.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada
kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti perilaku kekerasan
(amuk/marah), percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit
kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan
kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran,
ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan
kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun
1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan
psikiatrik sangat kompleks.
Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya
beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien
biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan
lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi
psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang
bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.
Amuk (Marah) adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada saat terjadi dapat melegakan
individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya
sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan
bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta
keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam
pelayanan kesehatan jiwa.
Darmaningtyas meneliti bunuh diri di Gunung Kidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta, sebagai skripsi di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada tahun 1990.
Ia kemudian menerbitkannya sebagai buku Pulung Gantung: Menyingkap Tragedi
Bunuh Diri di Gunung Kidul Tahun 2002 yang menjelaskan yang terjadi di
lingkungan permukiman padat dan kumuh adalah reproduksi kemiskinan ekonomi
dan sosial. Masyarakat pada kalangan ini terisolasi dari informasi dan termarjinalkan
secara ekonomi dan sosial. Masalah kian berat karena mereka harus memikul beban
sendiri di tengah ketakpedulian lingkungan dan ketakpekaan negara.
Psikolog Drajat S Soemitro melihat dalam kehidupan perkotaan, masyarakat makin
individualis. Hubungan interpersonal semakin fungsional. Akibatnya, tekanan isolasi
dan keterasingan kian kuat, orang makin mudah kesepian di tengah keramaian.
Pandangan lain berasal dari "Bapak Sosiologi" Emile Durkheim. Dalam karyanya
yang terkenal, Suicide (1897), Durkheim menyebutkan, masyarakat dalam tiap
momen sejarah mempunyai kecenderungan yang definit untuk bunuh diri. Ia
membagi fenomena bunuh diri atas tiga faktor. Pertama, faktor keegoisan yang
menemukan aktualitasnya pada bunuh diri yang memantulkan putus asa pribadi.
Kedua, faktor altruistik: seseorang bunuh diri karena hendak mempertahankan
martabat atau nilai-nilai tinggi di masyarakat. Ketiga, faktor anonim atau faktor yang
bukan karena aspek keegoisan maupun faktor altruistik.
Di Amerika, tiap tahun kasus bunuh diri yang berhasil mencapai 30.000 orang
per tahun. Angka ini menunujukkan jumlah orang yang mencoba bunuh diri jauh
lebih besar lagi, diperkirakan 8 sampai 10 kali lebih besar dari jumlah tersebut. Di
Indonesia belum ada data mengenai hal ini. Dan data yang ada, 95% kasus bunuh diri
berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa diantaranya 80% mengalami Depresi, 10%
Skizofrenia dan 5% Dementia/Delirium. Sedangkan sekitar 25% lainnya mempunyai
diagnosa ganda yang berkaitan dengan Ketergantungan Alkohol.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian gawat darurat jiwa
2. Etiologi gawat darurat jiwa
3. Penatalaksanaan askep gawat darurat jiwa
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
gambaran umum tentang keperawatan gawat darurat psikiatri serta mampu berperan
sebagai perawat jiwa baik di Rumah Sakit atau di komunitas.
2. Tujuan Khusus
a. Memenuhi tugas keperawatan Gawat darurat Psikiatri
b. Untuk mengetahui pengertian keperawatan Gawat darurat Psikiatrik (amuk
dan suicide), Etiologi gawat darurat jiwa
a. Untuk mengetahui mengenai asuhan keperawatan pada kasus amuk dan suicide
D. Manfaat
Bagi Perawat
1. Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat
mengaktualisasikannya pada lingkungan sekitar, baik dalam lingkungan keluarga
maupun masyarakat
2. Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan.
3. Tersedia pola pikir/ kerja yang logis, ilmiah, sistematis dan terorganisasi
4. Pendokumentasian dalam proses keperawatan
5. Peningkatan kepuasan kerja
6. Pengembangan karir, melalui pola pikir penelitian
Bagi Klien
1. Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2. Partisipasi meningkat dalam menuju keperawatan mandiri.
3. Terhindar dari mal praktik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Kegawatdaruratan Jiwa/ Psikiatrik adalah Suatu gangguan perilaku, alam
Perasaan dan atau proses berpikir yang jika tidak segera diatasi akan membahayakan
diri pasien dan lingkungan.
Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi perilaku
kekerasan (amuk/marah), percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi
alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan
tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang
mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum.
Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini.
Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah
penting.
B. ETIOLOGI
1. Perilaku kekerasan (amuk)
a) Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend
(1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
Neurobiologik,
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan system informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam
komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi ataumenghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetic karyotype XYY.
Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisiperilaku agresif dan
tindakkekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerangsistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori Psikologik
Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku
guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.
Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
b) Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak
enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan
akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
a) Frustasi
Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika
ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan
orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
b) Hilangnya harga diri
Pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas
marah, dan sebagainya.
c) Kebutuhan akan status dan prestise
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya,
ingin dihargai dan diakui statusnya.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Amuk
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau
perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya
adalah ;
a. Perubahan fisiologik
Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi,
tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang
konstipasi, refleks tendon tinggi.
b. Perubahan emosional
Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila
mengamuk kehilangan kontrol diri.
c. Perubahan perilaku
Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras
dan kasar.
2. Bunuh diri
Tanda dan gejala dari bunuh diri dapat dilihat dari perilaku di bawah ini,
antara lain :
a) Keputusasaan
b) Celaan terhadap diri sendiri
c) Perasaan gagal dan tidak berharga
d) Alam perasaan depresi
e) Agitasi dan gelisah
f) Insomnia yang menetap
g) Penurunan berat badan
h) Berbicara lamban
i) Keletihan
j) Menarik diri dari lingkungan social.
k) Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
l) Memberikan pernyataan ingin mati.
m) Perubahan perilaku secara mendadak, mudah marah, sifat tidak menentu.
n) Tidak memperdulikan penampilan.
Tanda dan gejala dari bunuh diri dapat dilihat dari perilaku di bawah ini secara
khusus, antara lain :
1. Penyebab bunuh diri pada anak:
Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
Situasi keluarga yang kacau
Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
Gagal sekolah
Takut atau dihina di sekolah
Kehilangan orang yang dicintai
Dihukum orang lain
2. Penyebab bunuh diri pada remaja:
Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
Perasaan tidak dimengerti orang lain
Kehilangan orang yang dicintai
Keadaan fisik
Masalah orang tua
Masalah seksual
Depresi
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa:
Self ideal terlalu tinggi
Cemas akan tugas akademik yang banyak
Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang
tua.
Kompetisis untuk sukses
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut:
Perubahan status dari mandiri ke tergantung
Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
Perasaan tidak berarti di masyarakat.
Kesepian dan isolasi sosial
Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
Sumber hidup berkurang.
D. Pohon Masalah
1. Amuk
A. Pengkajian
1. Keluhan utama
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
1. Konsep diri : harga diri
Umumnya pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang
menunjukan harga diri yang rendah
2. Alam perasaan
Sedih
Ketakutan
Putusa asa
Gembira berlebihan
Pasien umunya merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam
3. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Defensif
Mudah tersinggung
Tidak kooperatif
Kontak mata kurang
Curiga
Pasien biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang
4. Afek
Datar
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
Pasien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul
5. Mekanisme koping maladaptif
Minum alkohol
Reaksi lambat
Menghindar
Bekerja berlebihan
Mencederai diri
Lainnya
Pasien biasanya menyesuaikan masalahnya dengan cara menghindar dan
mencederai diri
6. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah dengan dukungan keluarga
Masalah dengan perumahan
B. Diagnosa
1. Amuk
1) Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri
rendah.
2) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/amuk.
2. suicide
1) Isolasi sosial
2) Resiko bunuh diri
3) Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
C. intervensi/implementasi
Rencana Tindakan
a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen
kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/
kesal.
Observasi tanda perilaku kekerasan.
Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.
Tindakan :
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bantu memilih cara yang paling tepat.
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan
keluarga.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
Source :
Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc.2005. Model Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah
sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan pengkajian dengan cara:
1. Observasi:
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul
jika tidak senang
2. Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang
dirasakan klien. Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda -tanda marah adalah
sebagai berikut :
a. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d. Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan, tidak
bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.
e. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan humor.
A. PATOFISIOLOGI
Orang yang siap bunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian
dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik, dan mempunyai alat
untuk melakukannya.
Metode bunuh diri sangatlah beragam antara lain :
a. Self poisoning ( meracuni diri sendiri biasanya memakai obat serangga/
insektisida)
Ada dua macam insektisida yang paling banyak digunakan untuk bunuh diri
adalah:
1. insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon)
2. insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide).
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus
meningkat. Sifat - sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak
digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu
derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal
(intact), juga dapat diserap di paru dan saluran makanan, namun tidak
berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.
Macam macam IFO adalah Malathion (Tolly), Paraathion, Diazinon,
Basudin, Paraoxon dan lain lain. IFO sebenarnya dibagi 2 macam yaitu IFO
murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah
baygon.
b. Gantung diri
c. Membakar diri
d. Menceburkan diri
e. Menabrakkan diri ke jalan
f. Memotong urat nadi
Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut:
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul :
a. Stress
b. Mengungkapkan secara verbal
c. Menentang
Gambaran klinis menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral
Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1994) adalah sebagai berikut :
a. Pasif agresif
1) Sikap suka menghambat
2) Bermalas-malasan
3) Bermuka masam
4) Keras kepala dan pendendam
b. Gejala agresif yang terbuka (tingkah laku agresif)
1) Suka membantah
2) Menolak sikap penjelasan
3) Bicara kasar
4) Cenderung menuntut secara terus-menerus
5) Hiperaktivitas
6) Bertingkah laku kasar disertai kekerasan
3