Disusun oleh :
dr. Randy Adiwinata
Pembimbing :
dr. Maurits Marpaung, Sp.P
Pendamping :
dr. Normasari
dr. Elvi Agustina
CASE REPORT
Asma Eksaserbasi Akut Derajat Sedang
Disusun oleh:
dr. Randy Adiwinata
Hari : Rabu
CASE REPORT
Asma Eksaserbasi Akut Derajat Sedang
Disusun oleh:
dr. Randy Adiwinata
Hari : Rabu
Keluhan Utama
Sesak nafas
Dada
Inspeksi : Gerakan simetris
Palpasi : Thrill (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (-/-), Wheezing (+/+)
Jantung
S1/S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Cembung
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas Akral hangat, edema (-),
PROGNOSIS
Dubia
FOLLOW UP HARIAN
3.1. Definisi
Asma merupakan suatu penyakit heterogen, yang mempunyai karakteristik berupa
inflamasi kronik dari saluran pernafasan. Penyakit ini ditandai dengan riwayat bunyi mengi
(wheezing), episode sesak (terutama pada malam hari), batuk, dan limitasi aliran nafas
ekspirasi; hal tersebut bervariasi dari waktu ke waktu dan dalam hal intensitas.2 Variasi ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor pemicu seperti olahraga, allergen, paparan iritan, perubahan
cuaca, atau infeksi virus.3
Asma seringkali diasosiasikan dengan inflamasi kronik dan hipereaktivitas dari faktor
pemicu diatas sehingga menyebabkan penyempitan saluran nafas sehingga menghalangi
pertukaran udara. Obstruksi saluran nafas bersifat reversibel, yaitu dapat menghilang secara
spontan maupun berespons terhadap pengobatan.3,4
3.2 Prevalensi asma
Menurut GINA 2015, diperkirakan sebesar 300 juta penduduk dunia mengalami asma.
Di negara-negara maju seperti Eropa barat, prevalensi serangan asma telah menerun. Hal ini
berbanding terbalik dengan negara-negara seperti Afrika, Amerika latin, Eropa timur, dan
Asia yang justru memiliki kecenderungan peningkatan asma simptomatik. Serta diperkirakan
346.000 kematian terjadi setiap tahunnya. Serangan asma ini menimbulkan beban dan
disabilitas. Dalam laporan pada tahun 2000-2003 pada anak usia 13-14 tahun. Indonesia
diperkirakan mempunyai prevalensi sebesar 2,6%.2
Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner
ISAAC (International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995 melaporkan
prevalensi asma sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%. Hasil
survey asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang, Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada
anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta
Pusat sebesar 5,8%.5 Berdasarkan gambaran tersebut, terlihat bahwa asma telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian serius.
3.3. Fenotipe asma2,6,7
Fenotipe asma merupakan gambaran dari jenis-jenis asma yang telah diketahui
karakteristik tersendiri baik dari segi demografis, klinis, atau patofisiologis.
a. Asma alergi: Merupakan fenotipe asma yang paling sering ditemui. Seringkali muncul
pada masa kanak-kanak dan diasosiasikan dengan riwayat penyakit alergi dalam
keluarga seperti dermatitis alergi, rhinitis alergi, alergi terhadap makanan maupun
obat. Pemeriksaan sputum seringkali ditemukan sel eosinofil. Kelompok pasien ini
berespons baik terhadap pemberian kortikosteroid intranasal.
b. Asma non alergi: Asma yang tidak diasosiasikan dengan alergi (riwayat atopi). Dalam
hal ini sensitisasi tidak dapat dibuktikan (tes skin prick atau RAST mempunyai hasil
negative atau nilai IgE bersifat normal/rendah). Umumnya muncul pada saat dewasa
dengan predominasi pada wanita. Seringkali perjalanan penyakit menjadi lebih berat
dan tidak berespons terhadap steroid. Pemeriksaan sputum dapat menunjukkan sel
neutrofil, eosinofil atau hanya sedikit sel inflamasi (pangranulocytic)
c. Late-onset asthma. Asma yang muncul pertama kali pada saat dewasa, seringkali
dewasa dan wanita. Umumnya bersifat non alergi, dan refrakter terhadap steroid. IL-5
diduga sebagai dasar patofisiologi dari varian ini.
d. Aspirin-exacerbated respiratory disease: Tipe ini umumnya muncul pada dewasa dan
mempunyai karakteristik berupa adanya asma, rinosinusitis kronik dengan polip nasi,
serta reaksi akut terhadap obat-obatan anti inflamasi non steroid. Aspirin dalam dosis
kecil sekalipun dapat menyebabkan rhinorea, injeksi konjungtiva, flushing, dan
wheezing. Hal ini diduga berkaitan dengan predisposisi genetik yaitu peningkatan
produksi dari cys-leukotriene C4 sintase.
e. Allergic bronchopulmonary mycosis atau Bronchopulmonary aspergilosis. Merupakan
reaksi hipersensitivitas setelah menghirup spora aspergillus. Penyaktit ini bila tidak
diobati dapat mengakibatkan brokoektasis dan obstruksi jalan nafas permanen.
Pengobatan dapat diberikan oral steroid dan anti jamur.
f. Exercise Induced Astma/exercise induced brochoconstriction adalah Penyempitan
saluran nafas setelah berolahraga, umumnya muncul setelah 3-5 menit, dengan
puncak bronkoonstriksi pada 10-15 menit. Pada pengukuran spirometri dapat
didapatkan penurunan >10%% dari FEV1 Seringkali muncul pada atlet, yang
sebelumnya tidak ada diagnosis asma ataupun gejala respirasi lainnya. Mekanisme
pasti belum diketahui tetapi diduga adalah proses dari pendinginan dari saluran nafas
melalui udara yang terinspirasi dan penghangatan kembali setelah latihan. Dehidrasi
dari saluran nafas akibat peningkatan ventilasi, menyebabkan peningkatan osmolaritas
dari saluran nafas. Hal ini menginduksi pelepasan mediator seperti histamine,
prostaglandin, leukotrien, dan akhirnya menyebabkan konstriksi dan edema saluran
nafas. Selain itu, fase imunosupresi sementara yang terjadi setelah latihan berlebihan
diduga dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi virus respirasi dan
menginduksi inflamasi.
g. Asthma with fixed airflow limitation: Beberapa pasien penderita asma lama dapat
terjadi limitasi aliran nafas permanen, hal ini diduga disebabkan oleh airway wall
remodeling.
h. Asthma with obesity: pada beberapa pasien obesitas seringkali terjadi asma dan
memiliki inflamasi kronik berupa eosinofil pada permukaan saluran nafas. Serta
kemungkinan terjadi komorbid metaboolik seperti GERD, atau OSA.
i. Asma pada kehamilan: Sepertiga dari pasien asma akan memiliki perbaikan pada saat
kehamilan, sepertiga menngalami perbaikan, dan sepertiga lainnya akan tetap. Obat-
obatan seperti salbutamol, kortikosteroid inhalasi, dan teofilin bersifat aman. Dan
tidak ada kontraindikasi pada saat pasien menyusui.
Faktor resiko seseorang untuk menderita asma secara umum dibagi menjadi dua yaitu
faktor pejamu dan faktor lingkungan.
Faktor Pejamu Faktor Lingkungan
Genetik (Atopi, hipereaktivitas bronkus) Alergen serbuk sari, spora jamur, susu
telur, udang kepiting, obat-obatan
Obesitas Infeksivirus
Jenis kelamin laki-laki pada anak-anak. Iritanparfum
Pada menopause perempuan lebih banyak
Emosi/stress
Asap rokok Baik aktif maupun pasif
Polusi udara
Paracetamol
Dietrendah konsumsi vitamin C,
vitamin A, magnesium, selenium, omega
3, dan vitamin D.
3.5. Patofisiologi Asma2,4
Inflamasi saluran nafas
Pada pasien dengan asma, mukosa saluran nafas berada dalam kondisi inflamasi
kronik meskipun tidak tidak dalam serangan. Inflamasi kronik ini terjadi di sepanjang saluran
nafas, akan tetapi memberikan efek paling signifikan pada bronkus berukuran sedang. Pada
hasil patologi dari saluran nafas, ditemukan bahwa mukosa terinfiltrasi oleh sel eosinofil,
limfosit T, dan sel mast. Sel mast berperan dalam menyebabkan bronkokonstriksi akut saat
terdapat paparan allergen dan stimulus lainnya Sel mast teraktivasi oleh allergen melalui jalur
IgE. Saat teraktivasi, sel mast akan mengeluarkan mediator bronkokonstriktor seperti
histamin, prostaglandin D2, cysteinyl leukotrine. Jumlah makrofag sering ditemukan
meningkat pada saluran nafas pasien. Sel dendritik merupakan sel berupa makrofag yang
ditemukan di epitel saluran nafas dan berperan sebagai antigen presenting cell. Sel dendritik
akan mengambil antigen dan memproses peptida, dan migrasi ke nodus limfatik sehingga
memproduksi sel TH2 spesifik allergen. Eosinofil juga ditemukan dalam jumlah berlebihan
pada saluran nafas. Saat terjadi inhalasi allergen. Eosinofil akan melepasan protein dan
radikal bebas dari oksigen yang berpotensi dalam kerusakan sel saluran nafas. Sel limfosit T
akan melepaskan sitokin spesifik seperti IL-4,5,9,13 yang akan meningkatkan rekruitmen dari
eosinofil, produksi dari IgE dari limfosit B.
Menurut GINA 2015, penilaian seseorang dengan asma perlu mencakup control asma
saat ini, faktor resiko pemberat, masalah penggunaan obat (cara teknik dan kepatuhan
penggunaan obat), efek samping, dan komorbiditas. Sebagai contoh penilaiaan asma yang
direkomendasikan adalah Ny. X memiliki control gejala asma yang buruk, Memiliki
kesulitan dengan menggunakan inhaler jenis diskus, serta memiliki resiko untuk terjadi
eksaserbasi berikutnya oleh karena fungsi paru yang rendah, perokok aktif, dan jarang
menggunakan obat.
Penggunaan kuisioner dapat membantu dalam penilaian control asma, salah satu yang
sering digunakan di Indonesia adalah Asthma Control Test (ACT). Bila nilai <=19 maka
dianggap tidak terkontrol, 20-24 dianggap terkontrool sebagian, dan bila 25 maka telah
terkontrol total.
Menurut GINA, penilaiaan derajat beratnya dapat dilakukan setelah pengematan
beberapa lama. Dikatakan asma ringan, bila pasien terkontrol dengan terapi tahap 1 dan 2
yaitu seperti penggunaan reliever saja atau ICS dosis rendah, atau antagonis leukortrien
reseptor. Derajat sedang bila pasien terkontrol dengan tahap 3 yaitu menggunakan dosis
rendah ICS dengan LABA. Dan asma derajat berat bila memerlukan tahap 4 dan 5.
Ny. K memiliki presentasi yang khas untuk asma eksaserbasi akut derajat sedang.
Penentuan asma dapat dilakukan melalui hasil anamnesis dimana pasien mengalami serangan
sesak nafas berulang disertai dengan bunyi mengi. Dan dengan menggunakan salbutamol,
dapat mengurangi sesak hingga sempurna. Selain itu, pasien juga mengaku memiliki riwayat
alergi dan atopi dalam keluarga. Asma pada Ny. K juga muncul sejak masa kanak-kanak dan
telah mendapatkan obat controller asma berupa seretide. Dari pemeriksaan fisik juga
menunjang diagnosis asma yaitu dari hasil auskultasi paru yaitu didapatkan bunyi wheezing
pada kedua lapangan paru. Pengkategorian dari derajat berat serangan akut Ny. K adalah
derajat sedang, hal ini terlihat oleh karena pasien masih dapat berbicara walaupun hanya
beberapa kata. Dan pasien harus posisi duduk untuk mendapatkan kenyamanan bernafas.
Pasien juga tampak gelisah. Dari pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi nafas 36x dan
denyut nadi 110x. Pemicu serangan asma episode kali ini diduga berasal dari infeksi saluran
nafas yang diderita 1 hari SMRS.
Penanganan awal pada pasien ini di IGD meliputi nebulisasi dan diberikan steroid
sistemik. Dengan kedua hal tersebut, pasien masih mengalami sesak, oleh karena itu
dianjurkan pasien untuk dirawat dan dilakukan observasi lebih lanjut. Setelah terjadi
perbaikan sesak nafas, pasien diperbolehkan rawat jalan, dan kemudian perlu dilakukan
penilaiaan ulang dari derajat kontrol asma pada pasien ini sehingga bisa didapatkan terapi
yang tepat.
BAB IV
KESIMPULAN
1. Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
pasien ini maka diagnosanya adalah asma eksaserbasi akut derajat sedang.
2. Penatalaksanan pada pasien ini sesuai dengan teori.
3. Kondisi pasien saat pulang telah dalam keadaan perbaikan.
DAFTAR PUSTAKA