Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma rekti merupakan tumor ganas terbanyak di antara tumor ganas


saluran cerna, lebih 60% tumor kolorektal berasal dari rektum. Salah satu pemicu
kanker rektal adalah masalah nutrisi dan kurang berolahraga. Kanker rektal merupakan
salah satu jenis kanker yang tercatat sebagai penyakit yang paling mematikan didunia.
Kanker rektal adalah kanker yang menyerang kolon dan rektum. Namun, penyakit ini
bukannya tidak dapat disembuhkan. Jika penderita telah terdeteksi secara dini, maka
kemungkinan untuk sembuh bisa mencapai 50 persen.

Setiap waktu, kanker ini bisa menyerang seseorang, risikonya akan terus
meningkat seiring dengan penambahan usia. Data dari Amerika Serikat dan inggris
memperlihatkan, orang yang berusia antara 60 sampai 80 tahun berisiko tiga kali lipat
dari kelompok usia lainnya. Mereka yang memiliki riwayat peradangan saluran cerna
seperti kolit usus kronis, tergolong berisiko tingi untuk berkembang menjadi kanker
kolorektal. Demikian juga dengan mereka yang memiliki riwayat penyakit kanker
tersebut, risiko terkena penyakit ini bisa menyerang pada kelompok usia mana pun
dibawah 60 tahun.

Umumnya penderita datang dalam stadium lanjut, seperti kebanyakan tumor


ganas lainnya, 90% diagnosis karsinoma rekti dapat ditegakkan dengan colok dubur.
Sampai saat ini pembedahan adalah terapi pilihan untuk karsinoma rekti.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Karsinoma Rekti

Karsinoma rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di
anterior sakrum dan coccygeus panjangnya kira-kira 15 cm. Rectosigmoid junction
terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga atasnya hampir
seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian bawah rektum
keseluruhannya adalah ektraperitoneal.

Karsinoma rekti atau Ca rekti adalah suatu kedaan dimana terjadi pertumbuhan
jaringan abnormal berupa tumor ganas pada rektum (Hassan, 2006).

Karsinoma merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak


mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi abnormal).
Proliferasi ini di bagi atas non-neoplastik dan neoplastik, non-neoplastik dibagi atas:

a. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal
karena bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu misalnya
kehamilan.
b. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran
organ tanpa ada pertambahan jumlah sel.
c. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah menjadi
tipe yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang terspesialisasi.
d. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel abnormal
yang mengiringi hiperplasia dan metaplasia. Perubahan yang termasuk
dalam hal ini terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel abnormal
pada jumlah besar dan tendensi untuk tidak teratur.

2
2.2 Anatomi Rektum

Anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal.
Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter.
Bagian sfingter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani
dan fasia coli dari fasia supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke
diafragma pelvis pada insersi muskulus levator ani. Panjang rektum berkisar 10-15 cm,
dengan keliling 15 cm pada rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula yang
terluas. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan: mukosa, submukosa,
muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan lapisan serosa.

Gambar 1. Anatomi rektum

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis superior, media, dan
inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan kelanjutan dari a. Mesenterika
inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan. Arteri hemoroidalis merupakan cabang
a.iliaka interna, arteri hemoroidalis inferior cabang dari a.pudenda interna. Vena
hemoroidalis superior berasal dari 2 plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah
kranial ke dalam v. Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. Lienalis menuju
v.porta. vena ini tidak berkatup sehingga tekanan dalam rongga perut menentukan

3
tekanan didalamnya. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke
dalam hati. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke v. Pudenda interna, v.iliaka
interna, dan sistem vena kava

Gambar 2. Pembuluh darah arteri dan vena pada rektum

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang mengalirkan isinya
menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir ke kelenjar limfe iliaka.
Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat mengakibatkan limfadenopati
inguinal. Pembuluh rektum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v.
Hemoroidalis superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.

Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut


simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal 2,3, dan 4,
serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut parasimpatis berasal
dari sakral 2,3, dan 4 serabut ini mengatur fungsi ereksi penis, klitoris dengan mengatur
aliran darah ke dalam jaringan.

4
2.3. Epidemiologi

Sekitar 135.000 kasus baru kanker kolorektal terjadi di Amerika Serikat setiap
tahunnya, dan menyebabkan angka kematian sekitar 55.000. Sepertiga kasus ini terjadi
di kolon dan 2/3 di rektum. Adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak (98%), jenis
lainnya yaitu karsinoid (0,1%), limfoma (1,3%), dan sarkoma (0,3%) (Sabiston dan
Lyerly, 1991).

Insiden karsinoma kolon dan rektum di Indonesia pada pria sebanding dengan
wanita, dan lebih banyak pada orang muda. Sekitar 75 % ditemukan di rektosigmoid. Di
negara barat, perbandingan insiden pria : wanita = 3 : 1 dan kurang dari 50 % ditemukan
di rektosigmoid dan merupakan penyakit orang usia lanjut (Sjamsuhidajat dan De Jong,
2017).

2.4. Etiologi

Price dan wilson (1994) mengemukakan bahwa etiologi karsinoma rektum sama
seperti kanker lainnya yang masih belum diketahui penyebabnya. Faktor predisposisi
munculnya karsinoma rektum adalah polyposis familial, defisiensi imunologi, kolitis
ulseratifa, dan granulomatosis. Faktor predisposisi penting lainnya yang berkaitan
adalah kebiasaan makan. Masyarakat yang dietnya rendah selulosa tapi tinggi protein
hewani dan lemak, memiliki insiden yang cukup tinggi.

Burkitt (1971) yang dikutip oleh price dan wilson mengemukakan bahwa diet
rendah serat, tinggi karbohidrat refined, mengakibatkan perubahan pada flora feces dan
perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak,
dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet rendah serat juga
menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi karsinogenik dalam feses yang bervolume
lebih kecil. Selain itu, masa transisi feses meningkat. Akibatnya kontak zat yang
berpotensi karsinogenik dengan mukosa usus bertambah lama.

5
2.5. Klasifikasi

Stadium ca rekti berdasarkan Tumor-Node-Metastasis (TNM) (Andersen et.al, 2015).

Tabel 1. Tumor-Node Metastasis

Tumor Stage (T)


T0 Tumor primer tidak dapat ditemukan
Tis Tidak ditemukan tumor primer
T2 Karsinoma insitu, invasi intraepitelial ke lamina propria
T3 Tumor invasi sampai ke submukosa
T4 Tumor invasi sampai ke muskularis propria
Nodal Stage (N)
Nx Metastatis ke KGB tidak dapat ditemukan
N0 Tidak terdapat keterlibatan KGB regional
N1 Metastasis ke 1-3 KGB regional
N2 Metastasis ke 4 KGB regional
Distant Metastasis (M)
Mx Metastasis jauh tidak dapat ditemukan
M0 Tidak ditemukan metastasis jauh
M1 Ditemukan metastasis jauh

Derajat keganasan berdasarkan stadium

Tabel 2. Stadium Ca Rekti

Stadium 0 Tis, N0, M0


Stadium 1A T1, N0, M0
Stadium 1B T2, N0, M0
Stadium 2A T3, N0, M0
Stadium 2B T4, N0, M0
Stadium 3A Semua T, N1, M0
Stadium 3B Semua T, N2, M0
Stadium 4 Semua T, Semua N, M1

Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum sesuai gambaran histologinya. Stadium
pertumbuhan karsinoma dibagi menurut klasifikasi Dukes (Sjamsuhidajat dan De Jong,
2017).

6
Tabel 3. Klasifikasi Ca Rekti (Dukes)

Dukes Dalamnya Infiltrasi Prognosis hidup


setelah 5 tahun
A Terbatas di dinding usus 97%
B Menembus lapisan muskularis mukosa 80%
C Metastasis kelenjar limf
C1 Beberapa kelenjar limf dekat tumor primer 65%
C2 Dalam kelenjar limf jauh 35%
D Metastasis jauh <5%

2.6. Patofisiologi

Mukosa rektum yang normal sel-sel epitelnya beregenerasi setiap 6 hari. Pada
adenoma terjadi perubahan genetik yang mengganggu proses diferensiasi dan maturasi
sel-sel tersebut, yang dimulai dengan inaktivasi gen adenomatous polyposis coli (APC)
yang menyebabkan replikasi yang tidak terkontrol. Dengan peningkatan jumlah sel
tersebut menyebabkan terjadi mutasi yang mengaktivasi K-ras onkogen dan mutasi gen
p53, hal ini akan mencegah apoptosis dan memperpanjang hidup sel (Andersen et.al,
2015).

Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus pada saat
direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada lebih 60% kasus. Metastase
sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan
tulang. Metastase ke otak sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rektum
menuju vena cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama
kali di paru-paru (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2017).

7
Gambar 3 . Patofisiologi Ca Rekti

2.7. Manifestasi Klinis

Gejala dan tanda dini Ca rekti tidak ada. Umumnya, gejala pertama timbul karena
penyulit, yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan, atau akibat penyebaran.

Ca rekti menyebabkan perubahan defekasi, seperti konstipasi atau defekasi dengan


tenesmi. Makin ke distal letak tumor, feses makin menipis, atau seperti kotoran
kambing, atau lebih cair disertai darah dan lendir. Tenesmi merupakan gelaja yang biasa
didapat pada ca rekti (Sjamsuhidajat dan De Jong, 2017).

2.8. Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis Ca rekti dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,


colok dubur, dan rektosigmoidoskopi (Cirincione dan Cagir, 2005. Sjamsuhidajat dan
De Jong, 2017).

Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker rektal:

8
1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik Antigen)
dan uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan di jaringan.
2. Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75% karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.

Gambar 4. Digital Rectal Examination (DRE)

Anamnesis :

Perubahan pola defekasi seperti perasaan defekasi tidak puas (tenesmi), konstipasi,
dan adanya perdarahan per rektal. Nyeri di daerah perianal muncul jika tumor sudah
infiltrasi ke bagian posterior yaitu pleksus sakralis.

Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan colok dubur merupakan keharusan, tumor dapat mudah diraba pada
75% kasus. Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan
adanya suatu penonjolan tepi, dapat berupa:

9
Gambar 5. Pemeriksaan colok dubur pada ca rekti

a. suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu suatu
plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi umumnya
mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi.
c. Suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol
dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering)
d. Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk cincin
Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah:
a. Keadaan tumor
b. Mobilitas tumor
c. Ekstensi penjalaran yang diukur dari besar ukuran tumor dan karakteristik
pertumbuhan primer dan sebagian lagi dari mobilitas atau fiksasi lesi.

Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan rektosigmoidoskopi, yaitu sebuah prosedur


untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid apakah terdapat polip kanker atau
kelainan lainnya. Alat rektosigmoidoskopi dimasukkan melalui rektum sampai kolon
sigmoid, polip atau sampel jaringan dapat diambil untuk biopsi. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan setiap tiga tahun untuk usia diatas 45 tahun. (Gambar 6.
Rektosigmoidoskopi)

10
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA
(Carsinoma Embrionik Antigen), walaupun tidak spesifik untuk Ca rekti, kadar CEA
meninggi pada kasus-kasus keganasan pada traktus gastrointestinal (Cirincione dan
Cagir, 2005).

Diagnosis Banding :

Berbagai kelainan yang bergejala sama atau mirip dengan Ca rekti antara lain;
polip, proktitis, fisura anus hemoroid, dan karsinoma anus.

2.9 Penatalaksanaan

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindakan bedah. Tujuan utama tindak
bedah ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif.
Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberi manfaat kuratif.

Pre-operatif

Perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi
defisit elektrolit.

Durante Operatif

Tindak bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf regional.
Bila sudah terjadi metastatis jauh, tumor primer akan direseksi juga dengan maksud
mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinesia, fistel, dan nyeri.

11
Pada ca rekti, teknik pembedahan yang dipilih tergantung pada letaknya, khususnya
jarak batas bawah karsinoma dan anus. Sedapat mungkin anus dengan sfingter eksterna
dan sfingter interna dipertahankan untuk menghindari anus preternaturalis.

Tipe pembedahan yang dipakai antara lain eksisi lokal dan reseksi. Eksisi lokal
dengan mempertahankan anus hanya dapat dipertanggungjawabkan pada tumor tahap
dini. Tumor dapat dihilangkan tanpa melakukan pembedahan lewat abdomen. Jika
kanker ditemukan dalam bentuk polip, tindakannya dinamakan polypectomy (Hasan,
Issac, 2006).

Reseksi dilakukan jika kanker lebih besar. Pada ca rekti sepertiga proksimal,
dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter anus. Sedangkan pada tumor
sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui reseksi abdominoperineal Quenu-
Miles. Anus turut dikeluarkan. Pada pembedahan ini, rektum dan sigmoid dengan
mesodigmoid dilepaskan, termasuk kelenjar limf pararektum dan retroperineal.
Kemudian, anus dieksisi melalui insisi perineal dan dikeluarkan seluruhnya bersama
rektum melalui abdomen.

Gambar 7. Alat stapler untuk membuat anastomosis di dalam panggul antara


ujung rektum yang pendek dan kolon dengan mempertahankan anus untuk
menghindari anus prenaturalis. F1. Alat terdiri dari dua bagian yang dapat
disambung; keadaan tertutup, F2. alat terbuka, F3. bagian kiri masuk melalui luka oral
pada kolon yang diikat sekitar batang bagian kiri; bagian kanan dimasukkan di dalam
ujung rektum, F4. rektum diikat pada bagian kanan, kemudian kedua stapler ditutup

12
sehingga stapler menyambung kedua ujung usus; selanjutnya alat dicabut, dan luka di
mesenterium dijahit.

Reseksi anterior rendah pada rektum dilakukan melalui laparotomi menggunakan


alat stapler untuk membuat anastomosis kolorektal atau koloanal rendah.

Eksisi lokal melalui rektoskop dapat dilakukan pada karsinoma terbatas. Seleksi
penderita harus dilakukan dengan teliti, antara lain dengan menggunakan endoskopi
ultrasonografik untuk menentukan tingkat penyebaran di dalam dinding rektum dan
adanya kelenjar ganas pararektal.

Indikasi dan Kontraindikasi Eksisi Ca Rekti

Indikasi :

Tumor bebas, berada 8 cm dari garis dentate

T1 atau T2 yang dipastikan dengan pemeriksaan ultrasound

Termasuk well-diffrentiated atau moderately well diffrentiated secara histologi

Ukuran kurang dari 3-4 cm

Kontraindikasi :

Tumor tidak jelas

Termasuk T3 yang dipastikan dengan ultrasound

Termasuk Poorly differentiated secara histologi

Penyulit yang sering terjadi pada reseksi rektum abdominoperineal radikal maupun
reseksi rektum anterior rendah ialah gangguan fungsi seks. Pada diseksi kelenjar limf
paraerektal dan daerah retroperineal sekitar promonterium dan di daerah (pre)aortal,
dilakukan juga eksisi saraf otonom, simpatik, maupun parasimpatik. Gangguan yang

13
terjadi mungkin berupa salah satu atau kombinasi dari gangguan seks berupa libido
kurang atau hilang, gangguan ereksi, gangguan lubrikasi vagina, organisme, atau
ejakulasi. Dengan teknik pembedahan khusus yang halus dan teliti, angka kejadian
penyulit ini dapat diturunkan.

Pasca Operasi

Hindari dehidrasi

Pertahankan stabilitas elektrolit

Pengawasan akan inflamasi dan infeksi

Pemberian analgetika yang tidak mempunyai efek menggangu motilitas usus

Kemoterapi

Adjuvant chemotherapy, (menangani pasien yang tidak terbukti memiliki penyakit


residual tapi berisiko mengalami kekambuhan), dipertimbangkan pada pasien dimana
tumornya menembus sangat dalam atau tumor lokal yang bergerombol (stadium II
lanjut dan stadium III). Terapi standardnya ialah dengan fluorouracil (5-FU)
dikombinasikan dengan leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan.
5-FU merupakan anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya,
levamisole, (meningkatkan sistem imun, dapat menjadi substitusi bagi leucovorin.
Protopkol ini menurunkan angka kekambuhan kira-kira15% dan menurunkan angka
kematian kira-kira sebesar 10% (Hassan, Isaac, 2006).

2.10. Prognosis

Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah sebagai
berikut:

a. Stadium I-72%
b. Stadium II-54%
c. Stadium III-39%

14
d. Stadium IV-7%
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat
berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal lebih
sering terjadi pada penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya pada 2 tahun
pertama setelah operasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor, lokasi, dan
kemampuan untuk memperoleh batas-batas negatif tumor (Cirincione, elizabeth,
2005).

DAFTAR PUSTAKA

Cirincione, Elizabeth, 2005. Rectal Cancer. Available from www.emedicine.com


(Agustus 2017).

15
Hassan, Isaac, 2006. Rectal carcinoma. Available from www.emedicine.com (Agustus
2017).

Sabiston D.C., Jr., M.D. 2002. Buku ajar bedah, Bagian 1. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Sjamsuhidajat R., De Jong W. 2017. Buku ajar ilmu bedah, Edisi 3. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

16

Anda mungkin juga menyukai