Anda di halaman 1dari 57

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn.

M dengan
Appendisitis Akut Infiltrat di Ruang Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah
Tidar Magelang

Disusun untuk Memenuhi Penugasan Mata Kuliah Manajemen Keperawatan


Dewasa
Dosen Pembimbing : Ns. Yuni Dwi Hastuti, M.Kep.
Pembimbing Klinik : Badriyah, S.Kep.

Disusun Oleh:

Maida Yuniar Benita 22020114130078


Eka Diana Permatasari 22020114130075
Yuliana Purnama Dewi 22020114120030

DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
Dokumentasi Asuhan Keperawatan Pre-Post OP
pada Tn. M dengan Appendicitis Akut Infiltrat di Ruang Cempaka RSUD
Tidar Magelang

Tanggal masuk : 27 Mei 2017


No. Rekam Medis : 357369/ Kamar 4A
Tanggal Pengkajian (Pre-OP) : 29 Mei 2017 (14.10 WIB)
Tanggal Pengkajian (Post-OP) : 30 Mei 2017 (16.00 WIB)
Diagnosis Medis : Appendicitis Acute Infiltrate
Tanggal Operasi : 30 Mei 2017

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
a. Nama : Tn. M
b. Umur : 42 tahun
c. Jenis Kelamin : Laki - laki
d. Agama : Islam
e. Alamat : Krajan, Kalirejo, RT 01 RW 03 Salaman,
Magelang
f. Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
g. Pekerjaan : Buruh
h. Pendidikan : SD
i. Status Perkawinan : Menikah
j. Pembayaran : BPJS
2. Identitas penanggungjawab
a. Nama : Ny. S
b. Umur : 38 tahun
c. Jenis Kelamin : Perempuan
d. Alamat : Krajan, Kalirejo, RT 01 RW 03 Salaman,
Magelang
e. Pekerjaan : Ibu rumah tangga
f. Hubungan : Istri

3. Keluhan Utama
Pre op Post op
Klien mengeluh nyeri dan merasakan Klien mengeluh nyeri pada perut
panas pada perut bagian kanan bawah kanan bawah dan menjalar ke ulu
menjalar hingga ke punggung selama hati.
10 hari terakhir dan cemas terkait
keadaan penyakitnya dan prosedur
yang akan dilakukan. Klien mengeluh
tidak dapat tidur karena akan operasi.

4. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh nyeri pada perut bagian kanan bawah sejak bulan
April (sekitar 1 bulan yang lalu), intensitasnya intermitten. Kemudian 10
hari terakhir, klien merasakan nyeri dan panas pada perut bagian kanan
bawah hingga ke punggung secara terus-menerus. Sehingga klien
memutuskan untuk periksa ke dokter spesialis bedah di daerah rumah
klien dan mendapatkan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil
diagnosa usus buntu (appendisitis). Kemudian, dokter memberikan
rujukan untuk masuk ke RS Tidar Magelang agar dilakukan operasi.
Klien masuk IGD RS Tidar pada tanggal 27 Mei 2017 pukul 19.00 WIB,
kemudian diberikan terapi asering (16 tpm), injeksi ranitidin (1 amp), dan
injeksi ketorolax (1 amp). Klien masuk ruangan Cempaka kelas I pada
tanggal 27 Mei 2017 pukul 20.26 WIB, kemudian klien mendapatkan
program operasi yang dilakukan pada tanggal 30 Mei 2017 pukul 12.45.
Klien memiliki riwayat merokok hingga sekarang.
b. Riwayat kesehatan lalu
Pada tahun 2008 klien menderita infeksi saluran kemih dan
mendapat terapi obat tetapi keluarga lupa dokter yang memeriksa dan
terapi obat yang diberikan. Sampai sekarang klien tidak pernah kambuh
lagi.
c. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga klien memiliki riwayat stroke selama 3 tahun yaitu ayah klien.
Ayah klien pernah dirawat di rumah sakit dan mendapatkan fisioterapi
tetapi belum sembuh, kemudian keluarga membawanya ke alternatif lain
tetapi belum menunjukkan kemajuan. Dalam 1 tahun, ayah klien
melakukan kontrol rutin, tetapi dalam 3 tahun terakhir ini sudah tidak
lagi dan hanya dirawat oleh keluarga.
d. Genogram

Stroke

Tn. M;
42 th
Ny. S;
38 th

17 th 13 th 7 th

Keterangan

Laki-laki

Perempuan

Klien

Hubungan pernikahan

Tinggal 1 rumah
5. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan umum
PRE OP

Keadaan Klien mengeluh nyeri dan cemas


umum
Kesadaran Composmentis
GCS 15 Eye : 4 Verbal : 5 Motoric : 6
Antrometri BB : 60 kg TB : 158 cm IMT : 24,09 Normal
Tanda-tanda TD :140/80 Suhu : 36,9oC RR : 20 Nadi : 75 x/menit
vital mmHg x/menit
Nyeri Klien mengatakan perutnya nyeri
- P : appendisitis
- Q : nyeri, panas, berat
- R : Perut bagian kanan bawah dan punggung
-S:9
- T : terus menerus

POST OP
Keadaan Klien mengeluh nyeri
umum
Kesadaran Composmentis
GCS 15 Eye : 4 Verbal : 5 Motoric : 6
Antrometri BB : 60 kg TB : 158 cm IMT : 24,09 Normal
Tanda-tanda TD :140/80 Suhu : RR : 20 Nadi : 75
vital mmHg 36,9oC x/menit x/menit
Nyeri Klien mengatakan perutnya nyeri
- P : post op appendisitis
- Q : nyeri, panas, berat
- R : Perut bagian kanan bawah, menjalar ke punggung dan ulu hati
- S : 10
- T : terus menerus

b. Sistem pernapasan / pengkajian paru-paru


PRE OP
1) Inspeksi : Dada simetris, pengembangan dada kanan dan kiri
sama. Tidak ada retraksi dinding dada saat bernapas
2) Palpasi : Vocal fremitus dada kiri dan kanan sama
3) Perkusi : Suara sonor
4) Auskultasi : Bunyi nafas vesicular dan tidak bunyi tambahan
POST OP
1) Inspeksi : Dada simetris, pengembangan dada kanan dan kiri
sama. Tidak ada retraksi dinding dada saat bernapas
2) Palpasi : Vocal fremitus dada kiri dan kanan sama
3) Perkusi : Suara sonor
4) Auskultasi : Bunyi nafas vesicular dan tidak bunyi tambahan

c. Sistem kardiovaskular/Pengkajian Jantung


PRE OP
1) Inspeksi : warna kulit merata, dada simetris
2) Palpasi : teraba ictus cordis
3) Perkusi : suara pekak
4) Auskultasi : Bunyi lup dup
POST OP
1) Inspeksi : warna kulit merata, dada simetris
2) Palpasi : teraba ictus cordis
3) Perkusi : suara pekak
4) Auskultasi : Bunyi lup dup
d. Sistem pencernaan
1) Mulut
PRE OP
Mulut bagian luar : Bibir simetris, berwarna merah kehitaman,
tidak terdapat ulkus, lesi, dan massa. Mulut bagian dalam :Gigi
berwarna putih kecoklatan, tidak terdapat, ulkus, lesi dan massa.
Mukosa mulut kering.
POST OP
Mulut bagian luar : Bibir simetris, berwarna merah kehitaman,
tidak terdapat ulkus, lesi, dan massa. Mulut bagian dalam :Gigi
berwarna putih kecoklatan, tidak terdapat, ulkus, lesi dan massa.
Mukosa mulut kering.
2) Abdomen
PRE OP
1. Inspeksi : Bentuk abdomen simetris, tidak terdapat ulkus dan
lesi,
2. Auskultasi : Bising usus 10x/menit
3. Perkusi : Timpani
4. Palpasi : Terdapat nyeri tekan di abdomen kanan bawah
hingga punggung
POST OP
1. Inspeksi : Bentuk abdomen simetris, terdapat lesi post op
yang ditutup dengan kasa
2. Auskultasi : Bising usus 12x/menit
3. Perkusi : Tidak terkaji
4. Palpasi : Tidak terkaji
e. Sistem Indera
1) Mata
PRE OP
Mata kanan dan kiri simetris, persebaran bulu mata terdistribusi
merata, kelopak mata tidak terdapat edema, lensa mata jernih dan
bening. Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil dapat
merangsang cahaya dengan baik, bola mata dapat mengikuti gerakan
tangan saat pengkajian. Terdapat kantung mata.
POST OP
Mata kanan dan kiri simetris, persebaran bulu mata terdistribusi
merata, kelopak mata tidak terdapat edema, lensa mata jernih dan
bening. Konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik, pupil dapat
merangsang cahaya dengan baik, bola mata dapat mengikuti gerakan
tangan saat pengkajian. Terdapat kantung mata.
2) Hidung
PRE OP
Hidung dan kedua lubang hidung simetris. Tidak terdapat lesi,
tidak ada sumbatan, tidak ada pernafasan cuping hidung.
POST OP
Hidung dan kedua lubang hidung simetris. Tidak terdapat lesi,
tidak ada sumbatan, tidak ada pernafasan cuping hidung.
3) Telinga
PRE OP
Kedua daun telinga normal dan simetris, telinga bersih, tidak
ada luka, tidak ada sumbatan, tidak terdapat keluaran cairan,
pendengaran berfungsi baik.
POST OP
Kedua daun telinga normal dan simetris, telinga bersih, tidak
ada luka, tidak ada sumbatan, tidak terdapat keluaran cairan,
pendengaran berfungsi baik.

4) Peraba
PRE OP
Klien mampu membedakan kasar, tumpul, lancip, halus.
POST OP
Klien mampu membedakan kasar, tumpul, lancip, halus.

f. Sistem saraf
PRE OP
1) Fungsi Cerebral (Status Mental)
Klien berpakaian dengan rapi dan terlihat bersih.
Klien berbicara dengan jelas, kesadaran komposmentis
Klien berespon dengan baik
Orientasi baik
Daya ingat baik, perhatian baik, bahasa baik
GCS: 15
Klien berbicara dengan ekspresif
2) Fungsi Kranial
a) Saraf I ( N. Olfaktori)
PRE OP
Klien dapat menyebutkan dan mengidentifikasi bau dari benda
yang ditunjukan pemeriksa dengan mata tertutup
POST OP
Klien dapat menyebutkan dan mengidentifikasi bau dari benda
yang ditunjukan pemeriksa dengan mata tertutup
b) Saraf II ( N. Opticus)
PRE OP
Lapang pandang klien luas
POST OP
Lapang pandang klien luas

c) Saraf III ( N. Oculo motoris)


PRE OP
Tes putaran bola mata : bola mata klien dapat mengikuti
pergerakan jari pemeriksa,
refleks pupil : +
POST OP
Tes putaran bola mata : bola mata klien dapat mengikuti
pergerakan jari pemeriksa
refleks pupil : +
d) Saraf IV dan VI ( N. Throclearis dan N. Abdusen)
PRE OP
Tes putaran bola mata : bola mata klien dapat mengikuti
pergerakan jari pemeriksa
POST OP
Tes putaran bola mata : bola mata klien dapat mengikuti
pergerakan jari pemeriksa
e) Saraf V ( N. Trigeminus)
PRE OP
Klien dapat menggerakan rahang kesemua sisi . Klien
dapat membedakan sentuh tajam, kasar, halus, dan tumpul pada
area dahi atau pipi. Refleks berkedip klien baik saat benda
menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
POST OP
Klien dapat menggerakan rahang kesemua sisi . Klien
dapat membedakan sentuh tajam, kasar, halus, dan tumpul pada
area dahi atau pipi. Refleks berkedip klien baik saat benda
menyentuh permukaan kornea dengan kapas.
f) Saraf VII (N. Facialis)
PRE OP
Klien dapat mengikuti perintah pemeriksa seperti
tersenyum, bersiul, mengngkat alis mata, menutup kelopak mata
dengan tahanan, menjulurkan lida untuk membedakan gula dan
garam
POST OP
Klien dapat mengikuti perintah pemeriksa seperti
tersenyum, bersiul, mengngkat alis mata, menutup kelopak mata
dengan tahanan, menjulurkan lida untuk membedakan gula dan
garam
g) Saraf VIII (N. Verstibulocochlearis)
PRE OP
Tes webber dan tes rhine : tidak terkaji
Klien dapat mendengar ketika dipanggil dari jarak 5 meter
Klien dapat berjalan dengan seimbang
POST OP
Tes webber dan tes rhine : tidak terkaji
Klien dapat mendengar ketika dipanggil dari jarak 5 meter
Klien dapat berjalan dengan seimbang
h) Saraf IX (N. Glosofaringeus)
PRE OP
Klien dapat membedakan rasa
POST OP
Klien dapat membedakan rasa
i) Saraf X (N. Vagus)
PRE OP
Refleks menelan klien baik.
POST OP
Klien belum dapat makan selama 12 jam

j) Saraf XI ( N. Spinal Accesoris)


PRE OP
Klien dapat menggerakkan bahu dan melawan tahanan yang telah
diberikan oleh pemeriksa
POST OP
Klien dapat menggerakkan bahu dan melawan tahanan yang telah
diberikan oleh pemeriksa
k) Saraf XII (N. Hipoglosus)
PRE OP
Klien dapat menjulurkan lidah dan menggerakknya ke sisi kanan
dan kiri mulut
POST OP
Klien dapat menjulurkan lidah dan menggerakknya ke sisi kanan
dan kiri mulut
3) Fungsi Sensori
PRE OP
Klien dapat membedakan rangsangan nyeri, tumpul, tajam, halus, dan
kasar
PRE OP
Klien dapat membedakan rangsangan nyeri, tumpul, tajam, halus, dan
kasar
4) Fungsi cerebellum
PRE OP
Koordinasi tubuh dan keseimbangan tubuh klien baik. Klien dapat
berjalan sendiri tanpa bantuan
POST OP
Tidak terkaji karena klien bedrest
5) Reflex (ekstremitas atas, bawah dan superficial)
Gerakan refleks klien baik, refleks patela, reflek bisep trisep baik.

g. Sistem Muskuloskeletal
1) Kepala
Bentuk kepala mesosepal, bersih, tidak ada lesi dan luka, tidak ada
nyeri tekan.
2) Vertebra : normal
3) Pelvis
Area pelvis tidak ditemukan luka, laserasi, edema, dan lesi.
4) Ekstermitas Atas
a) Inspeksi : pergerakan tangan,dan kekuatan otot klien baik
b) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan,massa/benjolan
c) Sensorik : Klien dapat membedakan nyeri, sentuhan,
temperatur, rasa, gerak dan tekanan.
5) Ekstermitas Bawah
PRE OP
a) Inspeksi : pergerakan kaki, dan kekuatan otot klien baik
b) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan,massa/benjolan
c) Sensorik : Klien dapat membedakan nyeri, sentuhan,
temperatur, rasa, gerak dan tekanan.
POST OP
a) Inspeksi : pergerakan kaki, dan kekuatan otot dextra klien
menurun. 1111 | 4444
b) Palpasi : Tidak terdapat nyeri tekan,massa/benjolan
c) Sensorik : Klien dapat membedakan nyeri, sentuhan,
temperatur, rasa, gerak dan tekanan.
h. Sistem Integumen
1) Rambut
Rambut Ny. S terdistribusi merata, berwarna hitam, dan bersih. Klien
mengatakan tidak terdapat rasa gatal diarea rambut dan tidak rontok
berlebih.

2) Kulit
PRE OP
Temperatur 36,5 C, turgor kulit baik < 3 detik, bersih merata dan tidak
terdapat luka. Kulit klien terlihat kering dan turgor klien baik.
POST OP
Temperatur 36,9 C, turgor kulit baik < 3 detik, bersih merata dan
terdapat luka post laparatomi dan terpasang drainage. Drain
mengalirkan cairan berwarna merah darah sebanyak 100cc. Kulit klien
terlihat kering dan turgor klien baik.
3) Kuku
Capillary refilling time < 2 detik, tidak terdapat lesi disekitar kuku,
kuku bersih, bentuk kuku normal, dan warna dasar kuku terlihat pucat

i. Sistem Endokrin
- Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Pertumbuhan : tidak ada pertumbuhan kelenjar tiroid.

j. Sistem Perkemihan
Tidak ada edema, keadaan kandung kemih baik, tidak ada masalah
pada ekskresi urin dan tidak ada riwayat bekas air seni dikelilingi semut,
tidak ada IMS

k. Sistem Reproduksi
Tidak terkaji
l. Sistem imunitas
1) Alergi : klien tidak memiliki alergi
2) Immunisasi : klien mengatakan melakukan imunisasi saat masih
kecil.
3) Riwayat transfusi dan reaksinya : klien tidak pernah menerima
tranfusi darah.

6. Pengkajian Kebutuhan Dasar Manusia


a. Bernapas secara normal
PRE OP
1) Airway : tidak terdapat hambatan
2) Breathing : tidak terjadi gangguan respirasi
3) Sirkulasi : tidak terdapat gangguan
PRE OP
1) Airway : tidak terdapat hambatan
2) Breathing : tidak terjadi gangguan respirasi
3) Sirkulasi : tidak terdapat gangguan
b. Makan dan minum
1) Makan
SEBELUM SAAT SAKIT
SAKIT PRE OP POST OP

Frekuensi 3x dalam 3x dalam Puasa selama


sehari dan sehari, teratur 6 jam post op
teratur
Porsi 1 porsi 1 porsi -
Jenis nasi, lauk, dan Nasi, lauk -
sayur pauk dan
sayur
Nafsu Nafsu makan Nafsu makan -
klien baik

2) Minum
SEBELUM SAAT SAKIT
SAKIT PRE OP POST OP
Frekuensi 2-3 liter per 2 liter per hari Puasa selama
hari (1500 6 jam post op
cc/hari)
Jenis Air putih, teh, Air putih -
kopi

c. Eliminasi
1) Eliminasi urin
PRE OP POST OP
Frekuensi 5 kali sehari Belum terkaji
(300cc)
Warna kuning Belum terkaji
Bau Normal (bau khas Belum terkaji
urin)
Saat post-operasi belum terkaji karena klien belum berkemih.
2) Eliminasi fekal
PRE OP POST OP
Kuantitas Klien konstipasi Belum terkaji
Warna - -
Bau - -
Konsentrasi - -
Saat post-operasi belum terkaji karena klien belum BAB.
d. Gerak dan keseimbangan tubuh
PRE OP
Klien dapat berjalan dan berdiri sendiri tanpa bantuan
POST OP
Klien mengatakan tidak dapat menggerakkan kaki kanan sehingga kalian
dibantu keluarga

e. Berpakaian
PRE OP
Selama berada di rumah sakit, berganti pakaian 1-2 kali dalam sehari
secara dibantu
POST OP
Klien masih menggunakan baju operasi
f. Istirahat dan tidur
Sebelum sakit Saat sakit
PRE OP POST OP
Frekuensi Siang : 0 jam Tidak bisa Belum tidur
Malam : jam tidur
21.00- 05.00 (8
jam)
Kualitas - - -

g. Mempertahankan temperature tubuh


Suhu tubuh klien yaitu 36,90C. Klien tidak mengalami demam
k. Kebersihan diri
Sebelum sakit Saat sakit
Mandi Mandi : 2x kali Sibin : 1x dalam
dalam sehari sehari
Keramas 1x dalam dua hari Belum keramas
Gosok gigi 3x dalam sehari Belum gosok gigi

l. Keselamatan dan kenyamanan


Klien merasa cemas dan takut karena akan melakukan operasi
sehingga klien tidak dapat tidur sama sekali. Istri klien juga merasa
cemas terhadap tindakan yang akan dilakukan pada klien.

m. Komunikasi
Ketika dilakukan pengkajian klien mampu berkomunikasi dengan
baik dan kooperatif. Klien selalu berkomunikasi dengan istri ketika
terjadi masalah.
n. Spiritual
Sebelum sakit :
Klien selalu menjalankan ibadah wajib agama Islam secara teratur.
Saat sakit :
Klien tidak menjalankan ibadah wajib solat lima waktu
o. Bekerja
Klien bekerja sebagai buruh secara serabutan. Klien bekerja dari
pagi hingga siang menjadi tukang bangunan atau hal lain yang dapat
dilakukan. Namun, klien berhenti bekerja setelah sakit.
p. Bermain dan rekreasi
Sebelum sakit :
Klien mengatasi rasa jenuh dengan berpergian dengan istri dan anaknya
ke pantai untuk rekreasi
Saat sakit :
Klien mengatasi rasa jenuh di rumah sakit dengan menonton televisi atau
berbincang dengan istri
q. Belajar
Klien kurang pengetahuan mengenai cara mencegah penyakit dan
penanganan suatu penyakit sehingga klien membiarkan kondisi sakitnya
hingga parah. Hal ini dikarenakan juga klien merasa takut dan tidak ingin
kontrol. Setelah operasi, klien mengatakan tidak tahu cara perawatan luka
operasi.

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Hematologi
Jenis
Hasil Nilai Normal Interpretasi
Pemeriksaan
Leukosit 13,2 4,00-11,0 High
Eritrosit 5,1 4,50-6,50 Normal
Hemoglobin 14,7 13,0-18,0 Normal
Hematokrit 43,7 40,0-54,0 Normal
MCV 85,4 76-96 Normal
MCH 28,7 27,5-32,0 Normal
MCHC 33,6 30,0-35,0 Normal
Trombosit 265 150-450 Normal
RDW-CV 12,1 11,6-14,4 Normal
RDW-SD 37,6 35,1-43,9 Normal
PLCR 32,2 9,3-27,9 High
Eosinofil 2 1,00-6,00 Normal
Basofil 0 0-1,0 Normal
Neutrofil 83 40-75 High
Segmen
Limfosit 8 20-45 Low
Monosit 8 2-10 Normal
Gula darah 102 74-106 Normal
puasa
Natrium 138 136-146 Normal
Kalium 3,95 3,50-5,10 Normal
Klorida 100 98-106 Normal

b. Ultrasonografi
Hasil dari USG memiliki kesan appendicitis infiltrat. Hal ini dijelaskan
bahwa tampaknya ada gambaran lesi hipoekoik pada titik Mc Burney.

8. Terapi
Dosis/ Kontra
Jenis Terapi Indikasi Efek Samping
Rute indikasi
Injeksi 3 x 1 Nyeri akut berat Alergi, pasien Hemoragis
Ketorolak (30 amp jangka pendek dengan pasca bedah,
mg) gangguan reaksi
ginjal, pasien anafilaktoit,
proses perdarahan
persalinan, ibu saluran cerna
menyusui, dan perforasi,
sedang gagal hati, ulkus
mendapatkan
obat AINS dan
probenecid
Injeksi 3 x 1 Maag, radang Hipersensitif Sakit kepala,
Ranitidin (50 amp saluran atau alergi ruam,
mg) pencernaan terhadap konstipasi,
bagian atas, luka ranitidin malaise,
lambung insomnia,
alopesia
Infus Asering 16 Dehidrasi (syok Gagal jantung Demam, infeksi
tpm/5 hipovolemik dan kongestif, pada tempat
00 ml asidosis) kerusakan penyuntikan,
ginjal, edema hipervolemia,
paru, trombosis vena
hiperhidrasi,
hipernatremia
Injeksi 3 x 1 Infeksi, Hipersensitif Nausea, muntah,
Metronidazole flavon pencegahan (alergi), ketidaknyamana
(500 gr) infeksi sebelum kehamilan n abdomen,
dan sesudah trimester diare,
operasi pertama leukopenia,
hipertensi,
infark miokard
Injeksi Cinam 1 x 1 Infeksi kulit, Alergi Kemerahan,
(1500 mg) fl saluran diare, ruam,
pernapasan atas nyeri dada,
dan bawah, kejang, sakit
salurah kemih, kepala, mual
bedah, muntah
ginekologi,
pencernaan,
tulang sendi
B. ANALISA DATA & DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Analisa Data
No. Data Fokus Masalah Etiologi
1. DS: Kecemasan Stresor: prosedur
- Klien mengatakan tidak operasi laparotomi
bisa tidur eksplorasi
- Klien mengatakan takut
karena akan operasi
DO:
1. Klien terlihat khawatir
2. Skor HARS
menunjukkan kecemasan
berat (Skor=38)
3. TD 140/80 mmHg
2. DS : Nyeri Akut Agen cidera
Klien mengatakan nyeri biologis:
P : appendisitis appendisitis
Q : seperti tertusuk-tusuk
R : Area operasi
S : 10
T : hilang timbul
DO :
1. Klien terlihat gelisah dan
meringis
2. TD :140/80 mmHg
3 DS : Nyeri Akut Agen cidera fisik:
P : post op appendisitis operasi laparatomi
Q : seperti ketika luka eksplorasi
bengkak dan panas
R : Perut bagian kanan
bawah, menjalar ke
punggung dan ulu hati
S : 10
T : terus menerus DO :
Klien terlihat gelisah dan
meringis
4. DS: Risiko Infeksi Tindakan
Klien mengatakan tidak laparatomi
tahu cara perawatan luka eksplorasi
setelah operasi
DO:
1. Prosedur invasif
(laparatomi eksplorasi)

2. Diagnosa Keperawatan
No. Diagnosa Keperawatan Tgl Ditemukan Tgl Teratasi
1. Nyeri Akut berhubungan 29 Mei 2017
dengan agen cidera
biologis: apendisitis

2. Kecemasan berhubungan 29 Mei 2017


dengan stressor: prosedur
laparatomi eksplorasi
3. Nyeri Akut berhubungan 30 Mei 2017
dengan agen cidera fisik:
operasi laparatomi
eksplorasi
4 Risiko infeksi berhubungan 30 Mei 2017
dengan tindakan lapartomi
eksplorasi
Prioritas Diagnosa :
PRE Operasi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera biologis: apendisitis
2. Kecemasan berhubungan dengan stressor: prosedur laparatomi
eksplorasi
POST Operasi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cidera fisik: operasi laparatomi
eksplorasi
2. Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan laparatomi eksplorasi
C. INTERVENSI
Hari/ Dx
No Tujuan Intervensi
Tgl Keperawatan
1. 29 Nyeri Akut Setelah dilakukan Pain Management
Mei berhubungan tindakan 1. Berikan informasi
2017 dengan agen keperawatan mengenai nyeri
cidera selama 1x24 jam (penyebab,
biologis: nyeri klien teratasi frekuensi)
apendisitis dengan kriteria 2. Edukasi klien untuk
hasil : menangani nyeri
- Skala nyeri klien dengan nafas dalam,
turun menjadi 7 dzikir, dan masase
- Ekspresi wajah di punggung
klien rileks dan Kolaborasi:
tenang 1. Pemberian
analgesik (Injeksi
Ketorolak 30 mg)
2. 29 Kecemasan Setelah dilakukan Bimbingan
Mei berhubungan tindakan Antisipatif
2017 dengan keperawatan 1. Berikan informasi
stressor: selama 1x 24 jam mengenai prosedur
prosedur kecemasan klien tindakan lapartomi
laparatomi teratasi dengan eksplorasi
eksplorasi kriteria hasil : 2. Yakinkan
1. Skor HARS keselamatan dan
menjadi keamanan klien
kecemasan saat operasi
sedang (21-27) dengan
2. Klien terlihat memberikan
tenang contoh kasus yang
serupa
3. Monitor TTV
3. 30 Nyeri Akut Setelah dilakukan Pain management
Mei berhubungan tindakan
1. Anjurkan
2017 dengan agen keperawatan
melakukan terapi
cidera fisik: selama 2 x 24 jam
napas dalam, dzikir,
operasi nyeri klien
dan masase
laparatomi berkurang dengan
punggung saat nyeri
eksplorasi kriteria hasil:
datang
1. Skala nyeri 5-6
2. Klien terlihat
Kolaborasi
tenang
Pemberian analgesik
(Injeksi Ketorolak 30
mg)
4 30 Risiko infeksi Setelah dilakukan Perawatan Luka
Mei berhubungan tindakan
1. Monitor
2017 dengan keperawatan
karakteristik luka
tindakan selama 2 x 24 jam
(drainase, warna,
laparatomi klien terhindar dari
ukuran, dan bau)
eksplorasi risiko infeksi,
2. Ajarkan klien atau
dengan kriteria
anggota keluarga
hasil:
pada prosedur
1. Klien dapat
perawatan luka
menyebutkan
3. Anjurkan klien dan
cara perawatan
keluarga untuk
luka post-
mengenal tanda
operasi
dan gejala infeksi
(REEDA)
Kolaborasi

Pemberian terapi obat


antibiotik (Injeksi
Cinam 1500 mg)

D. IMPLEMENTASI
Hari/ No
No. Jam Implementasi Respon TTD
Tgl DX
1 Senin, 15.30 1 Berikan informasi S : Klien dapat Eka
29 mengenai nyeri memahami
Mei (penyebab, frekuensi) penyebab dan
2017 frekuensi nyeri

O : Klien dapat
menyebutnya
penyebab dan
frekuensi nyeri

15.40 1 Edukasi klien untuk S : Klien Maida


menangani nyeri memahami
dengan nafas dalam, penanganan nyeri
dzikir, dan masase yang diajarkan
O:
- Klien
mengangguk
mengerti
- Klien
mempraktikkan
cara bernapas
dalam dan selalu
berdzikir.
Keluarga klien
melakukan
masase di
punggung klien

16.00 1 Pemberian analgesik S:- Maida


(Cetorolax) O : Injeksi
ketorolak 30 mg
masuk via intravena
2 Senin, 15.50 2 Berikan informasi S : klien Maida
29 mengenai prosedur mengatakan
Mei tindakan lapartomi mengerti prosedur
2017 eksplorasi yang akan
dilakukan
O : Klien terlihat
mengangguk

Selasa 11.30 2 Monitor TTV S : Klien mengeluh Eka


, 30 takut karena akan
Mei operasi
2017 O : TD 140/90
mmHg
Nadi : 83
Suhu : 36,2oC
Selasa 11.45 2 Yakinkan S : Klien sudah Eka
, 30 keselamatan dan sedikit tenang
Mei keamanan klien saat O :
2017 operasi dengan Skor HARS 22
memberikan contoh (kecemasan sedang)
kasus yang serupa
3 Selasa 17.00 3 Anjurkan melakukan S : Klien Yulia
, 30 terapi napas dalam, mengatakan nyeri na
Mei dzikir, dan masase sudah berkurang
2017 punggung saat nyeri sedikit
datang O : Klien terlihat
melakukan terapi
napas dalam saat
nyeri datang
Selasa 16.00 3 Pemberian analgesik S : - Yulia
, 30 (Injeksi ketorolak 30 O : Injeksi na
Mei mg) ketorolak (30 mg)
2017 masuk via intravena

4 Rabu, 17.00 3 Anjurkan melakukan S : Klien Maida


31 terapi napas dalam, mengatakan nyeri
Mei dzikir, dan masase sudah berkurang
2017 punggung saat nyeri menjadi skala 7
datang O : Klien terlihat
melakukan terapi
napas dalam dan
berdzikir saat nyeri
datang
Rabu, 16.00 3 Pemberian analgesik S : - Maida
31 (injeksi ketorolak 30 O : Injeksi
Mei mg) ketorolak (30 mg)
2017 masuk via intravena
5 Rabu, 15.00 4 Monitor karakteristik S : - Maida
31 luka (drainase, warna, O : luka masih
Mei ukuran, dan bau) tertutup kasa,
2017 belum ganti balut,
drainase masih
terpasang, tidak
tampak tanda
tanda infeksi
(REEDA), darah
masih mengalir
pada drainase,
rencana aff (1 Juni
17)
Jumat 08.00 4 Ajarkan klien atau S : keluarga Maida
,2 anggota keluarga mengatakan mau
Juni pada prosedur melakukan
2017 perawatan luka perawatan luka
dengan menjaga
kebersihan di
sekitar luka
O : Klien dan
keluarga dapat
menjelaskan cara
menjaga kebersihan
luka sampai dengan
klien kontrol ke RS
Tidar lagi
Jumat 08.15 4 Anjurkan klien dan S : Klien dan Maida
,2 keluarga untuk keluarga
Juni mengenal tanda dan memahami yang
2017 gejala infeksi disampaikan
mengenai tanda-
tanda infeksi
(REEDA)
O : klien dan
keluarga dapat
menyebutkan
kembali tanda
tanda infeksi (tanda
REEDA)
6 Kamis 17.00 3 Anjurkan melakukan S : Klien Maida
,1 terapi napas dalam, mengatakan nyeri
Juni dzikir, dan masase sudah berkurang
2017 punggung saat nyeri menjadi skala 6
datang O : Klien terlihat
melakukan terapi
napas dalam dan
berdzikir saat nyeri
datang
16.00 3 Pemberian analgesik S : - Maida
(injeksi ketorolak 30 O : Injeksi
mg) ketorolak (30 mg)
via IV
7 Kamis 17.15 4 Monitor karakteristik S : - Maida
,1 luka (drainase, warna, O : drainage sudah
Juni ukuran, dan bau) di aff sejak pukul
2017 14.00. luka tertutup
oleh kasa, dan
dibalut oleh gurita
longgar. Tidak
terlihat tanda
tanda infeksi
(REEDA).
E. EVALUASI
No. Hari/Tgl Diagnosa Evaluasi TTD
1 Senin, Nyeri Akut S: Klien masih mengeluhkan Eka
29 Mei berhubungan nyeri
2017 dengan agen cidera P: Apendisitis
biologis: Q: Seperti bengkak
apendisitis R: Perut kanan bawah
S: 9
T: Terus-menerus
O: Klien terlihat meringis
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
2 Selasa, S: Klien masih mengeluh nyeri Maida
30 Mei P: Apendisitis
2017 Q: Seperti bengkak
R: Perut kanan bawah
S: 8
T: Terus-menerus
O: Klien terlihat meringis dan
memegangi area perut
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
3 Senin, Kecemasan S: Klien mengatakan takut karena Eka
29 Mei berhubungan akan operasi dan tidak dapat tidur
2017 dengan stressor: O: Klien terlihat gelisah
prosedur A: Masalah belum teratasi
laparatomi P: Lanjutkan intervensi
4 Selasa, eksplorasi S: Klien mengatakan sudah tidak Eka
30 Mei terlalu takut
2017 O: Klien terlihat lebih tenang.
Skor HARS 22 (kecemasan
sedang)
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
5 Selasa, Nyeri Akut S: Klien mengatakan nyeri Yuliana
30 Mei berhubungan setelah operasi
2017 dengan agen cidera P: Post-operasi
fisik: operasi Q: Tertusuk-tusuk
laparatomi R: Area abdomen bekas
eksplorasi operasi
S: 10
T: Hilang timbul
O: Klien terlihat meringis dan
memegangi abdomen
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
6 Rabu, 31 S: Klien mengatakan nyeri sedikit Maida
Mei berkurang
2017 P: Post-operasi
Q: Tertusuk-tusuk
R: Area abdomen bekas
operasi
S: 7
T: Hilang timbul
O: Klien terlihat lebih rileks
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
7 Rabu, 31 Risiko infeksi S:- Yuliana
Mei berhubungan O : luka masih tertutup kasa,
2017 dengan tindakan belum ganti balut, drainase masih
laparatomi terpasang, tidak tampak tanda
eksplorasi tanda infeksi (REEDA) , darah
masih mengalir pada drainase,
rencana aff (1 Juni 17)
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi
8 Kamis, 1 S : klien mengatakan bahwa Maida
Juni klien masih merasakan nyeri pada
2017 lukanya, namun sudah menurun
dibandingkan dengan nyeri
sebelumnya
O : drainage sudah di aff sejak
pukul 14.00. luka tertutup oleh
kasa, dan dibalut oleh gurita
longgar. Tidak terlihat tanda
tanda infeksi (REEDA).
A : masalah teratasi
P : lanjutkan intervensi
9 Jumat, 2 S : keluarga mengatakan
Juni mengetahui cara menjaga
2017 kebersihan luka pada klien dan
dapat menyebutkan kembali
tanda tanda infeksi(REEDA)

F. PEMBAHASAN (ini ada revisi ga to, lupa)


Tn. M berusia 42 tahun masuk ke rumah sakit dengan keluhan nyeri pada
perut bagian kanan bawah dan menjalar hingga ke punggung. Diagnosa medis
menunjukan bahwa Tn. M menderita appendicitis acute infiltrate. Hal ini
diperkuat dengan hasil pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium dan USG,
hasil menunjukan peningkatan leukosit yang mengindikasikan peradangan dan
hasil USG yang memiliki kesan positif. Appendisitis adalah peradangan dari
appendiks vermiforis dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling
sering (Christanto, 2014). Appendicitis infiltrat adalah timbulnya massa lokal
pada daerah lesi yang mana sebagai mekanisme pertahanan tubuh. Klien telah
merasakan keluhan tersebut selama 1 bulan yang lalu, dan baru merasakan
nyeri yang bertambah pada 10 hari terakhir, namun klien enggan segera
memeriksakan dirinya ke dokter, sehingga timbulah komplikasi tersebut. Tanda
umum yang biasa terjadi pada penyakit ini adalah nyeri periumbilikal, mual,
muntah, anorexia, malaise, demam tak terlalu tinggi, konstipasi, dan diare.
Nyeri tersebut dapat terjadi karena adanya peradangan pada apendiks klien dan
dirasakan oleh persyarafan yaitu cabang-cabang saraf simpatis dan
parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior.
Sehingga dokter memutuskan untuk dilakukan operasi laparatomi
apendiktomi pada klien, yaitu dengan tindakan pembedahan dengan melakukan
insisi transversal pada kuadran kanan (Davis Rockey) atau insisi oblik
(McArthur-Mc-Burney). Pada diagnosis yang belum jelas dapat dilakukan
insisi subumbilikal pada garis tengah. Selain laparatomi, jenis operasi yang
biasa digunakan adalah laparoskopi apendiktomi. Jenis anastesi yang
digunakan klien adalah spinal (lokal) untuk abdomen hingga kaki. Jenis
anastesi tersebut memiliki
Dengan adanya respon klien yang mengeluh nyeri dan rencana tindakan
operasi yang akan dilakukan klien, munculah diagnosa keperawatan pre op
yaitu nyeri dan kecemasan. Masalah nyeri diangkat berdasarkan batasan
karakteristik yang muncul pada respon klien sesuai pengkajian PQRST dan
masalah kecemasan diangkat berdasarkan pengkajian HARS klien yang
menunjukan tingkat berat, dikarenakan cemas akan prosedur yang akan
dilakukan untuk mengatasi penyakitnya. Intervensi yang dilakukan untuk
mengatasi nyeri yaitu penanganan non farmakologis : teknik relaksasi nafas
dalam, dzikir, dan massage punggung serta kolaborasi farmakologis : analgesik
(ketorolak 30 mg) dikarenakan skala nyeri yang mencapai angka 9
(Yusrizal,dkk, 2012). Sedangkan intervensi untuk mengatasi kecemasan yang
dialami klien adalah dengan cara mengedukasi klien terkait prosedur,
persiapan, dan kondisi setelah operasi dilakukan.
Sedangkan diagnosa post op yang kami angkat adalah nyeri dan risiko
infeksi. Nyeri berhubungan dengan luka post op klien dan kami mengangkat
intervensi yang sama dengan diagnosa nyeri pre op sedangkan untuk diagnosa
risiko infeksi, kami memberikan intervensi monitoring luka dan edukasi
kepada klien dan keluarga bagaimana cara merawat luka dan mengenali tanda
tanda infeksi(REEDA), hal ini dilakukan agar tidak terjadi kejadian yang
tidak diinginkan seperti komplikasi, kecacatan ataupun bertambah parahnya
penyakit.
Evaluasi dari diagnosa nyeri pre-post op adalah nyeri berkurang setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan. Sedangkan untuk diagnosa
kecemasan, tingkat kecemasan berdasarkan instrumen HARS juga menurun
dari tingkat berat menjadi sedang dan diagnosa risiko infeksi, luka klien baik,
tidak ada tanda tanda infeksi serta keluarga dapat memahami dan
menjelaskan kembali bagaiman menjaga kebersihan sekitar luka.
Laporan Pendahuluan

I. Pengertian

Appendisitis adalah peradangan dari appendiks vermiforis dan merupakan


penyebab abdomen akut yang paling sering (Christanto, 2014).

Apendiks vermiformis adalah organ berbentuk tabung dan sempit yang


mempunyai otot dan banyak mengandung jaringan limfoid. Apendiks vermiformis
terletak pada kuadran kanan bawah abdomen di regio iliaca dextra. Apendiks
vermiformis menghasilkan lendir sebanyak 1-2 ml per hari yang secara normal di
curahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Adanya hambatan
aliran pada lendir di muara apendiks vermiformis berperan dalam patogenesis
apendisitis. Pangkalnya diproyeksikan ke dinding anterior abdomen pada titik
sepertiga bawah yang menghubungkan spina iliaca anterior superior dan
umbilicus yang di sebut titik McBurney. Apendiks didarahi oleh arteri
appendicularis yang merupakan arteri tanpa kolateral dan vena appendicularis,
sedangkan persarafannya berasal dari cabang-cabang saraf simpatis dan
parasimpatis (nervus vagus) dari plexus mesentericus superior. Aliran limfenya ke
satu atau dua nodi dalam mesoapendiks dan di alirkan ke nodi mesenterici
superiores (Sibuea, 2017). Appendiks adalah organ imunnologik yang berperan
dalam sekresi IgA karena termasuk dalam komponen gut-associated lymphoid
tissued (GALT) pada waktu kecil. Namun, sistem imun tidak mendapat efek
negatif apabila apendiktomi dilakukan (Christanto, 2014).

II. Etiologi

Faktor predisposisi utama terjadinya apendisitis akut adalah obstruksi


lumen apendiks vermiformis. Fekalit adalah penyebab utama terjadinya obstruksi
apendiks vermiformis. Disamping hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks
vermiformis, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Erosi mukosa
apendiks vermiformis akibat parasit E.histolytica merupakan penyebab lain yang
dapat menimbulkan apendisitis.
Pada tahun 1970, Burkitt mengatakan peran kebiasaan makan makanan
rendah serat dan kandungan lemak serta gula yang tinggi pada orang Barat, serta
pengaruh konstipasi, berhubungan dengan timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks vermiformis dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon. Semua
ini akan mempermudah timbulya apendisitis akut. (Sibuea, 2017)
III. Patofisiologi(pathway)

Obstruksi lumen yang terjadi mendukung perkembangan bakteri dan


sekresi mukus sehingga menyebabkan distensi lumen dan peningkatan tekanan
dinding lumen. Tekanan yang meningkat akan menghambat aliran limfe sehingga
menimbulkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat tersebut,
terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri periumbilikal.

Sekresi mukus yang terus berlanjut dan tekanan yang terus meningkat
menyebabkan obstruksi vena, peningkatan edema, dan pertumbuhan bakteri yang
menimbulkan radang. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga timbul nyeri di daerah kanan bawah. Pada saat ini terjadi
appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan timbul infark dinding dan
gangren. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa yang bila rapuh dan pecah
menjadi appendisitis perforasi. Meskipun bervariasi, biasanya perforasi terjadi
paling sedikit 48 jam setelah awitan gejala.

Bila semua proses diatas berjalan dengan imunitas yang cukup baik,
omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks sebagai
mekanisme pertahanan sehingga timbul masa lokal yang disebut infiltrat
apendikularis. Peradangan yan terjadi dapat menjadi abses atau menghilang. Pada
anak, omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang dengan dinding lebih
tipis sehingga mudah terjadi perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah
terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.(Price, 2006)
IV. Manifestasi klinis

Appendicitis dapat mengenai semua kelompok usia. Meskipun sangat


jarang pada neonatus dan bayi, appendicitis akut kadang-kadang dapat terjadi dan
diagnosis appendicitis jauh lebih sulit dan kadang tertunda. Nyeri merupakan
gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul, nyeri
di periumbilikal yang samar-samar, tapi seiring dengan waktu akan berlokasi di
abdomen kanan bawah. Terjadi peningkatan nyeri yang gradual seiring dengan
perkembangan penyakit. Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah
gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak, dengan letak appendiks yang retrocecal
atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah tanpa diawali nyeri
pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis
juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendicitis retrocecal arau
pelvis1. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejal
dapat berupa nyeri saat kencing atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan
kencing dan distensi kandung kemih. Anorexia, mual, dan muntah biasanya
terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya
ringan. Diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminal
atau caecum. Gejala gastrointestinal yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri
biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendicitis. Meskipun demikian,
keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan bowel habit dapat terjadi
pada anak dengan appendicitis. Pada appendicitis tanpa komplikasi biasanya
demam ringan (37,5 -38,5 0 C). Jika suhu tubuh diatas 38,6 0 C, menandakan
terjadi perforasi. Anak dengan appendicitis kadang-kadang berjalan pincang pada
kaki kanan. Karena saat menekan dengan paha kanan akan menekan Caecum
hingga isi Caecum berkurang atau kosong. Bising usus meskipun bukan tanda
yang dapat dipercaya dapat menurun atau menghilang. Anak dengan appendicitis
biasanya menghindari diri untuk bergerak dan cenderung untuk berbaring di
tempat tidur dengan kadang-kadang lutut diflexikan. Anak yang menggeliat dan
berteriak-teriak jarang menderita appendicitis, kecuali pada anak dengan
appendicitis retrocaecal, nyeri seperti kolik renal akibat perangsangan ureter.
Pada Apendicitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,
sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut. Secara klinis,
dikenal beberapa manuver diagnostik Rovsings sign: dikatakan positif jika
tekanan yang diberikan pada LLQ abdomen menghasilkan sakit di sebelah kanan
(RLQ), menggambarkan iritasi peritoneum. Sering positif tapi tidak spesifik
Psoas sign: dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi
pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot
psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau
abscess.Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi
yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan
manuver ini Obturator sign: dilakukan dengan posisi pasien terlentang,
kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada
cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu
diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix
yang telah mengalami radang atau perforasi.Dasar anatomis terjadinya Obturator
sign Blumbergs sign:
nyeri lepas kontralateral (tekan di LLQ kemudian lepas dan nyeri di RLQ)
Wahls sign: nyeri perkusi di RLQ di segitiga Scherren menurun. Baldwin test:
nyeri di flank bila tungkai kanan ditekuk. Defence musculare: bersifat lokal,
lokasi bervariasi sesuai letak Appendix. Nyeri pada daerah cavum Douglas bila
ada abscess di rongga abdomen atau Appendix letak pelvis. Nyeri pada
pemeriksaan rectal tooucher. Dunphy sign: nyeri ketika batuk. Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek Appendicitis acuta dibuat skor Alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6>. Selanjutnya dilakukan
Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan
Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut
dan bukan radang akut. Tabel Alvarado scale untuk membantu menegakkan
diagnosis (Sibuea, 2017)
Appendicitis Bila skor 5-6 dianjurkan untuk diobservasi di rumah sakit, bila skor
>6 maka tindakan bedah sebaiknya dilakukan.
Tabel 1. Sensitivity and Specificity of Clinical Findings for the Diagnosis of
Acute Appendicitis

V. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit Darah
Pemeriksaan laboratorium rutin sangat membantu dalam
mendiagnosis apendisitis akut, terutama untuk mengesampingkan
diagnosis lain. Pemeriksaan laboratorium yang rutin dilakukan adalah
jumlah leukosit darah. Jumlah leukosit darah biasanya meningkat pada
kasus apendisitis. Hitung jumlah leukosit darah merupakan pemeriksaan
yang mudah dilakukan dan memiliki standar pemeriksaan terbaik. Pada
kebanyakan kasus terdapat leukositosis, terlebih pada kasus dengan
komplikasi berupa perforasi. Penelitian yang dilakukan oleh Guraya SY
menyatakan bahwa peningkatan jumlah leukosit darah yang tinggi
merupakan indikator yang dapat menentukan derajat keparahan
apendisitis. Tetapi, penyakit inflamasi pelvik terutama pada wanita akan
memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan
dengan apendisitis akut.
Terjadinya apendisitis akut dan adanya perubahan dinding
apendiks vermiformis secara signifikan berhubungan dengan
meningkatnya jumlah leukosit darah. Temuan ini menunjukkan bahwa
peningkatan jumlah leukosit berhubungan dengan peradangan mural dari
apendiks vermiformis, yang merupakan tanda khas pada apendisitis secara
dini.
Beberapa penulis menekankan bahwa leukosit darah polimorfik
merupakan fitur penting dalam mendiagnosis apendisitis akut.
Leukositosis ringan, mulai dari 10.000 - 18.000 sel/mm3, biasanya
terdapat pada pasien apendisitis akut. Namun, peningkatan jumlah leukosit
darah berbeda pada setiap pasien apendisitis. Beberapa pustaka lain
menyebutkan bahwa leukosit darah yang meningkat >12.000 sel/mm3
pada sekitar tiga-perempat dari pasien dengan apendisitis akut. Apabila
jumlah leukosit darah meningkat >18.000 sel/mm3 menyebabkan
kemungkinan terjadinya komplikasi berupa perforasi.
b. Urinalisis
Sekitar 10% pasien dengan nyeri perut memiliki penyakit saluran
kemih. Pemeriksaan laboratorium urin dapat mengkonfirmasi atau
menyingkirkan penyebab urologi yang menyebabkan nyeri perut.
Meskipun proses inflamasi apendisitis akut dapat menyebabkan piuria,
hematuria, atau bakteriuria sebanyak 40% pasien, jumlah eritrosit pada
urinalisis yang melebihi 30 sel per lapangan pandang atau jumlah leukosit
yang melebihi 20 sel per lapangan pandang menunjukkan terdapatnya
gangguan saluran kemih
2. Radiografi konvensional
Pada foto polos abdomen, meskipun sering digunakan sebagai
bagian dari pemeriksaan umum pada pasien dengan abdomen akut, jarang
membantu dalam mendiagnosis apendisitis akut. Pasien dengan apendisitis
akut, sering terdapat gambaran gas usus abnormal yang non spesifik.
Pemeriksaan tambahan radiografi lainnya yaitu pemeriksaan barium
enema dan scan leukosit berlabel radioaktif. Jika barium enema mengisi
pada apendiks vermiformis, diagnosis apendisitis ditiadakan.
3. Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna dalam memberikan diferensiasi penyebab
nyeri abdomen akut ginekologi, misalnya dalam mendeteksi massa
ovarium. Ultrasonografi juga dapat membantu dalam mendiagnosis
apendisitis perforasi dengan adanya abses.
Apendisitis akut ditandai dengan (1) adanya perbedaan densitas
pada lapisan apendiks vermiformis / hilangnya lapisan normal (target
sign); (2) penebalan dinding apendiks vermiformis; (3) hilangnya
kompresibilitas dari apendiks vermiformis ; (4) peningkatan ekogenitas
lemak sekitar (5) adanya penimbunan cairan .
Keadaan apendisitis dengan perforasi ditandai dengan (1) tebal
dinding apendiks vermiformis yang asimetris ; (2) cairan bebas
intraperitonial, dan (3) abses tunggal atau multipel.
4. Diagnosis banding
Diagnosis banding apendisitis akut pada dasarnya adalah diagnosis
dari nyeri abdomen akut yang disebabkan karena manifestasi klinis yang
tidak spesifik untuk fungsi fisiologis tertentu. Diagnosis banding
tergantung dari beberapa faktor yaitu: lokasi anatomi dari inflamasi
apendiks vermiformis, proses stage ( misalnya simpel atau ruptur), umur
pasien, dan jenis kelamin pasien.
Beberapa pustaka menyebutkan bahwa diagnosis banding dapat
dipertimbangkan berdasarkan beberapa kondisi sebagai berikut : (1)
penyebab nyeri akut intra-abdominal lainnya, (2) nyeri akut yang berasal
dari ginekologi, (3) penyakit saluran kemih, (4) penyakit thoraks, (5)
penyakit sistem saraf pusat dan, (6) kondisi medis lainnya. (Sibuea, 2017)
VI. Penatalaksanaan
1. Pre operatif
Observasi ketat, tirah baring dan puasa. Pemeriksaan abdomen dan rektal
serta pemeriksaan darah dapat diulang secara periodik. Foto abdomen dan
toraks dapat dilakukan untuk mencari penyulit lain. Antibiotik intravena
spektrum luas dan analgesik dapat diberikan. Pada perforasi apendiks
perlu diberikan resusitasi cairan sebelum operasi. (Christanto, 2014)

a. Persiapan umum operasi


Hal yang bisa dilakukan oleh perawat ketika klien masuk ruang
perawat sebelum operasi :

1) Memperkenalkan klien dan kerabat dekatnya tentang fasilitas


rumah sakit untuk mengurangi rasa cemas klien dan kerabatnya
(orientasi lingkungan).
2) Mengukur tanda-tanda vital.
3) Mengukur berat badan dan tinggi badan.
4) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium yang penting (Ht, Serum
Glukosa, Urinalisa).
5) Wawancara.
b. Persiapan klien malam sebelum operasi,
Empat hal yang perlu diperhatikan pada malam hari sebelum
operasi :
a) Persiapan kulit
1) kulit merupakan pertahanan pertama terhadap masuknya
bibit penyakit. Karena operasi merusak integritas kulit
maka akan menyebabkan resiko terjadinya ifeksi.
2) Beberapa ahli bedah lebih menyukai mencukur rambut
karena bisa mengganggu prosedur operasi.
b) Persiapan saluran cerna
Persiapan kasus yang dilakukan pada saluran cerna berguna
untuk :
a. Mengurangi kemungkinan bentuk dan aspirasi selama
anestasi.
b. Mengurangi kemungkinan obstruksi usus.
c. Mencegah infeksi faeses saat operasi.
Untuk mencegah tiga hal tersebut dilakukan :
c. Puasa dan pembatasan makan dan minum.
1) Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.
2) Jika klien menerima anastesi umum tidak boleh makan dan
minum selama 8 - 10 jam sebelum operasi : mencegah
aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam
sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan
cairan intestinal atau gester.

d. Persiapan untuk anastesi


e. Ahli anastesi selalu berkunjunng pada pasien pada malam sebelum
operasi untuk melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan
neurologis. Hal ini akan menunjukkan tipe anastesi yang akan
digunakan selama operasi.
f. Meningkatkan istirahat dan tidur
g. Klien pre operasi akan istirahat cukup sebelum operasi bila tidak
ada gangguan fisik, tenaga mentalnya dan diberi sedasi yang
cukup.
h. Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1
(satu) jam sebelum obat-obatan pre operasi :

1) Mencatat tanda-tanda vital


2) Cek gelang identitas klien
3) Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik
4) Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus
5) Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir
6) Anjurkan klien untuk buang air kecil
7) Perawatan mulut jika perlu
8) Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala
9) Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-
tanda hipoksia lebih mudah.

i. Intervensi pre operasi

1) Obsevasi tanda-tanda vital


2) Kaji intake dan output cairan
3) Auskultasi bising usus
4) Kaji status nyeri : skala, lokasi, karakteristik
5) Ajarkan tehnik relaksasi
6) Beri cairan intervena
7) Kaji tingkat ansietas
8) Beri informasi tentang proses penyakit dan tindakan

2. Operatif
a. Apendiktomi terbuka
Dilakukan insisi transveral pada kuadran kanan (Davis Rockey)
atau insisi oblik (McArthur-Mc-Burney). Pada diagnosis yang
belum jelas dapat dilakukan insisi subumbilikal pada garis tengah.
b. Laparoskopi apendiktomi
Merupakan tindakan bedah invasif minimal yang paling banyak
digunakan pada kasus apendisitis akut. Tindakan ini dilakukan
dengan memasukan laparoskop pada pipa kecil (trokar) yang
dipasang melalui mbilikus dan dipantau melalui layar monitor.
Kemudian trokar melakukan pemotongan appendiks. Lalu
appendiks dipasangkan, dipotong dan dikeluarkan dengan
menggunakan forsep bipolar yang dimasukan dalam trokar. Teknik
operasi ini dengan luka dan kemungkinan infeksi lebih kecil.
3. Post operatif
Perlu dilakukan observasi tanda vital untuk mengantisipasi adanya
perdarahan dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernapasan. Pasien
dibaringkan dalam posisi fowler dan selama 12 jam dipuasakan terlebih
dahulu. Pada operasi dengan perforasi atau peritonitis umum, puasa
dilakukan hingga fungsi usus kembali normal. Secara bertahap pasien
diberi minum, makanan saring, makanan lunak dan makanan biasa.

Intervensi post operasi

a. Observasi tanda-tanda vital


b. Kaji skala nyeri : Karakteristik, skala, lokasi
c. Kaji keadaan luka9
d. Anjurkan untuk mengubah posisi seperti miring ke kanan, ke kiri dan
duduk
e. Kaji status nutrisi6. Auskultasi bising usus
f. Beri informasi perawatan luka dan penyakitnya.
Daftar Pustaka

Bulechek, G.M., Butcher, H.K., Dochterman, J.M., Wagner, C.M. (2013).


Nursing Interventions Classifications 6th edition. United Kingdom:
Elsevier

Chris tanto, et al., (2014), Kapita Selekta Kedokteran. Ed IV. Jakarta : Media
Aeskulapius.

Mooehead, S., johnson, M., Maas, M.L., Swanson, E. (2013). Nursinh Outcomes
Classification 6th edition. United Kingdom: Elsevier

Price SA, Loraine MW. Patofisiologi : Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi
6 vol.1. Jakarta : EGC ; 2006 2. Sjamsuhidayat R, W De Jong. Buku ajar
ilmu bedah, edisi 3. Jakarta : EGC ; 2010

Yusrizal, Zamzahar Z., Anas E. (2012). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam
dan Masase Terhadap Penurunan Skala Nyeri Pasien Pasca Apendiktomi
di Ruang Bedah RSUD Dr. M. Zein Painan. Ners Jurnal Keperawatan.
8(02) : 138-146

Zinner MJ, Seymour I Scwhartz, Harold Ellis. Maingots abdominal


operations, 10th edition vol 2. Toronto : McGraw-Hill Professional ; 1997.
LAMPIRAN

1. Pathway Kasus
(tambahin referensi)
2. Pengkajian Kecemasan Pre-Operative (HARS)

NO Pertanyaan Skor
1. Perasaan Ansietas 3
Cemas
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
2. Ketegangan 3
Tegang
Gelisah
Gemetar
Mudah terganggu
Lesu
Mudah terkejut
Mudah menangis
3. Ketakutan 0
Takut terhadap gelap
Takut terhadap orang asing
Takut bila tinggal sendiri
Takut terhadap binatang besar
4. Gangguan Tidur 3
Sukar memulai tidur
Terbangun pada malam hari
Tidur tidak pulas
Mimpi buruk
5. Gangguan Kecerdasan 2
Penurunan daya ingat
Mudah lupa
Sulit konsentrasi
6. Perasaan Depresi 4
Hilangnya minat
Berkurangnya kesenangan pada hobi
Sedih
Perasaan tidak menyenangkan sepanjang
hari
7. Gejala Somatik 2
Nyeri otot
Kaku
Gertakan gigi
Suara tidak stabil
Kedutan
8. Gejala Sensorik 4
Perasaan ditusuk-tusuk
Penglihatan kabur
Muka merah
Pucat
Rasa lemas
9. Gejala Kardiovaskuler 3
Takikardi
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Detak jantung hilang sekejap
10. Gejala Pernafasan 2
Tertekan di dada
Perasaan tercekik
Sering menarik nafas panjang
Merasa nafas pendek/ sesak
11. Gejala Gastrointestinal 3
Sulit menelan
Konstipasi parah (obstipasi)
Berat badan menurun
Mual dan muntal
Nyeri lambung sebelum dan sesudah makan
Perasaan panas di perut
12. Gejala Urogenital 2
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Aminorhea
Ereksi lemah atau impotensi
13. Gejala Otonom 4
Mulut kering
Mudah berkeringat
Muka merah
Bulu-bulu berdiri
Pusing atau sakit kepala
14. Perilaku Saat Wawancara 3
Gelisah
Jari-jari gemetar
Mengerutkan dahi atau kening
Muka tegang
Tonus otot meningkat
Napas pendek dan cepat
3. Evaluasi Skor Kecemasan Setelah dilakukan Implementasi Keperawatan
(HARS)

NO Pertanyaan Skor
1. Perasaan Ansietas 3
Cemas
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
2. Ketegangan 2
Tegang
Gelisah
Gemetar
Mudah terganggu
Lesu
Mudah terkejut
Mudah menangis
3. Ketakutan 1
Takut terhadap gelap
Takut terhadap orang asing
Takut bila tinggal sendiri
Takut terhadap binatang besar
4. Gangguan Tidur 3
Sukar memulai tidur
Terbangun pada malam hari
Tidur tidak pulas
Mimpi buruk
5. Gangguan Kecerdasan 0
Penurunan daya ingat
Mudah lupa
Sulit konsentrasi
6. Perasaan Depresi 4
Hilangnya minat
Berkurangnya kesenangan pada hobi
Sedih
Perasaan tidak menyenangkan sepanjang
hari
7. Gejala Somatik 2
Nyeri otot
Kaku
Gertakan gigi
Suara tidak stabil
Kedutan
8. Gejala Sensorik 2
Perasaan ditusuk-tusuk
Penglihatan kabur
Muka merah
Pucat
Rasa lemas
9. Gejala Kardiovaskuler 0
Takikardi
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Detak jantung hilang sekejap
10. Gejala Pernafasan 0
Tertekan di dada
Perasaan tercekik
Sering menarik nafas panjang
Merasa nafas pendek/ sesak
11. Gejala Gastrointestinal 2
Sulit menelan
Konstipasi parah (obstipasi)
Berat badan menurun
Mual dan muntal
Nyeri lambung sebelum dan sesudah makan
Perasaan panas di perut
12. Gejala Urogenital 0
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Aminorhea
Ereksi lemah atau impotensi
13. Gejala Otonom 2
Mulut kering
Mudah berkeringat
Muka merah
Bulu-bulu berdiri
Pusing atau sakit kepala
14. Perilaku Saat Wawancara 1
Gelisah
Jari-jari gemetar
Mengerutkan dahi atau kening
Muka tegang
Tonus otot meningkat
Napas pendek dan cepat
4. Pengkajian Kecemasan Post-Operative

NO Pertanyaan Skor
1. Perasaan Ansietas 3
Cemas
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
Mudah tersinggung
2. Ketegangan 2
Tegang
Gelisah
Gemetar
Mudah terganggu
Lesu
Mudah terkejut
Mudah menangis
3. Ketakutan 1
Takut terhadap gelap
Takut terhadap orang asing
Takut bila tinggal sendiri
Takut terhadap binatang besar
4. Gangguan Tidur 3
Sukar memulai tidur
Terbangun pada malam hari
Tidur tidak pulas
Mimpi buruk
5. Gangguan Kecerdasan 0
Penurunan daya ingat
Mudah lupa
Sulit konsentrasi
6. Perasaan Depresi 4
Hilangnya minat
Berkurangnya kesenangan pada hobi
Sedih
Perasaan tidak menyenangkan sepanjang
hari
7. Gejala Somatik 2
Nyeri otot
Kaku
Gertakan gigi
Suara tidak stabil
Kedutan
8. Gejala Sensorik 2
Perasaan ditusuk-tusuk
Penglihatan kabur
Muka merah
Pucat
Rasa lemas
9. Gejala Kardiovaskuler 0
Takikardi
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Detak jantung hilang sekejap
10. Gejala Pernafasan 0
Tertekan di dada
Perasaan tercekik
Sering menarik nafas panjang
Merasa nafas pendek/ sesak
11. Gejala Gastrointestinal 3
Sulit menelan
Konstipasi parah (obstipasi)
Berat badan menurun
Mual dan muntal
Nyeri lambung sebelum dan sesudah makan
Perasaan panas di perut
12. Gejala Urogenital 0
Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Aminorhea
Ereksi lemah atau impotensi
13. Gejala Otonom 2
Mulut kering
Mudah berkeringat
Muka merah
Bulu-bulu berdiri
Pusing atau sakit kepala
14. Perilaku Saat Wawancara 0
Gelisah
Jari-jari gemetar
Mengerutkan dahi atau kening
Muka tegang
Tonus otot meningkat
Napas pendek dan cepat

Anda mungkin juga menyukai