Anda di halaman 1dari 14

0

TUGAS INDIVIDU III

PENGUKURAN DAN PENILAIAN


DALAM BK
(Validity: Konsep, Cara Merumuskan dan Membuktikannya)

Oleh:

WAHYU KURNIAWAN
NIM: 17151048

PROGRAM PASCA SARJANA BIMBINGAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2017
1

VALIDITY

A. Pengertian Validity

Validitas merupakan hal yang sangat penting dalam pengujian instrumen

penelitian, karena penarikan kesimpulan yang tepat didasarkan pada data yang

yang diperoleh peneliti dengan menggunakan instrumen. Validitas berasal dari

kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu

instrument pengukuran (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Dalam bahasa

Indonesia valid sering diwakili oleh istilah sahih (Suharsini A., 1999;65).

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya.

Validitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa cermat suatu tes dilakukan fungsi

ukurnya. Tes hanya dapat melakukan fungsinya dengan cermat kalau ada

sesuatu yang diukurnya. Jadi, untuk dikatakan valid, tes harus mengukur

sesuatu dan melakukannya dengan cermat.

Secara umum validitas merupakan kekuatan dari hasil interpretasi anda dan

menggunakan hasil penilaian (asesmen). Hasil penilaian memiliki perbedaan

tingkat validitas, yang bergantung pada bagaimana hasil di interpretasikan dan

digunakan (Nitko & Brookhart, 1996:38).

Menurut Sugiyono (2007; 363) validitas merupakan derajat ketepatan

antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan

oleh peneliti.

1
2

Suatu skala atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas

yang tinggi apabila instrumen tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau

memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud lakukannya pengukuran

tersebut. Sedangkan instrumen yang memiliki validitas rendah akan menghasilkan

data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran.

Pengertian validitas juga sangat erat berkaitan dengan tujuan pengukuran.

Oleh karena itu, tidak ada validitas yang berlaku umum untuk semua tujuan

pengukuran. Suatu alat ukur biasanya hanya merupakan ukuran yang valid untuk

satu tujuan yang spesifik. Dengan demikian, anggapan valid seperti dinyatakan

dalam "alat ukur ini valid" adalah kurang lengkap. Pernyataan valid tersebut

harus diikuti oleh keterangan yang menunjuk kepada tujuan (yaitu valid untuk

mengukur apa), serta valid bagi kelompok subjek yang mana?

B. Konsep Validity

Pengukuran validitas sebenarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa

besar (dalam arti kuantitatif) suatu aspek psikologis terdapat dalam diri seseorang,

yang dinyatakan oleh skor pada instrumen pengukur yang bersangkutan.

Dalam hal pengukuran ilmu sosial, validitas yang ideal tidaklah mudah

untuk dapat dicapai. Pengukuran aspek-aspek psikologis dan sosial mengandung

lebih banyak sumber kesalahan (error) daripada pengukuran aspek fisik. Kita

tidak pernah dapat yakin bahwa validitas instrinsik telah terpenuhi dikarenakan

kita tidak dapat membuktikannya secara empiris dengan langsung.. Dengan

demikian, walaupun kita terbiasa melekatkan predikat valid bagi suatu alat ukur akan

tetapi hendaklah selalu kita pahami bahwa sebenarnya validitas menyangkut masalah
3

hasil ukur bukan masalah alat ukurnya sendiri. Sebutan validitas alat ukur hendaklah

diartikan sebagi validitas hasil pengukuran yang diperoleh oleh alat ukur tersebut.

Anonim (2015: http://ebook.repo.mercubuana-yogya.ac.id) berpendapat

bahwa dalam pembahasan mengenai validitas beberapa konsep yang harus

dipegang teguh antara lain:

1. Konsep validitas mengaplikasikan bagaimana kita menginterpretasikan dan


menggunakan hasil asesment dan bukan prosedur asesment itu sendiri
2. Hasil asesment memiliki derajat yang berbeda untuk tujuan yang berbeda
dan situasi yang berbeda.
3. Kita sebaiknya membuat keputusan tentang validitas dari interpretasi kita
atau menggunakan hasil asesment setelah kita mempelajari dan
mengkombinasikan beberapa tipe bukti validitas.

Gronlund dalam Yusuf, AM (2011:65) juga mengemukakan pendapatnya

berkaitan dengan konsep validitas, yaitu:

1. Validitas menunjuk pada suatu instrumen atau instrumen evaluasi untuk


kelompok atau individual, tidak untuk instrumen itu sendiri.
2. Validitas merupakan degree atau derajat seperti: tinggi, sedang, dan
kurang.
3. Validitas itu selalu spesifik penggunaannya.

Selain konsep-konsep di atas, Anonim (2015:http://ebook.repo.mercubuana-

yogya.ac.id) juga menyebutkan bahwa terdapat empat prinsip dari validity, yaitu:

1. Interpretasi (interpretation) yang kita berikan terhadap asesmen siswa hanya


valid terhadap derajat yang kita arahkan ke suatu bukti yang mendukung
kecocokan dan kebenarannya.
2. Kegunaan (use) yang bisa kita buat dari hasil asesment hanya valid terhadap
derajat yang kita arahkan ke suatu bukti yang mendukung kecocokan dan
kebenarannya.
3. Interpretasi dan kegunaan dari hasil asesment hanya valid ketika nilai
(values) yang dihasilkan sesuai.
4. Interpretasi dan kegunaan dari hasil asesment hanya valid ketika
konsekuensi (consequences) dari interpretasi dan kegunaan ini konsisten
dengan nilai kecocokan.
4

C. Jenis-Jenis Validitas

Validitas suatu instrumen atau alat ukur dapat dilihat dari isi atau konsep

yang terdapat pada alat ukur itu. Disamping itu, dapat pula dilihat dengan

memperhatikan bentuknya atau hubungan dengan instrumen lain secara empirik

atau statistik.

Yusuf, AM (2011:65) membedakan validitas menjadi beberapa bentuk,

yaitu:

a. Validitas isi (Content Validity)


Validitas isi dipandang dari segi isi alat ukur itu sendiri, berdasarkan
materi yang disampaikan dalam pembelajaran dan diharapkan dikuasai
oleh peserta didik. Untuk mendapatkan validitas isi yang tinggi perlu
dilakukan suatu diskusi yang mendalam, yang diikuti oleh orang-orang
yang ahli dalam bidang studi yang bersangkutan serta ahli dalam
pengukuran dan penilaian.
Validitas isi menunjukkan sejauhmana pertanyaan, tugas atau butir
dalam suatu tes atau instrumen mampu mewakili secara keseluruhan dan
proporsional perilaku sampel yang dikenai tes tersebut. Artinva tes itu
valid apabila butir-butir tes itu mencerminkan keseluruhan konten atau
materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasai secara proporsional.
Untuk mengetahui apakah tes itu valid atau tidak, harus dilakukan
melalui penelaahan kisi-kisi tes untuk memastikan bahwa soal-soal tes itu
sudah mewakili atau mencerminkan keseluruhan konten atau materi yang
seharusnya dikuasai secara proporsional. Oleh karena itu validitas isi suatu
tes tidak mempunyai besaran tertentu yang dihitung secara statistika tetapi
dipahami bahwa tes itu sudah valid berdasarkan telaah kisi-kisi tes.
Oleh karena itu, validitas isi sebenarriya mendasarkan pada analisis
logika, tidak merupakan suatu koefisien validitas yang dihitung secara
statistika.
b. Validitas Konstruk (Construct Validity)
Konstruk merupakan konsep atau rekaan konsep atau pemikiran
cerdas tentang suatu objek, baik yang berhubungan dengan aspek-aspek
kognitif, afektif maupun psikomotor, yang disusun menurut pandangan
seseorang posisi construct di bawah hukum dan teori.
Oleh karena itu, setiap alat ukur atau instrumen sebelum digunakan,
perlu pembakuan ketepatannya kepada orang yang ahli dalam bidang
tersebut. Kunci dasar untuk mendapatkan construct validity yang tinggi
maksudnya adalah ketepatan, kesesuaian, dan kebenaran yang disusun
sebelumnya.
5

Validitas konstruk (construct validity) adalah validitas yang


mempermasalahkan seberapa jauh butir-butir tes mampu mengukur apa
yang benar-benar hendak diukur sesuai dengan konsep khusus atau definisi
konseptual yang telah ditetapkan. Validitas konstruk biasa digunakan untuk
instrumen yang dimaksudkan mengukur variabel konsep, baik yang
sifatnya performansi tipikal seperti instrumen untuk mengukur sikap,
minat konsep diri, lokus kontrol, gaya kepemimpinan, motivasi
berprestasi, dan lain-lain, maupun yang sifatnya performansi maksimum
seperti instrumen untuk mengukur bakat (tes bakat), inteligansi
(kecerdasan intelektual), kecerdasan, emosional dan lain-lain.
Untuk menentukan validitas konstruk dilakukan proses penelaahan
teoretik dari suatu konsep dari variabel yang hendak diukur, mulai dari
perumusan konstruk, penentuan dimensi dan indikator, sampai kepada
penjabaran dan penulisan butir-butir instrumen. Perumusan, konstruk harus
dilakukan berdasarkan sintesis dari teori-teori mengenai konsep variabel
yang hendak diukur melalui proses analisis dan komparasi yang logik dan
cermat.
c. Validitas Patokan (Criterion Validity)
Jenis validitas patokan dapat dibedakan atas dua tipe, yaitu:
1) Validitas prediktif (Predictive Validity)
Jenis validitas ini dikaitkan dengan prediksi/perkiraan yang
akan terjadi di masa datang.
2) Validitas Pengukuran Serentak (Concurrent Validity)
Validitas serentak merujuk kepada kesesuaian tingkah laku
atau bukti-bukti diri yang dimiliki seseorang dengan instrumen yang
diberikan, sebagai mana direfleksikan oleh skornya dalam instrumen
paralel atau instrumen lain yang mempunyai karakteristik yang
sama.
d. Validitas Internal dan Eksternal
Valditas internal mengacu pada tersedianya informasi sesuai dengan
yang diharapkan, sedangkan validitas eksternal lebih mengacu pada
konsep generalisasi, makin tinggi validitas eksternal makin baik pula
generalisasi temuan di daerah lain. Validitas internal (validitas butir)
termasuk kelompok validitas kriteria yang merupakan validitas yang
diukur dengan besaran yang menggunakan tes sebagai suatu kesatuan
(keseluruhan butir) sebagai kriteria untuk menentukan validitas butir dari
tes itu. Dengan demikian validitas internal mempermasalahkan validitas
butir dengan menggunakan hasil ukur tes tersebut sebagai suatu kesatuan
sebagai kriteria, sehingga biasa juga disebut validitas butir.
Validitas internal diperlihatkan oleh seberapa jauh hasil ukur butir
tersebut konsisten dengan hasil ukur tes secara keseluruhan. Oleh karena
itu validitas butir tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor
butir dengan skor total tes. Jika koefisien korelasi skor butir dengan skor
total tes positif dan signifikan maka butir tersebut valid berdasarkan
ukuran validitas internal.
6

Validitas eksternal dapat berupa hasil ukur tes baku atau tes yang
dianggap baku dapat pula berupa hasil ukur lain yang sudah tersedia dan
dapat dipercaya sebagai ukuran dari suatu konsep atau variabel yang
hendak diukur. Validitas eksternal diperlihatkan oleh suatu besaran yang
merupakan hasil perhitungan statistika.

D. Cara Merumuskan Dan Membuktikan Validity

Validitas instrumen dapat diketahui dengan jalan mencari korelasi

instrumen itu dengan kriterium, atau melakukan analisis butir item. Untuk

dapat menggunakan formula yang tepat dalam menentukan validitas suatu

instrumen maka perlu ditentukan terlebih dahulu tipe data yang

dikumpulkan melalui instrumen tersebut.

a. Rumus untuk skor kasar

Untuk menentukan validitas instrumen untuk skor kasar dapat

menggunakan rumus di bawah ini:

x

y

atau,
{n x ( 2 } {n y 2
2

n xy( x)( y )
r xy=

x

y
( x )2 ( y)2
{( 2 )}{( 2 )}
n n


( x ) ( y )
xy
n
r xy=

b. Rumus untuk skor deviasi


7

Sedangkan untuk menentukan validitas instrumen untuk skor

deviasi dapat menggunakan rumus di bawah ini;

x
y
( 2)( 2)

xy
r xy=

Tinggi rendahnya validitas soal secara keseluruhan juga berhubungan

erat dengan validitas tiap butir soal tersebut. Validitas butir soal dicari dalam

hubungannya dengan skor total tiap individu yang ikut serta dalam evaluasi.

Dengan langkah sebagai berikut:

1) Skor suatu instrumen /alat ukur dengan baik dan teliti


2) Jumlahkan skor total untuk tiap individu
3) Gunakan rumus product moment correlation atau korelasi biserial

Berdasarkan tiga jenis validitas dalam instrumen, yaitu validitas isi,

validitas konstruk dan validitas kriteria, Retnawati, (2016: 16) menjelaskan:

1. Validitas Isi

Validitas isi suatu instrumen adalah sejauhmana butir-butir

dalam instrumen itu mewakili komponen-komponen dalam

keseluruhan kawasan isi objek yang hendak diukur dan sejauh mana

butir-butir itu mencerminkan ciri perilaku yang hendak diukur

(Nunnally, 1978; Fernandes, 1984). Langkah-langkah untuk

membuktikan validitas isi adalah sebagai berikut:

a. Memberikan kisi-kisi dan butir instrumen, berikut rubrik


penskorannya jika ada kepada beberapa ahli yang sesuai dengan
bidang yang diteliti untuk mohon masukan. Banyaknya ahli
yang dimohon untuk memberi masukan paling tidak 3 orang ahli
dengan kepakaran yang relevan dengan bidang yang diteliti.
8

b. Masukan yang diharapakan dari ahli berupa kesesuaian


komponen instrumen dengan indikator, indikator dengan butir,
benarnya substansi butir, kejelasan kalimat dalam butir, jika
merupakan tes, maka pertanyaan harus ada
jawabannya/kuncinya, kalimat-kalimat tidak membingungkan,
format tulisan, simbol, dan gambar yang cukup jelas. Proses ini
sering disebut telaah kualitatif yang meliputi aspek substansi,
bahasa, dan budaya.
c. Berdasarkan masukan ahli tersebut, kisi-kisi dan atau instrumen
kemudian diperbaiki.
d. Meminta ahli untuk menilai validitas butir, berupa kesesuaian
antara butir dengan indikator. Penilaian ini dapat dilakukan
misalnya dengan skala Likert (Skor1: Tidak Valid, Skor 2=
kurang valid, Skor 3= cukup valid, skor 4= valid, skor 5 =
sangat valid). Dapat pula penskoran dengan melihat relevansi
butir dengan indicator (Skor1: Tidak Relevan, Skor 2= kurang
relevan, Skor 3= cukup relevan, skor 4= relevan, skor 5 = sangat
relevan).
e. Menghitung indeks kesepakatan ahli (rater agreement) dengan
indeks Aiken V atau indeks Gregory, yang merupakan indeks
untuk menunjukkan kesepakatan hasil penilaian para ahli
tentang validitas, baik untuk butir maupun untuk perangkatnya.

Membuktikan Validitas Isi Instrumen


Setelah memberikan kisi-kisi dan butir instrumen, serta rubrik
penskorannya kepada para ahli, peneliti juga memberikan format
penilaian ahli untuk mengetahui kesesuaian butir dengan indikator.
Contoh :
Skor relevansi butir dengan indikator
Soal 1 2 3 4
Ket
No Tidak Kurang Cukup Sangat
Relevan Relevan Relevan Relevan
1
2
3

Setelah itu peneliti mengumpulkan hasil penilaian dari para ahli


tersebut:

No
Ahli 1 Ahli 2 Ahli 3
Butir
1 4 3 3
2 2 4 4
3 4 2 3

Dengan menggunakan Indeks Validasi Aiken


9

Indeks Aiken merupakan indeks kesepakatan para ahli terhadap


kesesuaian butir (atau sesuai tidaknya butir) dengan indikator yang
ingin diukur menggunakan butir tersebut. Indeks V ini nilainya
berkisar di antara 0-1.
Dari hasil perhitungan indeks V, suatu butir atau perangkat dapat
dikategorikan berdasarkan indeknya. Jika indeksnya kurang atau sama
dengan 0,4 dikatakan validitasnya kurang, 0,4-0,8 dikatakan
validitasnya sedang, dan jika lebih besar dari 0,8 dikatakan sangat
valid.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
Validitas Per butir Validitas keseluruhan

s s
V= V=
n ( c1 ) mn ( c1 )

Keterangan:
V =Indeks kesepakatan ahli mengenai validitas butir
S =r-l0
r =skor kategori pilihan ahli
l0 =skor terendah dalam kategori penskoran
n =banyaknya ahli
m =banyaknya butir
c =banyaknya kategori yang dapat dipilih ahli

No
Buti Ahli 1 Ahli 2 Ahli 3 s1 s2 s3 s v
r
0,7
1 4 3 3 3 2 2 7
8
0,7
2 2 4 4 1 3 3 7
8
0,6
3 4 2 3 3 1 2 6
7
0,7
Jumlah 7 6 7 20
4

Selanjutnya hasil tersebut diinterpretasikan. Jika indeks


kepakatan tersebut kurang dari 0,4 maka dikatakan validitasnya
rendah, diantara 0,4-0,8 dikatakan validitasnya sedang (mediocare)
dan jika lebih dari 0,8 dikatakan tinggi.
Sehingga dari tabel di atas dapat kita simpulkan bahwa butir
1,2,3, memiliki validitas sedang. Dan secara keseluruhan semua butir
memiliki validitas sedang.

Dengan menggunakan Indeks Validasi Gregory


10

Indeks ini juga berkisar diantara 0-1. Dengan membuat tabel


kontingensi pada dua ahli, dengan kategori pertama tidak relevan dan
kurang relevan menjadi kategori relevansi lemah, dan kategori kedua
untuk yang cukup relevan dan sangat relevan yang dibuat kategori
baru relevansi kuat. Indeks kesepakatan ahli untuk validitas isi
merupakan perbandingan banyaknya butir dari kedua ahli dengan
kategori relevansi kuat dengan keseluruhan butir.
Dari hasil penilaian para ahli pada tabel 3., kemudian skor
tersebut dikategorikan ulang. Kategori pertama: tidak relevan (skor 1)
dan kurang relevan (skor 2) diketagorikan ulang mejadi kategori
relevansi lemah, dan kategori kedua: cukup relevan (skor 3) dan
sangat relevan (skor 4) dikategorikan ulang menjadi kategori relevansi
kuat.
Contohnya pada tabel berikut:

No
Ahli 1 Ahli 2 Ahli 3
Butir
1 kuat kuat kuat
2 lemah kuat kuat
3 kuat lemah kuat

Setelah itu, peneliti membuat tabel kontingensi ketiga ahli pada


relevansi lemah dan kuat.

Ahli 1 lemah lemah lemah kuat kuat kuat lemah kuat


Ahli 2 lemah lemah kuat lemah lemah kuat kuat kuat
Ahli 3 lemah kuat lemah lemah kuat lemah kuat lemah
Total 0 0 0 0 1 0 1 3
Kategori A B C D E F G H

Koefisien validitas isi dihitung dengan formula:

H 3
koefesiensi validitasisi= = =0,6
( A +B+ C+ D+ E+ F +G+ H ) 5
Selanjutnya hasil tersebut diinterpretasikan, Jika indeks
kesepakatan tersebut kurang dari 0,4 maka dikatakan validitasnya
rendah, diantara 0,4-0,8 dikatakan validitasnya sedang (mediocare)
dan jika lebih dari 0,8 dikatakan tinggi. Pada kasus ini karena
koefisien validitas isinya 0,6, maka dikatakan validitasnya sedang.

2. Validitas Konstruk
Validitas konstruk adalah validitas yang menunjukkan
sejauhmana instrumen mengungkap suatu kemampuan atau konstruk
teoretis tertentu yang hendak diukurnya (Nunnally, 1978, Fernandes,
11

1984). Prosedur validasi konstruk diawali dari suatu identifikasi dan


batasan mengenai variabel yang hendak diukur dan dinyatakan dalam
bentuk konstruk logis berdasarkan teori mengenai variabel tersebut.
Proses pembuktiannya dapat dilakukan dengan membuktikan bahwa
konstruk instrumen memang ada (exists) dan kemudian dibuktikan
hasil pengukurannya secara empiris.
Jadi validitas konstruk merupakan salah satu tipe validitas internal
rasional suatu instrumen yang menunjukkan sejauh mana instrumen
tersebut mengungkap suatu trait atau konstruk teoretik yang hendak
diukurnya. Dalam hal ini konstruk merupakan kerangka dari suatu
konsep. Pengertian konstruk ini bersifat terpendam dan abstrak
sehingga berkaitan dengan banyak indikator perilaku empiris yang
menuntut adanya uji analisis seperti analisis faktor.

Hal-hal yang harus dipenuhi untuk melakukan analisis faktor


a. Variabel dependennya harus berupa data kuantitatif pada tingkat
pengukuran interval atau ratio karena data kategori tidak dapat
dilakukan analisis faktor, dan (2)
b. Data harus berdistribusi normal bivariat untuk tiap pasangan
variabel dan pengamatan harus saling bebas. Selain itu analisis
faktor menghendaki bahwa matrik data harus memiliki korelasi
yang cukup agar dapat dilakukan analisis faktor. Jika
berdasarkan data visual tidak ada nilai korelasi diatas 0,30 maka
analisis faktor tidak dapat dilakukan. Cara lain menentukan
dapat tidaknya dilakukan analisis faktor adalah dengan melihat
matriks korelasi secara keseluruhan. Untuk menguji apakah
terdapat korelasi antar variabel digunakan uji Barlett test of
sphericity. Jika hasilnya signifikan berarti matriks korelasi
memiliki korelasi signifikan dengan sejumlah variabel. Uji lain
yang dapat digunakan untuk melihat interkorelasi antar variabel
dan dapat tidaknya analisi faktor dilakukan adalah Measure of
Sampling Adequacy (MSA). Nilai MSA ini bervariasi antara 0
sampai 1, jika nilai MSA < 0,50 maka analisis faktor tidak dapat
dilakukan.

Adapun terkait dengan ukuran sampel, menurut Gable (1986),


ukuran sampel atau banyaknya responden adalah 5 sampai 10 kali
jumlah item, misalnya dalam satu angket dimuat 15 butir, maka
banyaknya responden yang harus mengisi kuesioner antara 75 orang
sampai dengan 150 orang.

Langkah-langkah melakukan uji validitas konstruk dengan


menggunakan analisis faktor
Adapun langkah-langkah melakukan uji validitas konstruk
dengan menggunakan analisis faktor antara lain sebagaimana
dikemukakan De Vaus (1991) yakni:
12

a. Memilih variabel yang akan dianalisis,


Pemilihan variabel yang akan dianalisis berkaitan dengan
variabel mana yang akan dilibatkan untuk analisis.
b. Ekstraksi awal seperangkat faktor,
Ekstraksi awal merupakan metode dalam analisis faktor
untuk mereduksi data dari beberapa variabel menjadi beberapa
faktor yang lebih sedikit. Untuk melakukan ekstraksi awal ini
ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan, namun yang
paling sering digunakan adalah:
1) Pendekatan eksploratori (exploratory factor analysis) atau
EFA melalui metode Principal Component Analysis atau
analisis komponen utama, merupakan suatu metode
ekstraksi faktor yang digunakan untuk membentuk
kombinasi linier yang tidak berhubungan dari variabel
observasi. Urutan komponen menjelaskan bahwa semakin
kecil porsi varian dan tidak ada korelasi satu dengan
lainnya.
2) Pendekatan konfirmatori (confirmatory factor analysis)
atau CFA melalui metode analisis Maximum Likelihood
(ML) atau metode kemungkinan maksimum, merupakan
metode ekstraksi faktor yang menghasilkan estimasi
parameter yang paling mungkin untuk menghasilkan
matriks korelasi observasi jika sampel berasal dari
distribusi normal multivariate.
c. Ekstraksi akhir seperangkat faktor dengan rotasi,
Rotasi merupakan metode yang digunakan dalam analisis
faktor untuk mereduksi data dari beberapa variabel menjadi
beberapa faktor yang lebih sedikit jika menggunakan metode
ekstraksi masih belum dapat diperoleh komponen faktor secara
jelas. Beberapa metode pada ekstraksi antara lain: varimax
methode, quartimax methode dan equamax method.
d. Menyusun skala untuk digunakan analisis lanjut.

3. Validitas Kriteria
Validitas kriteria dibuktikan dengan melihat kebermanfaatan
dari interpretasi skor hasil pengukuran (usefulness). Validitas kriteria
diketahui dengan mengestimasi korelasi skor tes peserta dengan skor
kriteria. Korelasi ini disebut dengan koefisien validitas, yang
menyatakan derajat hubungan antara prediktor dengan kriteria. Dilihat
dari segi waktu untuk memperoleh skor kriterianya, prosedur validasi
berdasar kriteria menghasilkan dua macam validitas
a. Validitas Konkuren : Jika kriteria yang telah ada saat skor
penilaian diperoleh atau rentang waktu perolehan kedua data
tidak terlalu lama.
b. Validitas Prediktif : Jika kriteria keberhasilan ditunggu beberapa
lama, misalnya kurun waktu tertentu.
13

Validitas kriteria dapat memprediksikan suatu skor kemampuan


ke skor kriteria dalam rangka memprediksikan kemampuan atau
performen peserta tes.Prediksi ini dilakukan denganpersamaan regresi.
Langkah-langkah validitas kriteria:
a. Menyiapkan kriteria yang mengukur konstruk yang
bersesuaian.
b. Sampel diminta mengerjakan tes/instrumen yang akan
dibuktikan validitasnya juga tes yang menjadi kriteria.
c. Menghitung koefisien korelasi antara skor instrumen yang akan
dibuktikan validitasnya dengan instrumen kriteria dengan
rumus.
(X X )(Y Y )
Pxy =
( X X )2 (Y Y )2
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2015). Materi Kulyah: Validitas. [Online] Tersedia:


http://ebook.repo.mercubuana-yogya.ac.id. Akses: 9 September 2017.
Pukul: 16:35 WIB

Nitko & Brookhart (1995). Classroom assessment: What teachers need to know.
Boston,MA: Allyn and Bacon, Inc.

Retnawati, H. (2016). Membuktikan Validitas Instrumen Dalam Pengukuran.


Pendidikan Matematika. FMIPA UNY

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta

Suharsimi. A. (1996). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai