PENDAHULUAN
1
2
Alat penukar panas atau Heat exchanger adalah alat yang digunakan
untuk memindahkan panas dari sistem ke sistem lain tanpa perpindahan massa dan
bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin. Biasanya, medium
pemanas dipakai adalah air yang dipanaskan sebagai fluida panas dan air biasa
sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin
agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran
panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang
memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung (direct contact). Penukar
panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia
maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah satu
contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana cairan
pendingin memindahkan panas.
Pentingnya jarak baffles pada penukar kalor dijelaskan oleh Dogan
Eryener (1998). Penukar kalor dengan baffles memiliki banyak keuntungan
seperti pemisahan sempurna antara panas dan fluida dingin, ringan efektifitas
pemulih panas tinggi, tidak ada bagian yang bergerak, dan tidak ada daya
eksternal.
Penelitian yang dilakukan Danny (2015), menunjukkan koefisien
perpindahan panas maksimal terdapat pada kemiringan baffles 30 o dengan variasi
bilangan Reynolds terbesar yaitu 6000 dengan nilai 229.80 W. Efektivitas
maksimal diperoleh pada kemiringan baffles 0 dengan variasi bilangan Reynolds
6000 sebesar 0.0391. Simulasi penelitian ini mampu memberikan desain
pembuatan untuk penukar kalor.
Penelitian yang dilakukan Lilis (2015), analisa distribusi temperatur alat
penukar kalor jenis shell and tube dengan menggunakan metode computational
fluid dynamic menunjukkan data hasil penelitian nilai koefisien pindah panas yang
didapatkan semakin kecil apabila semakin besar jumlah laju alir. Dan pola aliran
yang terbentuk pada sisi shell dalah turbulen.
3
4
5
sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa mungkin
agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien. Pertukaran
panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding yang
memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung (direct contact). Penukar
panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia
maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah satu
contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana cairan
pendingin memindahkan panas(Keenan,1986).
Dalam industri proses kimia masalah perpindahan energi atau panas adalah
hal yang sangat banyak dilakukan. Sebagaimana diketahui bahwa panas dapat
berlangsung lewat 3 cara, dimana mekanisme perpindahan panas itu sendiri
berlainan adanya. Adapun perpindahan itu dapat dilaksanakan dengan:
1. Secara molekular, yang disebut dengan konduksi.
2. Secara aliran yang disebut dengan perpindahan konveksi.
3. Secara gelombang elektromagnetik, yang disebut dengan radiasi.
Heat exchanger yang digunakan oleh teknisi kimia tidak dapat
dikarakterisasi dengan satu rancangan saja, perlu bermacam-macam peralatan
yang mendukung. Bagaimanapun satu karakteristik heat exchanger adalah
menukar kalor dari fase panas ke fase dingin dengan dua fase yang dipisahkan
oleh solid boundary(Foust, 1980).
Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan
relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu
annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang
optimal).
Gambar 2.1. Shell and Tube, (a) Square pitch dan (b) Triangular pitch
Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan
pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)(Kern, 1983).
6
Perpindahan panas dari suatu zat ke zat yang lain disertai dengan gerakan
partikel atau zat tersebut secara fisik.
Gambar 2.3 . Penukar panas jenis pipa rangkap (double pipe Heat exchanger )
2.4.2 Penukar panas cangkang dan buluh (shell and tube heat exchanger)
Alat penukar panas cangkang dan buluh terdiri atas suatu bundel pipa yang
dihubungkan secara parallel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel
(cangkang ). Fluida yang satu mengalir di dalam bundel pipa, sedangkan fluida
yang lain mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau
bersilangan.
Kedua ujung pipa tersebut dilas pada penunjang pipa yang menempel pada
mantel. Untuk meningkatkan effisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat
11
penukar panas cangkang dan buluh dipasang sekat ( buffle ). Ini bertujuan untuk
membuat turbulensi aliran fluida dan menambah waktu tinggal ( residence time ),
namun pemasangan sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan
menambah beban kerja pompa, sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan
panasnya harus diatur.
Gambar 2.4 Penukar panas jenis cangkang dan buluh( shell and tube Heat
exchanger ).
2.4.3 Penukar Panas Plate and Frame (Plate and frame heat exchanger)
Alat penukar panas pelat dan bingkai terdiri dari paket pelat pelat tegak
lurus, bergelombang, atau profil lain. Pemisah antara pelat tegak lurus dipasang
penyekat lunak (biasanya terbuat dari karet). Pelat pelat dan sekat disatukan oleh
suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut pelat 10 (kebanyakan segi empat)
terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua dari lubang ini, fluida dialirkan
masuk dan keluar pada sisi yang lain, sedangkan fluida yang lain mengalir melalui
lubang dan ruang pada sisi sebelahnya karena ada sekat.
juga sebuah benda atau ruangan yang akan dianalisa dibagi-bagi dengan jumlah
grid tertentu atau sering juga disebut dengan meshing. Tahap selanjutnya adalah
processor, pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input dengan
persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan hingga
hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen.
Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan
proses integrasi persamaan diskrit.
Tahap akhir merupakan tahap post processor dimana hasil perhitungan
diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola warna
tertentu. Hal yang paling mendasar mengapa konsep Computational Fluid
Dynamics banyak sekali digunakan dalam dunia industri adalah dengan
Computational Fluid Dynamics dapat dilakukan analisa terhadap suatu sistem
dengan mengurangi biaya eksperimen dan tentunya waktu yang panjang dalam
melakukan eksperimen tersebut. Atau dalam proses design engineering tahap yang
harus dilakukan menjadi lebih pendek. Hal ini yang mendasari pemakaian konsep
Computational Fluid Dynamics adalah pemahaman lebih dalam akan suatu
masalah yang akan diselesaikan atau dalam hal ini pemahaman lebih dalam
mengenai karakterisrik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik, vektor,
kontur dan bahkan animasi.
Q = Ud.A.dTm....(1.2)
Keterangan :
Q = Jumlah panas yang dipindahkan persatuan jam (Kcal/jam)
Ud = Koefisien perpindahan panas keseluruhan (Kcal/jam m2 oC)
22
dTm = .(1.3)
Harga Ft dapat ditaksir dari fig. 18-23 kern, yang merupakan kolerasi R
dan S, dimana :
R= dan S= .(1.5)
Bagian shell :
as = (1.6)
Keterangan :
at = ..(1.7)
Keterangan :
Nt = jumlah tube
at = flow area per tube (in2) (Kern, table 10)
n = Jumlah lewatan
.(1.8)
Keterangan :
W = Laju alir fluida Panas, lb/jam
As = flow area , ft2
Gs = Kecepatan massa pada shell (lb/jam.ft2)
24
Bagian tube :
Gt =
Keterangan :
M = Laju alir fkuida dingin, lb/jam
At = flow area, ft2
2.7.5 Bilangan Reynold
Bilangan Reynold merupakan suatu bilangan yang tak berdimensi dan
menggunakan pada aliran fluida untuk mengetahui adanya laminar, transisi, atau
turbulen. Berikut adalah persamaan untuk menghitung bilangan Reynold :
Re = De x Gs /
= +
Koefisien Perpindahan panas gabungan kotor (Ud)
Perpindahan panas gabungan dalam keadaan kotor (Ud) dapat ditentukan
dengan memperhatikan semua tahanan yang ada termasuk tahanan karena
kotoran (tahanan total).
Karena koefisien perpindahan panas h berbanding terbalik dengan tahanan
film konceksi maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut :
Rd = .(1.9)
Koefisien perpindahan panas dalam tube (hi)
Untuk menghitung hi yaitu mengalikan nilai jH dengan (k/D)(C /k)1/3
hi = jH (k/D)( C /k)1/3(1.10)
jH diperoleh dari fig.24 kern yaitu hubungan antar jH = (hi.D/k)
Koefisien perpindahan panas di luar tube (hio)
Untuk menghitung nilai hio dapat digunakan persamaan berikut :
hio = hi x ID/OD..(1.11)
25
26
27
Mulai
Pembuatan meshing
Ya Iterasi Error?
Tidak
Selesai
mempunyai kondisi batasan yang berbeda sesuai dengan proses yang terjadi pada
saaat fluida mengalir. Dalam autodesk simulation CFD-lah nilai-nilai dan
karakteristik dari masing- masing. Disini dimasukkan angka laju alir,suhu,dan
tekanan yang diinginkan.
Dari Gambar 3.5 dapat dilihat proses pembuatan meshing pada autodesk
simulation CFD, pada proses ini alat Heat Exchanger dibagi menjadi elemen
elemen kecil yang nantinya berperan sebagai control surface atau volume dalam
proses perhitungan yang kemudian tiap - tiap elemen ini akan menjadi input intuk
elemen disebelahnya. Hal ini akan terjadi berulang hingga domain penuh.
Dari Gambar 3.6 dapat dilihat tahapan iterasi yang dilakukan pada aplikasi
Autodesk Simulation CFD. Hal ini sangat perlu dilakukan agar mengetahui error
yang terjadi pada penelitian ini.
33
34
Gambar 4.2 Penurunan tekanan pada Shell & Tube dengan laju alir pada Shell
148.000 l/menit dan Tube 10.600
Gambar 4.3 Profil aliran fluida pada analisa profil aliran fluida di tube & shell
dengan laju alir pada tube 10.600 l/menit dan pada shell 148.000
l/menit
Dari Gambar 4.3 dapat dilihat dari hasil simulasi terhadap profil aliran
fluida pada aliran di tube dengan perubahan warna yaitu biru sampai hijau
kekuningan. Pada laju alir masuk shell dengan perubahan warna yaitu dari merah
sampai kuning kehijauan. Pada tube kecepatan laju alir ditandai dengan warna
biru memiliki laju alir sebesar 40 m/s. Sedangkan pada laju alir yang ditandai
warna hijau kekuningan memiliki laju alir sebesar 240 m/s. Pada shell kecepatan
laju alir ditandai dengan warna merah memiliki laju alir sebesar 360 m/s.
Sedangkaan laju alir yang ditandai warna kuning kehijauan memiliki laju alir
sebesar 260 m/s.
Pada Gambar 4.4 dapat dilihat analisa temperatur atau panas yang
mengalir pada tube & shell.
36
Gambar 4.4 analisa temperatur atau panas yang mengalir pada tube & shell
Dari gambar 4.4 dapat dilihat hasil simulasi terhadap profil aliran panas
pada tube in yaitu 45oC dan pada shell yaitu -65 oC dengan menggunakan software
autodesk simulation CFD menunjukkan bahwa terjadi perubahan suhu pada aliran
tube yaitu merah menjadi warna jingga. Pada tube in ditandai dengan warna
merah yang memiliki suhu 45 oC, sedangkan pada tube out ditandai warna jingga
memiliki suhu sebesar 30 oC. Pada shell in dengan ditandai dengan warna biru
pekat dan shell out ditandai warna biru. Pada shell in ditandai warna biru pekat
memiliki suhu sebesar -65 oC dan pada shell out ditandai warna biru memiliki
suhu -63 oC.
37
Dari tabel diatas dapat dilihat yaitu dengan laju alir pada tube 10600
l/menit dan suhu 45 oC dengan memvariasikan laju alir dan suhu pada shell maka
hasil yang didapat yaitu kenaikan temperatur pada keluaran shell, bilangan
Reynold semakin besar, pressure drop pada shell yang semakin besar, dan
koefisien pindah panas yang semakin besar.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Hubungan Antara Laju Alir dan Suhu Terhadap Bilangan Reynold
Number (NRe)
Hubungan antara laju alir dan suhu terhadap bilangan reynold dapat dilihat
pada Gambar 4.5.
38
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Laju Alir Dan Suhu Terhadap Bilangan
Reynold (NRe)
Gambar 4.5 menunjukkan hubungan antar laju alir dan suhu terhadap
bilangan Reynold. Dimana nilai terbesar terdapat pada laju alir 162.000 dengan
suhu -5 dengan nilai bilangan Reynoldnya sebesar 26,777.
Pada gambar 4.5 dapat dilihat bahwa bilangan Reynold terus meningkat
seiring seningkatnya suhu dan laju alir. Hal ini dikarenakan bahwa bilangan
Reynold berbanding lurus terhadap suhu dan laju alir. Besarnya bilangan Reynold
yang terjadi pada suau aliran dalam pipa dapat menunjukkan apakah profil aliran
tersebut luminer atau turbulen.
4.2.1 Hubungan Antara Laju Alir dan Suhu Terhadap Pressure Drop (Pa)
Hubungan antara laju alir dan suhu terhadap pressure drop dapat dilihat
pada Gambar 4.6
39
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Antara Laju Alir Dan Suhu Terhadap Pressure
Drop (Pa)
Gambar 4.6 menunjukkan hubungan antar laju alir dan suhu terhadap
pressure drop. Dimana pressure drop terbesar terdapat pada laju alir 162.000
dengan suhu -45 C dengan nilai pressure drop sebesar 1.702
Pada Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa semakin tinggi laju alir maka
semakin besar pula pressure drop yang didapat. Hal ini dikarenakan semakin
tinggi laju alir maka semakin turbulen aliran tersebut sehingga pressure drop yang
dihasilkan juga semakin besar. Distribusi kecepatan aliran turbulen lebih seragam
di seluruh diameter pipa sehingga menyebabkan gesekan. Gesekan pada aliran
turbulen tergantung pada keksaran pipa dan gesekan tersebut menyebabkan
terjadinya pressure drop.
Hubungan antara laju alir dan suhu terhadap keofisien perpindahan panas
design (Ud) dapat dilihat pada Gambar 4.7
40
Gambar 4.7 Hubungan Antara Laju Alir dan Suhu Terhadap Keofisien
Perpindahan Panas Design (Ud)
Dari gambar 4.7 dapat dilihat hubungan antara laju alir dan suhu terhadap
koefisien perpindahan panas design (Ud). Dimana dari grafik diatas dapat dilihat
bahwa Ud terbesar terdapat pada suhu -45C dan laju alir 162.000 liter/menit
dengan nilai Ud sebesar BTU/hr.Ft2.F.
Dapat dilihat dari grafik bahwa semakin besar laju alir maka semakin
besar pula nilai koefisien perpindahan panas desain nya (Ud). Hal ini dikarenakan
semakin besar laju alir fluida maka semakin besar pula nilai koefisien
konveksinya. Laju alir massa mempengaruhi harga dari bilangan tak berdimensi.
Pada penelitian ini harga U yang didapat 281 sampai dengan 349
BTU/ft2.F. perbedaan yang terjadi pada penelitian ini dikarenakan adanya
perbedaan temperatur umpan fluida panas dan fluida dingin. Variasi temperatur
juga mempengaruhi nilai Ud, semakin tinggi temperatur maka nilai Ud semakin
tinggi pula. Selain temperatur, perbedaan Ud juga dikarenakan oleh fluida yang
digunakan.
Dari hasil simulasi pada gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa pada aliran
shell terjadinya penurunan tekanan yang dikarenakan oleh jarak baffle pada shell.
Dari hasil simulasi Gambar 4.3 dapat dijelaskan bahwa pada aliran tube
laju alir semakin besar karena perbedaan diameter nozzle dengan diameter tube
41
yang mengakibatkan laju alir semakin besar. Sedangkan pada shell terjadi
penurunan laju alir yang dikarenakan dalam shell terdapat baffle yang menahan
laju alir yang masuk pada shell. Kegunaan baffle yaitu agar aliran yang masuk
pada shell bisa menyelubungi seluruh tube.
Dari hasil simulasi gambar 4.4 diatas dapat dijelaskan bahwa koefisien
pindah panas yang besar di tunjukkan dengan perbedaan suhu pada tube yang
cukup jelas antara 45 oC sampai 30 oC. Perubahan suhu sudah terlihat dengan jelas
perubahan warna di tube in yaitu perubahan warna dari merah ke kuning, dan biru
muda. Perubahan suhu secara konveksi dan konduksi dimana pada konveksi
perpindahan panas terjadi antara molekul molekul pada fliuida sedangkan
konduksi terjadi perpindahan panas tanpa terjadi pencampuran antara fluida dan
menjadi konduktor ialah tube itu sendiri.
42
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah dilakukan analisa penurunan tekanan, dan koefisien pindah panas
maka didapat beberapa kesimpulan diantaranya sebagai berikut:
1. Dari hasil simulasi diperoleh semakin tinggi laju alir maka semakin besar
bilangan Reynold-nya dengan bilangan Reynold maksimum pada laju alir
umpan masuk shell 162.000 l/menit dan suhu -45 C dengan nilai bilangan
Reynold adlah 26.777.
2. Dari hasil simulasi diperoleh pressure drop dan Ud tertinggi pada laju alir
umpan masuk shell 162.000 l/menit dan suhu -45C yaitu 349,5
BTU/hr.Ft2.F dan 1,702 KPa.
3. Semakin besar laju alir dan semakin tinggi suhu pada aliran shell , maka
pressure drop dan Ud yang didapat juga semakin besar.
5.2 Saran
Untuk mengembangkan penelitian ini maka penulis menyarankan
kedepannya agar memvariasikan jarak baffle pada shell.
43
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Wafi B. At All,. 2011. Rancang Bangun Heat Exchanger Shell And Tube
Single Phase.Tugas Akhir Program Sarjana Universitas Diponegoro.
Semarang.
Anonymous, 1983, Toyo Engineering Coorporation, Document Operation
Manual of utility Plant, Japan.
Candra Damis W. 2012. Pengembangan Prosedur Design dan Redesign dengan
menggunakan CFD Untuk Alat Penukar Kalor jenis Shell & Tube.Master
Thesis Pada FakultasTeknik Program Studi Teknik Mesin UI Depok.
Danny Harnanto.2015. Simulasi pengaruh kemiringan baffles terhadap koefisien
perpindahan panas dan efektivitas pada alat penukar kalor tipe shell and
tube menggunakan solidworks.Teknik Mesin. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta
Dogan Eryener. 2008. Thermoeconomic optimazation of baffle spacing for shell
and tube heatexchanger.
Foust, 1980, Principles of Unit Operation, 2edJohn Willey and Sons, New York.
Geankoplis, C, J., 1993, Transport Processes and Unit Operation, 3th Edition,
Prentice Hall, Inc, U. S. A.
http://turmudikemiri.blogspot.co.id/2016/01/bilangan-reynolds-reynolds-number-
dan.html
Keenan, Kleinfelter, Wood, 1986, Kimia UntukUniversitas, Jilid I edisike-enam,
Erlangga, Jakarta.
Kern, D.Q, 1983,Process Heat Transfer, McGraw Hill Book Company, New York.
Lilis Hasibuan.2015. Analisa Distribusi Temperatur Alat Penukar Kalor Jenis
Shell And Tube Dengan Menggunakan Metode Computational Fluid
Dynamic (CFD).Teknik Kimia.Universitas Malikussaleh.Lhokseumawe
Perry, 1950, Chemical Engineerss Handbook, Third edition, McGraw-Hill Book
Company, New York.
Sitompul, T.M, 1993, Alat Penukar Kalor, Citra Niaga Rajawali, Jakarta.
44
Syaichurrozi, Iqbal dkk, 2014, Kajian Performa Alat Penukar PAnas Plate and
Frame: Pengaruh Laju Alir Massa, Temperatur umpan dan Arah Aliran
Terhadap Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh, Jurusan Teknik
Kimia Universitas Sultan Agung Tirtayasa.
Zumdahl, Steven, 1986, Chemical Principles, 5th edition, Houghton Mifflin
Company, Boston, New York.