Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang


Anak balita merupakan generasi penerus bangsa yang perlu
mendapatkan perhatian dalam perkembangan fisik maupun mentalnya.
Perkembangan balita tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya suatu penyakit.
Salah satu penyakit yang sering menyerang pada balita adalah infeksi saluran
nafas akut (ISPA). Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan infeksi
yang menyerang saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian
bawah, yang berlangsung selama 14 hari. ISPA sering ditandai dengan hidung
tersumbat, ingus encer, bersin, demam, sakit kepala, nafsu makan menurun
(Dep Kes RI, 2006)
Menurut Depkes RI (2002), pembagian ISPA dibagi menjadi 3 yaitu
ISPA ringan jika ditemukan gejala batuk, pilek, dan sesak. ISPA sedang yaitu
apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 39 C dan bila
bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok. Sedangkan, ISPA berat jika
gejalanya berupa kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
ISPA disebabkan oleh virus yaitu golongan Mikrovirus, Adenovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lain-lain. Serta,
disebabkan oleh lebih dari 300 jenis bakteri, seperti Streptokokus,
Stafilokokus, Pneumokokus, Hemofilus, Bordetelia dan Korinebakterium.
Masuknya virus maupun bakteri tersebut dapat melalui benda yang di
masukan balita ke dalam mulut. Pengawasan dari keluarga sangatlah
diperlukan, disamping itu lingkungan keluarga harus mendukung agar balita
dapat tumbuh dan berkembang secara optimal (Fitrianingrum, 2011).
Sebagian masyarakat masih menganggap biasa terhadap penyakit ini dan
masih banyak ibu-ibu yang mengabaikan jika anaknya terserang batuk pilek.
Banyak kematian oleh karena ISPA disebabkan karena keterlambatan
membawa ke sarana kesehatan yang diakibatkan karena ketidaktahuan

1
mengenai gejala-gejala awal (Depkes RI, 2006). Hal ini merupakan tanggung
jawab orang tua untuk pemeliharaan kesejahteraan anak. Pada masa balita
masih sangat tergantung pada orang tua. Karena itu diperlukan adanya
penyebaran informasi kepada orang tua mengenai ISPA agar orang tua dapat
menyikapi lebih dini segala hal-hal yang berkaitan dengan ISPA (Hartanti,
2014).
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka
kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun
pada usia balita. Di Indonesia kasus Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA)
selalu menempati urutan pertama penyebab 32,1% kematian bayi pada tahun
2009, serta penyebab 18,2% kematian pada balita pada tahun 2010 dan 38,8%
tahun 2011. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak
di rumah sakit (Kemenkes RI, 2012).
Kejadian ISPA di Puskesmas Karangan Mempawah Hulu Kabupaten
Landak selalu menjadi peringkat pertama dari 10 besar penyakit. Untuk
periode tahun 2014, Puskesmas Perawatan Karangan menemukan kasus
penyakit ISPA balita sebanyak 2928 kasus dengan jumlah penderita laki-laki
1523 (52%) dan sperempuan 1405 (48%). Sampai bulan Maret 2015, ISPA
masih menjadi peringkat pertama yaitu sejumlah 423 kasus ISPA pasien rawat
jalan. Dari data tersebut di temukan bahwa jumlah penderita penyakit ISPA
pada balita masih banyak dan perlu penanganan yang serius untuk mencegah
jumlah penderita agar tidak meningkat.

I.2. Tujuan Penelitian


Mengetahui gambaran pengetahuan ibu yang mempunyai balita
tentang ISPA di Puskesmas Karangan Mempawah Hulu Kabupaten Landak

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2
2.I. Tinjauan Teori

1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, mulut dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu
penginderaan akan menghasilkan pengetahuan yang dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Sebagian besar
pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga)
dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
b. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan mempunyai tingkat yang berbeda-beda terhadap
suatu obyek (Notoatmodjo (2010), tingkat pengetahuan tersebut dibagi
menjadi 6 tingkatan:
1) Tahu (know)
Tahu dapat diartikan sebagai recall (memanggil) memori
yang telah ada sebelumya setelah mengamati sesuatu dan untuk
mengetahui serta mengukur, bahwa orang tersebut tahu tentang
sesuatu dan dapat mengajukan beberapa pertanyaan. Jika ia sudah
memiliki pengetahuan maka dengan mudah ia akan menjawab
pertanyaan tersebut.
2) Memahami (comprehensif)
Untuk memahami suatu obyek tidak hanya sekedar tahu
dan paham serta tidak hanya dapat menyebutkan, tetapi orang
tersebut harus dapat menjelaskan apa yang sudah dipahami dengan
bahasa dan caranya sendiri secara benar tentang obyek.

3) Aplikasi (applicataion)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami
obyek yang dimaksud dan dapat menggunakan prinsip yang
diketahui sesuai dengan kondisi yang terjadi.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
lalu mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat

3
dalam suatu masalah atau obyek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang tersebut sudah sampai tingkat analisis
adalah bila seseorang sudah dapat membedakan atau memisahkan,
mengelompokkan dan membuat diagram (bagan) dengan
menggunakan pengetahuan terhadap obyek tersebut.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum dalam satu hubungan yang dimiliki, dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
memastikan terhadap suatu obyek tertentu. Penilaian ini
berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan


1) Faktor Internal
a) Pendidikan
Pendidikan yaitu suatu bimbingan yang diberikan
seseorang untuk menuju cita-cita tertentu. Sehingga manusia
dapat menentukan perbuatan yang akan dilakukan untuk
mengisi kehidupannya demi mencapai kebahagiaan.

b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang menantang untuk
mendapatkan nafkah yang dilakukan secara terus-menerus
untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
c) Usia
Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak
lahir sampai dengan sekarang. Semakin cukup usianya tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang lebih matang dalam
berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat,
seseorang yang lebih dewasa dipercaya.
2) Faktor Eksternal
a) Faktor Lingkungan

4
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
c) Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arinkunto 2007 bahwa Pengetahuan seseorang
dapat diketahui dengan skala yang bersifat kualitatif yaitu:
1) Baik : hasil presentase 76 % - 100%
2) Cukup : hasil presentase 56% - 75%
3) Kurang : hasil presentase <56%

2. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)


a. Pengertian
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan infeksi yang
menyerang saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan
bagian bawah, yang berlangsung selama 14 hari. ISPA dapat
menyerang satu atau lebih dari saluran pernafasan. Sehingga, bisa
disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut akibat
infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan.

b. Etiologi dan faktor-faktor pemberat


Beberapa hal yang mempengaruhi penyakit ISPA pada balita:
1) Agen Penginfeksian
Penyebabnya adalah virus seperti Respiratory Synctial
Virus (RSV), Staphlococci, Haemopilus Influenzae, Chlamydia
Trachomatis, Mycoplasma, dan Pneumococci.
2) Umur
Bayi umur dibawah 3 tahun mempunyai angka infeksi yang
rendah karena masih mandapat antibodi dari ibu. Pada anak yang
usia 5 tahun infeksi pernapasan yang disebabkan oleh virus akan
berkurang frekuensinya.
3) Ukuran Anatomi
Ukuran anatomi mempengaruhi respon infeksi sistem
pernapasan. Diameter saluran pernapasan terlalu kecil pada anak-

5
anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan
produksi sekresi. Di samping itu jarak antara struktur dalam sistem
yang pendek pada anak-anak.
4) Daya Tahan Tubuh
Kekurangan sistem kekebalan pada anak beresiko
terinfeksi. Kondisi lain seperti malnutrisi, anemia, dan kelelahan.
5) Variasi musim
Serangan ISPA terjadi disetiap musim, baik musim kemarau
maupun musim hujan.

Selain faktor di atas, masih banyak faktor yang dapat


meningkatkan risiko terjadinya ISPA, antara lain: pemberian imunisasi
yang tidak lengkap, berat badan lahir rendah (BBLR), gizi buruk,
faktor lingkungan seperti kepadatan dalam rumah, terpapar polusi
udara (Martono, 2012).
c. Tanda dan Gejala
Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa
jam sampai beberapa hari. Gejalanya meliputi demam, batuk, sering
juga nyeri tenggorok, coryza (pilek), sesak napas, mengi atau kesulitan
bernapas.

1) Gejala ISPA Ringan


Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika
ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: Batuk, sesak yaitu anak
bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada
waktu bicara atau menangis), pilek adalah mengeluarkan lendiratau
ingus dari hidung, panas atau demam dengan suhu tubuh lebih dari
37 atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas
(Depkes, 2003).
2) Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika
dijumpai gejala sebagai berikut: pernapasan lebih dari 50x/menit
pada umur kurang dari 1 tahun atau lebih dari 40x/menit pada anak

6
satu tahun atau lebih, suhu lebih dari 390 C, tenggorokan berwarna
merah, timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak
campak, telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga,
pernapasan berbunyi seperti mendengkur, pernapasan berbunyi
menciut-ciut (Depkes, 2003).
3) Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat gejala
sebagai berikut: bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang
kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas, anak tidak
sadar atau kesadaranya menurun, pernapasan berbunyi mengorok
dan anak tamapak gelisah, pernapasan berbunyi menciut dan anak
tampak gelisah, nadi cepat lebih dari 60 kali/menit atau tidak
teraba, tenggorokan berwarna merah (Depkes, 2003).
d. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksana ISPA, berdasarkan tanda dan gejala dari
ISPA sebagai berikut:
1) Ringan atau non pnemonia
Jika anak penderita ISPA ringan maka perawat cukup
melakukan di rumah tidak perlu dibawa ke dokter atau
puskesmas. Dirumah dapat diberikan obat penurun panas yang
dijual di toko-toko atau apotik, akan tetapi jika dalam 2 hari
gejala belum hilang anak harus segera dibawa ke dokter atau
puskesmas terdekat. Selain itu juga bisa dengan menggunakan
cara tradisional yaitu dengan sendok teh jeruk nipis ditambah
sendok teh kecap manis atau madu diminumkan pada anak
3-4 kali /hari diminumkan selama kurang lebih 2-3 hari jika
bentuknya tidak kunjung sembuh dibawa ke dokter atau
puskesmas.
2) Sedang atau pnemonia
Dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat untuk
mendapatkan terapi obat anti mikroba/antibiotika untuk

7
membunuh virus dan bakteri yang ada dan mendapatkan terapi
oksigen di sebabkan 2 sampai 4 liter 1 hari.
3) Berat atau pnemonia berat
Harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas, karena
perlu mendapatkan perawatan dengan perawatan khusus seperti
oksigen dan cairan infus (Depkes RI, 2007).

e. Pertolongan Pertama Cara mengatasi ISPA pada balita


1) Mengatasi panas (demam)
Anak usia 2 bulan sampai 5 tahun diberikan parasetamol untuk
menurunkan demam. Sedangkan untuk bayi di bawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol dapat
diberikan tiap 4 jam bila masih demam (Sutomo, 2010).
2) Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan
sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu
mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan, menambah
parah sakit yang diderita.
3) Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi
berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya. Pemberian ASI
pada bayi yang menyusui tetap diteruskan.

Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak


memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau
petugas kesehatan.

f. Pencegahan ISPA Menurut Depkes RI (2003)


Pertama adalah menjaga kesehatan dengan asupan gizi
cukup. Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan
mencegah atau terhindar dari penyakit terutama penyakit ISPA.
Asupan ASI eksklusif selama 6 bulan, lalu diberi makanan
pendamping ASI, dan ASI diteruskan sampai usia 2 tahun.
Kedua adalah imunisasi yang sangat diperlukan baik pada
anak-anak. Imunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh

8
supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh virus/bakteri.
Ketiga adalah menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan, membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang
baik akan mengurangi polusi asap dapur/asap rokok yang ada di
dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap
tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi
yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar
tetap segar dan sehat bagi manusia.
Keempat adalah mencegah anak berhubungan dengan
penderita ISPA. Disebabkan oleh virus/bakteri yang ditularkan oleh
seseorang yang telah terjangkit penyakit melalui udara (droplet)
yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh
3. Balita
a. Pengertian
Balita adalah anak yang berusia 0-5 tahun (Depkes, 2009).
Balita dapat melakukan adaptasi untuk mengembangkan ketrampilan
dasar untuk membaca, menulis dan berhitung, mengembangkan hati
nurani, pengertian moral dan tata nilai, belajar menyesuaikan diri
dengan teman-teman seusianya sebagai makhluk yang sedang tumbuh,
mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang
umum, dan mencapai kebebasan pribadi (Syafrudin, 2009).
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu
menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering
disebut golden age atau masa keemasan.

b. Ciri-ciri Balita Sehat


1) Tumbuh dengan baik, terlihat dari naiknya berat badan secara
teratur dan proposional (sesuai usianya) setiap bulanya.

9
2) Terlihat aktif, gesit dan gembira, serta bisa bermain dan belajar
dengan antusias, mudah memahami setiap hal yang diajarkan orang
sekitarnya.
3) Mata bersih dan bersinar.
4) Nafsu makan cukup baik.
5) Bibir dan lidah tampak segar, serta pernapasan tidak berbau.
6) Kulit dan rambut tampak baik dan tidak kering.
7) Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (Kusworo, 2012).

2.2. Kerangka Teori

Pengetahuan Ibu tentang ISPA :


1. Pengertian ISPA pada balita
2. Penyebab
3. Faktor risiko
4. Tanda dan gejala
5. Pencegahan ISPA

1. Faktor Internal
a) Pendidikan
b) Pekerjaan
c) Usia
2. Faktor Eksternal
a) Faktor Lingkungan
b) Sosial Budaya

Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti

2.3. Kerangka Konsep

10
Variabel Bebas

Pengetahuan Ibu tentang ISPA ISPA pada Balita

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat
gambaran tentang suatu keadaan secara obyektif, sitematis dan akurat yang
terjadi di dalam masyarakat. Peneliti ini dilakukan dengan menempuh
langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan, membuat
kesimpulan dan laporan. Metode ini diharapkan seorang peneliti berusaha
untuk memaparkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan data
(Setiadi, 2007).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi
Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Karangan, Kec.Mempawah
Hulu, Kab. Landak
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015 bertempat di
Puskesmas Karangan, Kec.Mempawah Hulu, Kab. Landak

3.3. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

1. Populasi
Populasi adalah seluruh subyek atau obyek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Saryono, 2011). Populasi dalam penelitian ini

11
adalah semua ibu yang mempunyai anak usia 0-5 tahun di bulan April
2015 yang datang ke Puskesmas Karangan untuk berobat dan didiagnosis
ISPA.

2. Sampel
a. Besar sampel
Peneliti menggunakan besar sampel minimal sebagai kelayakan
untuk dilakukannya penelitian. Besar sampel minimal yang diteliti
yaitu 30 orang (Santoso, 2010)
b. Teknik sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive
sampling. Semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan
dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan
terpenuhi.
c. Kriteria sampel penelitian
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah:
a) Semua Ibu yang mempunyai Balita usia 0 5 tahun yang
menderita ISPA dan datang ke Puskesmas Karangan
b) Bersedia menjadi Responden.
c) Ibu yang mampu membaca dan menulis.
2) Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan
subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai
sebab, kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

12
a) Ibu yang mempunyai anak usia 0 5 tahun yang tidak mendrita
ISPA datang ke Puskesmas Karangan.
b) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden

3.4. Definisi Oprasional

Variabel Definisi Operasional Alat ukur Kategori Hasil ukur

Pengetahuan Tingkat pemahaman Kuesioner Benar = 1 Tinggi 76-100%


yang dimiliki ibu dalam bentuk Salah = 0 sedang 56-75%
mengenai ISPA pada pertanyaan rendah <56%
balita yang berupa yang
definisi, penyebab, memiliki 2
tanda dan gejala, cara jawaban Ya
penularan, dan atau Tidak
perawatan

ISPA Penyakit yang telah di


diagnosis oleh dokter
Puskesmas Karangan

Balita Anak usia 0-5 tahun

3.5. Instrumen Penelitian

Instrumen Penelitian yang diamati adalah gambaran tingkat


pengetahuan Ibu tentang ISPA pada Balita. Alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner adalah pertanyaan yang sudah
tertentu dengan baik dimana responden tinggal memberikan jawaban atau
memberikan tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2010). Kuesioner ini berisi
daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang tua yang mempunyai anak usia
0 5 tahun yang telah terdiagnosis ISPA oleh dokter yang memeriksa dan
bersedia menjadi responden. Pembuatan kuesioner ini dengan mengacu pada
parameter yang sudah dibuat oleh peneliti terhadap penelitian yang akan
dilakukan (Hidayat, 2011).

13
1. Alat Pengumpulan Data
a. Lembar pengisian identitas subyek penelitian berisi karakteristik
responden. Pertanyaan yang berisi identitas responden yang meliputi:
inisial, umur, jenis pekerjaan dan pendidikan. Selain itu jumlah
anggota keluarga dan jumlah anggota dalam satu hunian juga
ditanyakan untuk mengetahui faktor pemberat terjadinya ISPA.
b. Identitas balita juga ditanyakan untuk melihat faktor risiko terjadinya
ISPA seperti: usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, dan riwayat
ASI eksklusif.
c. Kuesioner pengetahuan orang tua tentang ISPA yang berjumlah 10
pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti berdasarkan teori.
Pertanyaan disediakan 2 alternatif jawaban yang berupa pertanyaan
benar dengan nilai 1, salah dengan nilai 0 dan dibuat dengan sifat
favourable dan unfavourable.
Kuesioner pengetahuan tentang ISPA pada balita dibuat dalam bentuk
favourbel sebanyak 8 pertanyaan dengan nilai ya diberi skor 1 dan tidak
diberi skor 0 dan bentuk unfavourbel sebanyak 2 pertanyaan dengan nilai
tidak diberi skor 1 dan tidak diberi skor 0.
2. Alat Pengolah Data
Alat Pengolah data dalam penelitian ini adalah komputer dengan
memakai progam Microsoft Words dan Microsoft Excel.

14
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


1. Distribusi Berdasarkan Usia Ibu
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi usia responden
No Usia Frekuensi Persentase (%)
1 <20 tahun 2 6.6%
2 20-35 tahun 21 70%
3 >35 tahun 7 23.3%
Total 30 100

Berdasarkan data pada tabel 4.1 diketahui dari 30 responden,


terdapat 21 responden (70%) berusia antara dari 20-35 tahun, 7 responden
(23.3%) berusia >35 tahun, dan 2 responden (6.6%) berusia diatas <20
tahun. Data tersebut mencerminkan responden mayoritas berusia antara
20-35 tahun, untuk lebih jelasnya ditampilkan dalam tabel 4.1.

2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Ibu


Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pendidikan responden

15
No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak sekolah/SD 6 20%
2 SMP 8 26.6%
3 SMA 10 33.3%
4 Perguruan Tinggi 6 20%
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui 10 responden (33.3%)


berpendidikan SMA, 8 responden (26.6%) berpendidikan SMP, dan
masing-masing 6 responden dimiliki pada responden dengan pendidikan
perguruan tinggi dan tidak sekolah/SD (20%). Data tersebut menunjukkan
mayoritas responden berpendidikan SMA, untuk lebih jelasnya
ditampilkan dalam gambar 4.2

3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Pekerjaan Ibu


Tabel 4.3. Distribusi frekuensi kategori pekerjaan responden

16
No Pekerjaan Frekuensi Persentase
(%)
1 PNS 6 20%
2 Pedagang 2 6.6%
3 Petani 12 40%
4 Ibu Rumah Tangga 10 33.3
Total 30 100

Tabel 4.3. Memperlihatkan data dari 30 responden, diketahui 12


responden (40%) bekerja sebagai petani, 10 responden (33.3%) sebagai
ibu rumah tangga, 2 responden (6.6%) sebagai pedagang dan 6 responden
(20%) sebagai PNS . Data ini menunjukkan sebagian besar responden
adalah ibu rumah tangga, dan lebih jelasnya ditampilkan dalam gambar
4.3.

4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia Balita


Tabel 4.4. Distribusi frekuensi berdasarkan usia balita
No Usia balita Frekuensi Persentase (%)
1 <1 tahun 7 23.3%
2 1-2 tahun 9 30%
3 >2-5 tahun 14 47%
Total 30 100

17
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui 14 balita (47%) berusia >2 tahun, 9
balita berusia antara 1-2 tahun (30%), dan 7 balita berusia <1 tahun
(23.3%). Data ini menunjukkan sebagian besar anak responden berusia >2-
5 tahun, dan lebih jelasnya ditampilkan dalam gambar 4.4.

5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin Balita


Tabel 4.5. Distribusi frekuensi berdasarkan Jenis kelamin balita
No Jenis kelamin Frekuensi Persentase (%)
1 Laki-laki 14 46.6%
2 Perempuan 16 53.3%
Total 30 100.0
Berdasarkan tabel 4.5 diketahui 16 balita berjenis kelamin
perempuan (53.3%) dan 14 balita berjenis kelamin laki-laki (46.6%).
Data ini menunjukkan sebagian besar balita berjenis kelamin perempuan,
dan lebih jelasnya ditampilkan dalam gambar 4.5.

6. Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang ISPA

18
Tabel 4.6. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA pada
Balita
No Tingkat Frekuensi Persentase
Pengetahuan (%)
1 Rendah 2 6.6%
2 Sedang 7 23.3%
3 Tinggi 21 70%
Total 30 100

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui sebagian besar responden


mempunyai tingkat pengetahuan tinggi sebanyak 21 orang (70%), tingkat
pengetahuan sedang sebanyak 7 orang (23.3%) dan tingkat pengetahuan
rendah sebanyak 2 orang (6.6%). Untuk lebih jelasnya dapat ditampilkan
dalam gambar 4.8.

4.2. Pembahasan
1. Karakterisktik Usia Responden
Hasil penelitian ini diketahui usia responden sebagian besar antara
20-35 tahun (70%). Suatu rentang usia tertentu menentukan baik atau
tidaknya menjalankan suatu pekerjaan. Rentang usia tertentu merupakan
rentang usia yang baik untuk menjalankan peran pengasuhan dan
perawatan (Supartini, 2004). Apabila terlalu muda atau terlalu tua,
kemungkinan kurang mampu menjalankan peran tersebut secara optimal.
Hal tersebut dipangaruhi oleh kekuatan fisik dan psikologis.

19
Menurut Mubarak (2009), salah satu yang mempengaruhi
pengetahuan dan perilaku seseorang adalah usia. Usia sangat berpengaruh
terhadap penyerapan informasi yang lebih banyak secara langsung maupun
tidak langsung, sehingga dapat menambah kematangan, pengetahuan, dan
pengalaman. Pertambahan usia seseorang maka kematangan berpikirnya
meningkat, sehingga kemampuannya menyerap informasi dan
pengetahuan semakin meningkat pula termasuk dalam pengetahuan
responden tentang ISPA.

2. Karakterisktik Tingkat Pendidikan Responden


Tingkat pendidikan responden diketahui paling banyak lulusan
SMA sebanyak 10 orang (33.3%). Tingkat pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan yaitu semakin tinggi pendidikan
sseorang maka semakin baik pengetahuan yang dimilikinya (Edelman,
1994). Responden dengan pendidikan SMA sudah dianggap dapat
menerima berbagai informasi dengan baik, seperti pengetahuan tentang
masalah ISPA pada balita. Informasi yang diperoleh dapat melalui media
pendidikan kesehatan seperti ketika posyandu maupun petugas kesehatan
saat pemeriksaan kesehatan baik ibu maupun balita.

3. Karakteristik Status Pekerjaan Ibu


Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
sebagai petani sebanyak 12 orang (40%). Kebutuhan hidup menuntut
manusia untuk bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk
untuk memberikan fasilitas pendidikan dan kesehatan. Keluarga dengan
ekonomi yang cukup akan memberikan fasilitas terhadap pendidikan,
rekreasi, kesehatan, dsb. Sedangkan keluarga dengan keadaan ekonomi
yang kurang akan kurang memberikan perhatian dalam pendidikan
maupun kesehatan (Anonim, 2012).
Selain itu, ekonomi yang lemah menuntut keluarga untuk bekerja
lebih keras, sehingga kesibukkan orang tua di luar rumah menyebabkan

20
kurangnya perhatian terhadap anak sehingga kurangnya pengawasan
dalam kesehatan.

4. Karakteristik Usia Balita


Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar balita yang
menderita ISPA berusia >2-5 tahun, yaitu 14 balita (47%). Balita dengan
usia >2-5 tahun mulai terpapar oleh lingkungan luar, seperti debu jalanan,
polusi kendaraan, maupun kontak dengan penderita ISPA lainnya (Suyami,
2010). Selain itu, balita dengan usia tersebut sudah mengenal jajanan yang
tak sehat, seperti minuman es dengan pemanis buatan maupun makan
ringan dengan kandungan penyedap rasa tinggi.
Usia balita <1 tahun dan balita 1-2 tahun masih mempunyai zat
protektif yang berasal dari ASI yang diperoleh dari 0 bulan sampai 2
tahun. Sehingga balita dengan ASI kemungkinan kecil dapat terjangkit
alergi, diare, pneumonia, bronchitis, meningitis, serta sejumlah penyakit
pernafasan (Munir, 2015).

5. Karakteristik jenis kelamin balita


Dari hasil penelitian jenis kelamin balita sebanyak 16 balita
perempuan (53.3%). Keadaan tersebut berkaitan dengan faktor gizi
internal yang menentukan kebutuhan gizi dengan jenis kelamin. Seperti
hasil penelitian Chen dan Jus at (1992) di Baghdad dan India,
menunjukkan bahwa keadaan gizi balita perempuan selalu lebih rendah
dibandingkan balita laki-laki (Muslim, 2013).

6. Pengetahuan Responden tentang ISPA


Berdasarkan hasil dari penelitian, diperoleh 21 responden (70%)
memiliki pengetahuan tinggi tentang ISPA pada balita. Tingginya tingkat
pengetahuan responden tentang ISPA dapat berdampak positif bagi
balitanya, dengan demikian kejadian ISPA dapat diminimalisir. Hasil
tersebut sesuai dengan tingkat pendidikan Ibu yang sebagian besar lulusan
SMA.

21
Pendidikan tinggi sangat dibutuhkan untuk memahami informasi
penting yang didapatkan dari berbagai sumber. Informasi yang diperoleh
misalnya hal-hal yang dapat menunjang kesehatan sehingga bisa
meningkatkan kualitas hidup. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan (Fefen, 2013).
Peranan pengetahuan ibu terhadap ISPA dan risiko kejadian ISPA
terkait dengan motivasi seseorang merawat bayinya. Pengetahuan seorang
ibu mengenai ISPA diperoleh dari pengalamannya atau dari informasi yang
lain. Dengan pengetahuan yang dimilikinya, diharapkan dapat
dipraktikkan dalam merawat bayinya (Fefen, 2013).

5. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan peneliti saat jam kerja Puskesmas tidak dapat
mendampingi responden saat mengisi kuesioner. hal ini menyebabkan
adanya beberapa responden yang kurang kooperatif. Seperti tidak
menyelesaikan jawaban dari kuesioner yang diberikan, sehingga terdapat
beberapa pertanyaan yang tidak terjawab.

22
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
Tingkat pengetahuan ibu sebagian besar dalam kategori tinggi
sebanyak 70%. Tingkat pengetahuan sedang sebanyak 23.3% dan tingkat
pengetahuan rendah sebanyak 6.6%. Tingkat pengetahuan responden
dipengaruhi oleh faktor pekerjaan dan pendidikan.

5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian, maka disampaikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi responden
Diharapkan ibu untuk tetap bersedia meningkatkan pengetahuan
tentang ISPA dan secara aktif mengikuti kegiatan kesehatan seperti
posyandu anak, puskesmas keliling (pusling), dan berbagai informasi
kesehatan lainnya sehingga dapat meningkatkan kesadaran dalam hal

23
pentingnya kesehatan bagi anak agar anak tidak sampai terkena penyakit
ISPA.

2. Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan


Diharapkan Instansi Pelayanan Kesehatan, dalam hal ini adalah
Puskesmas Karangan dapat terus memberikan penyuluhan dan informasi
lebih lanjut terhadap masyarakat terutama ibu-ibu tentang ISPA pada
balita.

3. Bagi Peneliti Lain


diharapkan peneliti lain menambah variable bebas dalam penelitian
yang dilakukan, seperti hubungan status gizi, riwayat imunisasi, berat
badan lahir rendah (BBLR), kepadatan hunian anggota keluarga, dan lain
sebagainya pada kejadian ISPA. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut
tentang bagaimana pengetahuan ibu tentang penanganan pertama pada
ISPA
4. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah referensi di
perpustakaan sehingga dapat dimanfaatkan bagi penelitian selanjutnnya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Anonym, 2012. Hubungan Perhatian Orang Tua dalam Kegiatan Belajar dengan
Prestasi Belajar.
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1695/3/T1_ 132008053_BAB

%20II.pdf. Di unduh pada tanggal 7 Mei 2015

Danie., K, 2012. Hubungan Status Gizi Balita Usia 12-59 bulan dengan Kejadian
ISPA di Puskesmas Gunungpati Semarang. http://digilib.unimus.ac.id
/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-danieknurw-7532-2-babi.pdf. Di Unduh
pada tanggal 8 Maret 2015

DepKes RI, 2002, Pedoman Pemberantasan Infeksi saluran Pernafasan Akut


untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita,dirjen PPM dan LPP,
Depkes RI, Jakarta

Depkes RI, 2003. Pedoman Penyakit Tuberkulosis dan Penanggulangannya.


Ditjen PPM & PLP Depkes RI: Jakarta.

25
Depkes RI, 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Profinsi Jawa
Tengah: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan, Republik Indonesia Desember 2008

Fefen, 2013. Pengetahuan, Sikap, dan Motivasi. https://cocilku.wordpress.com /


2013/06/29/bab-ii-tinjauan-pustaka-tentang-pengetahuan-sikap-dan-
motivasi/s. Di unduh pada tanggal 11 Maret 2015

Fitrianingrum, dkk, 2011. Gambaran Pengetahuan Ibu Balita Tentang Penyakit


Ispa Di Puskesmas Pembantu Sidomulyo Wilayah Kerja Puskesmas Deket
Kecamatan Deket Kabupaten Lamongan. Http://Stikesmuhla.Ac.Id/V2/Wp-
Content/Uploads/Jurnalsurya/Noviii/4.Pdf. Di Unduh Pada Tanggal 6
Maret 2015

Hidayat. 2007, Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2012. Profil Data Kesehatan


Indonesia. Depkes RI, Jakarta.

Kusworo, 2012. Hubungan Antara Peran Orang Tua Dalam Pencegahan ISPA
Balita Di Dusun Ngeledokesa Sendang Mulya, Tirtomoyo, Wonogiri.
Skripsi. Fakultas Kedokteran, UNS

Mubarak, dkk, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta :
Salemba Medika.

Munir, 2015. Faktor-faktor yang Mempengarui terjadinya ISPA Pada Balita Usia
1-5 Tahun di Puskesmas Tuban. http://www.stikeshafshawaty.com/index.
php/jurnal-s1-keperawatan/46-faktor-faktor-yang-melatarbelakangi-ter-
jadinya-ispa-pada-balita-usia-1-5-tahun-di-puskesmas-tuban-h-miftahul-
munir-skm-m-kes. Di unduk pada tanggal 7 Mei 2015

26
Muslim, 2013. Infeksi Saluran Pernapasan Akut. http://wahedlabstechnologies.
blogspot.com/2010/02/infeksi-saluran-pernapasan-atas.html. Di unduh
pada tanggal 7 Mei 2015

Notoatmodjo. S. 2007. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rieneka Cipta

Novie, 2012. ASI Eksklusif. https://noviemightymax.wordpress.com/2012/01/20/


asi-eksklusif/dreamcorner. Di unduh pada tanggal 4 Mei 2015

Santoso., S, 2010. Statistik Nonparametric. Jakarta: Pt Elex Media Komputindo

Saryono, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan.Yogyakarta: Mitra Cendikiawan

Setiadi. 2007. Konsep dan penulisan Riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Sutomo, 2010. Pertolongan Pertama Saat anak Sakit, Jakarta: Demedia

Suyami, 2012. Karakteristik Faktor Resiko Ispa Pada Anak Usia Balita di
Puskesmas Pembantu Krakitan, Bayat, Klaten. Http://Download.
Portalgaruda.Org/Article.Php?Article=119615&Val=5478. Di Unduh
Pada Tanggan 7 Mei 2015

Syafrudin, 2009. Promosi kesehatan untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: CV


Trans Info Medika

27
LAMPIRAN

Kuesioner Penelitian

Tanggal Pengisian Kuesioner : _________________

Identitas Responden

1. Nama Responden :____________________

2. Umur :____________________ tahun

3. Alamat :

4. Pekerjaan a. Pegawai Negeri/TNI/POLRI


b. Pedagang
c. Petani
d. Ibu rumah tangga

5. Pendidikan : a. Tidak sekolah/Tidak tamat SD

28
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi

6. Jumlah Anggota Keluarga :__________ orang

Karakteristik Anak Balita


- Nama Anak Balita : __________________________
- Umur:________
- Jenis Kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan
- Berat Badan saat lahir..gram
- Anak Ke : ______ dari _____ bersaudara

Antropometri Anak Balita


Berat Badan : .kg
Tinggi Badan : .cm
Riwayat ASI (Susu Badan) 6 Bulan.. Ya/Tidak

Petunjuk pengisian: Berilah tanda checklist () pada kolom yang telah disediakan
dan pilihan jawaban sesuai dengan pilihan responden (saudara/i)

No PERTANYAAN YA TIDAK SCORE


1 ISPA adalah suatu penyakit yang menyerang
saluran pernafasan dikarenakan virus maupun
bakteri
2 ISPA dapat ditularkan lewat udara dan percikan
ludah
3 Salah satu gejala dari ISPA yaitu batuk pilek
4 ISPA sering menyerang anak-anak
5 Lingkungan ruamah yang tidak bersih
merupakan salah satu factor risiko terjadinya
ISPA
6 Membakar sampah merupakan cara pencegahan
penyakit ISPA
7 Menutup mulut saat batuk dan bersin

29
merupakan ara untuk mencegah penularan ISPA
8 Membiarkan jendela tertutup sepanjang hari
merupakan cara pencegahan penyakit ISPA
9 Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap
oleh keluarga di rumah semakin besar
memberikan risiko tehadap kejadian ISPA
10 Cukupnya cahaya matahari yang masuk ke
dalam kamar dapat menurunkan risiko kejadian
ISPA

30

Anda mungkin juga menyukai