Anda di halaman 1dari 9

10 September 2016

Dra. Hj. Siti Rahmawati, M.Pd.

LEMAHNYA PERTAHANAN TERITORIAL


INDONESIA

KELOMPOK 10

NAMA NIM TTD


Nabila Nindy Sabara J3P216091
Ranny Nurtasya Dirja J3P216092
Emeraldi Irawan J3P216093
Ridwan Khalilullah J3P216094
Ronas Febrion J3P216095
Nabila Amalia Zain J3P216096

PARAMEDIK VETERINER
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar wilayahnya adalah


perairan . Sebab itu pertahanan di wilayah perairan di Indonesia lemah akibat
kurangnya pemantauan karena luasnya wilayah perairan Indonesia.

Rasa peduli masyarakat Indonesia yang rendah membuat orang asing


dengan mudah memasuki bahkan mengambil kekayaan alam di perairan Indonesia
tanpa izin. Pemerintah dan militer juga bertanggung jawab atas tindakan yang
membuat lemah ketahanan perairan Indonesia.

Perairan teritorial Teritorial Sea adalah wilayah kedaulatan sebuah


negara selain lahan pesisir dan perairan pedalaman; sedangkan untuk negara
kepulauan seperti Indonesia, Jepang, dan Filipina, laut teritorial meluas ke jalur
laut yang berdekatan dengan perairan kepulauan yang disebut perairan pedalaman.

Pada perairan Indonesia pertama pada saat Deklarasi Kemerdekaan 17


Agustus 1945 masih mengikuti Teritoriale Zee en Maritiem Ordonantie1938.
Menurut hukum adalah 3 mil diukur dari garis terendah dari masing masing
pantai pulau Indonesia. Hal ini sangat merugikan persatuan dan kesatuan negara
Republik Indonesia dalam bentuk pulau.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mengeluarkan pernyataan


yang dikenal sebagai Deklarasi 1957. Isi Juanda menyatakan laut teritorial
Indonesia adalah selebar 12 mil laut yang diukur dari garis dasar yang
menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau Indonesia. Deklarasi Juanda
mendapat pengakuan internasional di Hukum Internasional Konvensi Laut di
Jamaika pada tahun 1982

Batas laut diambil dari garis dasar (pulau terluar) dengan jarak 12 mil ke
laut terbuka. Syarat adalah dasar garis imajiner yang menghubungkan titik titik
ujung pulau ke pulau-pulau lain di ujung wilayah Indonesia.

Dasar laut merupakan kelanjutan dari daratan (benua). Umumnya,


kedalaman tidak lebih dari 200 m, namun jarak terjauh yang tidak lebih dari 200
mil.Wilayah laut Indonesia yang diukur dari awal sampai 200 mil laut ke arah laut
bebas.
1.2. Perumusan Masalah

1. Apa dampak penangkapan ikan ilegal oleh negara asing terhadap nelayan
lokal?
2. Berapa banyak jumlah kapal IUU yang telah ditangkap oleh Kemlu?
3. Tindakan apa yang di ambil oleh pemerintah terhadap kapal ikan ilegal?
4. Apa tindakan lanjut atas penyelundupan daerah perbatasan wilayah
perairan di Indonesia?
5. Bagaimana proses hukum tentang penangkapan ikan ilegal di indonesia?

1.3. Tujuan

1. Mahasiswa dapat mengetahui wilayah ZEE.


2. Mahasiswa dapat mengetahui berbagai tindak pindana hukum bagi para
penyelundup wilayah perairan.
3. Mahasiswa dapat mengetahui aturan yang berlaku pada setiap perbatasan
wilayah perairan baik di Indonesia maupun di negara lain.
4. Mahasiswa dapat meningkatkan rasa nasionalisme terhadap wilayah
teritorial.
II. PEMBAHASAN

2.1. Wilayah laut indonesia

Indonesia mempunyai kaitan yang erat dengan laut. Dengan total luas
perairan yang mencapai 8.800.000 km persegi atau sekitar 2/3 dari luas wilayah
keseluruhan, Indonesia dikaruniai kekayaan laut yang melimpah. Indonesia
memiliki garis pantai luar sepanjang 95.181 km yang merupakan terpanjang
keempatdi dunia. Sayangnya potensi yang dimiliki Indonesia ini juga menjadi
ancaman tersendiri. Pihak asing bisa tertarik secara oportunis untuk
memanfaatkan potensi ini. Ketergiuran mereka dalam menikmati hasil laut
Indonesia dapat menjadi masalah yang gawat apabila penjaga keamanan tidak
menanganinya dengan serius, maka banyak kasus pencurian ikan yang akan
terjadi di Indonesia.

2.2. Dampak ke nelayan pribumi

Permasalahan tersebut berdampak buruk bagi nelayan dalam negeri.


Nelayan pribumi tidak dapat menikmati potensi laut Indonesia secara maksimal
karena harus bersaing dengan nelayan asing. Persaingan ini tidak seimbang dan
jelas merugikan nelayan karena teknologi penangkapan ikan dan sistem navigasi
kapal yang dibawa nelayan dalam negeri yang kalah dengan nelayan asing.
Seperti yang terjadi di Kabupaten Natuna dimana nelayan pribumi hanya bisa
melihat potensi lautnya dikeruk oleh nelayan asing. Akhirnya hasil tangkapan
nelayan pribumi Kabupaten Natuna menurun dari waktu ke waktu , pada
umumnya kasus illegal fishing didominasi oleh negara-negara utara Indonesia
seperti Vietnam, Thailand, China, dan Malaysia.

[3] Selain faktor kuantitas nelayan asing masuk ke perairan Indonesia yang sangat
banyak, hal yang paling mendasar mengapa nelayan pribumi tergerus oleh
nelayan asing yaitupenangkapan ikan dengan cara tradisional seperti jaring
berukuran kecil dengan kapal yang kapasitasnya kecil pula. Begitu juga dengan
sistem navigasi yang masih menggunakan penanda alam seperti rasi bintang dan
naluri kebiasaan nelayan.Hal ini berbanding terbalik dengan nelayan asing yang
jauh lebih modern. Mereka memakai kapal besar dengan jaring yang besar serta
bukan hanya menangkap, tetapi di dalam kapal tersebut langsung dilakukan pasca
penangkapan meliputi pengolahan dan pengemasan sehingga begitu sampai ke
negara asal hasil pelayaran bisa langsung dipasarkan. Ditambah lagi nelayan asing
sudah menguasai teknologi navigasi dan sonar bawah laut sehingga mereka bisa
pergi ke lokasi dimana ikan banyak berkumpul. Salah satu kasus yang lazim
mengenai keterbatasan teknologi nelayan adalah seringkali nelayan berhasil
menangkap ikan yang harganya sangat mahal, seperti tuna yang bisa mencapai
Rp1 miliar hingga Rp5 miliar per ekor, tetapi tidak bisa dibawa ke pantai karena
nelayan tidak punya kapal yang layak.

[4] Akhirnya, ikan-ikan itu terpaksa dijual murah kepada kapal ikan asing yang
transaksinya dilakukan di tengah laut. Inilah yang menyebabkan nelayan tak dapat
menikmati kekayaan laut Indonesia. terbukti dengan masih banyaknya nelayan
tradisional yang rata-rata berpenghasilan kurang dari Rp 10 juta per tahun.
Padahal, nelayan tradisional merupakan pemasok dari 75 persen volume ikan
domestik di wilayah Indonesia. Bandingkan dengan nelayan asing yang
pendapatannya jauh lebih besar dari nelayan pribumi. Sebagai gambaran para
nelayan Indonesia yang bekerja di kapal tangkap ikan asing justru mampu
memperoleh penghasilan hingga US$ 300.000 atau senilai Rp 3 miliar per
bulannya. Minimnya penguasaan teknologi berdampak pula pada produktivitas
nelayan. Berdasarkan data Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
tahun 2010, dalam sebulan nelayan tradisional melaut hanya 160 -180 hari per
tahun. Turunnya frekuensi melaut ini berdampak langsung terhadap pendapatan
nelayan hingga 50 -70 persen

[5]. Kondisi ini diperburuk dengan cuaca ekstrem yang melanda seluruh perairan
Indonesia. Menjaga perbatasan wilayah Lemahnya sistem keamanan yang
melindungi teritorial kelautan Indonesia menjadi faktor utama permasalahan
tersebut. Bukti lemahnya sistem keamanan laut Indonesia adalah sampai saat ini
Indonesia tidak memiliki sistem penginderaan kapal yang dikelola secara mandiri.
Sebagai gambaran, apabila ada kapal melintas di Selat Malaka, yang sebagian
masuk alur laut kepulauan Indonesia bagian barat, kontrol radar yang mengawasi
berada di Changi, Singapura dan otomatis bisa diakses di Tokyo hingga San
Fransisco.

[6] Masalah ini ditambah dengan penegakan hukum dan keamanan di Indonesia
yang masih burukdan kurangnya koordinasi antar lembaga yang mempunyai andil
di bidang kelautan. Belum lagi tumpang-tindih (overleapping) tugas yang
beririsan antar lembaga seperti Polisi Air, Airud, Angkatan Laut, Kesatuan
Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Bea dan Cukai, hingga Adimnistrator
Pelabuhan (Adpel). Kegiatan pemeriksaan dan penangkapan kapal niaga pun
menjamur, bahkan dapat mengganggu operasi pelayaran nasional. Tidak bisa
dipungkiri bahwa hal ini pun dapat meningkatkan risiko terjadinya pungutan liar.
Angkatan Laut memiliki andil yang paling besar dalam menjaga teritorial kelautan
Indonesia. Mereka harus memastikan tak ada satu pun kapal asing yang melewati
setiap jengakal perbatasan. Sebagai tanggung jawab pelayanan, khususnya dalam
hal ini petani. Angkatan Laut harus melakukan transformasi dalam penyelamatan
wilayah kelautan dalam negeri. Menanggapi hal ini TNI AL bisa memulai dengan
mempersenjatai diri dan mengoptimalkan pengawasan perbatasan dengan alat
navigasi termukhtakhir dan satelit.Petugas patroli laut harus selalu siap siaga
menjaga perbatasan dan memastikan kegiatan penangkapan ikan yang sesuai
dengan aturan yang berlaku.Pemerintah juga harus memaksimalkan operasi
patroli udara yang mempunyai jangkauan lebih luas. Penggunaan pesawat dapat
meningkatkan efisiensi dalam pengambilan data di seluruh Indonesia dengan
waktu 51, 4 jam (dalam 7 hari). Terlebih untuk melakukan detailisasi pada daerah
dengan tingkat aktivitas ilegal tinggi seperti Natuna dan Arafuru. Selain itu TNI
AL harus meningkatkan daerah jangkauan patroli dimana sampai saat ini patroli
laut baru mencapai 70 mil laut dari zona ekonomi eksklusif sepanjang 200 mil
laut.

[7] Angkatan Laut juga harus memperbaiki koordinasi dengan lembaga-lembaga


kelautan. Pembagian tugas harus dilakukan secara jelas tanpa mengurangi fungsi
masing-masing lembaga demi menghindari tumpang tindih kepentingan
lembaga.Hal ini bisa dilakukan dengan cara pembagian daerah patroli atau
pengamanan terintegrasi dengan semua lembaga dalam satu atap koordinasi.
Selain itu penting untuk melakukan reformasi birokrasi laut agar tidak terjadi
kebocoran pengamanan melalui praktik suap dan pungutan liar. Hal ini juga akan
efektif jika dibarengi peningkatan kesejahteraan para petugas patroli laut.
Terkadang upaya pertahanan perbatasan kenegaraaan dapat membuat ketegangan
hubungan antar negara. Namun tak seharusnya Indonesia ragu dan mengalah
untuk urusan membela kesejahteraan rakyat, dalam hal ini para nelayan.
Pemereintah harus berani mengambil sikap tegas agar tidak direndahkan di mata
negara-negara asing. Menilik kembali upaya pertahanan wilayah perairan tahun
1965, bahkan Indonesia sempat memutuskan hubungan dengan China. Keberanian
ini diputuskan karena banyak aturan-aturan hukum yang merugikan kedaulatan
negara. Terlebih lagi dalam penetapan dua titik Natuna sebaga perbatasan wilayah
China yang menjadikan banyak kapal-kapal berbendera asing lalu lalang melintas
dengan begitu mudah di laut Indonesia. Laut seharusnya tidak menjadi halangan
bagi Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau dan penduduknya disatukan oleh
perairan laut. Dengan demikian kebijakan-kebijakan perekonomian yang
diterapkan Indonesia semestinya menggunakan pendekatan basis kelautan.
Dengan keamanan yang terkendali, para nelayan pribumi tidak perlu khawatir
dengan nelayan asing yang hendak mengambil alih perairan tempat mereka
berlayar. Sehingga para nelayan bisa fokus untuk menekuni mata pencahariannya.
Namun kedepannya hal ini juga perlu didukung dengan usaha pengembangan
pemberdayaan nelayan. Sudah saatnya mereka mengarungi samudra dengan cara
yang modern. Selain mempercanggih fasilitas penangkapan ikan, pemerintah juga
perlu melatih SDM penggunanya agar siap bersaing dengan nelayan asing.
III. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada kasus yang terjadi di perairan Indonesia, kita dapat menyimpulkan bahwa
pertahanan nasional pada batas perairan masih lemah. Hal ini terbukti pada
banyaknya kapal dari berbagai negara terutama Tiongkok yang masuk
melewati batas wilayah perairan Indonesia tanpa menggunakan izin dan
menangkap sumber bahan pangan yakni ikan tuna yang memiliki harga jual
tinggi di pasar Internasional. Pada penegakkan kasus ini menteri kelautan, Susi,
memberlakukan adanya penenggelaman kamar yang melakukan pelanggaran
dengan melewati wilayah teritorial Indonesia. Kapal menyelundup memasuki
ZEE melewati pengawasan pada bagian TNI-AL. Pada kondisi inilah Indonesia
terkenal dengan sistem pertahanan yang kurang maksimal terutama pada
wilayah perbatasan, baik itu di daratan, lautan maupun di udara. Sejauh ini data
yang telah tercatat penangkapan kapal ilegal sebanyak 139 kapal per tahun
2015. Banyaknya kapal asing yang masuk ke wilayah Indonesia membuat
menteri kelautan harus ekstra waspada dalam garis perbatasan antar negara.

B. Saran

1) Perlu adanya peningkatan pengawasan ketat diperbatasan tertorial.


2) Perlu ditambahkan sanksi terhadap negara yang diketahui melakukan
penangkapan ikan secara ilegal di wilayah Indonesia.
3) Perlu diberikan sanksi bagi para nahkoda yang melewati batas tertorial
negara Indonesia.
4) Memberikan denda yang seimbang atau dua kali dari angka yang diambil
pada harga jual pangan yang dicuri oleh kapal asing tersebut.
5) Menambah personel TNI-AL pada garis teritorial tertentu terutama pada
batas wilayah dengan negara Malaysia, Singapura dan Kepulauan Riau.
DAFTAR PUSTAKA

Afdan, Nur. Kemlu: Kapal China Ditangkap di Natuna karena Curi Ikan.
International Media. Nomor 12, 1 Juni 2016, h.14

Ius, Rahman. Pencurian Ikan di Natuna, Indonesia Diminta Layangkan Protes ke


China. Kompas. Nomor 12, 20-25 Juni 2016, h. 16.

Ade, Nurman. 2013. Wilayah Teritorial di Indonesia. Edisi keenam. Gadjah


Mada University Press. Yogyakarta

Siregar, Soribasya, M.S. 2012. ZEE Indonesia. Penebar Swadaya, Jakarta.

Syarief, M. Z. dan C. D. A. Sumoprastowo.2011.Nelayan Perbatasan Pribumi.


CV. Yasaguna. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai