APPENDISITIS
Oleh:
Tiar Ilman Hernawan
030.13.188
Pembimbing:
dr. Yudi Krisnaldi, Sp.B
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis
dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul Apendisitis. Penulisan referat ini,
merupakan salah satu syarat mengikuti ujian akhir dalam Kepaniteraan Klinik di
Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pembimbing
dr. Yudi Krisnaldi, Sp.B yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan referatini hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapakan kritik dan saran yang bersifat
membangun terhadap penulisan laporan kasus ini. Semoga banyak manfaat yang bisa
diambil dari laporan kasus ini.
2
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT APPENDISITIS
Tanggal Revisi :
Dosen Pembimbing
3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
BAB. I CASE....................................................................................................... 5
III.1 DEFINISI .. 18
III.2 EPIDEMIOLOGI .. 18
III.3 ETIOLOGI 20
III.4 KLASIFIKASI .. 22
III.5 PATOFISIOLOGI 24
III.7 DIAGNOSIS . 28
III.9 KOMPLIKASI .. 29
III.11 PROGNOSIS .. 36
BAB I
4
PENDAHULUAN
Penyakit ini sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidensi
pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan. Insidensi tertinggi pada laki-laki
pada usia 10-14 tahun, sedangkan pada perempuan pada usia 15-19 tahun. Penyakit
ini jarang ditemukan pada anak-anak usia di bawah 2 tahun. 1
Insiden Apendisitis akut di Indonesia dilaporkan menempati urutan tertinggi
diantara kasus-kasus gawat darurat, seperti halnya di negara barat. Walaupun
demikian, diagnosa serta keputusan bedah masih cukup sulit di tegakkan. Pada
beberapa keadaan Apendisitis akut agak sulit didiagnosis, misalnya pada fase awal
dari gejala Apendisitis akut dan tandanya masih sangat samar apalagi bila sudah
diberikan terapi antibiotika. Dengan pemeriksaan yang cermat dan teliti resiko
kesalahan diagnosis sekitar 15-20%. Bahkan pada wanita kesalahan diagnosis ini
mencapai 45-50%. Hal ini dapat disadari mengingat wanita sering timbul gangguan
organ lain dengan gejala yang serupa dengan Apendisitis akut. (1)
5
DEPARTEMEN BEDAH
RSUD KARAWANG
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 21 Tahun
Agama : Islam
Alamat : Karawang
Pekerjaan : Buruh
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah hilang timbul yang memberat sejak
1 hari SMRS
Keluhan Tambahan : Demam, mual, muntah, nyeri, pusing dan nafsu makan
menurun
OS datang ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Karawang tanggal 20 Agustus 2017
pukul 19.00 dengan keluhan utama nyeri pada perut bagian kanan bawah sejak 10 hari
6
SMRS. Nyeri dirasakan memberat terus menerus sejak pukul 10.00 pagi. Awalnya
nyeri menyeluruh pada perut, lama-lama makin hebat dan tajam pada perut bagian
bawah kanan. Selain nyeri OS juga mengeluh mual dan muntah, muntah sebanyak 1x
berisi cairan yang bercampur makanan. OS juga mengatakan ada demam dan
pusing. Warna kencing nya agak kecoklatan dan tidak berpasir.
Riwayat Kebiasaan
Os mengaku sedikit sekali minum air setiap harinya selain itu os juga jarang
mengkonsumsi sayur dan buah.
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2017, pukul 08:00 WIB
7
Keadaan Umum :
Suhu : 36,8 C
RR : 20 x/menit
A. Status Generalis
KULIT
Turgor : Baik
KEPALA
MATA
8
Bentuk normal, kedudukan kedua bola mata simetris, palpebra superior et inferior
tidak udem, conjunctiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, kornea jernih, pupil bulat,
isokor, refleks cahaya (+/+)
HIDUNG
Bentuk normal, tidak ada deviasi septum nasi, secret (-/-), krepitasi tidak ada
TELINGA
Bentuk normal, perioral sianosis (-), bibir tidak kering, lidah tidak kotor, faring tidak
hiperemis, tonsil tidak membesar T1-T1 tenang.
LEHER
Trakea : di tengah
THORAX
Paru paru :
9
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Jantung :
Perkusi :
sinistra
ABDOMEN
EKSTREMITAS
Bentuk normal, deformitas (-), udem (-), akral hangat (+) pada ke empat ekstremitas.
Inspeksi : Datar
10
Palpasi : Nyeri tekan (+) titik Mc Burney, Nyeri lepas (+) titik
McBurney, Rovsing sign (-), Blumberg sign (-)
Perkusi : Timpani
C. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan Hematologi
V. RESUME
A. Anamnesis
11
Pasien laki-laki umur 21 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah yang
memberat sejak pukul 10.00 pagi hari SMRS, mual, muntah, pusing dan sedikit
merasa nyeri saat berkemih
B. Pemeriksaan Fisik
Status Lokalis : nyeri tekan titik Mc Burney (+), nyeri lepas titik Mc Burney
(+), Bising usus normal
C. Pemeriksaan Penunjang
Appendisitis
VII. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif Medikamentosa
- Tirah baring
- Ceftriaxone 2 x1 gr
- Profenid supp 2 x 1
2. Non Medikamentosa
BAB II
12
I. Anatomi Apperndiks (1)(2)
Appendiks merupakan organ dengan struktur tubular yang rudimeter dan tanpa
fungsi yang jelas. Appendiks berkembang dari posteromedial caecum dengan panjang
yang bervariasi namun pada orang dewasa sekitar 5-15 cm dan diameter sekitar 0,5-
0,8 cm. Appendiks merupakan derivat bagian dari midgut yang terdapat di antara
Ileum dan Colon ascendens. Caecum terlihat pada minggu ke-5 kehamilan dan
apppendiks terlihat pada minggu ke-8 kehamilan yaitu bagian ujung dari protuberans
caecum. Dalam proses perkembangannya, awalnya apendiks berada pada apeks
caecum, tetapi kemudian berotasi dan terletak lebih medial ekat Plica ileocaecalis.
Lumen apendiks sempit dibagian proksimal dan melebar di bagian distal. Hampir
seluruh permukaan apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks (mesenter
dari appendiks) yang merupakan lipatan peritoneum yang berjalan kontinyu sepanjang
appendiks dan berakhir di ujung appendiks.(1)
13
Pada appendiks terdapat 3 taenia coli yang menyatu di persambungan caecum
dan bisa berguna dalam menandakan tempat untuk mendeteksi appendiks. Posisi
apendiks terbanyak adalah retrocaecal 65.28% baik intraperitoneal maupun
retroperitoneal dimana appendiks berputar ke atas di belakng caecum. Selain itu juga
terdapat posisi pelvic (panggul) 31,01% (appendiks menggantung ke arah pelvic
minor), subcaecal ( dibawah caecum) 2,26% retroileal (dibelakang usus halus) 0,4%,
retrokolika, dan pre-ileal. (1)
Persarafan parasimpatis dari apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang
mengikuti a. Mesenterica superior dan a. Apendikularis, sedangkan persarafan
simpatis berasal dari n. Thorakalis X.(1)
14
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.
III. Histologi
Komposisi histologi serupa dengan usus besar, terdiri dari empat lapisan yakni
mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan lapisan serosa. Permukaan dalam atau
mukosa secara umum sama seperti mukosa colon, berwarna kuning muda dengan
gambaran nodular, dan komponen limfoid yang prominen. Komponen limfoid ini
mengakibatkan lumen dari appendiks seringkali berbentuk irreguler (stelata) pada
potongan melintang. Dindingnya berstruktur sebagai berikut :(3)
A. Tunica mucosa
Tidak mempunyai villi intestinalis.
1. Epitel, berbentuk silindris selapis dengan sel piala. Banyak ditemukan
selargentafin dan kadang-kadang sel paneth.
2. Lamina propria, hampir seluruhnya terisi oleh jaringan limfoid dengan
adanya pula nodulus Lymmphaticus yang tersusun berderet-deret
sekeliling lumen. Diantaranya terdapat crypta lieberkuhn
3. Lamina muscularis mucosa, sangat tipis dan terdesak oleh jaringan
limfoid dan kadang-kadang terputus-putus
B. Tunica submucosa
Tebal, biasanya mengandung sel-sel lemak dan infiltrasi limfosit yang merata.
Di dalam jariangan tunica submucosa terdapat anyaman pembuluh darah dan
saraf.
15
C. Tunica muscularis
Walaupun tipis, tapi masih dapat dibedakan adanya lapisan dua lapisan.
D. Tunica serosa
Tunica serosanya mempunyai struktur yang tidak pada intestinum tenue.
Kadang-kadang pada potongan melintang dapat diikuti pula mesoappendix
yang merupakan alat penggantung sebagai lanjutan peritoneum
viserale.berbeda dengan yang terdapat
16
Gambar 4. Potongan melintang appendiks vermiformis normal (1)
BAB III
APPENDISITIS AKUT
17
sehari-hari. Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang
dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30
tahun, setelah itu menurun. Insidens pada lelaki dan perempuan umumnya sebanding,
kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens pada lelaki lebih tinggi. Meskipun jarang,
pernah dilaporkan kasus appendiks neonatal dan prenatal. Pasien dengan usia yang
lebih dari 60 tahun dilaporkan sebanyak 50% meninggal akibat apendisitis.
a. Faktor sumbatan
b. Faktor bakteri
18
Bacteriodes splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi
adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob <10%.
d. Kecenderungan familiar
19
juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama
denga diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekalith dan
mengakibatkan obstruksi lumen.
1. Appendisitis akut
20
Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding
appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram
karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks
terjadi edema, heperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat
fibrinopurulen.
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-
tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu.
Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman.
Apada appendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan
cairan peritoneal yang purulen.
2. Appendisitis infiltrat
3. Appendisitis abses
Terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa
iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, sucaecal, dan pelvic.
4. Appendisitis perforasi
5. Appendisitis kronis
21
Merupakan lanjutan appendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang
persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya
obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosis appendisitis kronis baru dapat
ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik.
Secara histologi, dinding appendiks menebal, sub mukosa dan muskularis propia
mengalami fibrosis. Terdapat infiltrat sel radang limfosit dan eosinofil pada sub
mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.
Sebagian besar appendiks disebabkan oleh sumbatan yang kemudian diikuti oleh
infeksi. Beberapa hal ini dpat menyebabkan sumbatan, yaitu hiperplasia jaringan
limfoid, fekalith, benda asing, striktur, kingking, perlengketan.
Bila bagian proksimal appendiks tersumbat, terjadi sekresi mukus yang tertimbun
dalam lumen appendiks, sehingga tekanan intra luminer tinggi. Tekanan ini akan
mengganggu aliran limfe sehingga terjadi edema dan terdapat luka pada mukosa,
stadium ini disebut Appendisitis Akut Ringan. Tekanan yang meninggi, edema dan
disertai inflamasi menyebabkan obstruksi aliran vena sehingga menyebabkan
trombosis yang memperberat iskemi dan edema. Pada lumen appendiks juga terdapat
bakteri, sehingga dalam keadaan tersebut suasana lumen appendiks cocok buat bakteri
untuk diapedesis dan invasi ke dinding dan membelah diri sehingga menimbulkan
infeksi dan menghasilkan pus. Stadium ini disebut Appendisitis Akut Purulenta.
Proses tersebut berlangsung terus sehingga pada suatu saat aliran darah arteri juga
terganggu, terutama bagian ante mesenterial yang mempunyai vaskularisasi minimal,
sehingga terjadi infark dan gangren, stadium ini disebut Appendisitis Gangrenosa.
Pada stadium ini sudah terjadi mikroperforasi, karena tekanan intraluminal yang
tinggi ditambah adanya bakteri dan mikroperforasi, mendorong pus serta produk
infeksi mengalir ke rongga abdomen. Stadium ini disebut Appendisitis Akut
Perforasi, dimana menimbulkan peritonitis umum dan abses sekunder. Tapi proses
perjalanan appendisitis tidak mulus seperti tersebut di atas, karena ada usaha tubuh
untuk melokalisir tempat infeksi dengan cara Walling Off oleh omentum, lengkung
usus halus, caecum, colon, dan peritoneum sehingga terjadi gumpalan massa plekmon
yang melekat erat. Keadaan ini disebut Appendisitis Infiltrate.
22
Appendisitis infiltrate adalah suatu plekmon yang berupa massa yang
membengkak dan terdiri dari appendiks, usus, omentum, dan peritoneum dengan
sedikit atau tanpa pengumpulan pus. Usaha tubuh untuk melokalisir infeksi bisa
sempurna atau tidak sempurna, baik karena infeksi yang berjalan terlalu cepat atau
kondisi penderita yang kurang baik, sehingga appendikular infiltrate dibagi menjadi
dua :
Perforasi mungkin masih terjadi pada walling off yang sempurna sehingga akan
terbentuk abses primer. Sedangkan pada walling off yang belum sempurna akan
terbentuk abses sekunder yang bisa menyebabkan peritonitis umum.
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya dan menimbulkan obstruksi. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan
berulang di perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi
dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut. Appendisitis terjadi dari proses
inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala,
kemudian diikuti dengan pembentukan abses setelah 2-3 hari.
23
Gambar 6 (b). Patofisiologi Appendisitis
24
VI. Manifestasi Klinis Apendisitis (7)
a. Nyeri abdominal
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul
sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak
apendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul tersebut :
25
b. Mual-muntah biasanya pada fase awal
Timbul beberapa jam sesudah rasa nyeri yang timbul saat permulaan.
Keadaan anoreksia hampir selalu ada pada setiap penderita appendisitis
akut, bila hal in tidak ada maka diagnosis appendisitis akut perlu
dipertanyakan.
e. Demam
Demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,5 0 38,50C
tetapi bila suhu lebih tinggi, diduga telah terjadi perforasi.
26
pasif, defans muskuler lokal.
Radang alat/jaringan yang menempel Genitalia interna, ureter, m.psoas
pada appendiks mayor, kantung kemih, rektum.
Apendisitis gangrenosa Demam sedang, takikardia,
mulai toksik, leukositosis.
Perforasi Nyeri dan defans muskuler seluruh
perut.
Pembungkusan tidak berhasil Demam tinggi, dehidrasi,
syok, toksik
Pembungkusan berhasil Massa perut kanan bawah, keadaan
umum berangsur membaik
Abses Demam remiten, keadaan umum toksik,
keluhan dan tanda setempat
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
27
Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan
memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut
tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada
penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah
bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.
2) Auskultasi
3) Palpasi
Rovsing sign
Penekanan perut kiri bawah terjadi nyeri perut kanan bawah, karena
tekanan merangsang peristaltic dan udara usus, sehingga
28
menggerakkan peritoneum sekitar appendix yang meradang (somatic
pain)
Blumberg sign
Disebut juga dengan nyeri lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah atau
kolateral dari yang sakit kemudian dilepaskan tiba-tiba, akan terasa
nyeri pada kuadran kanan bawah karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
Psoas sign
Dilakukan dengan rangsangan muskulus psoas. Ada 2 cara memeriksa:
1. Aktif : Pasien telentang, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,
pasien memfleksikan articulation coxae kanan, psoas sign (+) bila
terasa nyeri perut kanan bawah.
2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiperekstensikan
pemeriksa, psoas sign (+) bila terasa nyeri perut kanan bawah.
29
Gambar 7. Cara melakukan Psoas Sign
Obturator sign
Dilakukan dengan menyuruh pasien tidur telentang, lalu dilakukan
gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul atau articulation coxae.
Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.
30
Gambar 8. Cara melakukan Obturator Sign
d. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
31
o Pemeriksaan darah : pada laboratorium darah terdapat leukositosi
ringan ( 10.000 18.000/mm3) yang didominasi >75% oleh sel
Polimorfonuklear (PMN), netrofil (shift to the left) dimana terjadi
pada 90% pasien. Hal ini biasanya terdapat pada pasien dengan
akut appendisitis dan apendisitis tanpa komplikasi. Sedangkan
leukosit >18.000/ mm3 meningkatkan kemungkinan terjadinya
perforasi apendiks dengan atau tanpa abses.
32
Walaupun demikian, foto polos abdomen bukanlah sesuatu yang rutin
atau harus dikerjakan dalam mengevaluasi pasien dengan nyeri
abdomen yang akut.
3) USG
False (+) dapat ditemukan pada adanya dilatasi tuba falopii dan
pada pasien yang obese hasilnya bisa tidak akurat, divertikulum
Meckel, divertikulitis cecal, penyakit radang usus, penyakit radang
panggul, dan endometriosis. Sedangkan false (-) didapatkan pada
appendiks.
4) Barium enema
33
10 jam untuk anak anak atau 10 12 jam untuk dewasa.
Pemeriksaan ini dikatakan positif bila menunjukkan appendiks yang
non-filling dengan indentasi dari caecum menunjukkan adanya
appendisitis kronis. Hal ini menunjukkan adanya inflamasi pericaecal.
False negative (partial filling) didapatkan pada 10% kasus. Barium
enema ini sudah tidak lagi digunakan secara rutin dalam mengevaluasi
pasien yang dicurigai menderita appendisitis akut.
5) CT Scan
34
e. Scoring Appendisitis
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor alvarado dan
diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6 dan skor >6.
Selanjutnya dilakukan apendiktomi, setelah operasi dilakukan pemeriksaan
PA terhadap jaringan apendiks dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2
kelompok yaitu : radang akut dan bukan radang akut.
14 : observasi
35
57 : antibiotik
8 10 : operasi dini
Sign/Symptom Value
No Kriteria Skoring
Gender
1.
1) Laki-laki 2
2) Perempuan 0
36
Intensitas Nyeri
2.
1) Berat 2
2) Sedang 0
Perpindahan nyeri
3.
1) Ya 4
2) Tidak 0
Nyeri perut kuadran kanan bawah
4.
1) Ya 4
2) Tidak 0
Muntah
5.
1) Ya 2
2) Tidak 0
Suhu badan
6.
1) 37,50C 3
2) <37,50C 0
Guarding
7.
1) Ya 2
2) Tidak 0
Bising Usus
8.
1) Absent/meningkat 4
2) Normal 0
Rebound tenderness
9.
1) Ya 7
2) Tidak 0
Appendisitis akut mempunyai nilai 0 sampai nilai maksimal 32. Dan nilai
ini digunakan untuk mendiagnosa ada atu tidaknya appendisitis akut.
Jika nilai < 15, kemungkinan untuk appendisitis akut adalah rendah.
Diagnosis banding appendisitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis
kelamin :
37
- Pada anak anak dan balita : intususepsi, diverkulitis dan gastroenteritis
akut
- Pada pria dewasa muda : crohns disease, kolik traktur urogenitalis dan
epididimitis.
- Pada wanita usia muda : pelvic onflammatory disease (PID), kita ovarium,
infeksi saluran kencing
38
Pada PID, nerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista
ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.
a. Gastroenteritis
b. Limfadenitis mesenterica
c. Peradangan pelvis
Tuba Fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua
organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau
adnesitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat
kontak seksual. Suhu biasanay lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri
perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada
colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.
39
d. Kehamilan Ektopik
e. Diverticulitis
- Apendikular infiltrat : infiltrat atau massa yang terbentuk akibat mikro atau
makro perforasi dari appendiks yang meradang kemudian ditutupi oleh
omentum, usus halus atau usus besar.
40
- Ileus
X. Penatalaksanaan Apendisitis
Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan
merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan appendiktomi sambil
memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks
normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa
komplikasi tidak banyak masalah. Pada apendisitis akut, abses, dan perforasi
diperlukan tindakan operasi apendiktomi cito.
Untuk pasien yang dicurigai Apendisitis :
Puasakan
Penelitian menunjukkan bahwa pemberian analgesik tidak akan menyamarkan
gejala saat pemeriksaan fisik.
Pertimbangkan DD/ KET terutama pada wanita usia produktif.
Berikan antibiotika IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang
membutuhkan Laparotomi.
Terapi Non-Operatif
Penelitian menunjukkan pemberian antibiotika intravena dapat berguna untuk
appendisitis akut bagi mereka yang sulit mendapatkan intervensi operasi
(misalnya untuk pekerja di laut lepas), atau bagi mereka yang memiliki resiko
tinggi untuk dilakukan operasi.
Rujuk ke dokter spesialis bedah.
Terapi Operatif
Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)
Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya infeksi
post operasi.
Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan anaerob.
Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah.
Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai. Biasanya
digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau
Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri
yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa,
Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.
41
Indikasi Appendiktomi :
Appendisitis akut
Appendisitis kronik
Periapendikular infiltrat dalam stadium tenang
Apendiks terbawa dalam operasi kandung kemih
Apendisitis perforata
1) Open Appendectomy
Insisi Gridiron pada titik Mc Burney. Garis insisi paralel dengan otot
oblikus eksternal, melewati titik Mc Burney yaitu 1/3 lateral garis yang
menghubungkan spina illiaka anterior superior kanan dan umbilikus.
Lapisan kulit yang dibuka pada Appendiktomi : cutis - sub cutis - fascia
scarfa - fascia camfer - aponeurosis MOE MOI - M. Transversus - fascia
transversalis - pre peritoneum peritoneum.
Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot otot dinding
perut dibelah secara tumpul menurut arah serabutnya. Setelah itu akan
tampak peritoneum parietal ( mengkilat dan berwarna biru keabu-abuan)
yang disayat secukupnya untuk meluksasi sekum. Sekum dikenali dari
ukurannya yang besar dan mengkilat dan lebih kelabu/putih, mempunya
haustrae dan taenia koli, sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah dan
tidak mempunyai haustrae dan taenia koli. Basis appendiks dicari pada
pertemuan ketiga taenia koli. Teknik inilah yang paling sering dikerjakan
karena keuntungannya tidak terjadi benjolan dan tidak mungkin terjadi
herniasi, trauma operasi minimum pada alat alat tubuh, dan masa istirahat
42
pasca bedah lebih pendek karena masa penyembuhannya lebih cepat.
Kerugiannya adalah lapangan iperasi terbatas, sulit diperluas, dan waktu
operasi lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong
secara tajam.
43
g) Disiapkan tabac sac mengelilingi basis apendiks dengan sutra, basis apendiks
kemudian dijahit dengan catgut.
j) Jahitan tabac sac disimpulkan dan puntung dikuburkan dalam simpul tersebut.
Mesoapendiks diikat dengan sutera.
n) Dinding perut ditutup lapis demi lapis, fasia dengan sutera, sub cutis dengan
cat gut dan akhirnya kulit dengan sutera.
44
Gambar 10. Teknik Appendiktomi
45
Gambar 12. Rutherford Morissons incision (insisi suprainguinal)
46
Perawatan Pasca Bedah (11)
Pada hari operasi penderita diberikan infus menurut kebutuhan sehari kurang lebih
2 3 liter cairan Ringer Laktat dan Dekstrosa. Pada appendisitis tanpa perforasi :
antibiotik diberikan hanya 1 x 24 jam. Pada appendisitis dengan perforasi : antibiotik
diberikan hingga jika gejala klinis infeksi reda dan laboratorium normal. Mobilisasi
secepatnya setelah penderita sadar dengan menggerakkan kaki miring ke kiri dan ke
kanan bergantian dan duduk. Penderita boleh berjalan pada hari pertama pasca
operasi. Pemberian makan peroral di mulai dengan memberikan minum sedikit-sedikit
(50 cc) tiap jam apabila sudah ada aktifitas usus yaitu adanya flatus dan bising usus.
Bilamana dengan pemberian minum bebas penderita tidak kembung maka pemberian
makanan peroral dimulai. Jahitan diangkat pada hari kelima sampai hari ke tujuh
pasca bedah.
2) Laparoscopic Appendectomy
Pertama kali dilakukan pada tahun 1983. Laparoscopic dapat dipakai sarana diagnosis
dan terapeutik untuk pasien dengan nyeri akut abdomen dan suspek appendisitis akut.
Laparoscopic kemungkinan sangat berguna untuk pemeriksaan wanita dengan
keluhan abdomen bagian bawah. Membedakan penyakit akut ginekologi dari
appendisitis akut sangat mudah dengan menggunakan laparoskop.
47
Komplikasi
Pasca bedah dini : perdarahan, infeksi, hematom, paralitik ileus, peritonitis, fistel
usus, abses intraperitoneal.
Mortalitas adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah
pada orang tua. Kematian biasanya akibat dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi.
Prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum perforasi terjadi dan dengan
antibiotik yang adekuat. Morbiditas meningkat seiring dengan perforasi dan usia tua.
BAB IV
KESIMPULAN
48
pemeriksaan barium-enema, USG dan CT scan abdomen. Diagnosis juga dapat
dibantu dengan skoring alvarado, ohmann, dan skoring apendisitis pada anak.
Bila diagnosa klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah
appendiktomi,dapat dilakukan secara open surgery atau laparascopic appendictomy.
DAFTAR PUSTAKA
3. Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on Chapter 47
in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york: Saunders; 2004.h 1381-1400
5. Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB, Pallock
RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartzs Principles of Surgery 9ed
ebook. New York: McGraw-Hills.
49
7. Vanjak D. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis in women. Available
at : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10356580. Accessed in Agustus,20,2017.
8. Dudley H.A.F. apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat
edisi 11. Gajah Mada Unv Press. 1992. Hal 441-452
50