ANEMIA
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN . 1
BAB I
PENDAHULUAN. 4
BAB II
PEMBAHASAN ANEMIA UMUM . 5-8
BAB III
ANEMIA DEFISIENSI BESI 19-26
BAB IV
ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS 27-28
BAB V
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN 29-34
KESIMPULAN.... 35
DAFTAR PUSTAKA.. 36
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 5
RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
PEMBAHASAN ANEMIA
2.1 DEFINISI
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah cukup ke jaringan perifer ( penurunan oxygen carrying
capacity).
2.2 PEMBENTUKAN SEL DARAH
Hemopoesis adalah proses pembuatan darah. Darah dibagi atas :
Bagian yang berbentuk (formed elements). Terdiri atas sel-sel darah merah
(eritrosit), sel-sel darah putih (leukosit), dan keeping-keping darah (trombosit;platelet)
yang bentuknya dapat dilihat dengan mikroskop. (2)
Bagian yang tidak berbentuk , plasma yang terdiri atas molekul-molekul air ,
protein-protein, lemak karbohidrat, vitamin-vitamin, enzim-enzim dan sebagainya,
yang larut dalam plasma. Tiga komponen penting pada hemopoesis , yaitu :
1. kompartemen sel darah
2. kompartemen lingkungan mikro
3. kompartemen zat-zat pemicu atau perangsang (stimulator) hemopoesis
komponen komponen hemopoesis , antara lain :
1. komponen atau kompartemen yang terdiri dari sel sel darah baik sel induk, sel-
sel bakal dan sel matur
2. komponen atau kompartemen yang disebut stroma atau lingkungan
mikrohemopoetik (LMH) , komponen 1 dianggap sebagai benih sedangkan
komponen 2 dapat dianggap sebagai tanah dimana benih itu tumbuh.
3. Komponen ke -3 terdiri atas zat-zat yang dapat menstimulasi sel-sel darah
untuk berproliferasi, berfungsi sesuai dengan tugas yang sudah direncanakan.
Komponen ini disebut hemopoetic growth factors (HGF) atau factor
pertumbuhan hemopoetik.
2.4KRITERIAANEMIA
2.1.4.KlasifikasiAnemia
Anemia sideroblastik
Anemia aplastik
Anemia mieloptisik
C. Anemia Hemolitik
- Thalasemia
2.AnemiaHemolitikEkstrakorpuskuler
Thalasemia major
Anemia sideroblastik
Anemia aplastik
III.Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
b. Bentuk non-megaloblastik
2.1.5.GEJALAANEMIA
Gejala umum anemia adalah gejala yang timbul pada setiap kasus anemia, apapun
penyebabnya, apabila kadar hemoglobin turun dibawah harga tertentu.Gejala umum
anemia ini timbul karena :
a. Anoksia organ
Efek dari kapasitas pengangkutan oksigen yang berkurang pada jaringan dapat
dikompensasi dengan meningkatkan perfusi jaringan dengan mengubah
aktivitas vasomotor dan angiogenesis.
Peningkatan cardiacoutput
Produksi sel darah merah meningkat 2-3 kali lipat pada kondisi yang akut, 4-6
kali lipat pada kondisi yang kronis, dan kadang- kadang sebanyak 10 kali lipat
pada kasus tahap akhir. Peningkatan produksi ini dimediasi oleh peningkatan
produksi eritropoietin. Produksi eritropoietin dihubungkan dengan konsentrasi
hemoglobin. Konsentrasi eritropoietin dapat meningkat dari 10 mU/mL pada
konsentrasi hemoglobin yang normal sampai 10.000 mU/mL pada anemia
yang berat. Perubahan kadar eritropoietin menyebabkan produksi dan
Gejala umum anemia menjadi jelas apabila kadar hemoglobin telah turun dibawah 7
gr/dL. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada :
3. Usia
Anemia defisiensi besi : disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku
sendok (koilonychias)
2.1.6.DIAGNOSISANEMIA
Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (diseaseentity), yang
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlyingdisease). Hal ini penting
d. Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil
Pengoba tan.
Pemeriksaan Laboratorium
1. pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan khusus
Anemia defisiensi besi : Serum Iron. TIBC (total iron binding capacity),
saturasi transferrin,protoporfirin eritrosit, ferritin serum, reseptor transferrin
dan pengecatan besi pada sumsum tulang.
ANEMIA
Hapusan
Kepaniteraan Klinik Ilmu darah
Penyakit tepid an indeks
Dalam 15
RSUD Kota Semarang eritrosit (MCV,MCH,MCHC)
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
babarapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien
anemia adalah :
1. pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitive yang telah
ditegakan terlebih dahulu
2. pemberian hematinic tanpa indikasi yang jelas tidak dianjurkan
3. pengobatan anemia , dapat berupa ;
terapi keadaan darurat,misalnya perdarahan akut akibat anemia
aplastic, yang mengancam jiwa pasien anemia pasca perdarahan akut
yang disertai gangguan hemodinamik
terapi suportif
terapi yang khas untuk masing-masing anemia
terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar
4. Dalam keadaan dimana diagnosis definitive tidak dapat ditegakan , kita
terpaksa memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus).
5. Transfusi dilakukan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda
gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfuse hanya diberikan jika
anemia bersifat simptomatik atau adanya ancaman payah jantung, disini
diberikan packed red cell jangan whole blood. Pada anemia kronik sering
dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transfuse diberikan
dengan tetesan pelan. Dapat juga diberikan diuretika kerja cepat seperti
furosemide sebelum transfusi.
BAB III
3.1 Definisi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi
kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembetukan
hemoglobin berkurang. (3) ADB ditandai oleh anemia hipokrom mikrositer dan
hasil laboraturium yang menunjukan cadangan besi kosong.
3.2 Epidemiologi
ADB merupakan anemia tersering dijumpai, terutama di Negara-negara tropic
atau Negara ketiga di dunia, oleh karena itu sangat berkaitan dengan taraf
social ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia
yang sangat merugikan dan berdampak social yang cukup serius.
Fase Luminal : besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian siap diserap di
duodenum.
Fase Mukosal : proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan suatu proses
aktif.
Fase Korporeal : meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi, utilisasi besi oleh
sel-sel yang memerlukan dan penyimpanan besi (storage) oleh tubuh.
Fase Luminal
Besi dalam makan terdapat dalam 2 bentuk :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam 19
RSUD Kota Semarang
Universitas Kedokteran Tarumanagara
Ratih Sri Adi Utami SW
ANEMIA
Besi Heme : terdapat dalam daging dan ikan , tingkat absorbsinya tingi tidak
dihambat oleh bahan penghambat sehingga mempunya bioavabilitasnya tinggi.
Bei Non- Heme : berasal dari sumber tumbuh-tumbuhan tingkat absorbsinya
rendah, dipengaruhi oleh bahan pemacu atau penghambat sehingga
bioavabilitasnya rendah.
Yang tergolong sebagai bahan pemacu absorbs besi adalah meat factor dan Vit
C , sedangkan yang tergolong sebagai bahan penghambat adalah tant, phytat dan
serat . dalam lambung karena pengaruh asam lambung maka besi dilepaskan dari
ikatanya dengan senyawa lain. Kemudian terjadi reduksi dari besi bentuk feri ke
fero yang siap untuk diserap.
Fase Mucosal
Penyerapan besi terutama melalui mukosa duodenum dan jejunum proksimal.
Penyerapan terjadi secara aktif melalui proses yang sangat kompleks dan
terkendali. Besi dipertahankan dalam keadaan terlarut oleh pengaruh asam
lambung. Sel absorptive terletak pada puncak dari vili usus (apical cell). Pada
brush boarder dari sel absorptive , besi feri dikonversi menjadi besi fero oleh
enzim ferireduktase, dimediasi oleh protein duodenal cytochrome b- like
(DCYTB). Setelah besi masuk dalam sitoplasma , sebagian disimpan dalam
bentuk ferritin, sebagian diloloskan melalui basolateral transporter, ke dalam
kapiler usus. Pada proses ini terjadi reduksi dari feri ke fero oleh enzim
ferooksidase, anatara lain oleh hephaestin, yang identic dengan seruloplasmin
pada metabolism tembaga , kemudian besi (feri) diikat oleh apotransferin dalam
kapiler usus.
Fase Korporeal
Besi setelah diserap oleh enterosit (epitel usus) , melewati bagian basal epitel usus
, memasuki kapiler usus kemudian dalam darah diikat oleh apotransferin menjadi
transferrin. Transferrin akan melepaskan besi pada sel RES melalui proses
pinositosis.
Regulator Dietetik
Absorbsi dipengaruhi oleh jenis diet diman besi tetrdapat. Diet dengan
bioavabilitas tinggi yaitu besi heme ; besi dari seumber hewani, serta adanya
factor enhancer akan meningkatkan absobsi besi. Sedangkan besi non heme ,
besi yang berasal dari sumber nabati dan banyak mengandung inhibitor akan
disertai prosentase absorpsi besi yang rendah. Pada dietary regulator ini juga
dikenal adanya mucosal block.
Regulator simpanan
Penyerapan besi diatur melalui besarnya cadangan besi dalam tubuh.
Penyerapan besi rendah jika cadangan besi tinggi , sebaliknya apabila
cadangan besi rendah maka absorbsi besi akan ditingkatkan. Bagaimana
mekanisme regulasi ini bekerja belum diketahui dengan pasti, diperkirakan
melalui crypt cell programming. Sehubungan dengan respon saturasi
transferrin plasma dengan besi.
Regulator Eritropoetik
Besar absorpsi besi berhubungan dengan kecepatan eritopoesis. Erythropoetic
Regulator mempunyai kemampuan regulasi absorpsi besi lebih tinggi
dibandingkan stores regulator. Eritropoesis inaktif (peningkatan eritropoesis
tetapi disertai penghancuran precursor eritrosist dalam sumsum tulang), seperti
pada thalassemia, atau hemoglobinopati lainnya, disertai peningkatan absorbs
besi lebih besar dibandingkan dengan peningkatan eritropoesis akibat
destruksi eritrosis di darah tepi, seperti anemia hemolitik autoimun.
3.10TerapiAnemiaDefisiensiBesi
Terapipemberianpreparatbesi :untukmenggantikekuranganbesidalam
tubuh(ironreplacementtheraphy).
Dosisanjuran3x200mg.setiap200mgSFmengandung66mgbesielemental.
PemberianSF3x200mgmengakibatkanabsorbsbesi50mgperhariyangdapat
meningkatkaneritropoesis23xnormal.Efeksampingpemberianpreparatoral
adalahmual,muntah,konstipasi.Untukmengurangiefeksampingmakanbesi
diberikansaatmakanataudosisdikurangimenjadi3x100mg.
Terapibesiparenteral
1. intoleransiterhadappemberianbesisecaraoral
2. kepatuhanterhadapobatyangrendah
3. gangguanpencernaanseperti;colitisulcerativeyangdapatkambuhjika
diberikanbesi
4. penyerapanbesitergangguseperti,gastrektomi
5. keadaandimanakehilangandarahyangbanyaksehinggatidakcukupdengan
pemberianoral
6. kebutuhanbesiyangbesardalamwaktuyangpendak;kehamilansemester3
atausebelumoperasi
7. defisiensibesifungsionalrelativeakibatpemberianeritropoetinpadaanemia
gagalginjalkronikatauanemiaakibatpenyakitkronik.
Preparatyangtersediaadalahirondextrancomplex,ironsorbitolcitricacid
complexdanyangterbaruadalahironferricgluconatedanironsucroseyang
lebihaman.BesiparenteraldapatdiberikansecaraIMdalamatauIVpelan.
Efeksampingadalahreaksianafilaktik,flebitis,sakitkepala,flushing,mual,
muntah,nyeriperut,singkop.
Terapibesiparenteralbertujuanuntukmengembalikankadarhemoglobindan
mengisibesisebesar5001000mg.dosisyangdiberikanbisadenganrumus:
Responterapi
Dinyatakanmeberiresponyangbaikbilaretikulositnaikpadaminggu
BAB IV
ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIS
4.1 Definisi
Anmia yang dijumpai pada pasien inflamasi kronis mupun keganasan ,
ditandai oleh kadar Hb berkisar 7-11 g/dl , kadar FE serum menurun disertai
TIBC yang rendah, cadangan FE yang tingi di jaringan serta produksi sel
darah merah berkurang.
4.2 Etiologi
Dikarenakan ada beberapa penyakit yang mendasarinya seperti; tuberculosis,
abses paru, endocarditis bakteri subakut, osteomyelitis, dan infeksi jamur
kronis serta HIV membuktikan bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis
berkaitan dengan anemia . Beberapa factor yang menyebabkan anemia pada
penyakit kronis :
a. pemendekan masa hidup pada eritrosit
b. penghacuran eritrosit karena adanya aktivasi dari makrofag oleh sitokin
yang menyebabkan peningkatan fagositosis makrofag tersebutdan sebagai
bagian filter limpa menjadi kurang toleran terhadap perubahan /kerusakan
minor dari eritrosit.
c. Terganggunya produksi eritosit, katena gangguan metabolisme zat besi
d. Depresi fungsi sumsum tulang
4.5 pengobatan
a. transfuse , merupakan pilihan utama untuk kasus yang disertai gangguan
hemodinamik, sebaiknya pada penyakit kronis kadar Hb dipertahankan 10
- 11 gr/dl.
b. Preparat besi
c. Eritropoetin, pemberian eritopoetin bermanfaat pada pasien anemi akibat
kanker, gagal ginjal, myeloma multiple, artritis rheumatoid dan pasien HIV
. Saat ini ada 3 jenis eritropoetin , yaitu eritropoetin alfa, beta dan
darbopoetin.
BAB V
ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN
5.1 Definisi
Merupakan suatu kelainan dimana terdapat antibodi terhadap sel-sel eritrosit
sehingga umur eritrosit memendek (5)
5.2 Epidemiologi
Anemia hemolitik autoimun terbagi atas beberapa jenis,tipe hangat dan tipe
dingin adalah yang paling sering ditemukan. Anemia hemolitik autoimun tipe
hangat dapat ditemukan disemua usia,terutama pada seseorang dengan umur
diatas 40 tahun. Setiap tahun 1 dari 70.000-80.000 populasi dideteksi
menderita anemia hemolitik autoimu tipe hangat. Sekitar 70% kasus anemia
hemolitik autoimun adalah tipe hangat. Kasus dengan tipe dingin terjadi 1 dari
14 juta populasi dan kebanyakan terjadi pada wanita. Tidak ditemukan adanya
hubungan antara ras dan genetik dengan anemia hemolitk autoimun tipe
dingin.
5.3Etiologi
Penyebab dari terjadinya anemia hemolitik autoimun masih belum jelas.
Kemungkinan adanya ketidakmampuan tubuh untuk membatasi limfosit
autoreaktif residual dan gangguan central tolerance. central tolerance
berfungsi untuk mencegah terjadinya autoimun dengan cara menyeleksi sel T
yang non-reaktif,menghilangkan self reactive-T dan limfosit B pada saat
5.4 Klasifikasi
Anemia hemolitik autoimun dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Cold-active antibodies
Primary or idiopathic
Secondary
Lymphoproliferative diseases
Autoimmune disorders
Infections
Mycoplasma pneumoniae
Infectious mononucleosis
2. Paroxysmal cold hemoglobinuria (PCH)
Syphilis,Measles, mumps
4. Warm-active Antibodies
Idiopathic
Secondary
Lymphoproliferative disorders
Autoimmune and immunodeficiency disorders
Malignancy
Viral infections
5. Drug-induced immune hemolytic anemia (DI-IHA)
Drug adsorption type (penicillin)
Neoantigen type (quinidine/stibophen)
Autoimmune type (-methyldopa)
Nonimmune type (first-generation cephalosporins)
6. Transplant-associated hemolytic anemia
Hematopoietic stem cell transplant
Minor ABO group mismatch
Major ABO group mismatch
Passive antibody transfer
7. Solid organ transplant
Passenger lymphocyte syndrome
Passive antibody transfe
5.5 patofisiologi
5.7 Diagnosis
Dua kriteria harus terpenuhi ketika menegakan diagnosa,hasil laboratorium yang
menunjukan adanya hemolisis dan pemeriksaan serologis yang menunjukan adanya
autoantibodi.
Pemeriksaan laboratorium rutin
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menemukan adanya hemolisis adalah
pemeriksaan darah rutin (apusan darah tepi,bilirubin,laktat
dehidrogenase,haptoglobin,hemosiderin). Adanya penurunan serum
hemoglobin dan hematokrit,peningkatan serum LDH dan unkonjungasi
bilirubin adalah pertanda umum terjadinya hemolysis
Pemeriksaan serologis
1. Direk antiglobulin tes (direct coombs test),
Sel eritrosit dicuci dari protein yang melekat dan direaksikan dengan
antiserum dan fraksi komplemen. Jika di permukaan sel eritrosit mengandung
IgG dan Cd3 maka akan terjadi reaksi aglutinasi
2. Indirek antiglobulin tes (indirect coombs test)
Serum direaksikan dengan sel reagen,imunoglobulin yang beredar pada
serum akan melekat pada sel reagen dan dapat dideteksi dengan antiglobulin
sera dengan terjadinya aglutinasi.
3. Elution
Jika hasil dari DAT positif maka antibodi yang melekat pada permukaan
eritrosit dapat dipisahkan dari sel eritrosit dengan asam atau xylene.
Pemeriksaan ini dilakukan jika kadar antibodi terlalu rendah untuk dideteksi
pada permukaan sel eritrosit
BABV II
KESIMPULAN
Daftar Pustaka