PENDAHULUAN
1
mengenai gejala-gejala awal (Depkes RI, 2006). Hal ini merupakan tanggung
jawab orang tua untuk pemeliharaan kesejahteraan anak. Pada masa balita
masih sangat tergantung pada orang tua. Karena itu diperlukan adanya
penyebaran informasi kepada orang tua mengenai ISPA agar orang tua dapat
menyikapi lebih dini segala hal-hal yang berkaitan dengan ISPA (Hartanti,
2014).
World Health Organization (WHO) memperkirakan insiden Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka
kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun
pada usia balita. Di Indonesia kasus Infeksi saluran Pernafasan Akut (ISPA)
selalu menempati urutan pertama penyebab 32,1% kematian bayi pada tahun
2009, serta penyebab 18,2% kematian pada balita pada tahun 2010 dan 38,8%
tahun 2011. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak
di rumah sakit (Kemenkes RI, 2012).
Kejadian ISPA di Puskesmas Karangan Mempawah Hulu Kabupaten
Landak selalu menjadi peringkat pertama dari 10 besar penyakit. Untuk
periode tahun 2014, Puskesmas Perawatan Karangan menemukan kasus
penyakit ISPA balita sebanyak 2928 kasus dengan jumlah penderita laki-laki
1523 (52%) dan sperempuan 1405 (48%). Sampai bulan Maret 2015, ISPA
masih menjadi peringkat pertama yaitu sejumlah 423 kasus ISPA pasien rawat
jalan. Dari data tersebut di temukan bahwa jumlah penderita penyakit ISPA
pada balita masih banyak dan perlu penanganan yang serius untuk mencegah
jumlah penderita agar tidak meningkat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.I. Tinjauan Teori
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu
seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, mulut dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu
penginderaan akan menghasilkan pengetahuan yang dipengaruhi oleh
intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek. Sebagian besar
pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga)
dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).
b. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan mempunyai tingkat yang berbeda-beda terhadap
suatu obyek (Notoatmodjo (2010), tingkat pengetahuan tersebut dibagi
menjadi 6 tingkatan:
1) Tahu (know)
Tahu dapat diartikan sebagai recall (memanggil) memori
yang telah ada sebelumya setelah mengamati sesuatu dan untuk
mengetahui serta mengukur, bahwa orang tersebut tahu tentang
sesuatu dan dapat mengajukan beberapa pertanyaan. Jika ia sudah
memiliki pengetahuan maka dengan mudah ia akan menjawab
pertanyaan tersebut.
2) Memahami (comprehensif)
Untuk memahami suatu obyek tidak hanya sekedar tahu
dan paham serta tidak hanya dapat menyebutkan, tetapi orang
tersebut harus dapat menjelaskan apa yang sudah dipahami dengan
bahasa dan caranya sendiri secara benar tentang obyek.
3) Aplikasi (applicataion)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami
obyek yang dimaksud dan dapat menggunakan prinsip yang
diketahui sesuai dengan kondisi yang terjadi.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan
lalu mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat
3
dalam suatu masalah atau obyek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang tersebut sudah sampai tingkat analisis
adalah bila seseorang sudah dapat membedakan atau memisahkan,
mengelompokkan dan membuat diagram (bagan) dengan
menggunakan pengetahuan terhadap obyek tersebut.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang untuk
merangkum dalam satu hubungan yang dimiliki, dengan kata lain
sintesis adalah suatu kemampuan menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
memastikan terhadap suatu obyek tertentu. Penilaian ini
berdasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri.
b) Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang menantang untuk
mendapatkan nafkah yang dilakukan secara terus-menerus
untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
c) Usia
Umur adalah lamanya waktu hidup yaitu terhitung sejak
lahir sampai dengan sekarang. Semakin cukup usianya tingkat
kematangan dan kekuatan seseorang lebih matang dalam
berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat,
seseorang yang lebih dewasa dipercaya.
2) Faktor Eksternal
a) Faktor Lingkungan
4
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada
disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi
perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.
b) Sosial Budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi dari sikap dalam menerima informasi.
c) Kriteria Tingkat Pengetahuan
Menurut Arinkunto 2007 bahwa Pengetahuan seseorang
dapat diketahui dengan skala yang bersifat kualitatif yaitu:
1) Baik : hasil presentase 76 % - 100%
2) Cukup : hasil presentase 56% - 75%
3) Kurang : hasil presentase <56%
5
anak akan menjadi sasaran radang selaput lendir dan peningkatan
produksi sekresi. Di samping itu jarak antara struktur dalam sistem
yang pendek pada anak-anak.
4) Daya Tahan Tubuh
Kekurangan sistem kekebalan pada anak beresiko
terinfeksi. Kondisi lain seperti malnutrisi, anemia, dan kelelahan.
5) Variasi musim
Serangan ISPA terjadi disetiap musim, baik musim kemarau
maupun musim hujan.
6
satu tahun atau lebih, suhu lebih dari 390 C, tenggorokan berwarna
merah, timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak
campak, telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga,
pernapasan berbunyi seperti mendengkur, pernapasan berbunyi
menciut-ciut (Depkes, 2003).
3) Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat gejala
sebagai berikut: bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang
kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas, anak tidak
sadar atau kesadaranya menurun, pernapasan berbunyi mengorok
dan anak tamapak gelisah, pernapasan berbunyi menciut dan anak
tampak gelisah, nadi cepat lebih dari 60 kali/menit atau tidak
teraba, tenggorokan berwarna merah (Depkes, 2003).
d. Penatalaksanaan
Untuk penatalaksana ISPA, berdasarkan tanda dan gejala dari
ISPA sebagai berikut:
1) Ringan atau non pnemonia
Jika anak penderita ISPA ringan maka perawat cukup
melakukan di rumah tidak perlu dibawa ke dokter atau
puskesmas. Dirumah dapat diberikan obat penurun panas yang
dijual di toko-toko atau apotik, akan tetapi jika dalam 2 hari
gejala belum hilang anak harus segera dibawa ke dokter atau
puskesmas terdekat. Selain itu juga bisa dengan menggunakan
cara tradisional yaitu dengan sendok teh jeruk nipis ditambah
sendok teh kecap manis atau madu diminumkan pada anak
3-4 kali /hari diminumkan selama kurang lebih 2-3 hari jika
bentuknya tidak kunjung sembuh dibawa ke dokter atau
puskesmas.
2) Sedang atau pnemonia
Dibawa ke pelayanan kesehatan terdekat untuk
mendapatkan terapi obat anti mikroba/antibiotika untuk
7
membunuh virus dan bakteri yang ada dan mendapatkan terapi
oksigen di sebabkan 2 sampai 4 liter 1 hari.
3) Berat atau pnemonia berat
Harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas, karena
perlu mendapatkan perawatan dengan perawatan khusus seperti
oksigen dan cairan infus (Depkes RI, 2007).
8
supaya tidak mudah terserang berbagai macam penyakit yang
disebabkan oleh virus/bakteri.
Ketiga adalah menjaga kebersihan perorangan dan
lingkungan, membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang
baik akan mengurangi polusi asap dapur/asap rokok yang ada di
dalam rumah, sehingga dapat mencegah seseorang menghirup asap
tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA. Ventilasi
yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar
tetap segar dan sehat bagi manusia.
Keempat adalah mencegah anak berhubungan dengan
penderita ISPA. Disebabkan oleh virus/bakteri yang ditularkan oleh
seseorang yang telah terjangkit penyakit melalui udara (droplet)
yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh
3. Balita
a. Pengertian
Balita adalah anak yang berusia 0-5 tahun (Depkes, 2009).
Balita dapat melakukan adaptasi untuk mengembangkan ketrampilan
dasar untuk membaca, menulis dan berhitung, mengembangkan hati
nurani, pengertian moral dan tata nilai, belajar menyesuaikan diri
dengan teman-teman seusianya sebagai makhluk yang sedang tumbuh,
mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang
umum, dan mencapai kebebasan pribadi (Syafrudin, 2009).
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu
menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering
disebut golden age atau masa keemasan.
9
2) Terlihat aktif, gesit dan gembira, serta bisa bermain dan belajar
dengan antusias, mudah memahami setiap hal yang diajarkan orang
sekitarnya.
3) Mata bersih dan bersinar.
4) Nafsu makan cukup baik.
5) Bibir dan lidah tampak segar, serta pernapasan tidak berbau.
6) Kulit dan rambut tampak baik dan tidak kering.
7) Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (Kusworo, 2012).
1. Faktor Internal
a) Pendidikan
b) Pekerjaan
c) Usia
2. Faktor Eksternal
a) Faktor Lingkungan
b) Sosial Budaya
Keterangan :
: diteliti
: tidak diteliti
10
Variabel Bebas
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Populasi
Populasi adalah seluruh subyek atau obyek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Saryono, 2011). Populasi dalam penelitian ini
11
adalah semua ibu yang mempunyai anak usia 0-5 tahun di bulan April
2015 yang datang ke Puskesmas Karangan untuk berobat dan didiagnosis
ISPA.
2. Sampel
a. Besar sampel
Peneliti menggunakan besar sampel minimal sebagai kelayakan
untuk dilakukannya penelitian. Besar sampel minimal yang diteliti
yaitu 30 orang (Santoso, 2010)
b. Teknik sampling
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik consecutive
sampling. Semua subyek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan
dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah sampel yang diperlukan
terpenuhi.
c. Kriteria sampel penelitian
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek
penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Kriteria inklusi pada penelitian ini
adalah:
a) Semua Ibu yang mempunyai Balita usia 0 5 tahun yang
menderita ISPA dan datang ke Puskesmas Karangan
b) Bersedia menjadi Responden.
c) Ibu yang mampu membaca dan menulis.
2) Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan
subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai
sebab, kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
12
a) Ibu yang mempunyai anak usia 0 5 tahun yang tidak mendrita
ISPA datang ke Puskesmas Karangan.
b) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden
13
1. Alat Pengumpulan Data
a. Lembar pengisian identitas subyek penelitian berisi karakteristik
responden. Pertanyaan yang berisi identitas responden yang meliputi:
inisial, umur, jenis pekerjaan dan pendidikan. Selain itu jumlah
anggota keluarga dan jumlah anggota dalam satu hunian juga
ditanyakan untuk mengetahui faktor pemberat terjadinya ISPA.
b. Identitas balita juga ditanyakan untuk melihat faktor risiko terjadinya
ISPA seperti: usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, dan riwayat
ASI eksklusif.
c. Kuesioner pengetahuan orang tua tentang ISPA yang berjumlah 10
pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti berdasarkan teori.
Pertanyaan disediakan 2 alternatif jawaban yang berupa pertanyaan
benar dengan nilai 1, salah dengan nilai 0 dan dibuat dengan sifat
favourable dan unfavourable.
Kuesioner pengetahuan tentang ISPA pada balita dibuat dalam bentuk
favourbel sebanyak 8 pertanyaan dengan nilai ya diberi skor 1 dan tidak
diberi skor 0 dan bentuk unfavourbel sebanyak 2 pertanyaan dengan nilai
tidak diberi skor 1 dan tidak diberi skor 0.
2. Alat Pengolah Data
Alat Pengolah data dalam penelitian ini adalah komputer dengan
memakai progam Microsoft Words dan Microsoft Excel.
14
BAB IV
15
No Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak sekolah/SD 6 20%
2 SMP 8 26.6%
3 SMA 10 33.3%
4 Perguruan Tinggi 6 20%
Total 30 100
16
No Pekerjaan Frekuensi Persentase
(%)
1 PNS 6 20%
2 Pedagang 2 6.6%
3 Petani 12 40%
4 Ibu Rumah Tangga 10 33.3
Total 30 100
17
Berdasarkan tabel 4.4 diketahui 14 balita (47%) berusia >2 tahun, 9
balita berusia antara 1-2 tahun (30%), dan 7 balita berusia <1 tahun
(23.3%). Data ini menunjukkan sebagian besar anak responden berusia >2-
5 tahun, dan lebih jelasnya ditampilkan dalam gambar 4.4.
18
Tabel 4.6. Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan ibu tentang ISPA pada
Balita
No Tingkat Frekuensi Persentase
Pengetahuan (%)
1 Rendah 2 6.6%
2 Sedang 7 23.3%
3 Tinggi 21 70%
Total 30 100
4.2. Pembahasan
1. Karakterisktik Usia Responden
Hasil penelitian ini diketahui usia responden sebagian besar antara
20-35 tahun (70%). Suatu rentang usia tertentu menentukan baik atau
tidaknya menjalankan suatu pekerjaan. Rentang usia tertentu merupakan
rentang usia yang baik untuk menjalankan peran pengasuhan dan
perawatan (Supartini, 2004). Apabila terlalu muda atau terlalu tua,
kemungkinan kurang mampu menjalankan peran tersebut secara optimal.
Hal tersebut dipangaruhi oleh kekuatan fisik dan psikologis.
19
Menurut Mubarak (2009), salah satu yang mempengaruhi
pengetahuan dan perilaku seseorang adalah usia. Usia sangat berpengaruh
terhadap penyerapan informasi yang lebih banyak secara langsung maupun
tidak langsung, sehingga dapat menambah kematangan, pengetahuan, dan
pengalaman. Pertambahan usia seseorang maka kematangan berpikirnya
meningkat, sehingga kemampuannya menyerap informasi dan
pengetahuan semakin meningkat pula termasuk dalam pengetahuan
responden tentang ISPA.
20
kurangnya perhatian terhadap anak sehingga kurangnya pengawasan
dalam kesehatan.
21
Pendidikan tinggi sangat dibutuhkan untuk memahami informasi
penting yang didapatkan dari berbagai sumber. Informasi yang diperoleh
misalnya hal-hal yang dapat menunjang kesehatan sehingga bisa
meningkatkan kualitas hidup. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang,
makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula
pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan (Fefen, 2013).
Peranan pengetahuan ibu terhadap ISPA dan risiko kejadian ISPA
terkait dengan motivasi seseorang merawat bayinya. Pengetahuan seorang
ibu mengenai ISPA diperoleh dari pengalamannya atau dari informasi yang
lain. Dengan pengetahuan yang dimilikinya, diharapkan dapat
dipraktikkan dalam merawat bayinya (Fefen, 2013).
5. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian yang dilakukan peneliti saat jam kerja Puskesmas tidak dapat
mendampingi responden saat mengisi kuesioner. hal ini menyebabkan
adanya beberapa responden yang kurang kooperatif. Seperti tidak
menyelesaikan jawaban dari kuesioner yang diberikan, sehingga terdapat
beberapa pertanyaan yang tidak terjawab.
22
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, peneliti mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
Tingkat pengetahuan ibu sebagian besar dalam kategori tinggi
sebanyak 70%. Tingkat pengetahuan sedang sebanyak 23.3% dan tingkat
pengetahuan rendah sebanyak 6.6%. Tingkat pengetahuan responden
dipengaruhi oleh faktor pekerjaan dan pendidikan.
5.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian, maka disampaikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Bagi responden
Diharapkan ibu untuk tetap bersedia meningkatkan pengetahuan
tentang ISPA dan secara aktif mengikuti kegiatan kesehatan seperti
posyandu anak, puskesmas keliling (pusling), dan berbagai informasi
kesehatan lainnya sehingga dapat meningkatkan kesadaran dalam hal
23
pentingnya kesehatan bagi anak agar anak tidak sampai terkena penyakit
ISPA.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2012. Hubungan Perhatian Orang Tua dalam Kegiatan Belajar dengan
Prestasi Belajar.
http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1695/3/T1_ 132008053_BAB
Danie., K, 2012. Hubungan Status Gizi Balita Usia 12-59 bulan dengan Kejadian
ISPA di Puskesmas Gunungpati Semarang. http://digilib.unimus.ac.id
/files/disk1/151/jtptunimus-gdl-danieknurw-7532-2-babi.pdf. Di Unduh
pada tanggal 8 Maret 2015
25
Depkes RI, 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007. Profinsi Jawa
Tengah: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen
Kesehatan, Republik Indonesia Desember 2008
Hidayat. 2007, Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika.
Kusworo, 2012. Hubungan Antara Peran Orang Tua Dalam Pencegahan ISPA
Balita Di Dusun Ngeledokesa Sendang Mulya, Tirtomoyo, Wonogiri.
Skripsi. Fakultas Kedokteran, UNS
Mubarak, dkk, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta :
Salemba Medika.
Munir, 2015. Faktor-faktor yang Mempengarui terjadinya ISPA Pada Balita Usia
1-5 Tahun di Puskesmas Tuban. http://www.stikeshafshawaty.com/index.
php/jurnal-s1-keperawatan/46-faktor-faktor-yang-melatarbelakangi-ter-
jadinya-ispa-pada-balita-usia-1-5-tahun-di-puskesmas-tuban-h-miftahul-
munir-skm-m-kes. Di unduk pada tanggal 7 Mei 2015
26
Muslim, 2013. Infeksi Saluran Pernapasan Akut. http://wahedlabstechnologies.
blogspot.com/2010/02/infeksi-saluran-pernapasan-atas.html. Di unduh
pada tanggal 7 Mei 2015
Setiadi. 2007. Konsep dan penulisan Riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Suyami, 2012. Karakteristik Faktor Resiko Ispa Pada Anak Usia Balita di
Puskesmas Pembantu Krakitan, Bayat, Klaten. Http://Download.
Portalgaruda.Org/Article.Php?Article=119615&Val=5478. Di Unduh
Pada Tanggan 7 Mei 2015
27
LAMPIRAN
Kuesioner Penelitian
Identitas Responden
3. Alamat :
28
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Perguruan Tinggi
Petunjuk pengisian: Berilah tanda checklist () pada kolom yang telah disediakan
dan pilihan jawaban sesuai dengan pilihan responden (saudara/i)
29
merupakan ara untuk mencegah penularan ISPA
8 Membiarkan jendela tertutup sepanjang hari
merupakan cara pencegahan penyakit ISPA
9 Semakin banyak jumlah rokok yang dihisap
oleh keluarga di rumah semakin besar
memberikan risiko tehadap kejadian ISPA
10 Cukupnya cahaya matahari yang masuk ke
dalam kamar dapat menurunkan risiko kejadian
ISPA
30