LAPORAN PENELITIAN
Diajukan untuk memenuhi salah satu Syarat Guna Menempuh Ujian Akhir
Semester Mata Kuliah Percobaan Rancangan Analisis pada Program Studi S1
Farmasi STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya
YUNIA SARWATININGSIH
31114114
PENDAHULUAN
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu
tanda khas penyakit diabetes melitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan
kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014
menjadi 14,1 juta pada tahun 2015. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (2007),
tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Provinsi Papua sebesar 1,7%,
dan terbesar di Provinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai
4,0% di Provinsi Jambi sampai 21,8% di Provinsi Papua Barat dengan rerata
sebesar 10,2%.
sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal (Depkes RI,
1
2
2005). Adapun DM tipe 3 disebabkan oleh kerusakan genetik pada fungsi sel .
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan
dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik
jantung koroner, ulkus diabetikum, retinopati, dan nefropati. Salah satu faktor
yang sangat berperan dalam timbulnya komplikasi pada penyakit DM ini adalah
akarbosa sebesar 2,8%, dan glikuidon sebesar 1,4%. Karena itu penelitian ini
Barat. Melalui penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi berbagai
2
3
Soekardjo Tasikmalaya?
obat, dan ketepatan dosis obat antidiabetik oral di Rumah Sakit Dr.
Soekardjo Tasikmalaya;
obat, dan ketepatan dosis obat antidiabetik oral di Rumah Sakit Dr.
serta memberikan data ilmiah tentang evaluasi penggunaan obat antidiabetik oral
sebagai jaminan mutu terapi yang diberikan tepat, aman, dan efisien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
gangguan neuropati sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin (DiPiro dkk, 2008).
2.1.2 Klasifikasi
pertama kali muncul gejala (Rang, Dale, Ritter dan Moore, 2003).
4
5
2008).
2.1.3 Gejala
Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain polyuria
(sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/
mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur,
koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki,
timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan
iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit). Pada DM Tipe 2 gejala yang
diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit
lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin
2.1.4 Patofisiologi
Diabetes melitus ialah suatu keadaan yang timbul karena defisiensi insulin
fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak
normal. Pada penderita ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel
glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon
tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi
insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak
terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita
2.1.5 Penatalaksanaan
morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai 2
ii. Olahraga, berolah raga secara teratur akan menurunkan dan menjaga
keduanya.
kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif pada penderita diabetes yang sel-sel
diklasifikasikan menjadi dua kelas yaitu agen generasi pertama dan agen generasi
efek samping selektif dan perbedaan ikatan terhadap potensi serum. Agen generasi
agen generasi kedua. Agen generasi kedua terdiri dari glimepiride, glipizida, dan
a. Asetoheksamid
paruh plasma hanya - 2 jam. Dalam tubuh obat ini diubah menjadi 1-
b. Tolazemid
Efeknya terhadap kadar glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam
1995).
c. Klorpropamid
Cepat diserap oleh usus, 70- 80% di metabolism dalam hati dan
d. Glipzid
1995).
ringan dan frekuensinya rendah, antara lain gangguan saluran cerna dan gangguan
susunan syaraf pusat. Gangguan saluran cerna berupa mual, diare, sakit perut,
hipersekresi asam lambung dan sakit kepala. Gangguan susunan 38 syaraf pusat
10
(Antidiuretik Hormon). Hipoglikemia dapat terjadi apabila dosis tidak tepat atau
diet terlalu ketat, juga pada gangguan fungsi hati atau ginjal atau pada lansia.
golongan sulfonilurea harus hati-hati pada pasien usia lanjut, wanita hamil, pasien
dengan gangguan fungsi hati, dan atau gangguan fungsi ginjal. Klorpropamida
dan glibenklamida tidak disarankan untuk pasien usia lanjut dan pasien
insufisiensi ginjal. Untuk pasien dengan gangguan fungsi ginjal masih dapat
sulfonilurea. Tidak boleh diberikan sebagai obat tunggal pada penderita diabetes
yuvenil, penderita yang kebutuhan insulinnya tidak stabil, dan diabetes melitus
(IONI, 2000).
Preparat biguanid yang telah banyak digunakan ialah fenformin. Pada terapi
dengan fenformin umumnya tidak terjadi efek toksik yang hebat. Beberapa
penderita mengalami mual, muntah, diare serta kecap logam (metallic taste),
hepar, gangguan fungsi ginjal, penyakit jantung kongesif dan wanita hamil. Pada
keadaan gawat juga sebaiknya tidak diberikan biguanida (Handoko dan Suharto,
1995).
1. Rosiglitazone
Cara kerja hampir sama dengan pioglitazone, diekskresi melalui urin dan
2. Pioglitazone
glukosa di sel-sel jaringan perifer. Obat ini tidak boleh diberikan pada
12
pasien gagal jantung karena dapat memperberat edema dan juga pada
gangguan fungsi hati. Saat ini tidak digunakan sebagai obat tunggal
oligosakarida pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat
yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus (Depkes RI,
2005).
diantaranya:
1. Acarbose
2. Miglitol
Efek samping obat ini adalah perut kurang enak, lebih banyak flatus dan
lama. Obat ini hanya mempengaruhi kadar glukosa darah pada waktu makan dan
13
tidak mempengaruhi kadar glukosa darah setelah itu. Bila diminum bersama-sama
obat golongan sulfonilurea (atau dengan insulin) dapat terjadi hipoglikemia yang
hanya dapat diatasi dengan glukosa murni, jadi tidak dapat diatasi dengan
pemberian gula pasir. Obat ini umumnya diberikan dengan dosis awal 50 mg dan
1. Repaglinida
oral, dan diekskresi secara cepat melalui ginjal. Efek samping yang
2. Nateglinida
melalui ginjal. Efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan obat
ini adalah keluhan infeksi saluran nafas atas (ISPA) (Soegondo, 1995).
Program evaluasi penggunaan obat di rumah sakit adalah suatu proses jaminan
tertentu. Kriteria atau standar penggunaan obat digunakan untuk mengukur mutu
penggunaan obat. Kriteria penggunaan obat yang ditulis dengan baik, sering
obat. Aspek lain dari penggunaan untuk setiap obat tertentu, membantu
Drug related problem (DRP) adalah kejadian yang dialami atau efek yang
tidak diharapkan yang dialami pasien dalam proses terapi dengan obat dan secara
aktual atau potensial bersamaan dengan hasil terapi yang diharapkan pada saat
lain:
15
Tidak ada indikasi pada saat itu, kondisi akibat penyalahgunaan obat (drug
abuse), lebih baik disembuhkan dengan terapi tanpa obat (non drug
obat untuk mencegah efek samping obat lain yang seharusnya dapat
dihindarkan.
Kondisi menyebabkan obat tidak efektif, alergi obat tertentu, efektif tetapi
bukan yang paling aman, efektif tetapi bukan yang paling murah,
obat yang bukan paling efektif untuk indikasi dan faktor resiko yang
konsentrasi obat di bawah daerah terapetik, serta obat, dosis, rute, atau
laboratorium.
Dosis obat yang diberikan terlalu tinggi, kadar obat dalam serum terlalu
tinggi, dosis obat terlalu cepat dinaikkan, dosis dan interval tidak cukup,
16
compliance), karena:
medication error, tidak taat instruksi, harga obat terlalu mahal, dan pasien
Kondisi medis yang membutuhkan terapi obat baru, keadaan kronis yang
2.4.1 Definisi
tentang rumah sakit, bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu
dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya.
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan
kesehatan.
bertujuan:
kesehatan.
sakit.
METODOLOGI PENELITIAN
belakang peristiwa yang terjadi di masa lalu, dalam hal ini dilihat dari rekam
medis pasien periode April- Juni 2017. Desain yang digunakan adalah cross
penggunaan obat antidiabetik oral pada pasien DM di Rumah Sakit Dr. Soekardjo
Pasien DM di Rumah Sakit Dr. Soekardjo yang berusia 45- 60 tahun baik
menggunakan obat antidiabetik oral untuk menurunkan kadar gula darah, serta
19
20
kadar gula darah, tetapi tidak bersedia menjadi objek dalam penelitian.
3.4.1 Populasi
3.4.2 Sampel
Variabel penelitian adalah sesuatu atau bagian dari invidu atau objek yang
variabel yang lain (Thomas et al, 2010 dalam Swarjana, 2015) atau merupakan
variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain yaitu variabel independen (Bryman,
2004 dalam Swarjana, 2015). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Pengambilan data diperoleh dari data primer, yaitu data yang didapatkan
secara langsung dari pasien DM yang menjadi objek penelitian, dan data sekunder
berupa dokumen rekam medis yang diperoleh dari dokter, perawat, dan lain-lain.
Pengambilan data dan pencatatan data hasil rekam medis di ruang administrasi
medis berupa nomor rekam medis, identitas pasien (nama, jenis kelamin, dan
umur), tanggal perawatan, diagnosa, kadar gula darah dan kadar kreatinin, data
menggunakan software SPSS (Statistical Program for Social Science) V.20.0 for
windows. Statistik deskriptif adalah bidang ilmu statistik yang memformulasi data
Gani, Irwan dan Siti Amalia. 2015. Alat Analisis Data. Yogyakarta : CV Andi
Offset.
Handoko,T., dan Suharto, B. 1995. Insulin, Glukagon, dan Antidiabetika Oral
dalam Ganiswama, S.G, Setiabudy, R., Suyatna, D.F, Purwantyastuti, dan
Nafrialdi (Editor) Farmakologi dan Terapi, Edisi IV. Jakarta: FKUI.
Informatorium Obat Nasional Indonesia ((IONI). 2000. Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta: Departeman Kesehatan Republik
Indonesia.
International Diabetes Federation (IDF). 2013. IDF Diabetes Atlas Sixth Edition,
International Diabetes Federation (IDF). Diabetes mellitus. Diabetes Care.
2004;27(Suppl 1):S5-S10.
PERKENI. 2007. Petunjuk Praktis Terapi Insulin Pada Pasien Diabetes Melitus.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB. PERKENI.
Rang, H.P., Dale, M.M., Ritter, J.M., and Moore, P.K. 2003. Pharmacology, 5th
Edition. London: Churchill Livingstone.
Sepmawati, N.D. 2016. Evaluasi Ketepatan Terapi Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap RS APeriode Januari- Juni 2016 [Publikasi
Ilmiah]. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Siregar, C.J.P. 2005. Farmasi Klinik Teori & Terapan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Soegondo S. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam
Soegondo S, Soewondo P dan Subekti I (eds). Penatalaksanaan Diabetes
Mellitus Terpadu, Pusat Diabetes dan Lipid RSUP Nasional Cipto
Mangunkusumo-FKUI, Jakarta, 2004.
Swarjana, I Ketut. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan (Edisi Revisi I).
Yogyakarta : CV Andi Offset.
Triplitt, C. L., Reasner, C. A., dan Isley, W. L. 2005. Diabetes Mellitus, in DiPiro,
J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., Posey, L. M.,
(Eds.). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Sixth edition, The
McGraw-Hills Companies, Inc. New York. 1333- 1352.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Waspadji, S. (2006). Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya,
diagnosis dan Strategi pengelolaan. Dalam Aru W, dkk (Editors). Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid III, edisi keempat. Jakarta: Penerbit FK UI.