Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus merupakan suatu bentuk


peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi &
Inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A -hemolytic streptococci
(GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema,
hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut.1 Gejala klinis yang paling banyak
Ditemukan adalah hematuria.2 Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti
pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan
jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria makroskopik yang
berlangsung lama.1
Meskipun penyakit ini dapat mengenai semua umur, tetapi GNA paling
sering didapatkan pada anak berumur 215 tahun. Usia < 2 tahun jarang terjadi.
Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik
atau sporadik. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 1.3. Penyebab
GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya, tetapi pada anak
penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus haemolyticus,
sehingga seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah
GNA pasca streptokokus atau GNAPS. GNAPS didahului infeksi melalui saluran
pernapasan atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada
ISPA atau 3 minggu pada pioderma.1,2,3,4
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik
lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden
GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit
infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak
dijumpai. Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada
golongan sosial ekonomi rendah, masing masing 68,9%1 & 66,9%.1
Komplikasi yang paling sering dijumpai adalah ensefalopati hipertensi dan
edema paru.

1
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut
yang berlangsung 1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-
gejala seperti edema, hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang,
sebaliknya gejala-gejala laboratorium menghilang dalam waktu 1-12 bulan.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
a. Nama : An. T
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Tanggal lahir /umur : 26 November 2004 (12 tahun 8 bulan)
d. Agama : Islam
e. Kebangsaan : Indonesia
f. Suku bangsa : Bugis
g. Nama ibu : Ny. Rahma Umur : 49 tahun
h. Nama ayah : Tn. Abd. Rahim Umur : 56 tahun
i. Pekerjaan ayah : Wiraswasta
j. Pekerjaan ibu : Ibu Rumah Tangga
k. Alamat : Sioyong
l. No. Telp :-
m. Dikirim oleh : IGD Anutapura
n. Masuk dengan diagnose : Sup. Glomerulonefritis Akut
o. Tanggal /jam masuk rumah sakit : 29 Juni 2017/ 20.00 Wita
p. Masuk ke ruangan : Nuri bawah
q. Diagnosis : Glomerulonefritis akut
r. Anamnesis : oleh ibu pasien
s. Anak : Ke 2 dari 2 bersaudara
t. Partus / oleh : Normal / bidan

3
FAMILY TREE

Ayah Ibu

Anak Anak

Sehat Penderita

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Air seni berwarna cokelat tua
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluhkan air seni berwarna cokelat tua seperti teh sejak 3 hari
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada mata tetapi hanya pada pagi
hari kemudian menghilang pada siang hari dan pasien juga mengeluhkan nyeri
perut yang menjalar hingga ke belakang sejak 3 hari yang lalu juga, demam (+)
sejak 3 hari yang lalu, demam turun jika diberi obat penurun panas, batuk (+)
tidak berlendir dan kadang-kadang, sakit kepala (+), muntah (+) sebanyak 7 x
yang dimuntahkan makanan, kejang (-), nyeri pada saat buang air kecil (-) buang
air besar biasa dan ,nafsu makan menurun. Seminggu sebelumnya pasien
mengeluhkan nyeri menelan dan batuk. Infeksi pada kulit (-).

Riwayat Penyakit Dahulu :


1 bulan yang lalu pasien mengalami keluhan yang sama dan di rawat di
Rumah Sakit Anutapura dengan diagnosis infeksi ginjal. Pasien sempat dilakukan

4
pemeriksaan USG dengan hasil didapatkan tampak ginjal membesar, echo
meningkat dan tidak didapatkan batu didalamnya, kesan glomerulonephritis akut.

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada keluarga dirumah yang sakit serupa. Tidak ada keluarga yang
memiliki riwayat alergi, asma, diabetes, tekanan darah tinggi serta penyakit
lainnya.

5. Riwayat kebiasaan dan lingkungan :


Sering konsumsi makanan yang berbumbu, seperti mie goreng, maupun makan
snack. Pasien juga suka menonton TV, bermain bersama teman-teman
dilingkungan rumahnya.

6. Riwayat Sosial Ekonomi :

Anak tinggal di desa Sioyong. Lingkungan rumah dekat jalan, lingkungan rumah
padat penduduk dan berpolusi. Status sosial ekonomi anak masuk dalam kategori
menengah. Pembiayaan perawatan di rumah sakit menggunakan BPJS.

7. Riwayat Kehamilan :
1) Riwayat ANC lengkap
2) Riwayat sakit saat awal kehamilan tidak ada
3) Riwayat sakit dan hipertensi saat kehamilan : -

8. Riwayat Persalinan :
1) Anak lahir spontan dirumah bersalin dengan BB lahir 3000 gr dan PB : 48 cm
2) Saat lahir anak langsung menangis, kebiruan dan kuning patologis saat lahir
(-) dan gerak bebas

9. Kemampuan dan kepandaian bayi :


1) Membalik : 3 bulan
2) Tengkurap : 4 bulan

5
3) Duduk : 6 bulan
4) Merangkak : 8 bulan
5) Berdiri : 1 tahun
6) Berjalan : 1 tahun 2 bulan
7) Tertawa : 1 tahun
8) Berceloteh : 1 tahun 2 bulan
9) Memanggil papa : 11 bulan

10. Penyakit yang sudah pernah di alami:


1) Morbili : (-)
2) Varicella : (-)
3) Pertussis : (-)
4) Diare : (+)
5) Cacing : (-)
6) Batuk / pilek : (+) sering
7) Lain lain : (-)

11. Anamnesis Makanan :


Anak meminum ASI (air susu ibu) sejak lahir sampai berumur 6 bulan. Saat
anak memasuki usia 7 bulan diberikan juga makanan tambahan seperti bubur
saring. Saat anak memasuki umur 1 tahun mulai diberikan makanan padat.

12. Riwayat imunisasi :


1) BCG : 1 kali pemberian (1 bulan)
2) POLIO : 4 kali pemberian (lahir - 2 bulan 4 bulan - 6 bulan)
3) DTP : 3 kali pemberian (2 bulan - 4 bulan 6 bulan)
4) HEPATITIS B : 3 kali pemberian (lahir - 1 bulan 6 bulan)
5) CAMPAK : 1 kali pemberian (9 bulan)
Imunisasi pada pasien ini lengkap.

6
13. Ikhtisar Penyakit menurut status UGD
1) Air seni berwarna cokelat tua (+)
2) Nyeri perut tembus ke belakang (+)
3) Demam (+)
4) Sakit Kepala (+)
5) Muntah (+)
6) Batuk (+)
7) Nyeri buang air kecil (-)
8) Riwayat infeksi ginjal sebelumnya (+)
9) Riwayat infeksi tenggorokan sebelumnya (-)
PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
2. Pengukuran
Tanda vital : Tekanan darah :120 / 90 mmHg (Hipertensi)
Nadi :80 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu :38 C
Respirasi :24 kali/menit
Berat badan : 40 kg
Tinggi badan : 155 cm
Lingkar perut : 69 cm
Status gizi :
BB/TB = 40/44 x 100% = 90,9 % ( gizi baik )
BB/U = 40/45 x 100% = 88 % (normoweight)
TB/U = 155/157 x 100 % = 98 % (normoheight)

3. Kulit : Warna : Sawo matang


Efloresensi : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Sianosis : tidak ada
Turgor : cepat kembali

7
Kelembaban : cukup
Sianosis : tidak ada
Lapisan lemak : cukup
Kepala: Bentuk : Normocephal
Rambut : Warna hitam,tidak mudah dicabut, tebal,
alopesia (-)
Mata : Palpebra : edema (+/+)
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Refleks cahaya : (+/+)
Refleks kornea : (+/+)
Pupil : Bulat, isokor
Exophthalmus : (-/-)
Cekung : (-/-)
Telinga : Sekret : tidak ada
Serumen : minimal
Nyeri : tidak ada
Hidung : Pernafasan cuping hidung : tidak ada
Epistaksis : tidak ada
Sekret : tidak ada
Mulut : Bibir : mukosa bibir kering, tidak hiperemis
Gigi : tidak ada karies
Gusi : tidak berdarah
Lidah : tidak tremor
kotor
tepi kemerahan
4. Leher :
Pembesaran kelenjar getah bening : tidak ada
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak ada
Faring : tidak hiperemis
Tonsil : T1/T1 tidak hiperemis

8
5. Toraks :
a. Dinding dada/paru :
Inspeksi : Bentuk : ekspansi dinding dada simetris
Dispnea : tidak ada
Retraksi : tidak ada
Palpasi : Vokal fremitus: simetris kiri - kanan
Perkusi : Sonor kiri : kanan
Auskultasi : Suara Napas Dasar : bronkovesikuler +/+
Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
b. Jantung :
Inspeksi :Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : tidank ada pembesaran jantung
Auskultasi : Suara dasar : S1 dan S2 murni, regular
Bising : tidak ada
6. Abdomen :
Inspeksi : Bentuk : cembung
Auskultasi : bising usus (+) kesan menurun
Perkusi : Bunyi : timpani
Asites : (-)
Palpasi : Nyeri tekan : (+) pada regio epigastrik
Hati : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ginjal : nyeri ketuk CVA +/+
7. Ekstremitas : akral hangat, edem tidak ada, parese tidak ada, rumple
leede test (-)
8. Tulang belulang : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
9. Otot-otot : Atrofi (-), eutrofi (+)
10. Refleks : Refleks fisiologis normal, patologis (-)

9
PEMERIKSAAN LABORATORIUM TANGGAL 29 Juni 2017
Hasil Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 13,2 14 18 g/dl
Leukosit 16,2 4,8 10,8 ribu/ul
Eritrosit 4,18 4,7 6,1 Juta/ul
Hematokrit 40,0 42 52 %
Trombosit 397 150450 Ribu/ul

Urea 17 mg/dL 18-55


Creat 0,57 mg/dL 0,50-1,20

RESUME
Pasien anak perempuan usia 13 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan air seni
berwarna cokelat tua seperti teh dan nyeri perut yang menjalar hingga ke belakang
sejak 3 hari yang lalu juga, bengkak daerah mata pada pagi hari (+), demam (+)
sejak 3 hari yang lalu, demam turun jika diberi obat penurun panas, batuk (+)
tidak berlendir dan kadang-kadang, sakit kepala (+), muntah (+) sebanyak 7 x
yang dimuntahkan makanan, kejang (-) buang air besar biasa, nyeri pada saat
buang air kecil (-) dan nafsu makan menurun. Riawayat infeksi tenggorakan (+).
Riwayat infeksi pada kulit (-)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis,gizibaik.Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan
darah 120/90 mmHg (hipertensi ringan), nadi 80 x/menit, reguler, kuat angkat,
respirasi 22x/menit,suhu 38,5oC. Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa bibir
lembab. Pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri pada regio epigastrik.
Didapatkan nyeri ketuk CVA +/+ Pemeriksaan laboratorium leukosit mengalami
peningkatan yaitu 16,2 ribu/ul.

10
DIAGNOSA
Cholic abdomen observasi

Diagnosa Banding :
Susp. Glomerulonefritis AKut

TERAPI
Bedrest
Diet rendah garam 1 gr/hari
Diet rendah protein 40 gr/hari
IVFD Ringer Laktat 20 tetes per menit
Injeksi ketorolac 20 mg/8 jam/IV
Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
Furosemide 40 mg 1 dd 1 tab (pagi)

Anjuran Pemeriksaan :
ASTO
Urine Lengkap
Kultur

FOLLOW UP I
Tanggal 30 Juni 2017
S : Panas (+) hari ke 4, edema (-), sakit perut (+), demam (+), batuk (-), BAK
berwarna cokelat tua (+) BAB biasa
O: Tanda vital : Keadaan umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : compos mentis
Nadi : 86 kali/menit, reguler, kuat angkat
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Suhu : 37,8 C
Respirasi :22 kali/menit
Kepala leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), lidah tremor (-)

11
Abdomen : Auskultasi: peristaltik (+), menurun
A: Glomerulonefritis akut
P: IVFD WIDA Kdn 1 12 tetes per menit
Injeksi Santagesik 400 mg/8 jam/IV
Injeksi Cefotaxime 500 mg/8 jam/IV (Hari ke 1)
Furosemide 40 mg 1 dd I tab
Elkana Cl Syr 1 dd cth I
BB : 40 kg, TB : 155 cm, LP : 69 cm
Urine : 400 cc/hari

Hasil Urin tanggal 30 Juni 2017

12
Pemeriksaan Urine Hasil

PH 7,5

BJ 1.005

Protein Negatif

Reduksi Negatif

Urobilinogen Negatif

Bilirubin Negatif

Keton Negatif

Nitrit Negatif

Blood Negatif

Leukosit Negatif

Vitamin C Negatif

Sedimen

Leukosit 4-5

Eritrosit 4-5

Granula Negatif

Epitel Sel +

Hyfa Negatif

Amoeba Negatif

13
FOLLOW UP II
Tanggal 1 Juli 2017
S : Panas (+), sakit perut (-), demam (-), batuk (-), BAK berwarna cokelat tua (-)
BAB biasa/, nafsu makan menurun (+)
O: Tanda vital : Keadaan umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 86 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,8 C
Respirasi :22 kali/menit
Kepala leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), lidah tremor (-)
Abdomen : Auskultasi: peristaltik (+), menurun
A: Glomerulonefritis akut
P: IVFD WIDA Kdn 1 12 tetes per menit
Injeksi Santagesik 400 mg/8 jam/IV
Injeksi Cefotaxime 500 mg/8 jam/IV (Hari ke 1)
Furosemide 40 mg 1 dd I tab
Elkana Cl Syr 1 dd cth I
BB : 40 kg, TB : 155 cm, LP : 69 cm
Urine : 390 cc/hari

FOLLOW UP III
Tanggal 2 Juli 2017
S : Panas (-), sakit perut hingga kebelakang (+), demam (-), batuk (-), BAK
berwarna cokelat tua (-) BAB biasa, nafsu makan menurun (+)
O: Tanda vital : Keadaan umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Nadi : 86 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 36,9 C
Respirasi :24 kali/menit

14
Kepala leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), lidah tremor (-)
Abdomen : Auskultasi: peristaltik (+), menurun
A: Glomerulonefritis akut
P: IVFD WIDA Kdn 1 12 tetes per menit
Injeksi Santagesik 400 mg/8 jam/IV (kalau perlu)
Injeksi Cefotaxime 500 mg/8 jam/IV (Hari ke 3)
Elkana Cl Syr 1 dd cth I

FOLLOW UP IV
Tanggal 3 Juli/2017
S : Panas (-), sakit perut hingga ke belakang (-), batuk (-), BAK berwarna cokelat
tua (-) BAB biasa, nafsu makan menurun (+)
O: Tanda vital : Keadaan umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 90 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37,3 C
Respirasi :22 kali/menit
Kepala leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), lidah tremor (-)
Abdomen : Auskultasi: peristaltik (+), menurun
A: Glomerulonefritis akut
P: IVFD WIDA Kdn 1 12 tetes per menit
Injeksi Santagesik 400 mg/8 jam/IV
Injeksi Cefotaxime 500 mg/8 jam/IV (Hari ke 1)
Furosemide 40 mg 1 dd I tab
Elkana Cl Syr 1 dd cth I
BB : 40 kg, TB : 155 cm, LP : 69 cm
Urine : 425 cc/hari

15
FOLLOW UP V
Tanggal 4 Juli 2017
S : Panas (-), sakit perut (-), demam (-), batuk (-), BAK berwarna cokelat tua (-)
BAB biasa
O: Tanda vital : Keadaan umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 92 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37 C
Respirasi :24 kali/menit
Kepala leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), lidah tremor (-)
Abdomen : Auskultasi: peristaltik (+), menurun
A: Glomerulonefritis akut
P: IVFD WIDA Kdn 1 12 tetes per menit
Injeksi Santagesik 400 mg/8 jam/IV
Injeksi Cefotaxime 500 mg/8 jam/IV (Hari ke 1)
Furosemide 40 mg 1 dd I tab
Elkana Cl Syr 1 dd cth I
BB : 40 kg, TB : 155 cm, LP : 69 cm
Urine : 450 cc/hari

FOLLOW UP VI
Tanggal 5 Juli/2017
S : Panas (-), sakit perut (-), demam (-), batuk (-), BAK berwarna cokelat tua (-)
BAB biasa
O: Tanda vital : Keadaan umum : Sakit sedang
Tingkat kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 110/90 mmHg
Nadi : 94 kali/menit, reguler, kuat angkat
Suhu : 37 C
Respirasi :22 kali/menit

16
Kepala leher : Mukosa bibir kering, lidah kotor (+), lidah tremor (-)
Abdomen : Auskultasi: peristaltik (+), menurun
A: Glomerulonefritis akut
P: Aff Infus
Boleh pulang
Elkana Cl sirup 1 dd 1 cth
Cefixime 200 mg 2 dd I tab ( selama 10 hari )

Advice : Selama 1 bulan Pemeriksaan urin setiap minggu


Pemeriksaan urin setiap 2 minggu / bulan
Pemeriksaan urin 1 bulan 6 bulan.

*Pasien dipulangkan dikarenakan sudah membaik dan dilanjutkan kontrol di poli


anak

17
BAB III

DISKUSI

Pada kasus ini di dapatkan urine berwarna cokelat tua seperti teh, nyeri
perut yang tembus kebelakang,demam, didapatkan dengan nyeri ketuk CVA, serta
di dapatkan hematuria secara mikroskopik yaitu leukosit 4-5, eritrosit 4-5 dan
epitel sel positif. Pada normalnya eritrosit, leukosit dan epitel sel tidak di dapatkan
dalam urin dan didapatkan hipertensi. Jika dikaitkan dengan teori, kasus ini sesuai
dengan teori. Teori juga mengatakan glomerulonefritis akut post streptococcus
terdapat gejala khas yaitu hematuria, edema, hipertensi dan oliguria yang terjadi
secara akut. Tetapi pada pasien ini tidak di dapatkan oliguria.
Glomerulonefritis akut adalah suatu bentuk peradangan glomerulus yang
secara histopatologi menunjukkan proliferasi & Inflamasi glomeruli yang
didahului oleh infeksi group A -hemolytic streptococci (GABHS) dan ditandai
dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema, hipertensi, oliguria yang terjadi
secara akut. GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan
jarang pada usia di bawah 2 tahun.1,2 Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi
group A -hemolytic streptococci melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3
minggu pada pioderma. Gejala klinik glomerulonefritis akut post streptococus
sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk
asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun
epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin
terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita
simtomatik.
Pasien ini berumur 13 tahun, secara teori glomerulonefritis akut post
streptococcus sering dijumpai pada usia 2 15 tahun dan jarang dijumpai pada
usia < 2 tahun. Hal ini sesuai dengan teori karena pasien berusia 13 tahun.
Sebelum pasien dirawat, pasien mengakui menderita infeksi tenggorokan
dan pada kulit tidak didapatkan infeksi. Hal ini sesuai dengan teori yaitu

18
glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi group A -hemolytic streptococci
melalui infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi kulit (piodermi)
dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu pada pioderma.
Pada GNAPS yang khas harus ada periode laten yaitu periode antara
infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu;
periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada GNAPS yang didahului oleh ISPA,
sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi kulit/piodermi. Periode ini
jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1
minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti eksaserbasi
dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-
Schenlein atau Benign recurrent haematuria.1
Pada pasien ini di dapatkan edema pada hari pertama, tetapi hanya pada
daerah mata dan berlangsung hanya pagi hari. Secara teori edema merupakan
gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang pada
akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema
palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema
timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva)
menyerupai sindrom nefrotik. 1,2,3,5
Patofisiologi pada glomerulonefritis akut adalah GNAPS terjadi reaksi radang
pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli berkurang, sedangkan
aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan menyebabkan filtrasi
fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi
di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis
meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan
retensi Na dan air.
Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air
didukung oleh keadaan berikut ini: 10,11
1. Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses
radang di glomerulus.
2. Overexpression dari epithelial sodium channel.

19
3. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin
intrarenal.
Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan
air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi.

Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan


tahanan jaringan lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol
waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan
menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau setelah melakukan
kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi. Kadang-kadang terjadi edema
laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru diketahui setelah terjadi
diuresis dan penurunan berat badan.1

20
Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk
ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan
semula.
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus GNAPS sedangkan
hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%,
sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.1,2,3,5
Pada pasien ini di dapatkan urin tampak berwarna seperti the. Secara teroi
urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau
berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu
pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai
beberapa minggu. Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama,
umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai
hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun secara klinik GNAPS sudah
sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun,
sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan
indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal, mengingat kemungkinan adanya
glomerulonefritis kronik.1,2,3,5
Pada pasien ini juga di dapatkan hipertensi yaitu 120/90 mmHg yang
merupakan hipertensi ringan. Secara teori hipertensi merupakan gejala yang
terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Albar mendapati hipertensi berkisar 32-
70%. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan
dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai
hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu
diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah
akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati
hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala,
muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang.1,2,3,5

Pada pasien ini tidak di dapatkan oligouria, sehingga sejalandengan teori yaitu
keadaan ini oliguria jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan

21
produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal
menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya,
oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan
dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi
anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan
prognosis yang jelek.1,2,3,5

Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang


terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi
akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan tetap
terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini berarti bahwa
bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga akibat
retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.1

Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat bendungan
sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya terlihat secara
radiologik. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas, sianosis. Pada
pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar atau basah halus. Keadaan ini
disebut acute pulmonary edema yang umumnya terjadi dalam minggu pertama
dan kadang-kadang bersifat fatal. Gambaran klinik ini menyerupai
bronkopnemonia sehingga penyakit utama ginjal tidak diperhatikan. Oleh karena
itu pada kasus-kasus demikian perlu anamnesis yang teliti dan jangan lupa
pemeriksaan urin. Frekuensi kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-
85,5% dari kasus-kasus GNAPS. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu
pertama dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik
lain. Kelainan radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi
pleura. Tingginya kelainan radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik
dilakukan dengan posisi Postero Anterior (PA) dan Lateral Dekubitus. Kanan
(LDK).1

Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan
anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat

22
edema atau akibat hematuria makroskopik yang berlangsung lama.1 Pada pasien
ini didapatkan gejala lain yaitu malaise dan anoreksia.

Pada pasien ini sama dengan teori yaitu istirahat di tempat tidur terutama bila
dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan
penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat
tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan
tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan prolonged bed rest sampai
berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan hematuria mikroskopik belum
hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan
dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium
urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. Istirahat yang
terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain dan jauh dari
teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban psikologik.1,5

Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan
makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi
sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak
0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama
pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus
seimbang dengan pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible
water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan
suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).1

Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering


dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan
tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain
memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat
menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah
mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang
terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan
untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis

23
selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi
eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.1,2,3,5

Pada kasus ini diberikan furomesid dengan dosis 40 mg, secara teori hal
paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata
lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-
tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak
berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.1

Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan


dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa
kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa
tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid
atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan
oral.1,5

Pada pasien ini mendapatkan pengobatan istirahat dan antibiotik.


Antibiotik yang diberikan pada pasien cefotaxime 500 mg/8 jam/IV. Cefotaxime
adalah antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga, obat ini sangat aktif
terhadap berbagai bakteri gram positif maupun gram negative.6

Pasien ini tidak mendapatkan anti hipertensi sesuai dengan teori yaitu
hipertensi ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet
yang teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat
menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu hipertensi yang disertai gejala serebral,
seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran menurun dan kejang.1,2,3,5

Selain pemberian antibiotic pasien ini juga mendapatkan IVFD KDN 1 12


tetes per menit., injeksi santagesik 400 mg/8 jam/IV dan elkana sirup 1 dd cth 1.

Berdasarkan teori glomerulonefritis akut merupakan self limiting disease


dan dapat kembali ulang walaupun jarang. Tetapi pada pasien ini dari hasil
anamnesis 1 bulan sebelumnya pasien di rawat dengan diagnosis yang sama yaitu
glomerulonefritis akut dan hasil USG waktu itu didapatkan tampak ginjal

24
membesar, echo meningkat dan tidak didapatkan batu didalamnya, kesan
glomerulonephritis akut.

Berdasarkan hasil anamesis, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang


maka pasien ini di diagnosis dengan glomerulonefritis akut.

Pada pasien ini tidak di dapatkan komplikasi. Berdasarkan teori


komplikasi yang dapat terjadi pada glomerulonefritis akut yaitu ensefalopati
hipertensi,gangguan ginjal akut, dan edema paru. Ensefalopati hipertensi
adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun
dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan
memberikan nifedipin (0,25 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau
sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum
turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah
harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah tel ah turun sampai
25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 2 mg/kgbb/hari) dan
dipantau hingga normal. Edema paru. Anak biasanya terlihat sesak dan
terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni.
Prognosis pada pasien ini baik karena tidak disertai dengan komplikasi,
penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada
komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease.
Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali.
Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut
yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala
laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12
bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada
orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik
maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30%
kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi
glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi
terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury),
edema paru akut atau ensefalopati hipertensi.1,5

25
26
BAB IV

KESIMPULAN

Glomerulonefritis akut pasca streptokokus merupakan suatu bentuk


peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi &
Inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi group A -hemolytic streptococci
(GABHS) dan ditandai dengan gejala nefritik seperti hematuria, edema,
hipertensi, oliguria yang terjadi secara akut.1 Gejala klinis yang paling banyak
Ditemukan adalah hematuria.2 Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti
pucat, malaise, letargi dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena peregangan
jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria makroskopik yang
berlangsung lama.1
Pada kasus ini sesuai dengan teori yaitu di dapatkan hematuria, hipertensi
tetapi tidak terjadi edema, pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang positif
mengarahkan pasien ini di diagnosis dengan Glomerulonefritis akut.

27
DAFTAR PUSTAKA

1.Rauf S et.al. 2012. Konsesnsu Glemerulonefritis Akut Pasca Streptokokus.Unit


Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Doktern Anak Indonesia. Jakarta.

2.Hidayanai A et al.2016.Profil Glomerulonefritis akut pasca streptokokus pada


anak yang dirawat di Bagian Ilmu kesehatan anak RSUP Prof.Dr.R Kandou
Manado.Volume 4,Nomor 2, Juli-Desember 2016

3.Roy R, Laila K.2014.Acute Post-Streptococcal Glomerulonephritis in Children-


A Review.Bangladesh Child Health 2014;Vol 38 (1) 32-39.

4. Martin J, et al. 2012. Acute Psotstreptococcal Glomerulonephritis: A


Manifestation of Immune Reconstitution Inflammatory Syndrome. American
Academy of Pediatric.

5. Pudjiaji A et,al.2009. Pedoman Pelayanan Medis.Ikatan Dokter Anak


Indonesia.

6.Zakaria A et,al.2016.Newly developed topical cefotaxime sodium hydrogels


antibacterial activity and In Vivi Evaluation.

28

Anda mungkin juga menyukai