1
SAEFUL KARIM
Daftar isi
[sembunyikan]
27 d. Peran Pemerintah
Bahan Kimia dalam Kehidupan
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah menghasilkan produk-produk
industri yang dapat memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Bahan kimia yang
telah diketahui manfaatnya dikembangkan dengan cara membuat produk-produk
yang berguna untuk kepentingan manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, kita
perlu mengetahui jenis, sifat-sifat, kegunaan, dan efek samping dari setiap produk
yang kita gunakan atau kita lihat sehari-hari.
A. Bahan Kimia yang Ada di Rumah
Zat-zat yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari kebanyakan tidak dalam keadaan
murni, melainkan bercampur dengan dua atau lebih zat lainnya. Seperti telah kamu
pelajari di kelas VII, campuran suatu zat akan tetap mempertahankan sifat-sifat
unsurnya. Oleh karena itu, suatu bahan kimia akan dipengaruhi oleh sifat,
kegunaan, atau efek dari zat-zat yang menyusunnya. Kekuatan pengaruh sifat
masing-masing zat bergantung pada kandungan zat dalam bahan yang
bersangkutan. Banyak ragam bahan kimia yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
Namun, pada bab ini hanya akan dibahas beberapa kelompok bahan kimia saja.
Bahan kimia yang dimaksud, di antaranya adalah: 1. pembersih; 2. pemutih
pakaian; 3. pewangi; 4. pestisida; 5. zat aditif makanan; 6. zat adiktif; dan 7. zat
psikotropika.
1. Bahan Kimia Pembersih
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal berbagai bahan kimia pembersih, di
antaranya sabun dan detergen, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.1. Sabun dan
detergen dapat menjadikan lemak dan minyak yang tadinya tidak dapat bercampur
dengan air menjadi mudah bercampur. Sabun dan detergen dalam air dapat
melepaskan sejenis ion yang memiliki bagian yang suka air (hidrofilik) sehingga
dapat larut dalam air dan bagian yang tidak suka akan air (hidrofobik) sehingga larut
dalam minyak atau lemak. Jika dalam pakaian yang dicuci dengan detergen
terdapat kotoran lemak maka bagian ion yang bersifat hidrofobik masuk ke dalam
butiran lemak atau minyak dan bagian ion tersebut yang bersifat hidrofilik akan
mengarah ke pelarut air. Keadaan ini menyebabkan butiran-butiran minyak akan
saling tolak-menolak karena menjadi bermuatan sejenis. Akibatnya, kotoran lemak
atau minyak yang telah lepas dari pakaian tidak dapat saling bersatu lagi dan tetap
berada dalam larutan. Sebagai ilustrasi dari penjelasan tersebut, perhatikan Gambar
8.2 berikut. Kita perlu hati-hati dalam memilih bahan pembersih, bahan tersebut
jangan sampai menimbulkan pengaruh yang buruk terhadap lingkungan. Beberapa
jenis detergen sukar diuraikan oleh pengurai. Jika detergen ini bercampur dengan
air tanah yang dijadikan sumber air minum manusia atau binatang ternak maka air
tanah tersebut akan membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, kita sebaiknya
memilih detergen yang limbahnya dapat diuraikan oleh mikrorganisme
(biodegradable). Pengaruh buruk yang dapat ditimbulkan oleh pemakaian detergen
yang tidak selektif atau tidak hati-hati adalah: a. rusaknya keindahan lingkungan
perairan; b. terancamnya kehidupan hewan-hewan yang hidup di air; dan c.
merugikan kesehatan manusia.
2. Pemutih Pakaian
Pemutih biasanya dijual dalam bentuk larutannya (lihat Gambar 8.3) dan digunakan
untuk menghilangkan kotoran atau noda berwarna yang sukar dihilangkan dengan
hanya menggunakan sabun atau detergen. Larutan pemutih yang dijual di pasaran
biasanya mengandung bahan aktif natrium hipoklorit (NaOCl) sekitar 5%. Selain
digunakan sebagai
4. Pestisida
Bahan kimia jenis pestisida erat sekali dengan kehidupan para petani. Pestisida
dipakai untuk memberantas hama tanaman sehingga tidak mengganggu hasil
produksi pertanian. Pestisida meliputi semua jenis obat (zat/bahan kimia) pembasmi
hama yang ditujukan untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, jamur,
bakteri, virus, tikus, bekicot, dan nematoda (cacing). Pestisida yang biasa digunakan
para petani dapat digolongkan menurut fungsi dan sasaran penggunaannya, yaitu:
a. Insektisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga, seperti
belalang, kepik, wereng, dan ulat. Beberapa jenis insektisida juga dipakai untuk
memberantas sejumlah serangga pengganggu yang ada di rumah, perkantoran,
atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh insektisida
adalah basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, dan diazinon. Gambar
8.5 merupakan contoh produk insektisida untuk memberantas nyamuk. b. Fungisida,
yaitu pestisida yang dipakai untuk memberantas dan mencegah pertumbuhan jamur
atau cendawan. Bercak yang ada pada daun, karat daun, busuk daun, dan cacar
daun disebabkan oleh serangan jamur. Beberapa contoh fungisida adalah tembaga
oksiklorida, tembaga(I) oksida, karbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
c. Bakterisida, yaitu pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Pada
umumnya, tanaman yang sudah terserang bakteri sukar untuk disembuhkan. Oleh
karena itu, bakterisida biasanya diberikan kepada tanaman yang masih sehat. Salah
satu contoh dari bakterisida adalah tetramycin, sebagai pembunuh virus CVPD yang
menyerang tanaman jeruk. d. Rodentisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk
memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat, seperti tikus. Rodentisida
dipakai dengan cara mencampurkannya dengan makanan kesukaan tikus. Dalam
meletakkan umpan tersebut harus hati-hati, jangan sampai termakan oleh binatang
lain. Contoh dari pestisida jenis ini adalah warangan. e. Nematisida, yaitu pestisida
yang digunakan untuk memberantas hama tanaman jenis cacing (nematoda). Hama
jenis cacing biasanya menyerang akar dan umbi tanaman. Oleh karena pestisida
jenis ini dapat merusak tanaman maka pestisida ini harus sudah ditaburkan pada
tanah tiga minggu sebelum musim tanam. Contoh dari pestisida jenis ini adalah DD,
vapam, dan dazomet. f. Herbisida, yaitu pestisida yang digunakan untuk membasmi
tanaman pengganggu (gulma), seperti alang-alang, rerumputan, dan eceng gondok.
Contoh dari herbisida adalah ammonium sulfonat dan pentaklorofenol.
Penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak yang negatif, baik itu bagi
kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Oleh karena itu,
penggunaannya harus dilakukan sesuai dengan aturan. Beberapa dampak negatif
yang dapat timbul akibat penggunaan pestisida, di antaranya: a. Terjadinya
pengumpulan pestisida (akumulasi) dalam tubuh manusia karena beberapa jenis
pestisida sukar terurai. Pestisida yang terserap tanaman akan terdistribusi ke dalam
akar, batang, daun, dan buah. Jika tanaman ini dimakan hewan atau manusia maka
pestisidanya akan terakumulasi dalam tubuh sehingga dapat memunculkan
berbagai risiko bagi kesehatan hewan maupun manusia. b. Munculnya hama
spesies baru yang lebih tahan terhadap takaran pestisida. Oleh karena itu,
diperlukan dosispemakaian pestisida yang lebih tinggi atau pestisida lain yang lebih
kuat daya basminya. Jika sudah demikian maka risiko pencemaran akibat
pemakaian pestisida akan semakin besar baik terhadap hewan maupun lingkungan,
termasuk juga manusia sebagai pelakunya. Ternyata, penggunaan pestisida selain
memberikan keuntungan juga dapat memberikan kerugian. Oleh karena itu,
penyimpanan dan penggunaan pestisida apapun jenisnya harus dilakukan secara
hati-hati dan sesuai petunjuk. Untuk mengurangi dampak penggunaan pestisida
dapat dilakukan dengan cara menggunakan pestisida alami atau pestisida yang
dibuat dari bahan-bahan alami. Misalnya, air rebusan batang dan daun tomat dapat
dipakai dalam memberantas ulat dan lalat hijau. Selain contoh tersebut, masih
banyak tumbuhan lain yang dapat bertindak sebagai pestisida alami, seperti
tanaman mindi, bunga mentega, rumput mala, tuba, kunir, dan kucai.
ditunjukkan pada Gambar 8.9, warna cokelat dari buah cokelat, warna merah dari
daun jati, dan warna kuning merah dari wortel. Karena jumlah pilihan warna dari zat
pewarna alami terbatas maka dilakukan upaya menyintesis zat pewarna yang cocok
untuk makanan dari bahan-bahan kimia. b. Zat pewarna sintetik, dibuat dari bahan-
bahan kimia. Dibandingkan dengan pewarna alami, pewarna sintetik memiliki
beberapa kelebihan, yaitu memiliki pilihan warna yang lebih banyak, mudah
disimpan, dan lebih tahan lama.
Beberapa zat pewarna sintetik bisa saja memberikan warna yang sama, namun
belum tentu semua zat pewarna tersebut cocok dipakai sebagai zat aditif pada
makanan dan minuman. Perlu diketahui bahwa zat pewarna sintetik yang bukan
untuk makanan dan minuman (pewarna tekstil) dapat membahayakan kesehatan
apabila masuk ke dalam tubuh karena bersifat karsinogen (penyebab penyakit
kanker). Oleh karena itu, kamu harus berhati-hati ketika membeli makanan atau
minuman yang memakai zat warna. Kamu harus yakin dahulu bahwa zat pewarna
yang dipakai sebagai zat aditif pada makanan atau minuman tersebut adalah
memang benar-benar pewarna makanan dan minuman.
Berdasarkan sifat kelarutannya, zat pewarna makanan dikelompokkan menjadi dye
dan lake. Dye merupakan zat bewarna makanan yang umumnya bersifat larut dalam
air. Dye biasanya dijual di pasaran dalam bentuk serbuk, butiran, pasta atau cairan.
Lake merupakan gabungan antara zat warna dye dan basa yang dilapisi oleh suatu
zat tertentu. Karena sifatnya yang tidak larut dalam air maka zat warna kelompok ini
cocok untuk mewarnai produkproduk yang tidak boleh terkena air atau produk yang
mengandung lemak dan minyak.
2. Zat Pemanis
Zat pemanis berfungsi untuk menambah rasa manis pada makanan dan minuman.
Zat pemanis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: a. Zat pemanis alami.
Pemanis ini dapat diperoleh dari tumbuhan, seperti kelapa, tebu, dan aren. Selain
itu, zat pemanis alami dapat pula diperoleh dari buahbuahan dan madu. Zat
pemanis alami berfungsi juga sebagai sumber energi. Jika kita mengonsumsi
pemanis alami secara berlebihan, kita akan mengalami risiko kegemukan. Orang-
orang yang sudah gemuk badannya sebaiknya menghindari makanan atau
minuman yang mengandung pemanis alami terlalu tinggi. b. Zat pemanis buatan
atau sintetik. Pemanis buatan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia sehingga
tidak berfungsi sebagai sumber energi. Oleh karena itu, orangorang yang memiliki
penyakit kencing manis (diabetes melitus) biasanya mengonsumsi pemanis sintetik
sebagai pengganti pemanis alami. Contoh pemanis sintetik, yaitu sakarin, natrium
siklamat, magnesium siklamat, kalsium siklamat, aspartam (lihat Gambar 8.12), dan
dulsin. Pemanis buatan memiliki tingkat kemanisan
yang lebih tinggi dibandingkan pemanis alami. Garamgaram siklamat memiliki
kemanisan 30 kali lebih tinggi dibandingkan kemanisan sukrosa. Namun, kemanisan
garam natrium dan kalsium dari sakarin memiliki kemanisan 800 kali dibandingkan
dengan kemanisan sukrosa 10%. Walaupun pemanis buatan memiliki kelebihan
dibandingkan pemanis alami, kita perlu menghindari konsumsi yang berlebihan
karena dapat memberikan efek samping bagi kesehatan. Misalnya, penggunaan
sakarin yang berlebihan selain akan menyebabkan rasa makanan terasa pahit juga
merangsang terjadinya tumor pada bagian kandung kemih. Contoh lain, garam-
garam siklamat pada proses metabolisme dalam tubuh dapat menghasilkan
senyawa sikloheksamina yang bersifat karsinogenik (senyawa yang dapat
menimbulkan penyakit kanker). Garam siklamat juga dapat memberikan efek
samping berupa gangguan pada sistem pencernaan terutama pada pembentukan
zat dalam sel.
3. Zat Pengawet
Ada sejumlah cara menjaga agar makanan dan minuman tetap layak untuk dimakan
atau diminum walaupun sudah tersimpan lama. Salah satu upaya tersebut adalah
dengan cara menambahkan zat aditif kelompok pengawet (zat pengawet) ke dalam
makanan dan minuman. Zat pengawet adalah zatzat yang sengaja ditambahkan
pada bahan makanan dan minuman agar makanan dan minuman tersebut tetap
segar, bau dan rasanya tidak berubah, atau melindungi makanan dari kerusakan
akibat membusuk atau terkena bakteri/ jamur. Karena penambahan zat aditif,
berbagai makanan dan minuman masih dapat dikonsumsi sampai jangka waktu
tertentu, mungkin seminggu, sebulan, setahun, atau bahkan beberapa tahun. Dalam
makanan atau minuman yang dikemas dan dijual di toko-toko atau supermarket
biasanya tercantum tanggal kadaluarsanya, tanggal yang menunjukkan sampai
kapan makanan atau minuman tersebut masih dapat dikonsumsi tanpa
membahayakan kesehatan, seperti ditunjukkan pada Gambar 8.13. Seperti halnya
zat pewarna dan pemanis, zat pengawet dapat dikelompokkan menjadi zat
pengawet alami dan zat pengawet buatan.
a. Zat pengawet alami berasal dari alam, contohnya gula (sukrosa) yang dapat
dipakai untuk mengawetkan buah-buahan (manisan) dan garam dapur yang dapat
digunakan untuk mengawetkan ikan. b. Zat pengawet sintetik atau buatan
merupakan hasil sintesis dari bahan-bahan kimia. Contohnya, asam cuka dapat
dipakai sebagai pengawet acar dan natrium propionat atau kalsium propionat
dipakai untuk mengawetkan roti dan kue kering. Garam natrium benzoat, asam
sitrat, dan asam tartrat juga biasa dipakai untuk mengawetkan makanan. Selain zat-
zat tersebut, ada juga zat pengawet lain, yaitu natrium nitrat atau sendawa (NaNO3)
yang berfungsi untuk menjaga agar tampilan daging tetap merah. Asam fosfat yang
biasa ditambahkan pada beberapa minuman penyegar juga termasuk zat pengawet.
Selain pengawet yang aman untuk dikonsumsi, juga terdapat pengawet yang tidak
boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Zat pengawet yang dimaksud, di
antaranya formalin yang biasa dipakai untuk mengawetkan benda-benda, seperti
mayat atau binatang yang sudah mati. Pemakaian pengawet formalin untuk
mengawetkan makanan, seperti bakso, ikan asin, tahu, dan makanan jenis lainnya
dapat menimbulkan risiko kesehatan. Selain formalin, ada juga pengawet yang tidak
boleh dipergunakan untuk mengawetkan makanan. Pengawet yang dimaksud
adalah pengawet boraks. Pengawet ini bersifat desinfektan atau efektif dalam
menghambat pertumbuhan mikroba penyebab membusuknya makanan serta dapat
memperbaiki tekstur makanan sehingga lebih kenyal (perhatikan Gambar 8.14).
Boraks hanya boleh dipergunakan untuk industri nonpangan, seperti dalam
pembuatan gelas, industri kertas, pengawet kayu, dan keramik. Jika boraks
termakan dalam kadar tertentu, dapat menimbulkan sejumlah efek samping bagi
kesehatan, di antaranya: a. gangguan pada sistem saraf, ginjal, hati, dan kulit; b.
gejala pendarahan di lambung dan gangguan stimulasi saraf pusat; c. terjadinya
komplikasi pada otak dan hati; dan d. menyebabkan kematian jika ginjal
mengandung boraks sebanyak 36 gram.
Walaupun tersedia zat pengawet sintetik yang digunakan sebagai zat aditif
makanan, di negara maju banyak orang enggan mengonsumsi makanan yang
memakai pengawet sintetik. Hal ini telah mendorong perkembangan ilmu dan
teknologi pengawetan makanan dan minuman tanpa penambahan zat-zat kimia,
misalnya dengan menggunakan sinar ultra violet (UV), ozon, atau pemanasan pada
suhu yang sangat tinggi dalam waktu singkat sehingga makanan dapat disterilkan
tanpa merusak kualitas makanan.
4. Zat Penyedap Cita Rasa
Di Indonesia terdapat begitu banyak ragam rempahrempah yang dipakai untuk
meningkatkan cita rasa makanan, seperti cengkeh, pala, merica, ketumbar, cabai,
laos, kunyit, bawang, dan masih banyak lagi yang lain. Melimpahnya ragam
rempah-rempah ini merupakan salah satu sebab yang mendorong penjajah Belanda
dan Portugis tempo dulu ingin menguasai Indonesia. Jika rempah-rempah dicampur
dengan makanan saat diolah, dapat menimbulkan cita rasa tertentu pada makanan.
Selain zat penyedap cita rasa yang berasal dari alam, ada pula yang berasal dari
hasil sintesis bahan kimia. Berikut ini beberapa contoh zat penyedap cita rasa hasil
sintesis: a. oktil asetat, makanan akan terasa dan beraroma seperti buah jeruk jika
dicampur dengan zat penyedap ini; b. etil butirat, akan memberikan rasa dan aroma
seperti buah nanas pada makanan; c. amil asetat, akan memberikan rasa dan
aroma seperti buah pisang; d. amil valerat, jika makanan diberi zat penyedap ini
maka akan terasa dan beraroma seperti buah apel. Selain zat penyedap rasa dan
aroma, seperti yang sudah disebutkan di atas, terdapat pula zat penyedap rasa
yang penggunaannya meluas dalam berbagai jenis masakan, yaitu penyedap rasa
monosodium glutamat (MSG) seperti ditunjukkan pada Gambar 8.15. Zat ini tidak
berasa, tetapi jika sudah ditambahkan pada makanan maka akan menghasilkan
rasa yang sedap. Penggunaan MSG yang berlebihan telah menyebabkan Chinese
restaurant syndrome yaitu suatu gangguan kesehatan di mana kepala terasa
pusing dan berdenyut. Bagi yang menyukai zat penyedap ini tak perlu khawatir dulu.
Kecurigaan ini masih bersifat pro dan kontra. Bagi yang mencoba menghindari
untuk mengonsumsinya, sudah tersedia sejumlah merk makanan yang
mencantumkan label tidak mengandung MSG dalam kemasannya. Pada
pembahasan sebelumnya, kamu sudah mempelajari tentang pengelompokan zat
aditif berdasarkan fungsinya beserta contoh-contohnya. Perlu kamu ketahui bahwa
suatu zat aditif dapat saja memiliki lebih dari satu fungsi. Seringkali suatu zat aditif,
khususnya yang bersifat alami memiliki lebih dari satu fungsi. Contohnya, gula alami
biasa dipakai sebagai zat aditif pada pembuatan daging dendeng. Gula alami
tersebut tidak hanya berfungsi sebagai pemanis, tetapi juga berfungsi sebagai
pengawet. Contoh lain adalah daun pandan yang dapat berfungsi sebagai pemberi
warna pada makanan sekaligus memberikan rasa dan aroma khas pada makanan.
Untuk penggunaan zat-zat aditif alami, umumnya tidak terdapat batasan mengenai
jumlah yang boleh dikonsumsi perharinya. Untuk zat-zat aditif sintetik, terdapat
aturan penggunaannya yang telah ditetapkan sesuai Acceptable Daily Intake (ADI)
atau jumlah konsumsi zat aditif selama sehari yang diperbolehkan dan aman bagi
kesehatan. Jika kita mengonsumsinya melebihi ambang batas maka dapat
menimbulkan risiko bagi kesehatan. Jika kita mengidentifikasi zat aditif yang dipakai
dalam makanan/minuman, lihatlah kemasan pada makanan/minuman tersebut,
kemudian buatlah tabel seperti Tabel 8.2 berikut.
b. Opium
Opium merupakan narkotika dari golongan opioida, dikenal juga dengan sebutan
candu, morfin, heroin, dan putau. Opium diambil dari getah buah mentah Pavaper
sommiverum (lihat Gambar 8.17). Opium mengandung lebih dari dua puluh macam
senyawa. Morfin kali pertama diisolasi dari getah buah pada 1905 oleh Friedrich
Seturner. Pada waktu itu, morfin digunakan oleh para tentara untuk menghilangkan
rasa sakit karena luka atau menghilangkan rasa nyeri pada penderita kanker.
Setelah itu, banyak tentara yang mengalami adiksi (efek ketergantungan).
Pemakaian dosis morfin yang berlebihan dapat menyebabkan kematian.
Heroin merupakan senyawa turunan (hasil sintesis) dari morfin yang dikenal dengan
sebutan putau. Kodein merupakan senyawa turunan dari morfin, tetapi memiliki
kemampuan menghilangkan nyeri lebih lemah, demikian pula efek kecanduannya
(adiksinya) lebih lemah. Kodein biasa dipakai dalam obat batuk dan obat penghilang
rasa nyeri. Penggunaannya yang menyalahi aturan dapat menimbulkan rasa sering
mengantuk, perasaan gembira berlebihan, banyak berbicara sendiri, kecenderungan
untuk melakukan kerusuhan, merasakan nafas berat dan lemah, ukuran pupil mata
mengecil, mual, susah buang air besar, dan sulit berpikir. Jika pemakaian obat ini
diputus, akan timbul hal-hal berikut: sering menguap, kepala terasa berat, mata
basah, hidung berair, hilang nafsu makan, lekas lelah, badan menggigil, dan kejang-
kejang. Jika pemakaiannya melebihi dosis atau overdosis, akan menimbulkan hal-
hal berikut: tertawa tidak wajar, kulit lembap, napas pendek tersenggal-senggal, dan
dapat mengakibatkan kematian.
c. Kokain
Kokain termasuk ke dalam salah satu jenis dari narkotika. Kokain diperoleh dari
hasil ekstraksi daun tanaman koka (Erythroxylum coca). Zat ini dapat dipakai
sebagai anaestetik (pembius) dan memiliki efek merangsang jaringan otak bagian
sentral. Pemakaian zat ini menjadikan pemakainya suka bicara, gembira yang
meningkat menjadi gaduh dan gelisah, detak jantung bertambah, demam, perut
nyeri, mual, dan muntah. Seperti halnya narkotika jenis lain, pemakaian kokain
dengan dosis tertentu dapat mengakibatkan kematian.
d. Sedativa dan Hipnotika (Penenang)
Beberapa macam obat dalam dunia kedokteran, seperti pil BK dan magadon
digunakan sebagai zat penenang (sedativa-hipnotika). Pemakaian sedativa-
hipnotika dalam dosis kecil dapat menenangkan, sedangkan dalam dosis besar
dapat membuat orang yang memakannya tertidur. Gejala akibat pemakaiannya
adalah mula-mula gelisah, mengamuk lalu mengantuk, malas, daya pikir menurun,
bicara dan tindakan lambat. Jika sudah kecanduan, kemudian diputus
pemakaiannya maka akan menimbulkan gejala gelisah, sukar tidur, gemetar,
muntah, berkeringat, denyut nadi cepat, tekanan darah naik, dan kejang-kejang.
Jika pemakaiannya overdosis maka akan timbul gejala gelisah, kendali diri turun,
banyak bicara, tetapi tidak jelas, sempoyongan, suka bertengkar, napas lambat,
kesadaran turun, pingsan, dan jika pemakaiannya melebihi dosis tertentu dapat
menimbulkan kematian.
e. Nikotin
Nikotin dapat diisolasi atau dipisahkan dari tanaman tembakau. Namun, orang
biasanya mengonsumsi nikotin tidak dalam bentuk zat murninya, melainkan secara
tidak langsung ketika mereka merokok. Nikotin yang diisap pada saat merokok
dapat menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah, bersifat
karsinogenik sehingga dapat meningkatkan risiko terserang kanker paru-paru
(perhatikan Gambar 8.19), kaki rapuh, katarak, gelembung paru-paru melebar
(emphysema), risiko terkena penyakit jantung koroner, kemandulan, dan gangguan
kehamilan.
f. Alkohol
Alkohol diperoleh melalui proses peragian (fermentasi) sejumlah bahan, seperti
beras ketan, singkong, dan perasan anggur. Alkohol ini sudah dikenal manusia
cukup lama. Salah satu penggunaan alkohol adalah untuk mensterilkan berbagai
peralatan dalam bidang kedokteran. Alkohol yang terkandung dalam minuman dapat
berasal dari hasil fermentasi bahan minuman itu sendiri (contohnya, alkohol yang
terdapat dalam minuman hasil fermentasi sari buah anggur) atau sengaja
ditambahkan ke dalam suatu minuman olahan. Semua jenis minuman yang
mengandung alkohol (etanol), seperti pada Gambar 8.20 disebut minuman keras.
Berdasarkan kandungan alkoholnya, minuman keras dikelompokkan menjadi
golongan: 1) A, berkadar etanol 15 %; 2) B, berkadar etanol 520 %; dan 3) C,
berkadar etanol 2050 %. Tanda-tanda gejala pemakaian alkohol, yaitu gembira,
pengendalian diri turun, dan muka kemerahan. Jika sudah kecanduan meminum
minuman keras, kemudian dihentikan maka akan timbul gejala gemetar, muntah,
kejang-kejang, sukar tidur, dan gangguan jiwa. Jika overdosis akan timbul gejala
perasaan gelisah, tingkah laku menjadi kacau, kendali turun, dan banyak bicara
sendiri.
2. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupu sintetik, bukan narkotika dan
berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika
menurut tujuan penggunaan dan tingkatan risiko ketergantungannya terbagi dalam 4
golongan, yaitu: a. Golongan I, psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu
pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi serta memiliki potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. b. Golongan II, psikotropika yang
berkhasiat sebagai oba dan dapat digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu
pengetahuan serta memiliki potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. c.
Golongan III, psikotropika yang berkhasiat sebagai obat dan banyak digunakan
dalam terapi dan tujuan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi sedang
mengakibatkan sindrom ketergantungan. d. Golongan IV, psikotropika yang
berkhasiat sebagai obat dan sangat luas digunakan dalam terapi dan tujuan ilmu
pengetahuan serta memiliki potensi ringa mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Zat adiktif hampir semuanya termasuk ke dalam psikotropika, tetapi tidak semua
psikotropika menimbulkan ketergantungan. Berikut ini termasuk ke dalam golongan
psikotropika, yaitu LSD (Lysergic Acid Diethylamide) dan amfetamin.
Penyalahgunaan kedua golongan psikotropika ini sudah meluas di dunia.
a. LSD (Lysergic Acid Diethylamide)
LSD merupakan zat psikotropika yang dapat menimbulkan halusinasi (persepsi
semu mengenai sesuatu benda yang sebenarnya tidak ada). Zat ini dipakai untuk
membantu pengobatan bagi orang-orang yang mengalami gangguan jiwa atau sakit
ingatan. Zat ini bekerja dengan cara membuat otototot yang semula tegang menjadi
rileks. Penyalahgunaan zat ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang menderita
frustasi dan ketegangan jiwa.
b. Amfetamin
Kita seringkali mendengar pemberitaan di media massa mengenai penjualan
barang-barang terlarang, seperti ekstasi dan shabu. Ekstasi dan shabu adalah hasil
sintesis dari zat kimia yang disebut amfetamin (perhatikan Gambar 8.22). Jadi, zat
psikotropika, seperti ekstasi dan shabu tidak diperoleh dari tanaman melainkan hasil
sintesis. Pemakaian zat-zat tersebut akan menimbulkan gejalagejala berikut: siaga,
percaya diri, euphoria (perasaan gembira berlebihan), banyak bicara, tidak mudah
lelah, tidak nafsu makan, berdebar-debar, tekanan darah menurun, dan napas
cepat. Jika overdosis akan menimbulkan gejala-gejala: jantung berdebar-debar,
panik, mengamuk, paranoid (curiga berlebihan), tekanan darah naik, pendarahan
otak, suhu tubuh tinggi, kejang, kerusakan pada ujung-ujung saraf, dan dapat
mengakibatkan kematian. Jika sudah kecanduan, kemudian dihentikan akan
menimbulkan gejala putus obat sebagai berikut: lesu, apatis, tidur berlebihan,
depresi, dan mudah tersinggung.
3. Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Zat Adiktif dan
Psikotropika
Zat adiktif dan psikotropika akan memberikan manfaat jika dipakai untuk tujuan yang
benar, misalnya untuk tujuan ilmu pengetahuan dan pelayanan kesehatan. Dalam
bidang kedokteran, misalnya satu jenis narkotika diberikan kepada pasien yang
menderita rasa sakit luar biasa karena suatu penyakit atau setelah menjalani suatu
operasi. Contoh lain, satu zat jenis psikotropika diberikan kepada pasien penderita
gangguan jiwa yang sedang mengamuk dan tak dapat ditenangkan dengan
caracara lain. Jika pemakaian zat adiktif dan psikotropika dipakai di luar tujuan yang
benar, itu sudah termasuk penyalahgunaan dan harus diupayakan pencegahannya.
Penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika sangat berbahaya bagi diri sendiri,
keluarga, maupun kehidupan sosial di sekitar kita. Dampak negatif pemakaian zat
adiktif dan psikotropika pada diri sendiri, yaitu rusaknya sel saraf, menimbulkan
ketergantungan, perubahan tingkah laku, dan menimbulkan penyakit (jantung,
radang lambung dan hati, merusak pankreas, dan berisiko mengidap HIV positif).
Pada dosis yang tidak tepat akan mengakibatkan kematian. Dalam kehidupan
sosial, penyalahgunaan pemakaian zat adiktif dan psikotropika, di antaranya: sering
membuat onar atau perkelahian (misalnya, perkelahian pelajar), melakukan
kejahatan (pencurian dan pemerkosaan), kecelakaan, timbulnya masalah dalam
keluarga, dan mengganggu ketertiban umum.
Kita semua harus berupaya untuk terhindar dari penyalahgunaan zat adiktif dan
psikotropika. Pencegahan penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika memerlukan
peran bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
a. Peran Anggota Keluarga
Setiap anggota keluarga harus saling menjaga agar jangan sampai ada anggota
keluarga yang terlibat dalam penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika. Kalangan
remaja ternyata merupakan kelompok terbesar yang menyalahgunakan zat-zat
tersebut. Oleh karena itu, setiap orang tua memiliki tanggung jawab membimbing
anakanaknya agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan. Karena
ketaqwaan inilah yang akan menjadi perisai ampuh untuk membentengi anak dari
menyalahgunakan obat-obat terlarang dan pengaruh buruk yang mungkin datang
dari lingkungan di luar rumah.