Anda di halaman 1dari 4

Tugas Individu Kasus 3

5. Prosedur analitis merupakan salah satu prosedut dalam pengujian subtantif selain
pengujian rincian transaksi dan pengujian rincian saldo. Menurut PSA No 22 (SA seksi
329) disebutkan bahwa prosedur analitis bertujuan untuk :
a. Membantu auditor dalam merencanakan sifat, saat, dan lingkup prosedur audit
lainnya
b. Sebagai pengujian substantif untuk memperoleh bukti tentang asersi tertentu yang
berhubungan dengan saldo akun atau jenis transaksi
c. Sebagai review menyeluruh informasi keuangan pada review akhir audit.
Dalam beberapa hal, prosedur analitis lebih efektif atau efisien daripada pengujian
rinci untuk mencapai tujuan pengujian substantif. Hal ini dikarenakan berkaitan dengan
tingkat kepercayaan terhadap bukti, jika kualitas bukti dari prosedur analitis ini cukup
kompeten karena meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat atau ratio yang
dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat, dibandingkan dengan harapan yang
dikembangkan oleh auditor. Auditor mengembangkan harapan tersebut dengan
mengidentifikasi dan menggunakan hubungan yang masuk akal, yang secara pantas
diharapkan terjadi berdasarkan pemahaman auditor mengenai klien dan industrinya. Jadi,
berdasarkan hal-hal tersebut dapat disimpulakan jika kualitas bukti audit yang berasal
dari prosedur tes substantif ini cukup baik dan relevan. Sedangkan mengenai tingkat
kompetensinya, prosedur ini digunakan berdasarkan atas suatu kondisi tertentu sehingga
tingkat keyakinan atas kompetensinya juga didasarkan atas tujuan serta tahapan proses
audit yang sedang dilakukan, selain juga tetap mempertimbangkan ruang lingkup
auditnya.

6. Menurut PSA 67 SA Seksi 318, Tingkat pengetahuan auditor untuk suatu perikatan
mencakup pengetahuan umum tentang ekonomi dan industri yang menjadi tempat
beroperasinya entitas, dan pengetahuan yang lebih khusus tentang bagaimana entitas
beroperasi. Namun, tingkat pengetahuan yang dituntut dari auditor biasanya lebih rendah
bila dibandingkan dengan yang dimiliki oleh manajemen. Perolehan pengetahuan tentang
bisnis yang diperlukan meruapakan proses berkelanjutan dan bersifat kumulatif dalam
pengumpulan dan penentuan informasi dan pengaitan pengetahuan yang diperoleh
dengan bukti audit serta informasi di setiap tahap audit. Contohnya, meskipun informasi
yang dikumpulkan pada tahap perencanaan, biasanya informasi tersebut diperhalu dan
ditambah pada tahap audit berikutnya karena auditor dan asistennya belajar lebih banyak
tentang bisnis.

Auditor dapat memperoleh pengetahuan tentang industri dan entitas dari berbagai
sumber. Contohnya adalah:
a. Pengalaman sebelumnya tentang entitas dan industrinya.
b. Diskusi dengan orang dalam entitas (direktur, personel operasi senior).
c. Diskusi dengan personel dari fungsi audit intern dan review terhadap laporan auditor
intern.
d. Diskusi dengan auditor lain dan dengan penasihat hukum atau penasihat lain yang
telah memberikan jasa kepada entitas atau dalam industri.
e. Diskusi dengan orang yang berpengetahuan di luar entitas (ahli ekonomi industri,
badan pengatur industri, pelanggan, pemasok, dan pesaing).
f. Publikasi yang berkaitan dengan industri (statistik yang diterbitkan oleh badan survey,
teks, jurnal perdagangan, laporan oleh bank, pialang efek, dan koran keuangan).
g. Perundangan dan peraturan yang secara signifikan berdampak terhadap entitas.
h. Kunjungan ke tempat atau fasilitas pabrik entitas.
i. Dokumen yang dihasilkan oleh entitas (notulen rapat, bahan yang dikirim kepada
pemegang saham dan diserahkan kepada badan pengatur, buku promosi, laporan
keuangan dan laporan tahunan, anggaran, laporan manajemen intern, laporan
keuangan interim, dan lain-lain).

7. Dalam melakukan negosiasi mengenai jasa professional yang diberikan, praktisi dapat
mengusulkan jumlah imbalan jasa professional yang diberikan yang dipandang sesuai.
Fakta terjadinya jumlah imbalan jasa professional yang diusulkan oleh praktisi yang satu
lebih rendah dari praktisi lain bukan merupakan pelanggaran terhadap kode etik profesi.
Namun demikian, ancaman terhadap kepatuhan pada prinsip dasar etika profesi dapat
saja terjadi dari besaran imbalan jasa professional yang diberikan. Contohnya adalah
ancaman kepentingan pribadi terhadap kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-
hatian profesional dapat terjadi ketika besaran imbalan jasa profesional yang diusulkan
rendah, sehingga dapat mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya perikatan dengan
baik yang berdasarkan standar teknis dan standar profesi yang berlaku. Signifikansi
ancaman tergantung dari beberapa faktor, seperti besaran imbalan jasa professional yang
diusulkan, serta jenis dan lingkup jasa profesioanl yang diberikan.
8. Menurut PSA 25 SA Seksi 312 :
Risiko control atau risiko pengendalian adalah risiko bahwa suatu salah saji material
yang dapat terjadi dalam suatu asersi tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat
waktu oleh pengendalian intern entitas. Risiko ini merupakan fungsi efektivitas desain
dari operasi pengendalian intern untuk mencapai tujuan entitas yang relevan dengan
penyusunan laporan keuangan entitas. Beberapa risiko pengendalian akan selalu ada
karena keterbatasan bawaan dalam setiap pengendalian intern.
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak dapat mendeteksi salah saji material
yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi merupakan fungsi efektivitas
prosedur audit dan penerapannya oleh auditor. Risiko ini timbul sebagian karena
ketidakpastian yang ada pada waktu auditor tidak memeriksa 100% saldo akun atau
golongan transaksi, dan sebagian lagi karena ketidak pastian lain yang ada, walaupun
saldo akun atau golongan transaksi tersebut diperiksa 100%. Ketidak pastian lain
semacam itu timbuk karena auditor mungkin memilih suatu prosedur audit yang tidak
sesuai, menerapkan secara keliru prosedur yang semestinya, atau menafsirkan secara
keliru hasil audit. Ketidakpastian lain ini dapat dikurangi sampai pada tingkat yang
dapat diabaikan melalui perencanaan dan supervisi memadai dan pelaksanaan praktik
audit yang sesuai dengan standar pengendalian mutu.

Risiko deteksi mempunyai hubungan terbalik dengan risiko bawaan dan risiko
pengendalian. Semakin kecil risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini oleh
auditor, semakin besar risiko deteksi yang dapat diterima. Sebaliknya, semakin besar
adanya risiko bawaan dan risiko pengendalian yang diyakini auditor, maka semakin kecil
risiko deteksi yang dapat diterima. Komponen risiko audit ini dapat ditentukan secara
kuantitatif, seperti dalam bentuk persentase atau secara nonkuantitatif yang berkisar,
misalnya, dari minimum samapai dengan maksimum. Risiko deteksi yang dapat diterima
oleh auditor dalam merancang prosedur audit tergantung pada tingkat yang diinginkan
untuk membatasi risiko audit suatu saldo akun atau golongan transaksi dan tergantung
atas penetapan auditor terhadap rsiko bawaan dan risiko pengendalian. Apabila penetapan
auditor terhadap risiko bawaan dan risiko pengendalian menurun, risiko deteksi yang
dapat diterimanya meningkat. Namun, auditor tidak boleh sepenuhnya mengandalkan
risiko bawaan dan risiko pengendalian, dengan tidak melakukan pengujian substantive
terhadap saldo akun atau golongan transaksi, yang didalamnya mungkin terkandung salah
saji yang mungkin material jika digabungkan dengan salah saji yang ada pada saldo akun
atau golongan transaksi yang lain.

Anda mungkin juga menyukai