Anda di halaman 1dari 32

BAB I

.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan Psikiatrik merupakan aplikasi klinis dari psikiatrik pada
kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatriks seperti perilaku kekerasan
(amuk/marah), percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit
kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan
kegawatdaruratan psikiatrik dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran,
ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan
kegawatdaruratan psikiatrik dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun
1960-an, terutama di perkotaan. Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan
psikiatrik sangat kompleks.
Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatrik umumnya
beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien
biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan
lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi
psikiatrik pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang
bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut.
Amuk (Marah) adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon
terhadap kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman individu. Pengungkapan
kemarahan dengan langsung dan konstruktif pada saat terjadi dapat melegakan
individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan yang sebenarnya
sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah dan
bahkan merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini, peran serta
keluarga sangat penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam
pelayanan kesehatan jiwa.
Darmaningtyas meneliti bunuh diri di Gunung Kidul, Daerah Istimewa
Yogyakarta, sebagai skripsi di Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada tahun 1990.
Ia kemudian menerbitkannya sebagai buku Pulung Gantung: Menyingkap Tragedi
Bunuh Diri di Gunung Kidul Tahun 2002 yang menjelaskan yang terjadi di
lingkungan permukiman padat dan kumuh adalah reproduksi kemiskinan ekonomi
dan sosial. Masyarakat pada kalangan ini terisolasi dari informasi dan termarjinalkan
secara ekonomi dan sosial. Masalah kian berat karena mereka harus memikul beban
sendiri di tengah ketakpedulian lingkungan dan ketakpekaan negara.
Psikolog Drajat S Soemitro melihat dalam kehidupan perkotaan, masyarakat makin
individualis. Hubungan interpersonal semakin fungsional. Akibatnya, tekanan isolasi
dan keterasingan kian kuat, orang makin mudah kesepian di tengah keramaian.
Pandangan lain berasal dari "Bapak Sosiologi" Emile Durkheim. Dalam karyanya
yang terkenal, Suicide (1897), Durkheim menyebutkan, masyarakat dalam tiap
momen sejarah mempunyai kecenderungan yang definit untuk bunuh diri. Ia
membagi fenomena bunuh diri atas tiga faktor. Pertama, faktor keegoisan yang
menemukan aktualitasnya pada bunuh diri yang memantulkan putus asa pribadi.
Kedua, faktor altruistik: seseorang bunuh diri karena hendak mempertahankan
martabat atau nilai-nilai tinggi di masyarakat. Ketiga, faktor anonim atau faktor yang
bukan karena aspek keegoisan maupun faktor altruistik.
Di Amerika, tiap tahun kasus bunuh diri yang berhasil mencapai 30.000 orang
per tahun. Angka ini menunujukkan jumlah orang yang mencoba bunuh diri jauh
lebih besar lagi, diperkirakan 8 sampai 10 kali lebih besar dari jumlah tersebut. Di
Indonesia belum ada data mengenai hal ini. Dan data yang ada, 95% kasus bunuh diri
berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa diantaranya 80% mengalami Depresi, 10%
Skizofrenia dan 5% Dementia/Delirium. Sedangkan sekitar 25% lainnya mempunyai
diagnosa ganda yang berkaitan dengan Ketergantungan Alkohol.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian gawat darurat jiwa
2. Etiologi gawat darurat jiwa
3. Penatalaksanaan askep gawat darurat jiwa
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui
gambaran umum tentang keperawatan gawat darurat psikiatri serta mampu berperan
sebagai perawat jiwa baik di Rumah Sakit atau di komunitas.
2. Tujuan Khusus
a. Memenuhi tugas keperawatan Gawat darurat Psikiatri
b. Untuk mengetahui pengertian keperawatan Gawat darurat Psikiatrik (amuk
dan suicide), Etiologi gawat darurat jiwa
a. Untuk mengetahui mengenai asuhan keperawatan pada kasus amuk dan suicide

D. Manfaat
Bagi Perawat
1. Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta dapat
mengaktualisasikannya pada lingkungan sekitar, baik dalam lingkungan keluarga
maupun masyarakat
2. Peningkatan otonomi, percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan.
3. Tersedia pola pikir/ kerja yang logis, ilmiah, sistematis dan terorganisasi
4. Pendokumentasian dalam proses keperawatan
5. Peningkatan kepuasan kerja
6. Pengembangan karir, melalui pola pikir penelitian
Bagi Klien
1. Asuhan yang diterima bermutu dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
2. Partisipasi meningkat dalam menuju keperawatan mandiri.
3. Terhindar dari mal praktik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Kegawatdaruratan Jiwa/ Psikiatrik adalah Suatu gangguan perilaku, alam
Perasaan dan atau proses berpikir yang jika tidak segera diatasi akan membahayakan
diri pasien dan lingkungan.
Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatrik meliputi perilaku
kekerasan (amuk/marah), percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi
alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan
tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang
mematikan dan muncul dengan gejala psikiatriks umum.
Kegawatdaruratan psikiatrik ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini.
Kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah
penting.

1. Perilaku kekerasan (amuk/marah)


Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan (fitria, 2009).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukanuntuk melukai
atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut (Purba dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang
lain (Yoseph, 2007).
Perilaku kekerasan (amuk/marah) atau agresif merupakan suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis .
Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak
konstruktif
Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua menjadi
perilaku kekerasan secara verbal dan fisik. Sedangkan marah tidak harus memiliki
tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada suatu perangkat perasaan-perasaan
tertentu yang biasanya disebut dengan perasaan marah.
Kemarahan adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan
yang dirasakan sebagai ancaman.
Menurut Depkes RI, Asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan penyakit
jiwa, Jilid III Edisi I : Marah adalah pengalaman emosi yang kuat dari individu
dimana hasil/tujuan yang harus dicapai terhambat.
Kemarahan yang ditekan atau pura-pura tidak marah akan mempersulit sendiri dan
mengganggu hubungan interpersonal. Pengungkapan kemarahan dengan langsung
dan konstruktif pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain
untuk mengerti perasaan yang sebenarnya. Untuk itu perawat harus pula mengetahui
tentang respons kemarahan seseorang dan fungsi positif marah.
Umumnya klien dengan Perilaku Kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah
sakit Jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan
pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang,
diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,
1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul
sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ).
Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan
yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat
membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak
lingkungan.
2. Bunuh diri (Tentamen Suicide)
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan prilaku untuk
mengakhiri hidupnya ( Stuaret dan Laraya, 1998 ).
Bunuh diri merupakan kematian yang diperbuat oleh sang pelaku sendiri
secara sengaja (Harold I, Kaplan & Berjamin J. Sadock, 1998).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat
mengakhiri kehidupan (Budi Anna Kelihat, 1991)
Perlaku destruktif diri yaitu setiap aktifitas yang jika tidak dicegah dapat
mengarah kepada kematian (Gail Wiscara Stuart, dan Sandra, J. Sundeen, 1998).
Ide, isyarat dan usaha bunuh diri, yang sering menyertai gangguan depresif
sering terjadi pada remaja ( Harold Kaplan, Sinopsis Psikiatri,1997).
Bunuh diri adalah, perbuatan menghentikan hidup sendiri, yang dilakukan
oleh individu itu sendiri. Namun, bunuh diri ini dapat dilakukan pula oleh tangan
orang lain. Misal : bila si korban meminta seseorang untuk membunuhnya, maka ini
sama dengan ia telah menghabisi nyawanya sendiri. Dimana, Menghilangkan nyawa,
menghabisi hidup atau membuat diri menjadi mati oleh sebab tangan kita atau tangan
suruhan, adalah perbuatan-perbuatan yang termasuk dengan bunuh diri. Singkat kata,
Bunuh diri adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri dengan menggunakan
segala macam cara.

B. ETIOLOGI
1. Perilaku kekerasan (amuk)
a) Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut
teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend
(1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah:
1) Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
Neurobiologik,
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem
limbik, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan
dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem
limbik merupakan system informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada
gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan.
Adanya gangguan pada lobus frontal maka individu tidak mampu membuat
keputusan, kerusakan pada penilaian, perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam
komponen dari sistem neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan
menghambat impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
Biokimia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,dopamine, asetikolin, dan
serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi ataumenghambat impuls agresif.
Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif
dengan genetic karyotype XYY.
Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisiperilaku agresif dan
tindakkekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerangsistem limbik dan lobus
temporal; trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti
ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori Psikologik
Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan
dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri rendah. Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan
prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam
kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang
tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise
atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak
memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku
guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya ketika masih kanak-kanak atau
mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan
cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
3) Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial
terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku
kekerasan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga
berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.
Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk perilaku
kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
b) Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti
dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan
sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya
sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme
dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap
Menurut Stearen kemarahan adalah kombinasi dari segala sesuatu yang tidak
enak, cemas, tegang, dendam, sakit hati, dan frustasi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya kemarahan yaitu frustasi, hilangnya harga diri, kebutuhan
akan status dan prestise yang tidak terpenuhi.
a) Frustasi
Seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan/keinginan yang
diharapkannya menyebabkan ia menjadi frustasi. Ia merasa terancam dan cemas. Jika
ia tidak mampu menghadapi rasa frustasi itu dengan cara lain tanpa mengendalikan
orang lain dan keadaan sekitarnya misalnya dengan kekerasan.
b) Hilangnya harga diri
Pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan yang
sama untuk dihargai. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi akibatnya individu tersebut
mungkin akan merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas
marah, dan sebagainya.
c) Kebutuhan akan status dan prestise
Manusia pada umumnya mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya,
ingin dihargai dan diakui statusnya.

2. Bunuh diri (Tentamen Suicide)


Menurut mustika slide.com bunuh diri dapat disebabkan oleh banyak hal antara
lain :
a. Kegagalan untuk beradaptasi sehingga tidak dapat untuk menghadapi stress
b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal
untuk melakukan hubungan yang berarti.
c. Perasaan marah atau bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman bagi diri
sendiri.
d. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
e. Tangisan minta tolong.
f. Dipermalukan didepan umum.
g. Kehilangan pekerjaan.

Penyebab perilaku bunuh diri dapat dikategorikan sebagai berikut :


1. Faktor genetik
Ada yang berpikir bahwa bawaan genetic seseorang dapat menjadi factor yang
Tersembunyi dalam banyak tindakan bunuh diri. Memang gen memainkan peranan
dalam menentukan temperamen seseorang, dan penelitian menyingkapkan bahwa
dalam beberapa garis keluarga, terdapat lebih banyak insiden bunuh diri ketimbang
dalam garis keluarga lainnya. Namun kecendrungan genetic untuk bunuh diri sama
sekali tidak menyiratkan bahwa bunuh diri tidak terelakan, (Jamison). Kondisi
kimiawi otakpun dapat menjadi factor yang mendasar. Dalam otak, miliaran neuron
berkomunikasi secara elektrokimiawi. Di ujung-ujung cabang serat syaraf, ada celah
kecil yang disebut sinapsis yang diseberangi oleh neuorotransmiter yang membawa
informasi secara kimiawi. Kadar sebuah neurotransmitter, serotonin, mungkin terlibat
dalam kerentanan biologis seseorang terhadap bunuh diri.
Buku Inside the brain menjelaskan, Kadar serotonin yang rendah dapat melenyapkan
kebahagiaan hidup, mengurangi minat seseorang pada keberadaannya serta
meningkatkan resiko depresi dan bunuh diri. Akan tetapi, faktor genetik tidak bisa
dijadikan alasan yang mengharuskan seseorang untuk melakukan tindakan bunuh diri.
2. Factor kepribadian
Salah satu faktor yang turut menentukan apakah seseorang itu punya potensi untuk
melakukan tindakan bunuh diri adalah faktor kepribadian. Para ahli mengenai soal
bunuh diri telah menggolongkan orang yang cenderung untuk bunuh diri sebagai
orang yang tidak puas dan belum mandiri, yang terus-menerus meminta, mengeluh,
dan mengatur, yang tidak luwes dan kurang mampu menyesuaikan diri. Mereka
adalah orang yang memerlukan kepastian mengenai harga dirinya, yang akhirnya
menganggap dirinya selalu akan menerima penolakan, dan yang berkepribadian
kekanak-kanakan, yang berharap orang lain membuat keputusan dan
melaksanakannya untuknya (Doman Lum). Robert Firestone dalam buku Suicide and
the Inner Voice menulis bahwa mereka yang mempunyai kecenderungan kuat untuk
bunuh diri, banyak yang lingkungan terkecilnya tidak memberi rasa aman,
lingkungan keluarganya menolak dan tidak hangat, sehingga anak yang dibesarkan di
dalamnya merasakan kebingungan dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Pengaruh dari latar belakang kehidupan di masa lampau ini disebut faktor
predisposesi (faktor bawaan). Dengan memahami konteks yang demikian, dapatlah
kita katakan bahwa akar masalah dari perilaku bunuh diri sebenarnya bukanlah
seperti masalah-masalah yang telah disebutkan di atas (ekonomi, putus cinta,
penderitaan, dan sebagainya). Sebab masalah-masalah tersebut hanyalah faktor
pencetus/pemicu (faktor precipitasi). Penyebab utamanya adalah faktor predisposisi.
Menurut Widyarto Adi Ps, seorang psikolog, seseorang akan jadi melakukan tindakan
bunuh diri kalau faktor kedua, pemicu (trigger)-nya, memungkinkan. Tidak mungkin
ada tindakan bunuh diri yang muncul tiba-tiba, tanpa ada faktor predisposisi sama
sekali. Akumulasi persoalan fase sebelumnya akan terpicu oleh suatu peristiwa
tertentu.
3. Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mendorong bunuh diri adalah kurangnya dukungan sosial dari
masyarakat sekitar, kehilangan pekerjaan, kemiskinan, huru-hara yang menyebabkan
trauma psikologis, dan konflik berat yang memaksa masyarakat mengungsi.
Psikologis seseorang sangat menentukan dalam persepsi akan bunuh diri sebagai
jalan akhir/keluar. Dan psikologis seseorang tersebut juga sangat dipengaruhi oleh
berbagai faktor tertentu juga.
4. Faktor ekonomi
Masalah ekonomi merupakan masalah utama yang bisa menjadi faktor seseorang
melakukan tindakan bunuh diri. Ekonomi sangat berpengaruh dalam pemikiran dan
kelakuan seseorang. Menurut riset, sebagian besar alasan seseorang ingin mengakhiri
hidupnya/ bunuh diri adalah karena masalah keuangan/ekonomi. Mereka
berangggapan bahwa dengan mengakhiri hidup, mereka tidak harus menghadapi
kepahitan akan masalah ekonomi. Contohnya, ada seorang ibu yang membakar
dirinya beserta ananknya karena tidak memiliki uang untuk makan. Berdasarkan
contoh tersebut, para pelaku ini biasanya lebih memikirkan menghindari
permasalahan duniawi dan mengakhir hidup.
5. Gangguan mental dan kecanduan
Gangguan mental merupakan penyakit jiwa yang bisa membuat seseorang melakukan
tindakan bunuh diri. Mereka tidak memikirkan akan apa yang terjadi jika menyakiti
dan mengakhiri hidup mereka, karena sistem mental sudah tidak bisa bekerja dengan
baik. Selain itu ada juga gangguan yang bersifat mencandu, seperti depresi, gangguan
bipolar, scizoprenia dan penyalahgunaan alkohol atau narkoba. Penelitian di Eropa
dan Amerika Serikat memperlihatkan bahwa lebih dari 90 persen bunuh diri yang
dilakukan berkaitan dengan gangguan-gangguan demikian. Bahkan, para peneliti asal
Swedia mendapati bahwa di antara pria-pria yang tidak didiagnosis menderita
gangguan apapun yang sejenis itu, angka bunuh diri mencapai 8,3 per 100.000 orang,
tetapi di antara yang mengalami depresi, angkanya melonjak menjadi 650 per
100.000 orang! Dan, para pakar mengatakan bahwa faktor-faktor yang mengarah ke
bunuh diri ternyata serupa dengan yang di negeri-negeri timur. Namun, sekalipun ada
kombinasi antara depresi dan peristiwa -peristiwa pemicu, itu bukan berarti bunuh
diri tidak bisa dielakan.

C. MANIFESTASI KLINIS
1. Amuk
Kemarahan dinyatakan dalam berbagai bentuk, ada yang menimbulkan
pengrusakan, tetapi ada juga yang hanya diam seribu bahasa. Gejala-gejala atau
perubahan-perubahan yang timbul pada klien dalam keadaan marah diantaranya
adalah ;
a. Perubahan fisiologik
Tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, pupil dilatasi,
tonus otot meningkat, mual, frekuensi buang air besar meningkat, kadang-kadang
konstipasi, refleks tendon tinggi.
b. Perubahan emosional
Mudah tersinggung , tidak sabar, frustasi, ekspresi wajah nampak tegang, bila
mengamuk kehilangan kontrol diri.
c. Perubahan perilaku
Agresif pasif, menarik diri, bermusuhan, sinis, curiga, mengamuk, nada suara keras
dan kasar.
2. Bunuh diri
Tanda dan gejala dari bunuh diri dapat dilihat dari perilaku di bawah ini,
antara lain :
a) Keputusasaan
b) Celaan terhadap diri sendiri
c) Perasaan gagal dan tidak berharga
d) Alam perasaan depresi
e) Agitasi dan gelisah
f) Insomnia yang menetap
g) Penurunan berat badan
h) Berbicara lamban
i) Keletihan
j) Menarik diri dari lingkungan social.
k) Pernah melakukan percobaan bunuh diri.
l) Memberikan pernyataan ingin mati.
m) Perubahan perilaku secara mendadak, mudah marah, sifat tidak menentu.
n) Tidak memperdulikan penampilan.

Tanda dan gejala dari bunuh diri dapat dilihat dari perilaku di bawah ini secara
khusus, antara lain :
1. Penyebab bunuh diri pada anak:
Pelarian dari penganiayaan atau pemerkosaan
Situasi keluarga yang kacau
Perasaan tidak disayang atau selalu dikritik
Gagal sekolah
Takut atau dihina di sekolah
Kehilangan orang yang dicintai
Dihukum orang lain
2. Penyebab bunuh diri pada remaja:
Hubungan interpersonal yang tidak bermakna
Sulit mempertahankan hubungan interpersonal
Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan
Perasaan tidak dimengerti orang lain
Kehilangan orang yang dicintai
Keadaan fisik
Masalah orang tua
Masalah seksual
Depresi
3. Penyebab bunuh diri pada mahasiswa:
Self ideal terlalu tinggi
Cemas akan tugas akademik yang banyak
Kegagalan akademik berarti kehilangan penghargaan dan kasih sayang orang
tua.
Kompetisis untuk sukses
4. Penyebab bunuh diri pada usia lanjut:
Perubahan status dari mandiri ke tergantung
Penyakit yang menurunkan kemampuan berfungsi
Perasaan tidak berarti di masyarakat.
Kesepian dan isolasi sosial
Kehilangan ganda (seperti pekerjaan, kesehatan, pasangan)
Sumber hidup berkurang.

Perilaku bunuh diri biasanya dibagi menjadi tiga kategori :


a. Ancaman bunuh diri
Peringatan verbal dan non verbal bahwa orang tersebut mempertimbangkan untuk
bunuh diri. Orang tersebut mungkin menunjukkan secara verbal bahwa ia tidak akan
lama lagi berada disekitar kita atau mungkin akan mengkomunikasikan secara
nonverbal melalui pemberian hadiah, merevisi wasiatnya, dan sebagainya. Pesan
pesan ini harus dipertimbangkan dalam konteks peristiwa kehidupan terakhir.
Ancaman menunjukkan ambivalensi seseorang tentang kematian. Kurangnya respons
positif dapat ditafsir sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b. Upaya bunuh diri
Semua tindakan yang diarahkan pada diri yang dilakukan oleh individu yang dapat
mengarah pada kematian jika tidak dicegah.
c. Bunuh diri
Mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau terabaikan atau diabaikan.
Orang yang melakukan upaya bunuh diri dan yang tidak benar benar ingin mati
mungkin akan mati jika tanda tanda tersebut tidak diketahui tepat pada waktunya.

D. Pohon Masalah
1. Amuk

1) Gangguan konsep diri : harga diri rendah


2) Perilaku kekerasan
3) Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

2. Resiko Bunuh Diri/ Suicide


Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Keluhan utama
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
1. Konsep diri : harga diri
Umumnya pasien mengatakan hal yang negatif tentang dirinya, yang
menunjukan harga diri yang rendah
2. Alam perasaan
Sedih
Ketakutan
Putusa asa
Gembira berlebihan
Pasien umunya merasakan kesedihan dan keputusasaan yang sangat mendalam
3. Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Defensif
Mudah tersinggung
Tidak kooperatif
Kontak mata kurang
Curiga
Pasien biasanya menunjukkan kontak mata yang kurang
4. Afek
Datar
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
Pasien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul
5. Mekanisme koping maladaptif
Minum alkohol
Reaksi lambat
Menghindar
Bekerja berlebihan
Mencederai diri
Lainnya
Pasien biasanya menyesuaikan masalahnya dengan cara menghindar dan
mencederai diri
6. Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah dengan dukungan keluarga
Masalah dengan perumahan

B. Diagnosa
1. Amuk
1) Perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan harga diri: harga diri
rendah.
2) Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan/amuk.

2. suicide
1) Isolasi sosial
2) Resiko bunuh diri
3) Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah

C. intervensi/implementasi
Rencana Tindakan
a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai dengan melakukan manajemen
kekerasan
b. Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut nama perawat
dan jelaskan tujuan interaksi.
Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien dengan
sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat jengkel/
kesal.
Observasi tanda perilaku kekerasan.
Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel/kesal yang dialami klien.
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tanyakan "Apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya selesai ?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon thd kemarahan.
Tindakan :
Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika sedang
kesal, berolah raga, memukul bantal/kasur.
Secara verbal : katakana bahwa anda sedang marah atau kesal/tersinggung.
Secara spiritual : berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan untuk diberi
kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
Bantu memilih cara yang paling tepat.
Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam simulasi.
Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel/marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melaluit pertemuan
keluarga.
Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping).
Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien, obat,
dosis, cara dan waktu).
Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.

Perilaku Bunuh Diri


Tindakan Keperawatan pada Pasien
Tindakan Keperawatan pada Keluarga
1. Isyarat bunuh diri
Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri
Meningkatkan harga diri pasien
Meningkatkan kemampuan pasien dalam menyelesaikan masalah
Melakukan pendidikan kesehatan tentang cara merawat anggota keluarga
yang ingin bunuh diri
2. Ancaman/percobaan bunuh diri
Melindungi pasien
Melibatkan keluarga untuk mengawasi pasien secara ketat
Evaluasi Keperawatan
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap
kemampuan pasien resiko bunuh diri dan keluarganya serta kemampuan perawat
dalam merawat pasien resiko bunuh diri.
Tindakan Keperawatan
1. Ancaman/percobaan bunuh diri
Tindakan keperawatan pada pasien percobaan bunuh diri
a). Tujuan keperawatan ; Pasien tetap aman dan selamat
b). Tindakan keperawatan Melindungi pasien dengan cara :
o Temani pasien terus-menerus sampai pasien dapat dipindahkan ke tempat
yang aman.
o Jauhkan semua benda yang berbahaya (mis.pisau, silet, gelas dan tali
pinggang).
o Periksa apakah pasien benar-benar telah meminum obatnya, jika pasien
mendapatkan obat.
o Dengan lembut, jelaskan pada pasien bahwa Anda akan melindungi pasien
sampai tidak ada keinginan bunuh diri.
SP 1 Pasien : Melindungi pasien dari percobaan bunuh diri.
Tindakan keperawatan pada keluarga pasien percobaan bunuh diri
a). Tujuan keperawatan : Keluarga berperan serta melindungi anggota keluarga yang
mengancam atau mencoba bunuh diri.
b). Tindakan keperawatan
o Menganjurkan keluarga untuk ikut mengawasi pasien serta jangan pernah
meninggalkan pasien sendirian.
o Menganjurkan keluarga membantu perawat menjauhi barang-barang bebahaya
di sekitar pasien.
o Menganjurkan keluarga untuk tidak membiarkan pasien sering melamun
sendiri.
o Menjelaskan kepada keluarga pentingnya pasien minum obat secara teratur.
SP 1 Keluarga : Percakapan dengan keluarga untuk melindungi pasien yang mencoba
bunuh diri.
2. Isyarat bunuh diri dengan diagnosis harga diri rendah
Tindakan keperawatan pada pasien isyarat bunuh diri
a). Tujuan keperawatan
o Pasien mendapat perlindungan dari lingkungannya.
o Pasien mampu mengungkapkan perasaannya.
o Pasien mampu meningkatkan harga dirinya.
o Pasien mampu menggunakan cara penyelesaian masalah yang baik.
b). Tindakan keperawatan
o Mendiskusikan cara mengatasi keinginan bunuh diri, yaitu dengan meminta
bantuan dari keluarga atau teman.
o Meningkatkan harga diri pasien dengan cara :
Memberikan kesempatan pasien mengungkapkan perasaannya.
Memberikan pujian jika pasien dapat mengatkan persaan positif.
Meyakinkan pasien bahwa dirinya penting.
Mendikusikan tentang keadaan yang sepatutnya disyukuri oleh pasien.
Merencanakan aktivitas yang dapat pasien lakukan.
o Tingkatkan kemampuan menyelesaikan masalah dengan cara :
Mendiskuskan denganpasien cara menyelesiakan masalahnya.
Mendiskusikan denganpasien efektivias masing-masing cara penyelesian
masalah.
Mendiskusikan dengan pasien cara menyelesikan masalah yang lebih baik.
SP 1 Pasien : melindungi pasien dari isyart bunuh diri.
SP 2 Pasien : meningkatkan harga diri pasien isyarat bunuh diri
SP 3 pasien : meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pada pasien
isyarat bunuh diri.
o Tindakan keperawatan pada keluarga pasien isyarat bunuh diri
a) Tujuan keperawatan
Keluarga mampu merawat pasien yang berisiko bunuh diri.
b) Tindakan keperawatan
1) Mengajarkan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri
- Menanyakan keluarga tentang tanda dan gejala bunuh diri yang pernah muncul
pada pasien.
- Mendiskusikan tentang tanda dan gejala yang umumnya muncul pada pasien
yang berisiko bunuh diri.
2) Mengajarkan keluarga cara melindungi pasien dari perilaku bunuh diri.
(a) Mendiskusikan tentang cara yang dapat dilakukan keluarga jika pasien
memperlhatkan tanda dan gejala bunuh diri.
(b) Menjelaskan cara-cara melindungi pasien, yaitu dengan :
- Memberikan tempat aman
- Menjauhkan barang-barang yang bias digunakan untuk bunuh diri
- Selalu melakukan pengawasan dan meningkatkann pengawasan jika tanda dan
gejala bunuh diri meningkat.
3) Mengajarkan keluarga tentang hal-hal yang dapat dilakukan pasien melakukan
percobaan bunuh diri dengan cara :
(a) Mencari bantuan tetangga sekitar atau pemuka masyarakat untuk menghentikan
upaya bunuh diri tersebut.
(b) Segera membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas mendapatkan bantuan
medis.
4) Membantu keluarga mencari rujukan fasilitas kesehatan yang tersedia bagi
pasien.
(a) Memberikan informasi tentang nomor telepon darurat tenaga kesehatan.
(b) Menganjurkan keluarga untuk mengantarkan pasien berobat/control secara
teratur untuk mengatasi masalah bunuh dirinya.
(c) Mengajurkan keluarga untuk membantu pasien minum obat sesuai prinsip lima
benar, yaitu benar orangnya, benar obatnya, benar dosisnya, benar cara
pengguanaanya, dan benar waktu pengguanaanya.
SP 1 Keluarga : Mengajarkan kleuarga tentang cara melindungi anggota keluarga
beresiko bunuh diri (isyarat bunuh diri).
SP 2 Keluarga : melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri/isyarat bunuh
diri.
SP 3 Keluarga : Membuat perencanaan peluang bersama keluarga pasien resiko
bunuh diri.

Pengkajian Isolasi social


Hubungan social
a. Orang yang berarti bagi pasien
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat
c. Hambatan berhubungan dengan orang lain
Masalah keperawatan :
a. Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
b. Peran merasa tidak aman berada dengan orang lain.
c. Pasien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
d. Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
e. Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
f. Pasien merasa tidak berguna.
g. Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Pertanyaan-pertanyaan berikut ini dapat Anda tanyakan pada saat wawancara untuk
mendapatkan data subyektif :
a. Bagaimana pendapat pasien terhadap orang-orang disekitarnya (keluarga atau
tetangga)?
b. Apakah pasien memiliki teman dekat? Jika ada, siapa teman dekatnya?
c. Apa yang membuat pasien tidak memiliki orang yang terdekat dengannya?
d. Apa yang pasien inginkan dari orang-orang di sekitarnya ?
e. Apakah ada perasaan tidak aman yang di alami oleh pasien ?
f. Apa yang menghambat hubungan yang harmonis antara pasien dan orang
sekitarnya ?
g. Apakah pasien merasakan bahwa waktu begitu lama berlalu ?
h. Apakah pernah ada perasaan ragu untuk dapat melanjutkan hidup ?
Tanda dan gejala isolasi social yang didapat melalui observasi.
a. Tidak memiliki teman dekat.
b. Menarik diri.
c. Tidak komunikatif.
d. Tindakan berulang dan tidak bermakna.
e. Asyik dengan pikirannya sendiri.
f. Tidak ada kontak mata.
g. Tampak sedih, afek tumpul.
Tindakan keperawatan
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a) Pasien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Pasien dapat menyadari penyebab isolasi social.
c) Pasien dapat berinteraksi dengan orang lain.
2. Tindakan keperawatan
a) Membinahubungan saling percaya
Untuk membina hubungan saling percaya dengan pasien isolasi social kadang
membutuhkan waktu yang lama dan interaksi yang singkat serta sering karena tidak
mudah bagi pasien untuk percaya pada orang lain. Oleh karena itu, perawat harus
konsisten akan membuahkan hasil. Jika pasien sudah percaya dengan perawat,
program asuhan keperawatan lebih mungkin dilaksanakan. Membina hubungan saling
percaya dapat dilakukan dengan cara :
1) Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
2) Berkenalan dengan pasien.
3) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4) Buat kontrak asuhan : apa yang perawat akan lakukan bersama pasien, berpa
lama akan dikerjakan, dan tempat pelaksanaan kegiatan.
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
6) Tunjukan sikap empati terhadap pasien setiap saat.
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien jika mungkin.
b) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi social dengan cara :
1) Tanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan berinteraksi dengan orang lain.
2) Tanyakan penyebab pasien tidak ingin berinteraksi dengan orang lain.
c) Bantu pasien untuk mengenal manfaat berhubungan dengan orang lain dengan
cara mendiskusikan manfaat jika pasien memiliki banyak teman.
d) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan dengan cara sebagai
berikut.
1) Diskusikan kerugian jika pasien hanya mengurung diri dan tidak bergaul
dengan orang lain
2) Jelaskan pengaruh isolasi social terhadap kesehatan fisik pasien.
e) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
SP 1 pasien : membina hubungan saling percaya, membantu pasien mengenal
penyebab isolasi social, membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan.
SP 2 pasien : mengajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan
orang pertama [perawat])
SP 3 pasien : melatih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang
kedua).
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan keperawatan
Setelah tindakan keperawatan, keluarga dapat merawat pasien isolasi social.
2. Tindakan keperawatan
Keluarga merupakan system pendukung utama bagi pasien untuk dapat menbantu
pasien mengatasi masalah isolasi social ini karena keluargalah yang selalu bersama-
sama dengan pasien sepanjang hari. Tindakan keperawatan agar keluarga dapat
merawat pasien dengan isolasi social di rumah meliputi hal-hal berikut.
a) Diskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien.
b) Jelasakn tentang :
(1) Masalah isolasi social dan dampaknya pada pasien.
(2) Penyebab isolasi social.
(3) Cara-cara merawat pasien dengan isolasi social, yaitu :
(a) Bina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap peduli dan
tidak ingkar janji
(b) Berikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk dapat melakukan kegiatan
bersama-sama dengan orang lain, yaitu tidak mencela kondisi pasien dan memberikan
pujian yang wajar.
(c) Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah.
(d) Buat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
c) Peragakan cara merawat pasien dengan isolasi social
d) Bantu keluarga mempraktikan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan masalah yang dihadapi.
e) Susun perencanaan pulang bersama keluarga.
SP 1 keluarga : Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai
masalah isolasi social, penyebab isolasi social dan cara merawat pasien isolasi social.
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga mempraktikan cara merawat pasien isolasi social
langsung dihadapan pasien
Evaluasi
Selanjutnya, setelah dilakukan tindakan keperawatan, evaluasi dilakukan terhadap
kemampuan pasien isolasi dan keluarganya serta kemampuan perawat dalam merawat
pasien tersebut.

Source :
Dr. Budi Anna Keliat, S.Kp, M.App.Sc.2005. Model Praktik Keperawatan
Profesional Jiwa. Jakarta : EGC

Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien masuk kerumah
sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan pengkajian dengan cara:
1. Observasi:
Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat.
Sering pula tampak klien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul
jika tidak senang
2. Wawancara
Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang
dirasakan klien. Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda -tanda marah adalah
sebagai berikut :
a. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.
b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
c. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
d. Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan, tidak
bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.
e. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan humor.

Tanda ancaman kekerasan (Kaplan and Sadock, 1997) adalah:


a. Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan terhadap barang milik.
b. Ancaman verbal atau fisik.
c. Membawa senjata atau benda lain yang dapat digunakan sebagai senjata
(misalnya : garpu, asbak).
d. Agitasi psikomator progresif.
e. Intoksikasi alkohol atau zat lain.
f. Ciri paranoid pada pasien psikotik.
g. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien
berada pada resiko tinggi.
h. Penyakit otak, global atau dengan temuan lobus fantolis, lebih jarang pada
temuan lobus temporalis (kontroversial).
i. Kegembiraan katatonik.
j. Episode manik tertentu.
k. Episode depresif teragitasi tertentu.
l. Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau diskontrol implus).

A. PATOFISIOLOGI

Orang yang siap bunuh diri adalah orang yang merencanakan kematian
dengan tindak kekerasan, mempunyai rencana spesifik, dan mempunyai alat
untuk melakukannya.
Metode bunuh diri sangatlah beragam antara lain :
a. Self poisoning ( meracuni diri sendiri biasanya memakai obat serangga/
insektisida)
Ada dua macam insektisida yang paling banyak digunakan untuk bunuh diri
adalah:
1. insektisida hidrokarbo khlorin (IHK = chlorinated hydrocarbon)
2. insektisida fosfat organic (IFO = organo phosphate insecticide).
Yang paling sering digunakan adalah IFO yang pemakaiannya terus menerus
meningkat. Sifat - sifat dari IFO adalah insektisida poten yang paling banyak
digunakan dalam pertanian dengan toksisitas yang tinggi. Salah satu
derivatnya adalah Tabun dan Sarin. Bahan ini menembus kulit yang normal
(intact), juga dapat diserap di paru dan saluran makanan, namun tidak
berakumulasi dalam jaringan tubuh seperti halnya golongan IHK.
Macam macam IFO adalah Malathion (Tolly), Paraathion, Diazinon,
Basudin, Paraoxon dan lain lain. IFO sebenarnya dibagi 2 macam yaitu IFO
murni dan golongan carbamate. Salah satu contoh golongan carbamate adalah
baygon.
b. Gantung diri
c. Membakar diri
d. Menceburkan diri
e. Menabrakkan diri ke jalan
f. Memotong urat nadi

Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut:
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Otot tegang
d. Nada suara tinggi
e. Berdebat
f. Kadang memaksakan kehendak
Gejala yang muncul :
a. Stress
b. Mengungkapkan secara verbal
c. Menentang
Gambaran klinis menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral
Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1994) adalah sebagai berikut :
a. Pasif agresif
1) Sikap suka menghambat
2) Bermalas-malasan
3) Bermuka masam
4) Keras kepala dan pendendam
b. Gejala agresif yang terbuka (tingkah laku agresif)
1) Suka membantah
2) Menolak sikap penjelasan
3) Bicara kasar
4) Cenderung menuntut secara terus-menerus
5) Hiperaktivitas
6) Bertingkah laku kasar disertai kekerasan
3

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen28 halaman
    Bab I
    kadri
    Belum ada peringkat
  • COVER
    COVER
    Dokumen1 halaman
    COVER
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Sap KB
    Sap KB
    Dokumen13 halaman
    Sap KB
    kadri
    Belum ada peringkat
  • SAP Penkes BUMILtugas
    SAP Penkes BUMILtugas
    Dokumen9 halaman
    SAP Penkes BUMILtugas
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen17 halaman
    Bab Iii
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Bukuajar Pbak
    Bukuajar Pbak
    Dokumen191 halaman
    Bukuajar Pbak
    Radja Dalazz
    Belum ada peringkat
  • Tugas Om Pran
    Tugas Om Pran
    Dokumen8 halaman
    Tugas Om Pran
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Gadar
    Gadar
    Dokumen8 halaman
    Gadar
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Cover Kelompok
    Cover Kelompok
    Dokumen2 halaman
    Cover Kelompok
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    kadri
    Belum ada peringkat
  • System Urinaria
    System Urinaria
    Dokumen8 halaman
    System Urinaria
    bakulan
    Belum ada peringkat
  • Sap Kesehatan Reproduksi
    Sap Kesehatan Reproduksi
    Dokumen4 halaman
    Sap Kesehatan Reproduksi
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Ba
    Ba
    Dokumen51 halaman
    Ba
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Falsafah Dan Paradigma Keperawatan
    Falsafah Dan Paradigma Keperawatan
    Dokumen12 halaman
    Falsafah Dan Paradigma Keperawatan
    kadri
    100% (1)
  • Kehi Lang An
    Kehi Lang An
    Dokumen20 halaman
    Kehi Lang An
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Format Saja
    Format Saja
    Dokumen14 halaman
    Format Saja
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Makalah Proses Keperawatan
    Makalah Proses Keperawatan
    Dokumen16 halaman
    Makalah Proses Keperawatan
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Pencernaan
    Pencernaan
    Dokumen39 halaman
    Pencernaan
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Makalah Proses Keperawatan
    Makalah Proses Keperawatan
    Dokumen16 halaman
    Makalah Proses Keperawatan
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Kata Pengantar
    Kata Pengantar
    Dokumen2 halaman
    Kata Pengantar
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Air Singkong
    Air Singkong
    Dokumen17 halaman
    Air Singkong
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Contoh Surat Utk Puskesmas
    Contoh Surat Utk Puskesmas
    Dokumen9 halaman
    Contoh Surat Utk Puskesmas
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Kasus
    Kasus
    Dokumen9 halaman
    Kasus
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Koper
    Koper
    Dokumen2 halaman
    Koper
    kadri
    Belum ada peringkat
  • Judul Tugas 2 Aok
    Judul Tugas 2 Aok
    Dokumen4 halaman
    Judul Tugas 2 Aok
    kadri
    Belum ada peringkat