Anda di halaman 1dari 36

Ratih Sri Adi Utami SW

ANEMIA

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Ratih Sri Adi Utami S.W


NIM : 406138102
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tarumanagara Jakarta
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam
Periode Kepaniteraan Klinik : 1 Febuari 11 April 2015
Judul Laporan Referat : Anemia
Pembimbing : dr. Syaifun Niam, Sp.PD

Semarang , , 8 Maret 2015

Ketua SMF Ilmu Penyakit Dalam Pembimbing


RSUD Kota Semarang

dr. Pujo Hedriyanto, Sp.PD dr. Syaifun Niam, Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 1


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

KATA PENGANTAR

Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis panjatkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga referat dengan
judul ANEMIA ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik
di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Jakarta di RSUD Kota Semarang , periode 1 Febuari 11 April 2015 . Disamping itu
laporan kasus ini juga diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca mengenai
Anemia .
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas
bantuan dan kerja sama yang telah diberikan selama penyusunan laporan kasus ini,
kepada :
1. Dr. Susi Herawati, M.Kes, selaku Direktur RSUD Kota Semarang
2. Drg. Nurhaerani, Sp.KGA, selaku Ketua Diklat RSUD Kota Semarang
3. Dr. Pujo Hedriyanto, Sp.PD selaku Ketua SMF dan Pembimbing
Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang
4. Dr. Syaifun Niam, Sp.PD selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik Bagian
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang, juga sebagai Pembimbing
dalam penulisan referat ini.
5. Dr. Diana Novitasari, Sp.PD selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang
6. Dr. Dessy , Sp.PD selaku Pembimbing Kepanitraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang
7. Rekan-rekan sejawat anggota kelompok Kepanitraan Klinik dari Fakultas
Kedokteran Universita Tarumanagara, Trisakti, dan Universitas Islam
Sultan Agung di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Kota Semarang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 2


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Penulis menyadari masih banyak kekurangan, karena itu penulis mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari semua pihak, supaya laporan kasus ini dapat
menjadi lebih baik, dan berguna bagi semua yang membacanya. Penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam
referat ini.

Semarang, , 8 Maret 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 3


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

LEMBAR PENGESAHAN . 1

KATA PENGANTAR 2-3

BAB I
PENDAHULUAN. 4

BAB II
PEMBAHASAN ANEMIA UMUM . 5-8

BAB III
ANEMIA DEFISIENSI BESI 19-26

BAB IV
ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS 27-28

BAB V
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN 29-34

KESIMPULAN.... 35

DAFTAR PUSTAKA.. 36

BAB I
PENDAHULUAN

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 4


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di kinik di


seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat terutama di
Negara berkembang. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan
jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya
untuk membawa oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer ( penurunan oxygen
carrying capacity). Secara praktis anemia ditunjukan oleh penurunan kadar
hemoglobin, hematocrit atau hitung eritrosit (red cell count). Kadar hemoglobin dan
eritrosit sangat bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin, ketinggian tempat
tinggal serta keadaan fisiologis tertentu seperti kehamilan. (1)
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity) tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu dalam diagnosis
anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat
ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Penentuan penyakit
dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui
penyebab yang mendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus
anemia tersebut. (1)
Pendekatan terhadap pasien anemia memerlukan pemahaman tentang
pathogenesis dan patofisiologi anemia, serta keterampilan dalam memilih ,
menganalisis serta merabgkum hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboraturium dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Manifestasi klinik yang timbul tergantung, :
1. kecepatan timbulnya anemia
2. umur individu
3. mekanisme kompensasi tubuh , seperti : peningkatan curah jantung dan
pernafasan , meningkatan pelepasan oksigen oleh hemoglobin,
mengembangkan volume plasma, redistribusi aliran darah ke organ-organ
vital
4. tingkat aktivitasnya
5. keadaan penyakit yang mendasari
6. parahnya anemia tersebut

BAB II
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 5
RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

PEMBAHASAN ANEMIA

2.1 DEFINISI
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer ( penurunan oxygen carrying
capacity).
2.2 PEMBENTUKAN SEL DARAH
Hemopoesis adalah proses pembuatan darah. Darah dibagi atas :
Bagian yang berbentuk (formed elements). Terdiri atas sel-sel darah merah
(eritrosit), sel-sel darah putih (leukosit), dan keeping-keping darah (trombosit;platelet)
yang bentuknya dapat dilihat dengan mikroskop. (2)
Bagian yang tidak berbentuk , plasma yang terdiri atas molekul-molekul air ,
protein-protein, lemak karbohidrat, vitamin-vitamin, enzim-enzim dan sebagainya,
yang larut dalam plasma. Tiga komponen penting pada hemopoesis , yaitu :
1. kompartemen sel darah
2. kompartemen lingkungan mikro
3. kompartemen zat-zat pemicu atau perangsang (stimulator) hemopoesis
komponen komponen hemopoesis , antara lain :
1. komponen atau kompartemen yang terdiri dari sel sel darah baik sel induk, sel-
sel bakal dan sel matur
2. komponen atau kompartemen yang disebut stroma atau lingkungan
mikrohemopoetik (LMH) , komponen 1 dianggap sebagai benih sedangkan
komponen 2 dapat dianggap sebagai tanah dimana benih itu tumbuh.
3. Komponen ke -3 terdiri atas zat-zat yang dapat menstimulasi sel-sel darah
untuk berproliferasi, berfungsi sesuai dengan tugas yang sudah direncanakan.
Komponen ini disebut hemopoetic growth factors (HGF) atau factor
pertumbuhan hemopoetik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 6


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Komponen sel darah terdiri atas :
1. Sel Induk Pluripoten (SIP)
Menurut teori nitarian, sel-sel darah berasal dari satu sel induk pluripotent.
Sel-sel ini jumlahnya sedikit,namun mempunyai kemampuan besar
berploriferasi berkali-kali sesuai kebutuhan. SIP mempunyai petanda
imunologis CD-34.
2. Sel Bakal Terkait Tugas(SBTT) atau committed Progenitor Hemopoetic
Cells
SIP dapat berdiferensiasi menjadi SBTT yang terkait pada tugas
menurunkan turunan-turunan sel darah , yaitu jalur-jalur turunan myeloid
dan makrofag disebut colony forming unit granulocyte,
erythrocyte,megakaryocyte, monocyte dan jalut turunan limfosit.
3. Sel -Sel Darah Dewasa
Subkompartemen ini terdiri atas golongan granulosit (eosinophil,
basophil,neutrofil), golongan-golongan monosit/ makrofag, trombosit,
eritrosit, dan limfosit B dan T .

Kompartemen Lingkungan Mikro Hemopoetik (LMH)


Di sumsum tulang sel-sel darah berada berbaur dengan kompartemen II yaitu
jaringan lain yang terdiri atas kumpulan macam-macam sel dan matriks yang
disebut stroma dari sumsum tulang.
Stroma terdiri atas bermacam subkompartemen yaitu, fibroblast, adiposity,
matriks ekstraselular, monosit,makrofag dan sel-sel endotel yang dapat
menghasilkan macam-macam zat yang dapat menstimulasi pertumbuhan sel-
sel induk , sel-sel bakal dan sel-sel darah yang lain. Kalau stroma atau LMH
ini rusak atau defisiensi maka pertumbuhan sel-sel darah akan terganggu
(hipplastik sampai aplastik)
Komponen Faktor Pertumbuhan Hemopoetik (FPH) , disebut juga Hemopoetic
Growth Factor (HGF)
Merupakan senyawa-senyawa yang dapat menstimulasi proliferasi,
diferensiasi dan aktivasi fungsional dari sel-sel bakal darah.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 7


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 8


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
2.3 ETIOLOGI
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena:

1.Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang

2.Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)

3.Proses penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis)

2.4KRITERIAANEMIA

Kriteria Anemia menurut WHO

Laki-laki dewasa: Hb < 13 gr/dL

Wanita dewasa tidak hamil : Hb < 12 gr/dL

Wanita hamil: Hb < 11 gr/dL

2.1.4.KlasifikasiAnemia

Klasifikasi Anemia menurut etiopatogenesis :

A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang

1. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit

Anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi asam folat

Anemia defisiensi vitamin B12

2. Gangguan penggunaan besi

Anemia akibat penyakit kronik

Anemia sideroblastik

3. Kerusakan sumsum tulang

Anemia aplastik

Anemia mieloptisik

Anemia pada keganasan hematologi


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 9
RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Anemia diseritropoietik

Anemia pada sindrom mielodisplastik

B. Anemia akibat perdarahan

Anemia pasca perdarahan akut

Anemia akibat perdarahan kronik

C. Anemia Hemolitik

1. Anemia hemolitik intrakorpuskular

Gangguan membran eritrosit (membranopati)

Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defisiensi

G6PDc. Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)

- Thalasemia

- Hemoglobinopati struktural : HbS, HbE, dll

D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan pathogenesis yang


kompleks

2.AnemiaHemolitikEkstrakorpuskuler

Klasifikasi anemia berdasarkan morfologi dan etiologi:

1.Anemia hipokromik mikrositer

Anemia defisiensi besi

Thalasemia major

Anemia akibat penyakit kronik

Anemia sideroblastik

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 10


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
II.Anemia normokromik normositer

Anemia pasca perdarahan akut

Anemia aplastik

Anemia hemolitik didapat

Anemia akibat penyakit kronik

Anemia pada gagal ginjal kronik

Anemia pada sindrom mielodisplastik

Anemia pada keganasan hematologik

III.Anemia makrositer

a. Bentuk megaloblastik

0 Anemia defisiensi asam folat

1 Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa

b. Bentuk non-megaloblastik

0 Anemia pada penyakit hati kronik

1 Anemia pada hipotiroidisme

2 Anemia pada sindrom mielodisplastik

2.1.5.GEJALAANEMIA

Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun
penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu.Gejala umum
anemia ini timbul karena :

a. Anoksia organ

b.Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen

Afinitas oksigen yang berkurang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 11


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Untuk peningkatan pengangkutan oksigen ke jaringan yang efisien, dilakukan
dengan cara mengurangi affinitas hemoglobin untuk oksigen. Aksi ini
meningkatkan ekstraksi oksigen denganjumlah hemoglobin yang sama.

Peningkatan perfusi jaringan

Efek dari kapasitas pengangkutan oksigen yang berkurang pada jaringan dapat
dikompensasi dengan meningkatkan perfusi jaringan dengan mengubah
aktivitas vasomotor dan angiogenesis.

Peningkatan cardiacoutput

Dilakukan dengan mengurangi fraksi oksigen yang harus diekstraksi selama


setiap sirkulasi, untuk menjaga tekanan oksigen yang lebih tinggi. Karena
viskositas darah pada anemia berkurang dan dilatasi vaskular selektif
mengurangi resistensi perifer, cardiacoutputyang tinggi bisa dijaga tanpa
peningkatan tekanan darah.

Peningkatan fungsi paru

Anemia yang signifikan menyebabkan peningkatan frekuensi pernafasan yang


mengurangi gradien oksigen dari udara di lingkungan ke udara di alveolar, dan
meningkatkan jumlah oksigen yang tersedia lebih banyak daripada cardiac
outputyang normal.

Peningkatan produksi sel darah merah

Produksi sel darah merah meningkat 2-3 kali lipat pada kondisi yang akut, 4-6
kali lipat pada kondisi yang kronis, dan kadang- kadang sebanyak 10 kali lipat
pada kasus tahap akhir. Peningkatan produksi ini dimediasi oleh peningkatan
produksi eritropoietin. Produksi eritropoietin dihubungkan dengan konsentrasi
hemoglobin. Konsentrasi eritropoietin dapat meningkat dari 10 mU/mL pada
konsentrasi hemoglobin yang normal sampai 10.000 mU/mL pada anemia
yang berat. Perubahan kadar eritropoietin menyebabkan produksi dan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 12


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
penghancuran sel darah merah seimbang.

Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah 7
gr/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada :

1. Derajat penurunan hemoglobin

2. Kecepatan penurun hemoglobin

3. Usia

4. Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya

2.Gejala khas masing-masing anemiaGejala ini spesifik untuk masing-masing jenis


anemia. Sebagai contoh:

Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku
sendok (koilonychias)

Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologik pada defisiensi vitamin B12


Anemia hemolitik : ikterus, splenomegali dan hepatomegali Anemia aplastik :
perdarahan dan tanda-tanda infeksi

3.Gejala penyakit dasar

Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia.sangat


bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi
cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak
tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti
misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena atritis rheumatoid.

2.1.6.DIAGNOSISANEMIA

Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (diseaseentity), yang
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlyingdisease). Hal ini penting

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 13


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
diperhatikan dalam diagnosis anemia.

Tahap- tahap dalam diagnosis anemia adalah:

a. Menentukan adanya anemia

b. Menentukan jenis anemia

c. Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia

d. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil

Pengoba tan.

2.1.7 PEMERIKSAAN UNTUK DIAGNOSIS ANEMIA

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan lanoraturium merupakan penunjang diagnostic pokok dalam diagnosis


anemia. Pemeriksaan terdiri dari :

1. pemeriksaan penyaring

pemeriksaan untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin,


indeks eritrosit dan hapusan sel darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 14


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk
pengarahan diagnosis lebih lanjut.

2. Pemeriksaan darah seri anemia

Pemeriksaan meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju


endap darah. Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer
yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik.

3. Pemeriksaan sumsum tulang

Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi mengenai keadaan system


hematopoiesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitive pada
beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak dilakukan untuk
diagnosis anemia aplastic, anemia megaloblastik, serta pada kelainan
hematologic yang dapat mensupresi system eritroid.

Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada ;

Anemia defisiensi besi : Serum Iron. TIBC (total iron binding capacity),
saturasi transferrin,protoporfirin eritrosit, ferritin serum, reseptor transferrin
dan pengecatan besi pada sumsum tulang.

Anemia megaloblastik : folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi


deoksiuridin dan tes schilling

Anemia hemolitik : bilirubin serum, tes comb, elektroforesis hemoglobin, dll

Anemia aplastic : biopsy sumsum tulang


ANEMIA

Hapusan
Kepaniteraan Klinik Ilmu darah
Penyakit tepid an indeks
Dalam 15
RSUD Kota Semarang eritrosit (MCV,MCH,MCHC)
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

Anemia hipokrom Anemia normokromik Anemia


mikrositer normositer makrositer

Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 16


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
2.1.8. PENDEKATAN TERAPI

babarapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien
anemia adalah :
1. pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitive yang telah
ditegakan terlebih dahulu
2. pemberian hematinic tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
3. pengobatan anemia , dapat berupa ;
terapi keadaan darurat,misalnya perdarahan akut akibat anemia
aplastic, yang mengancam jiwa pasien anemia pasca perdarahan akut
yang disertai gangguan hemodinamik
terapi suportif
terapi yang khas untuk masing-masing anemia
terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar
4. Dalam keadaan dimana diagnosis definitive tidak dapat ditegakan , kita
terpaksa memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus).
5. Transfusi dilakukan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfuse hanya diberikan jika
anemia bersifat simptomatik atau adanya ancaman payah jantung, disini
diberikan packed red cell jangan whole blood. Pada anemia kronik sering
dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transfuse diberikan
dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat seperti
furosemide sebelum transfusi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 17


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

BAB III

ANEMIA DEFISIENSI BESI

3.1 Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi
kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembetukan
hemoglobin berkurang. (3) ADB ditandai oleh anemia hipokrom mikrositer dan
hasil laboraturium yang menunjukan cadangan besi kosong.

3.2 Epidemiologi
ADB merupakan anemia tersering dijumpai, terutama di Negara-negara tropic
atau Negara ketiga di dunia, oleh karena itu sangat berkaitan dengan taraf
social ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia
yang sangat merugikan dan berdampak social yang cukup serius.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 18


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
3.3 Metabolisme Besi
Besi merupakan trace element vital yang sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk
pembentukan hemoglobin,myoglobin, dan berbagai enzim. Besi di alam
terdapat dalam jumlah yang cukup berlimpah.peran utama besi pada mamalia
adalah untuk membawa O2 sebagai bagian hemoglobin. O2 juga berikatan
dengan myoglobin di otot.distribusi besi pada tubuh dapat terlihat pada table.
Tanpa besi sel dapat kehilangn kapasitasnya mengantar electron dan
metabolism energy. Pada sel eritroid sintesa hemoglobin yang buruk
menghasilkan anemia dan penurunan hantaran O2 ke jaringan.

Kandungan besi seseorang laki-laki dengan BB 75 kg


A Senyawa besi fungsional Hemoglobin 2300 mg
Myoglobin 320 mg
Enzim-enzim 80 mg
B Senyawa besi transportasi Transferrin 3 mg
C Senyawa besi cadangan Ferritin 700 mg
hemosiderin 300 mg
Total 3803 mg

3.4 Absorbsi Besi


absorbs besi paling banyak terjadi pada bagian proksimal duodenum disebabkan
oleh PH dari asam lambung dan kepadatan protein tertentu yang diperlukan dalam
absorbsi besi pada epitel usus. Proses absorbs besi dibagi menjadi 3 fase :

Fase Luminal : besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di
duodenum.
Fase Mukosal : proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses
aktif.
Fase Korporeal : meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh
sel-sel yang memerlukan dan penyimpanan besi (storage) oleh tubuh.

Fase Luminal
Besi dalam makan terdapat dalam 2 bentuk :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 19
RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Besi Heme : terdapat dalam daging dan ikan , tingkat absorbsinya tingi tidak
dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunya bioavabilitasnya tinggi.
Bei Non- Heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan tingkat absorbsinya
rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga
bioavabilitasnya rendah.
Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorbs besi adalah meat factor dan Vit
C , sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat adalah tant, phytat dan
serat . dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari
ikatanya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke
fero yang siap untuk diserap.

Fase Mucosal
Penyerapan besi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan
terkendali. Besi dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam
lambung. Sel absorptive terletak pada puncak dari vili usus (apical cell). Pada
brush boarder dari sel absorptive , besi feri dikonversi menjadi besi fero oleh
enzim ferireduktase, dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b- like
(DCYTB). Setelah besi masuk dalam sitoplasma , sebagian disimpan dalam
bentuk ferritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter, ke dalam
kapiler usus. Pada proses ini terjadi reduksi dari feri ke fero oleh enzim
ferooksidase, anatara lain oleh hephaestin, yang identic dengan seruloplasmin
pada metabolism tembaga , kemudian besi (feri) diikat oleh apotransferin dalam
kapiler usus.

Fase Korporeal
Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus) , melewati bagian basal epitel usus
, memasuki kapiler usus kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi
transferrin. Transferrin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses
pinositosis.

3.5 Mekanisme Regulasi Absorbsi Besi


Terdapat 3 mekanisme regulasi absorbsi besi dalam usus :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 20
RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

Regulator Dietetik
Absorbsi dipengaruhi oleh jenis diet diman besi tetrdapat. Diet dengan
bioavabilitas tinggi yaitu besi heme ; besi dari seumber hewani, serta adanya
factor enhancer akan meningkatkan absobsi besi. Sedangkan besi non heme ,
besi yang berasal dari sumber nabati dan banyak mengandung inhibitor akan
disertai prosentase absorpsi besi yang rendah. Pada dietary regulator ini juga
dikenal adanya mucosal block.

Regulator simpanan
Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.
Penyerapan besi rendah jika cadangan besi tinggi , sebaliknya apabila
cadangan besi rendah maka absorbsi besi akan ditingkatkan. Bagaimana
mekanisme regulasi ini bekerja belum diketahui dengan pasti, diperkirakan
melalui crypt cell programming. Sehubungan dengan respon saturasi
transferrin plasma dengan besi.

Regulator Eritropoetik
Besar absorpsi besi berhubungan dengan kecepatan eritopoesis. Erythropoetic
Regulator mempunyai kemampuan regulasi absorpsi besi lebih tinggi
dibandingkan stores regulator. Eritropoesis inaktif (peningkatan eritropoesis
tetapi disertai penghancuran precursor eritrosist dalam sumsum tulang), seperti
pada thalassemia, atau hemoglobinopati lainnya, disertai peningkatan absorbs
besi lebih besar dibandingkan dengan peningkatan eritropoesis akibat
destruksi eritrosis di darah tepi, seperti anemia hemolitik autoimun.

3.6 Klasifikasi Derajat Defisiensi Besi


Anemia akibat defisiensi besi dapat dibagi menjadi :
1. Deplesi besi (iron depleted store) : cadangan besi menurun tetapi
penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu.
2. Eritropoesis defisiensi besi (iron deficient erythropoiesis) : cadangan besi
kosong, penyediaan besi untuk eritropoesis terganggu, tetapi belum timbul
anemia secara laborik.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 21
RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Anemia defisiensi besi : cadangan besi ksong disertai anemia defisiensi besi.
3.7 Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi,
gangguan absorbs besi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, dapat berasal dari:
- saluran cerna : tukak peptic, pemakaian NSAID, ca gaster, ca kolon,
diverticulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang.
- Saluran genitalia perempuan : menorrhagia atau metrorhagia
- Saluran kemih : hematuria
- Saluran nafas : hemoptoe
Factor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau
kualitas besi (bioavabilitas) besi yang tidak baik (makanan yang banyak serat
rendah vit c dan rendah daging).
Kebutuhan besi meningkat : pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan
Gangguan absorbs besi : gastrektomi, tropical sprue atau colitis kronik.

3.8 Gejala Khas Defisiensi Besi


Koilonychias : kuku sendok (spoon nail) , kuku menjadi rapuh,
bergaris-garis vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti
sendok
Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang
Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut
sehingga ampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
Pica : keinginan untuk memakan bahan-bahan yang tidak lazim,
seperti; tanah liat, es, lem ,dll.
Sindrom plummer vinson adalah kumpulan gejala yang terdiri dari
anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia.
3.9 Diagnosis

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 22


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Diagnosisanemiadefisiensibesiditegakkanberdasarkanadanyaanemiadan
penurunankadarbesididalamserum.Caralaindenganpemeriksaansitokimia
jaringanhatiatausumsumtulang,tetapicarainisangatinvasif.Padadaerah
denganfasilitaslaboratoriumyangterbatas,terdapatbeberapapedomanuntuk
mendugaadanyaanemiadefisiensiyaitu(1)adanyariwayatfaktor
predisposisidanfaktoretiologi,(2)padapemeriksaanfisishanyaterdapat
gejalapucattanpaperdarahanatauorganomegali,(3)adanyaanemia
hipokromikmikrositer,dan(4)adanyaresponsterhadappemberiansenyawa
besi.(4)

3.10TerapiAnemiaDefisiensiBesi

Terapi kausal: terapi terhadap penyebab perdarahan, misalnya terapi pada


hemoroid, cacing tambang, menorhaggia. Terapi kausal harus dilakukan
karenakalautidakakankambuhkembali.

Terapipemberianpreparatbesi :untukmenggantikekuranganbesidalam
tubuh(ironreplacementtheraphy).

Terapi besi oral

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 23


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Defisiensi zat besi berespons sangat baik terhadap pemberian obat oral seperti
garam besi (misalnya sulfas ferosus) atau sediaan polisakarida zat besi (misalnya
polimaltosa ferosus). Terapi zat besi yang dikombinasikan dengan diet yang benar
untuk meningkatkan penyerapan zat besi dan vitamin C sangat efektif untuk
mengatasi anemia defisiensi besi karena terjadi peningkatan jumlah

hemoglobin dan cadangan zat besi. CDC merekomendasikan penggunaan


elemen zat besi sebesar 60 mg, 1-2 kali perhari bagi remaja yang menderita anemia.
Contoh dari suplemen yang mengandung zat besi dan kandungan elemen zat besi
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Dosisanjuran3x200mg.setiap200mgSFmengandung66mgbesielemental.
PemberianSF3x200mgmengakibatkanabsorbsbesi50mgperhariyangdapat
meningkatkaneritropoesis23xnormal.Efeksampingpemberianpreparatoral
adalahmual,muntah,konstipasi.Untukmengurangiefeksampingmakanbesi
diberikansaatmakanataudosisdikurangimenjadi3x100mg.

Terapibesiparenteral

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 24


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Sangatefektiftetapimempunyairesikoyanglebihbesardanharganyalebihmahal.
Indikasipemberianbesiparenteraladalah:

1. intoleransiterhadappemberianbesisecaraoral

2. kepatuhanterhadapobatyangrendah

3. gangguanpencernaanseperti;colitisulcerativeyangdapatkambuhjika
diberikanbesi

4. penyerapanbesitergangguseperti,gastrektomi

5. keadaandimanakehilangandarahyangbanyaksehinggatidakcukupdengan
pemberianoral

6. kebutuhanbesiyangbesardalamwaktuyangpendak;kehamilansemester3
atausebelumoperasi

7. defisiensibesifungsionalrelativeakibatpemberianeritropoetinpadaanemia
gagalginjalkronikatauanemiaakibatpenyakitkronik.

Preparatyangtersediaadalahirondextrancomplex,ironsorbitolcitricacid
complexdanyangterbaruadalahironferricgluconatedanironsucroseyang
lebihaman.BesiparenteraldapatdiberikansecaraIMdalamatauIVpelan.
Efeksampingadalahreaksianafilaktik,flebitis,sakitkepala,flushing,mual,
muntah,nyeriperut,singkop.

Terapibesiparenteralbertujuanuntukmengembalikankadarhemoglobindan
mengisibesisebesar5001000mg.dosisyangdiberikanbisadenganrumus:

Responterapi

Dinyatakanmeberiresponyangbaikbilaretikulositnaikpadaminggu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 25


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
pertama,mencapaipuncakpadaharike10dannormallagisetelahharike14
diikutikenaikanHb0,15g/hariatau2g/dlsetelah34minggu.Hbmenjadi
normalsetelah410minggu.

BAB IV
ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS

4.1 Definisi
Anmia yang dijumpai pada pasien inflamasi kronis mupun keganasan ,
ditandai oleh kadar Hb berkisar 7-11 g/dl , kadar FE serum menurun disertai
TIBC yang rendah, cadangan FE yang tingi di jaringan serta produksi sel
darah merah berkurang.
4.2 Etiologi
Dikarenakan ada beberapa penyakit yang mendasarinya seperti; tuberculosis,
abses paru, endocarditis bakteri subakut, osteomyelitis, dan infeksi jamur
kronis serta HIV membuktikan bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis
berkaitan dengan anemia . Beberapa factor yang menyebabkan anemia pada
penyakit kronis :
a. pemendekan masa hidup pada eritrosit
b. penghacuran eritrosit karena adanya aktivasi dari makrofag oleh sitokin
yang menyebabkan peningkatan fagositosis makrofag tersebutdan sebagai
bagian filter limpa menjadi kurang toleran terhadap perubahan /kerusakan
minor dari eritrosit.
c. Terganggunya produksi eritosit, katena gangguan metabolisme zat besi
d. Depresi fungsi sumsum tulang

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 26


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
4.3 Gambaran Klinis
Karena anemia yang terjadi umumnya derajat ringan dan sedang, sering kali
gejalanya tertutup oleh gejala penyakit dasarnya, karena kadar Hb sekitar 7
11 gr/dl umumnya simptomatik. Meskipun demikia apabila demam atau
debilitas fisik meningkat, pengurangan kapasitas transport O2 jaringan akan
memperjelas gejala anemianya atau memperberat keluhan sebelumnya. Pada
pmeriksaan fisik umumnya hanya dijumpai konjungtiva pucat tanpa kelainan
yang khas dari anemia jenis ini dan diagnosis biasanya terganntung dari hasil
pemeriksaan laboratorium.

4.4 Diagnosis banding


1. Anemia delusional . pada penyakit kronis terutama pada keganasan
2. Drug Induced Marrow Suppresion atau drug induced hemolysis
3. Perdarahan kronis
4. Thalasemia minor
5. Gangguan ginjal . pada keadaa ini umur eritrosit memendek dan terdapat
kegagalan relative sumsum tulang
6. Metastasis pada sumsum tulang

4.5 pengobatan
a. transfuse , merupakan pilihan utama untuk kasus yang disertai gangguan
hemodinamik, sebaiknya pada penyakit kronis kadar Hb dipertahankan 10
- 11 gr/dl.
b. Preparat besi
c. Eritropoetin, pemberian eritopoetin bermanfaat pada pasien anemi akibat
kanker, gagal ginjal, myeloma multiple, artritis rheumatoid dan pasien HIV
. Saat ini ada 3 jenis eritropoetin , yaitu eritropoetin alfa, beta dan
darbopoetin.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 27


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

BAB V
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN

5.1 Definisi
Merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit
sehingga umur eritrosit memendek (5)
5.2 Epidemiologi
Anemia hemolitik autoimun terbagi atas beberapa jenis,tipe hangat dan tipe
dingin adalah yang paling sering ditemukan. Anemia hemolitik autoimun tipe
hangat dapat ditemukan disemua usia,terutama pada seseorang dengan umur
diatas 40 tahun. Setiap tahun 1 dari 70.000-80.000 populasi dideteksi
menderita anemia hemolitik autoimu tipe hangat. Sekitar 70% kasus anemia
hemolitik autoimun adalah tipe hangat. Kasus dengan tipe dingin terjadi 1 dari
14 juta populasi dan kebanyakan terjadi pada wanita. Tidak ditemukan adanya
hubungan antara ras dan genetik dengan anemia hemolitk autoimun tipe
dingin.

5.3Etiologi
Penyebab dari terjadinya anemia hemolitik autoimun masih belum jelas.
Kemungkinan adanya ketidakmampuan tubuh untuk membatasi limfosit
autoreaktif residual dan gangguan central tolerance. central tolerance
berfungsi untuk mencegah terjadinya autoimun dengan cara menyeleksi sel T
yang non-reaktif,menghilangkan self reactive-T dan limfosit B pada saat

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 28


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
pematangan. Gangguan pada central tolerance menyebabkan populasi sel
T (self-antigens) lolos ke sirkulasi sehingga terjadi reaksi autoimun

5.4 Klasifikasi
Anemia hemolitik autoimun dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 29


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Klasifikasi anemia hemolitik autoimun

1. Cold-active antibodies
Primary or idiopathic
Secondary
Lymphoproliferative diseases
Autoimmune disorders
Infections
Mycoplasma pneumoniae
Infectious mononucleosis
2. Paroxysmal cold hemoglobinuria (PCH)
Syphilis,Measles, mumps

3. Mixed cold- and warm-active antibodies

4. Warm-active Antibodies
Idiopathic
Secondary
Lymphoproliferative disorders
Autoimmune and immunodeficiency disorders
Malignancy
Viral infections
5. Drug-induced immune hemolytic anemia (DI-IHA)
Drug adsorption type (penicillin)
Neoantigen type (quinidine/stibophen)
Autoimmune type (-methyldopa)
Nonimmune type (first-generation cephalosporins)
6. Transplant-associated hemolytic anemia
Hematopoietic stem cell transplant
Minor ABO group mismatch
Major ABO group mismatch
Passive antibody transfer
7. Solid organ transplant
Passenger lymphocyte syndrome
Passive antibody transfe

5.5 patofisiologi

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 30


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

Perusakan sel eritrosit yang diperantarai antibodi terjadi melalui beberapa


jalur,yaitu:
Aktifasi sistem komplemen
Aktifasi dari sistem komplemen akan memicu penghancuran membran sel eritrosit
dan menyebabkan hemolisis intravaskuler yang ditandai dengan terjadinya
hemoglobinemia dan hemoglobinuri. Jalur aktifasi sistem komplemen akan diaktifkan
melalui(6)
o Aktifasi komplemen jalur klasik
o Aktifasi komplemen jalur alternative
Aktifasi selular yang menyebabkan hemolisis ekstravaskular.
Jika sel darah disensitasi oleh IgG yang tidak berikatan dengan komplemen
atau berikatan dengan komponen komplemen namun tidak terjadi aktifasi
lebih lanjut,sel eritrosit akan dihancurkan oleh sel retikuloendotelia
Kombinasi dari aktifasi sistem komplemen dan selular
Anemia hemolitik autoimun karena induksi obat terjadi melalui
beberapa jalur.

5.6 Manifestasi klinis


Anemia hemolitik autoimun tipe hangat
o Onset penyakit tersamar
o Anemia terjadi secara perlahan
o Ikterik
o Splenomegali,hepatomegali
o Demam,pucat
o Urin berwarna gelap karena
hemoglobinuri
Anemia hemolitik autoimun tipe dingin
o Tercetus saat berada di udara
dingin
o Anemia ringan yang kronis
o Splenomegali
o akrosianosis
Paroxysmal cold hemoglobinuri
o Setelah beberapa menit/jam
terpajan udara dingin,akan timbul

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 31


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

rasa nyeri pada pinggang dan


kaki,kram perut,sakit kepala
o Menggigil,demam
o Raynaud phenomenon dan
urtikaria karena suhu dingin
o Ikterik,hemoglobulinuri
Anemia hemolitik autoimun karena induksi obat
o Pucat,ikterik,mudah lelah
o Hemoglobinuri
o Dapat terjadi gagal ginjal akut

5.7 Diagnosis
Dua kriteria harus terpenuhi ketika menegakan diagnosa,hasil laboratorium yang
menunjukan adanya hemolisis dan pemeriksaan serologis yang menunjukan adanya
autoantibodi.
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menemukan adanya hemolisis adalah
pemeriksaan darah rutin (apusan darah tepi,bilirubin,laktat
dehidrogenase,haptoglobin,hemosiderin). Adanya penurunan serum
hemoglobin dan hematokrit,peningkatan serum LDH dan unkonjungasi
bilirubin adalah pertanda umum terjadinya hemolysis

Pemeriksaan serologis
1. Direk antiglobulin tes (direct coombs test),
Sel eritrosit dicuci dari protein yang melekat dan direaksikan dengan
antiserum dan fraksi komplemen. Jika di permukaan sel eritrosit mengandung
IgG dan Cd3 maka akan terjadi reaksi aglutinasi
2. Indirek antiglobulin tes (indirect coombs test)
Serum direaksikan dengan sel reagen,imunoglobulin yang beredar pada
serum akan melekat pada sel reagen dan dapat dideteksi dengan antiglobulin
sera dengan terjadinya aglutinasi.
3. Elution
Jika hasil dari DAT positif maka antibodi yang melekat pada permukaan
eritrosit dapat dipisahkan dari sel eritrosit dengan asam atau xylene.
Pemeriksaan ini dilakukan jika kadar antibodi terlalu rendah untuk dideteksi
pada permukaan sel eritrosit

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 32


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
5.8 Tatalaksana
Anemia hemolitik autoimun tipe hangat
Kortikosteroid,dalam 2 minggu biasanya akan memberikan hasil yang baik.
Nilai normal dari hasil laboratorium akan tercapai pada hari ke 30 sampai
hari ke 90 dan stabil. Ketika tubuh memberikan respon yang baik terhadap
kortikosteroid,dosis akan diturunkan.
Splenektomi akan dilakukan jika pemberian kortikosteroid tidak adekuat atau
tidak dapat diturunkan dosisnya. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk
menghilangkan tempat utama penghancuran eritrosit. Pemberian dosis
rendah kortikosteroid masih sering dilakukan pasca splenektomi.
Imunosupresi untuk menekan sistem pertahanan tubuh,digunakan ketika
splenektomi tidak memberikan hasil yang baik atau terjadi kekambuhan
sesudah dilakukan splenektomi
Rituximab adalah suatu monoklonal anti CD-20 yang berasal dari manusia
atau tikus,biasa digunakan pada limfoma. Cara kerja rituximab berdasarkan
dari kemampuan antibodi mengeliminasi limfosit B. Berdasarkan dari
beberapa laporan kasus,rituximab aman digunakan pada ibu hamil
Transfusi darah dilakukan pada kondisi mengancam jiwa.
Anemia hemolitik autoimun tipe dingin
o Menjaga penderita selalu hangat,terutama pada bagian ekstremitas
o Rituximab
o Chlorambucil
o Kortikosteroid dan splenektomi tidak memberikan hasil yang
memuaskan
o Transfusi darah jika keadaan kritis dan memiliki komplikasi ke
jantung
Paroxysmal cold hemoglobulinuri
o Sesuai gejala yang muncul
o Pada anak sering digunakan steroid walau belum ada penelitian yang
menunjukan hasil dari pemberian steroid
o Transfusi darah
o Bila terdapat trombus dapat menggunakan heparin namun harus
digunakan dengan hati-hati
o Menghindari udara dingin
Anemia hemolitik autoimun karena induksi obat
o Menghentikan pemakaian obat-obatan yang memicu
o Transfusi darah jika diperlukan
o Penggunaan kortikosteroid tidak terlalu memberikan hasil yang
memuaskan dan masih dipertanyakan

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 33


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

BABV II
KESIMPULAN

Anemia merupaka kelainan yang sering dijumpai. Untuk penelitian di lapangan


umumnya dipakai kriteria anemia menurut WHO, sedangkanuntuk keperluan klinis
dipakai kriteria Hb < 10 g/dl atau hematocrit < 30 %. Anemia dapat diklasifikasikan
menurut etiopatogenesisnya ataupun berdasarkan morfologi eritosit. Gabungan kedua
klasifikasi ini sangat bermanfaat untuk diagnosis. Dalam pemeriksaan anemia
diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorik yang terdiri dari :
pemeriksaan penyaring, pemeriksaan seri anemia, pemeriksaan sumsum tulang,
pemeriksaan khusus. Pengobatan anemia dilakukan atas indikasi yang jelas. Terapi
dapat diberikan dalam bentuk terapi darurat, terapi suportif, terapi yang khas untuk
masing-masing anemia dan terapi kausal.
Beberapa anemia yang sering adalah anemia defisiensi besi, anemia karena penyakit
kronis,anemia hemolitik autoimun .

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 34


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

Daftar Pustaka

1. Bakta .IM. Pendekatan terhadap pasien anemia. Dalam : sudoyo


AW, Setiyohadi B, Alwi I , Simadibrata M, Setiati S, penyunting .
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi V . Jakarta Pusat : Interna
Publishing ; 2011 . h . 1109-15 .
2. Soebandiri . Hemopoesis . Dalam : sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi
I , Simadibrata M, Setiati S, penyunting . Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam . Edisi V . Jakarta Pusat : Interna Publishing ; 2011 . h .
1105 - 08 .
3. Bakta.IM. Suega Ketut. Dharmayuda Gde Tjokorda. Anemia
Defisiensi Besi. : sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I , Simadibrata
M, Setiati S, penyunting . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Edisi
V . Jakarta Pusat : Interna Publishing ; 2011 . h . 1127-37
4. MarkumHA.Diagnostikdanpenanggulangananemiadefisiensi.
Dalam:NaskahLengkapPendidikanKedokteranBerkelanjutan
IlmuKesehatanAnakFKUII;1982,Jakarta:IKAFKUI,1982.h.
513.

5. Sudoyo WA, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus dkk.Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : InternaPublising,2010
6. Sherwood Lauralee.Human Physiology:from cell to systems. 7th
Ed. USA : Cengage Learning,2010
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 35
RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 36


RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara

Anda mungkin juga menyukai