Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa selalu mengalami perunbahan dan perkembangan. Perkembangan dan


perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial, ekonomi dan budaya.
Perkembangan bahasa yang cuykup pesat terjadi dibidang ilmu pengetahuan
teknologi. Kontak pada bidang politik, ekonomi, ilmu pengetahuan dan lainnya dapat
mengakibatkan suatu bahasa terpengaruh oleh bahasa lain. Bahasa sebagai bagian
integral kebudayaan tidak bisa terlepas dari masalah tersebut.

Pada bab sebelumnya telah membahas tentang Alih Kode dan Campur Kode. Alih
Kode merupakan peristiwa penggantian bahasa atau ragam bahasa oleh seseorang
penutur karena adanya sebab-sebab tertentu dan dilakukan dengan sadar.Scotton
menganggap bahwa aAlih Kode merupakan penggunaan dua varian atau varietas
linguistic atau lebih dalam percakapan atau interaksi yang sama.

Sedangkan Campur Kode adalah digunakannya serpihan-serpihan dari bahasa lain


dalam menggunakan suatu bahasa, yang mungkin memang diperlukan, sehingga tidak
dianggap suatu kesalahan atau penyimpangan. Campur Kode merupakan suatu
keadaan berbahasa dimana orang mencampur dua bahasa atau ragam bahasa dalam
suatu tindak tutur (Nababan,1984_32).

Pada bab ini akan membahas tentang interferensi dan integrasi yang mana
keduanya berkaitan erat dengan alih kode dan campur kode. Dalam peristiwa
interferensi juga digunakan unsur-unsur bahasa lain dalam mengguanakan suatu
bahasa yang dianggap suatu kesalahan karena menyimpang dari kaidah atau aturan
bahasa yang digunakan. Penyebab terjadinya interferensi ini adalah terpulang pada

1
kemampuan si penutur dalam menggunakan bahasa tertentu sehingga dia dipengaruhi
oleh bahasa lain. Biasanya interferensi terjadi pada penggunaan bahasa kedua, dan
yang berinterferensi kedalam bahasa kedua itu adalah bahasa pertama atau bahasa
ibu.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat kami rumuskan:
1. Apa pengertian dari Interferensi ?
2. Apa pengertian dari Integrasi?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan yang diharapkan adalah:
1. Mengetahui interferensi serta memahami jenis dan faktor-faktor
penyebab terjadinya interferensi.
2. Mengetahui integrasi serta memahami faktor yang mempengaruhi
dalam penyesuaian unsure integrasi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. INTERFERENSI
1. Pengertian Interferensi
Istilah Interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1953)
untuk menyebut adanya perubahan system suatu bahasa sehubungan
dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa
lain yang dilakukan oleh penutur yang bilingual. Penutur bilingual adalah
penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian. Interferensi
merupakan masuknya suatu unsur bahasa ke dalam bahasa lain yang
mengakibatkan pelanggaran kaidah bahasa yang dimasukinya baik
pelanggaran kaidah fonologi, gramatikal, leksikal maupun semantis.
Kemampuan setiap penutur terhadap bahasa pertama dan bahasa kedua
sangat bervariasi. Penutur bilingual yang memiliki kemampuan terhadap
bahasa pertama dan bahasa kedua sama baiknya, tentu tidak mempunyai
kesulitan untuk menggunakan kedua bahasa itu kapan saja diperlukan,
karena tindak laku kedua itu terpisah dan bekerja sendiri-sendiri.
Interferensi yang terjadi dalam proses interprestasi disebut interferensi
reseptif, sedangkan interferensi yang terjadi pada proses representasi
disebut interferensi produktif. Interferensi reseptif dan interferensi
produktif yang terdapat dalam laku bahasa penutur bilingual disebut
interferensi perlakuan. Interferensi perlakuan biasa terjadi pada mereka
yang sedang belajar bahasa kedua, karena itu interferensi ini lazim disebut
juga interferensi belajar atau interferensi perkembangan. Seperti yang
dikemukakan oleh Weinreich (1953) dalam bukunya Language of
Contact, interferensi yang dimaksud oleh Weinreich adalah interferensi

3
yang tampak dalam perubahan system suatu bahasa, baik mengenai sistem
fonologi, morfologi, maupun sistem lainnya.
Sehubungan dengan interferensi dalam bidang fonologi, Weinreich
membedakan adanya tipe interferensi subtitusi, interferensi overdiferensi,
dan interferensi underdiferensi. Interferensi dalam bidang morfologi
antara lain terdapat dalam pembentukan kata dengan afiks. Afiks-afiks
bahasa digunakan untuk membentuk kata dalam bahasa lain. Interferensi
dalam bidang sintaksis terjadi karena adanya pemindahan morfem atau
kata bahasa pertama ke dalam pemakaian bahasa kedua, bisa juga terjadi
karena perluasan pemakaian bahasa pertama yakni memperluas makana
kata yang sudah ada sehingga kata dasar tersebut memeproleh kata baru
atau bahkan gabungan dari kedua kemungkinan diatas.
Penggunaan serpihan kata, frase, dan klausa di dalam kalimat dapat
juga dianggap sebagai interferensi pada tingkat kalimat. Seperti contoh
berikut :
Mereka akan married bulan depan.
Nah karena saya sudah kadhung apik sama dia, ya saya kasih
tanda tangan saja.

Melihat contoh diatas mungkin menimbulkan pertanyaan apa bedanya


interferensi dengan campur kode ?. penjelasannya bahwa campur kode
adalah penggunaan serpihan-serpihan dari bahasa lain yang bisa berupa
kata atau frase dalam menggunakan suatu bahasa. Sedangkan interferensi
mengacu pada adanya penyimpangan dalam menggunakan suatu bahasa
dengan memasukkan sistem bahasa lain. Serpihan-serpihan berupa klausa
dari bahasa lain dari suatu kalimat bahasa lain masih dianggap sebagai
suatu peristiwa campur kode dan juga interferensi.

4
Dilihat dari segi kemurnian bahasa, interferensi pada tingkat apaun
baik fonologi, morfologi maupun sintaksis merupakan penyakit, sebab
dapat merusak bahasa. Jadi perlu dihindari.

2. Jenis-Jenis Interferensi

Secara umum, Ardiana (1940:14) membegai interferensi menjadi


lima macam, yaitu :

a. Interferensi Kultural, dapat tercermin melalui bahasa yang digunakan


oleh dwibahasawan. Dalam tuturan dwibahasawan terdapat unsur-
unsur asing sebagai akibat usaha penutur untuk menyatakan fenomena
atau pengalaman baru.
b. Interferensi semantik, interferensi yang terjadi dalam penggunaan kata
yang mempunyai variabel dalam suatu bahasa.
c. Interferensi fonologis, mencakup intonasi, irama penjedaan dan
artikulasi.
d. Interferensi gramatikal, meliputu morfolologis, fraseologis dan
sintaksis.
e. Interferensi leksikal, harus dibedakan dengan kata pinjaman. Kata
pinjaman atau integrasi telah menyatu dengan bahasa kedua,
sedangkan unterferensi belum bisa diterima sebagai bagian dari bahasa
kedua. Masuknya unsur leksikal bahasa pertama atau bahasa asing ke
dalam bahasa kedua itu bersifat mengganggu.

5
3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Interferensi.
Ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu :
a. Faktor kontak bahasa, merupakan bahasa yang digunakan masyarakat
itu saling berhubungan sehingga perlu digunakan alat pengungkap
gagasan (interferensi performansi/sistemis).
b. Faktor kemampuan bahasa, faktor ini akan mengakibatkan interferensi
belajar muncul.
Selain kontak bahasa, menurut Weinreich (1970:64-65), ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi, yaitu :
a. Kedwibahasaan peserta tutur.
b. Tipisnya kesetiaan pemakai bahasa penerima.
c. Tidak cukupnya kosakata bahasa penerima.
d. Menghilangnya kata-kata yang jarang digunakan.
e. Kebutuhan akan sinonom.
f. Prestise bahasa sumber dan gaya bahasa.
g. Terbawanya kebiasaan bahasa dalam bahasa ibu.

Menurut Hockett (1958) mengatakan bahwa interferensi merupakan


satu gejala terbesar, terpenting dan paling dominan dalam bahasa. Seperti
kita ketahui persyaratan untuk menentukan sebuah bunyi berstatus
sebagai sebuah fonem adalah terdapatnya pasangan minimal yang
mengandung bunyi tersebut.
Bahasa-bahasa yang memiliki latar belakang sosial budaya dan
pemakaian yang luas ada karena itu mempunyai kosakata yang secara
relatif sangat banyak, akan banyak member kontribusi kosakata kepada
bahasa-bahasa yang berkembang. Dalam proses ini bahasa yang memberi
atau mempengaruhi itu disebut dengan sumber atau bahasa donor, dan
abhasa yang menerima disebut bahasa penyerap atau resepien, sedangkan
unsur yang diberikan disebut unsur serapan atau inportasi.

6
Menurut Soewito (1983:59) interferensi dalam bahasa Indonesia dan
bahasa-bahasa nusantara berlaku bolak-balik, artinya unsur bahasa daerah
bisa memasuki bahasa Indonesia dan bahasa Indonesia banyak memasuki
bahasa-bahasa daerah. Tetapi dengan bahasa asing, bahasa Indonesia
hanya menjadi penerima dan tidak pernah menjadi pemberi. Dalam
kamus Longman Dictionary of Contemporary English (London, 1982)
terdaftar banyak sekali kosakata bahasa Indonesia/Melayu yang sudah
lazim digunakan dalam bahasa Inggris. Jadi interferensi leksikal bukanlah
ditentukan oleh kaya dan miskin suatu bahasa, melainkan oleh pengaruh
budaya masyarakat bahasa yang melekat pada bahasa itu.

B. INTEGRASI
Menurut Kridalaksana, integrasi adalah penggunaan unsur bahasa lain
secara sistemis seolah-olah merupakan bagian dari suatu bahasa tanpa disadari
oleh pemakainya. Salah satu proses integrasi adalah peminjaman kata dari
satu bahasa ke dalam bahasa lain. Tetapi pada sisi lain, integrasi dipandang
sebagai suatu mekanisme yang paling penting dan dominan untuk
mengembangkan suatu bahasa yang masih perlu pengembangan.
Sedangkan Mackey (1968) menjelaskan bahwa integrasi adalah unsur-
unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap sudah
menjadi warga bahasa tersebut. Tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman
atau pungutan. Penerimaan bahasa lain dalam unsur bahasa tertentu sampai
menjadi berstatus integrasi memerlukan waktu dan rahap yang relatif panjang.
Proses penerimaan unsur bahasa asing, khususnya unsure kosakata, di dalam
bahasa Indonesia pada awalnya tampak banyak dilakukan secara Audial.
Setelah pemerintah mengeluarkan Pedoman Umum Pembentukan Istilah dan
Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, penerimaan
dan penyerapan kosakata asing dilakukan secara visual yang berarti

7
penyerapan itu dilakukan melalui bentuk tulisan dalam bahasa aslinya, lalu
bentuk tulisan itu disesuaikan menurut aturan yang terdapat dalam kedua
dokumen kebahasaan diatas.
Peneyerapan unsur asing dalam rangka pengembangan bahasa Indonesia
bukan hanya melalui penyerapan kata asing itu yang disertai dengan
penyesuaian lafal dan ejaan, tetapi banyak pula dilakukan dengan cara (1)
penerjemahan langsung, (2) penerjemahan konsep.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Meskipun berbeda, antara interferensi dan integrasi sebenarnya memiliki
sisi yang sama, yaitu bahwa keduanya merupakan gejala bahasa yang terjadi
sebagai akibat adanya kontak bahasa. Integrasi dan interferensi memiliki
persamaan -persamaan antara lain bahwa baik gejala interferensi maupun
integrasi bisa terjadi pada keempat tataran kebahasaan yaitu fonologi,
gramatika, kosakata dan semantik.

B. Saran
Saran dan masukan sangat kami harapkan guna memberikan manfaat bagi
kami agar lebih baik dalam pembuatan makalah yang lebih baik dimasa yang
akan datang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ardiana. 1990. Analisis Kesalahan Berbahasa. FPBS IKIP Surabaya.

Alwasilah. 1985. Beberapa Mazhab dan Dikotomi : Teori Linguistik. Bandung:


Angkasa.

Chaer. 1994. Lingusitik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Nababan. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia.

http://adiel87.blogspot.co.id/2009/11/alih-kode-campur-kode-dan-interferensi.html

http://ridanumidarojah.blogspot.co.id/2013/05/pengertian-alih-kode-dan-campur-
kode.html

https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/hakikat-hakiki-kemerdekaan/interferensi-
dan-integrasi/

http://studi-arab.blogspot.co.id/2016/01/makalah-interferensi-dan-integrasi.html

10

Anda mungkin juga menyukai