakan Studi Teologia


Pada bagian Filsafat Ilmu, penulis telah mengatakan bahwa penjelajahan ilmu dimulai dari
pengalaman manusia dan diakhiri pada pengalaman manusia. Jadi sesuatu yang diatas atau diluar
pengalaman manusia tidak akan mungkin dapat dijangkau oleh ilmu. Terlebih daripada itu jelas
bahwa manusia tidak akan mungkin dapat memahami tentang Allah, sebab keberadaan Allah yang
transenden tidak akan mungkin dapat digapai oleh manusia. Allah berinisiatif untuk memperkenalkan
diri-Nya kepada manusia yang mau mengenal-Nya. Dan oleh sebab itu dasar pijak dari Teologia
adalah penyataan Allah. Dalam studi teologia akhirnya penyataan Allah itu dibagi menjadi dua bagian
yaitu penyataan Allah secara umum atau universal, yaitu melalui ciptaan atau alam semesta dan
penyataan Allah secara khusus yaitu melalui Alkitab atau Firman Allah dan Pribadi Kristus yaitu
pribadi Ilahi yang datang dalam daging. Itulah yang menjadi dasar pijakan dari Teologia, yaitu
sesuatu yang diluar jangkauan pengetahuan manusia, atau sesuatu yang ada diluar jangkauan ilmu
manusia.
Selanjutnya, karena pembahasan kita adalah mengenai perbandingan, maka kita akan melihat
perbedaan antara teologia dan filsafat ilmu melalui dasar pijakan kedua-duanya. Maka oleh karena itu
selanjutnya kita akan melihat tentang apa yang dikaji dalam Penyataan Allah, dan juga kita akan
melihat sifat dari kebenaran dari penyataan Allah, dan selanjutnya adalah bagaimana nilai atau
aksiologi dari penyataan Allah itu sendiri bagi manusia.

1. Apa yang dikaji dalam Penyataan Allah

Sebelumnya penulis telah mengatakan bahwa dasar pijakan teologia adalah penyataan Allah, sebab
manusia tidak dapat menjangkau Allah atau Theos, itu sebabnya Dia memperkenalkan diri-Nya
kepada manusia, maka oleh sebab itu apa yang dapat dikaji dalam Teologia adalah apa yang
dinyatakan oleh Allah. Dalam hal ini sangat berbeda dengan filsafat ilmu, dimana apa yang dapat
dikaji dalam ilmu hanya sebatas apa yang dapat dialami manusia. Jadi dalam filsafat ilmu unsur
manusia ditempatkan pada bagian paling atas, manusia sebagai subjek dan segala sesuatu yang
diteliti atau yang dipelajari adalah objeknya. Tetapi dalam teologia, dimana Allah subjek dan segala
sesuatu yang ada dalam alam semesta ini adalah objek dari apa yang dinyatakan oleh Allah.

Alkitab begitu jelas dalam menjelaskan tentang apa yang dikaji dalam penyataan Allah. Sangat
mengagumkan sekali, tatkala kita membuka halaman pertama dari Alkitab kita, disana langsung
dijelaskan apa yang menjadi pertanyaan manusia yang tidak dapat dijelaskan oleh ilmu sekuler
secara sempurna, dimana kita sering bertanya tentang realitas alam semesta ini, darimana dan
bagaimana itu semua menjadi ada. Pertanyaan itu dijawab dengan benar oleh Alkitab, dimana Alkitab
memperkenalkan Allah sebagai pencipta alam semesta. Selanjutnya Alkitab juga menjelaskan bahwa
Allah bukan hanya sebagai pencipta, tetapi juga pemelihara, Alkitab juga memperkenalkan Allah
sebagai Allah yang berdaulat atas semua ciptaan-Nya. Singkat kata bahwa Alkitab menjelaskan
tentang permulaan segala sesuatu dan akhir segala sesuatu, dimana dalam segala hal itu dan secara
keseluruhan memberitahukan kedaulatan Allah atas ciptaan-Nya.

2. Sifat dari kebenaran Penyataan Allah

Pada bagian sebelumnya penulis telah menyinggung tentang sifat dari kebenaran dari ilmu
pengetahuan, dimana nilai kebenaran ilmu pengetahuan bukanlah kebenaran yang final atau yang
absolut, karena didapatkan dari empiri atau apa yang dialami atau apa yang dapat dialami oleh
manusia. Tetapi berbeda dengan Teologia, dimana sifat kebenaran teologia adalah mutlak dan
absolut, karena kebenaran Teologia berhubung dengan penyataan atau pewahyuan Allah.
Kebenaran wahyu adalah kebenaran yang final yang datang dari yang Maha Kuasa sang khalik,
manusia bisa saja salah tetapi Allah tidak akan mungkin salah. Sebab jika Allah memiliki sebuah
kesalahan maka sesungguhnya Dia bukanlah Allah.

3. Kegunaan Teologia (Penyataan Allah/Wahyu Allah) bagi Manusia

Kegunaan dari ilmu adalah untuk memajukan atau memperkaya kehidupan manusia untuk masa kini
dan disini. Berbeda dengan nilai kegunaan dari Teologia, dimana mempelajari teologia berguna untuk
kehidupan masa kini dan juga kehidupan yang akan datang. Jadi keguanaan atau aksiologi dari
teologia itu tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, asal saja yang dipelajari adalah teologia yang benar
yang berdasar pada Alkitab dan bukan hanya itu saja, tetapi yang mempelajarinya menghidupi apa
yang ia pelajari. Sebab belajar teologia dengan benar akan menuntun seseorang kepada pertobatan
dan akhirnya jika orang yang mempelajarinya benar-benar menghidupi apa yang dia pelajari, maka ia
akan menyerahkan dirinya kepada Tuhan untuk diselamatkan. Itu sebabnya penulis mengatakan
bahwa nilai aksiologi dari teologi tidak dibatasi oleh waktu dan tempat. Dan untuk kehidupan masa
kini Teologia juga berperan untuk menghibur dan memberi kekuatan bagi setiap orang, sebab orang
yang mengetahui bahwa dirinya telah dibebaskan dari hukuman yang kekal akan merasa terhibur dan
mendapat sukacita baru, dan orang percaya akan selalu menyadari bahwa Allah akan menolongnya
menjalani hidup didunia ini untuk melewati setiap persoalan apapun yang menimpanya.

Anda mungkin juga menyukai