Anda di halaman 1dari 14

Pengaturan Penghawaan dan Pencahayaan

Pada Bangunan
Dua elemen pada desain bangunan yang harus mendapat perhatian adalah tata
pencahayaan dan penghawaan. Dua elemen ini sangat penting dilakukan secara benar,
dengan tujuan agar ruang-ruang di dalam bangunan mendapat pencahayaan dan penghawaan
alami cukup, agar memberi kenyamanan pemakai dalam melakukan aktivitasnya. Ruang-
ruang yang memiliki penghawaan dan pencahayaan alami baik juga akan memiliki
kelembaban udara cukup, sehingga kesehatan lingkungan tetap terjaga. Selain itu, memiliki
penghawaan dan pencahayaan alami yang cukup berarti menghemat energi listrik yang
diperlukan, karena tidak tergantung pada pencahayaan dan penghawaan buatan.

Bagaimana cara menghemat energi pada penghawaan dan pencahayaan di


dalam rumah?

Menghemat energi di dalam bangunan/rumah dapat dilakukan dengan mengurangi


pemakaian penghawaan dan pencahayaan buatan.
Beberapa cara untuk mengurangi konsumsi energi di dalam rumah antara lain:

Pengudaraan/penghawaan alami

Orientasi bangunan diletakkan antara lintasan matahari dan angin. Letak gedung yang
paling menguntungkan apabila memilih arah dari timur ke barat. Bukaan-bukaan
menghadap Selatan dan Utara agar tidak terpapar langsung sinar matahari.
Gambar1. Orientasi bangunan terhadap matahahari

Letak gedung tegak lurus terhadap arah angin

Gambar2. Letak gedung terhadap arah angin


Bangunan sebaiknya berbentuk persegi panjang, hal ini menguntungkan dalam
penerapan ventilasi silang

Gambar3. Cross ventilation

Menghadirkan pohon peneduh di halaman yang dapat menurunkan suhu

Gambar4. Penggunaan vegetasi sebagai filter cahaya matahari

Memiliki bukaan yang cukup untuk masuknya udara


Penempatan bukaan secara horizontal maupun vertikal
Penempatan ruangan yang lebih besar ke arah aliran angin
Hindari penempatan bukaan dengan jarak yang terlalu dekat, hal ini menyebabkan
perputaran angin telalu cepat
Hindari penempatan bukaan yang benar-benar berseberangan, hal ini menyebabkan
angin yang masuk langsung keluar begitu saja
Memperhatikan orientasi jendela terhadap matahari, misalnya ruang tidur tidak boleh
menghadap ke barat
Memakai menara angin, yang berfungsi menangkap dan menghisap angin, sehingga
udara dapat terus bersirkulasi
Memakai material alami yang lebih banyak menyerap panas, seperti perlengkapan
interior dari kayu, pagar dan dinding tanaman.

Gambar5. Green Roof

Plafon yang ditinggikan, agar udara dapat bergerak lebih bebas


Memakai bentuk atap miring (pelana sederhana) yang dapat mengeliminasi suhu di
bawah ruang bawah atap

Gambar6. Atap pelana sederhana

Ruang yang mengakibatkan tambahan panas (dapur) sebaiknya dijauhkan sedikit dari
rumah
Ruang yang menambah kelembaban (kamar mandi, wc, tempat cuci)
harus direncanakan dengan pertukaran udara yang tinggi.
Memberi teras pada bangunan/rumah, berfungsi sebagai area peralihan antara ruang
luar (halaman) dengan ruang dalam (bangunan) yang dapat menciptakan iklim mikro,
baik di dalam bangunan ataupun di sekitarnya.
Memberi teritisan lebar di sekeliling atap bangunan untuk membuat ruang di
dalamnya semakin sejuk

Beberapa cara untuk meningkatkan kualitas udara di dalam bangunan:

Penataan ruang yang tepat


Memakai bahan bangunan dan bahan perabot yang mengandung bahan kimia sedikit
Memastikan tidak ada jamur pada elemen bangunan dan perabot akibat kelembaban
tinggi
Memperbanyak penanaman tumbuhan hijau
Membatasi merokok di dalam ruangan
Mamakai konsep secondary skin pada fasad untuk meredam panas matahari.
Menyediakan lahan terbuka di dalam bangunan
Menggunakan Insulator panas di bawah material atap
Meletakkan Kolam air pada lingkungan bangunan

Suhu ideal di dalam bangunan khususnya rumah adalah 24-26 C dengan kelembaban 50%-
60%. Suhu dan kelembaban yang lebih tinggi atau lebih rendah dari ambang batas tersebut
akan mengurangi tingkat kenyamanan rumah untuk dihuni.

Umumnya luas total seluruh bidang jendela pada sebuah ruang yang baik bagi pencahayaan
alami kira-kira antara 1/6 1/8 dari luas lantai ruangan tersebut.
Pengendalian aliran angin dan optimalisasi pemanfaatannya terhadap
bangunan:

1. Konfigurasi bentuk bangunan

2. Mengalirkan udara panas dari bawah ke atas

Gambar9. Penempatan bukaan pada bagian


bawah dinding di atas penutup lantai.

Gambar10. Bukaan pada atap difungsikan


sebagai pengalir panas

Dengan penempatan yang lebih tinggi, 30 cm di atas permukaan lantai, hasil yang
diperoleh lebih maksimal di banding peletakan bukaan tepat di atas lantai.
3. Wind tunnel

Konsep wind tunnel sebagai pengarah aliran udara lebih tepat digunakan pada ruang-ruang
terbuka. angin yang dialirkan ke area yang sempit dari tempat terbuka yang luas memiliki
kecepatan yang lebih tinggi dan tekanan yang lebih besar sehingga hembusan angin
diharapkan menjangkau ke daerah yang lebih jauh.

4. Ventilasi silang
Penataan Pencahayaan

Menggunakan lampu hemat energi;


Mengatur jadwal penyalaan lampu, misalnya dengan mengaktifkan timer;
Menambah alat penghemat energi lampu (penggunaan dimmer, daylight sensor,
zoning, present/movement detector, sensor ultrasonik);
Mematikan lampu saat ruang tidak digunakan (pasang peringatan di setiap saklar dan
pintu keluar);
Menghindari penggunaan satu saklar yang dihubungkan dengan beberapa titik lampu.
Kondisi ini membuat pemakaian tidak fleksibel karena menyalakan satu lampu berarti
beberapa lampu lain ikut menyala;
Memakai lampu dengan jumlah yang sesuai.
Meminimalisasi penggunaan pencahayaan buatan
Meletakkan bukaan sesuai fungsi ruang yang mendukung aktifitas di dalamnya.


Membuat perbedaan ketinggian atap atau memakai skylight untuk memasukkan
cahaya dari atas.
Mengatur posisi ketinggian jendela terhadap lantai untuk meminimalisasi masuknya
cahaya berlebih.
Kontributor: Dwita Hadi Rahmi
Arsitektur Hijau
ARSITEKTUR HIJAU

Arsitektur hijau disebut juga arsitektur ekologis atau arsitektur ramah lingkungan,
adalah satu pendekatan desain dan pembangunan yang didasarkan atas prinsip-prinsip
ekologis dan konservasi lingkungan, yang akan menghasilkan satu karya bangunan yang
mempunyai kualitas lingkungan dan menciptakan kehidupan yang lebih baik dan
berkelanjutan.

Arsitektur hijau diperlukan untuk menjawab tantangan persoalan lingkungan yang


semakin memburuk dan hal ini disebabkan karena pendekatan pembangunan yang terlalu
berorientasi pada aspek ekonomi jangka pendek semata.

BANGUNAN HIJAU

Bangunan hijau adalah satu pendekatan pembangunan bangunan yang didasarkan atas
prinsip-prinsip ekologis. Pendekatan ini dipilih berdasarkan kenyataan bahwa selama ini 50%
sumberdaya alam dipakai untuk bangunan dan 40% energi dikonsumsi bangunan. Sementara
itu lebih dari 50% produksi limbah berasal dari sektor bangunan. Kenyataan ini menunjukkan
adanya ketidak seimbangan lingkungan yang berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan
dan kehidupan manusia.

Apa tujuan bangunan hijau?

Ada dua tujuan utama penerapan bangunan hijau:

1. Meminimalkan pemakaian energi dan sumberdaya, terutama yang berasal


dari sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, misalnya bahan tambang
2. Meminimalkan emisi (buangan) yang berasal dari proses konstruksi, pemakaian dan
pembongkaran bangunan.
Prinsip bangunan hijau

Ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi oleh sebuah bangunan agar dapat disebut sebagai
bangunan hijau, yaitu:

1. Konservasi energi
Bangunan harus dibangun dengan tujuan meminimalkan kebutuhan bahan bakar
untuk pengoperasian bangunan tersebut. Efisiensi energi dapat dilakukan mulai saat
pembangunan/konstruksi bangunan, pemakaian atau pengoperasian bangunan, dan
saat bangunan dirobohkan.

2. Penyesuaian dengan iklim


Bangunan harus dirancang sesuai dengan iklim dan sumber energi alam yang ada.
Ikilim diIndonesia adalah panas lembab, sehingga bangunan harus dirancang untuk
mengatasi udara panas, kelembaban dan curah hujan tinggi.

3. Meminimalkan pemakaian sumberdaya


Bangunan harus dirancang untuk mengurangi pemakaian sumberdaya, terutama yang
tidak dapat diperbarui dan diakhir pemakaian bangunan dapat membentuk
sumberdaya baru untuk arsitektur bangunan lain.

4. Memperhatikan pemakai
Bangunan hijau harus memberi perhatian pada keterlibatan manusia dalam
pembangunan dan pemakaian bangunan. Bangunan harus memberi kenyamanan,
keamanan dan kesehatan bagi penghuninya. Rancangan bangunan juga harus
memperhatikan budaya dimana bangunan didirikan, dan perilaku pemakainya.

5. Memperhatikan lahan (site)


Bangunan harus membumi. Ada interaksi antara bangunan dan lahan. Bangunan
harus dirancang dan dibangun sesuai dengan potensi lahan tempat bangunan akan
didirikan.
6. Holistik
Bangunan hijau memerlukan pendekatan holistik (menyeluruh) dari seluruh prinsip
yang ada.

Gambar1. Bangunan tinggi dengan material baja dan kaca memerlukan energi sangat banyak
Gambar2. Bangunan tradisional lebih dekat dengan alam

Gambar3. Efisiensi sumberdaya dengan memanfaatkan bangunan-bangunan lama untuk


fungsi baru
Daur hidup bangunan

Dalam merancang bangunan hijau, arsitek atau perencana bangunan harus


memperhatikan daur hidup (lifecycle) yang dimiliki oleh bangunan. Daur hidup bangunan
berkaitan dengan efisiensi pemakaian sumberdaya dan energi, limbah dan polusi yang
dihasilkan di setiap tahapnya, dan kenyamanan penghuninya. Daur hidup bangunan hijau
yang perlu diperhatikan yaitu:

Tahap perencanaan dan perancangan bangunan, meliputi: pemilihan site; pemakaian


energi (termasuk bahan bangunan); rancangan bangunan; dan pemilihan konstruksi
Tahap pembangunan, meliputi: pemakaian energi; limbah dan polusi yang dihasilkan
keselamatan pekerja
Tahap pemakaian, meliputi: kenyamanan pemakai; kesehatan pemakai; limbah dan
polusi yang dihasilkan, konservasi bangunan
Tahap pembongkaran, meliputi: pemanfaatan kembali bahan bangunan; limbah yang
dihasilkan

Pada setiap tahap dari daur hidup bangunan tersebut haruslah tetap memperhatikan
prinsip-prinsip bangunan hijau.

Konsep bangunan hijau

Bangunan hijau memperhatikan falsafah penciptaan alam dan menghayati peran manusia
sebagai pengelola sekaligus perawat alam, yang justru tercermin dari budaya tradisional di
mana di dalamnya terdapat pembelajaran tentang kearifan terhadap kelestarian alam,
menciptakan aturan-aturan untuk merawat alam dalam bentuk adaptasi dan nilai religi.

Kontributor: Dwita Hadi Rahmi

Anda mungkin juga menyukai