Anda di halaman 1dari 13

Gajah adalah mamalia besar dari familia Elephantidae dan ordo Proboscidea.

Secara tradisional, terdapat dua spesies yang diakui, yaitu gajah


afrika (Loxodonta africana) dan gajah asia (Elephas maximus), walaupun
beberapa bukti menunjukkan bahwa gajah semak afrika dan gajah hutan
afrika merupakan spesies yang berbeda (L. africana dan L. cyclotis). Gajah
tersebar di seluruh Afrika sub-Sahara, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.
Elephantidae adalah satu-satunya familia dari ordo Proboscidea yang masih
lain; familia lain yang kini sudah punah termasuk mammoth dan mastodon.
Gajah afrika jantan merupakan hewan darat terbesar dengan tinggi yang
dapat mencapai 4 m (13 ft) dan massa yang kurang lebih 7.000 kg
(15.000 lb). Gajah memiliki ciri-ciri khusus, dengan yang paling mencolok
adalah belalai atau proboscis yang digunakan untuk banyak hal, terutama
untuk bernapas, menghisap air, dan mengambil benda. Gigi serinya tumbuh
menjadi taring yang dapat digunakan sebagai senjata dan alat untuk
memindahkan benda atau menggali. Daun telinganya yang besar membantu
mengatur suhu tubuh mereka. Gajah afrika memiliki telinga yang lebih besar
dan punggung yang cekung, sementara telinga gajah asia lebih kecil dan
punggungnya cembung.
Gajah merupakan hewan herbivora yang dapat ditemui di berbagai habitat,
seperti sabana, hutan, gurun, dan rawa-rawa. Mereka cenderung berada di
dekat air. Gajah dianggap sebagai spesies kunci karena dampaknya terhadap
lingkungan. Hewan-hewan lain cenderung menjaga jarak dari gajah, dan
predator-predator seperti singa, harimau. hyena, dan anjing liar biasanya
hanya menyerang gajah muda. Gajah betina cenderung hidup dalam
kelompok keluarga, yang terdiri dari satu betina dengan anak-anaknya atau
beberapa betina yang berhubungan dengan anak-anak mereka. Kelompok ini
dipimpin oleh individu gajah yang disebut matriark, yang biasanya merupakan
betina tertua. Gajah memiliki struktur kelompok fisi-fusi, yaitu ketika kelompok-
kelompok keluarga bertemu untuk bersosialisasi. Gajah jantan meninggalkan
kelompok keluarganya ketika telah mencapai masa pubertas, dan akan
tinggal sendiri atau bersama jantan lainnya. Jantan dewasa biasanya
berinteraksi dengan kelompok keluarga ketika sedang mencari pasangan dan
memasuki tahap peningkatan testosteron dan agresi yang disebut musth,
yang membantu mereka mencapai dominasi dan keberhasilan reproduktif.
Anak gajah merupakan pusat perhatian kelompok keluarga dan bergantung
pada induknya selama kurang lebih tiga tahun. Gajah dapat hidup selama 70
tahun di alam bebas. Mereka berkomunikasi melalui sentuhan, penglihatan,
penciuman, dan suara; gajah menggunakan infrasuara dan komunikasi
seismik untuk jarak jauh. Kecerdasan gajah telah dibandingkan dengan
kecerdasan primata dan cetacea. Mereka tampaknya memiliki kesadaran
diri dan menunjukkan empati kepada gajah lain yang hampir atau sudah mati.
Gajah afrika digolongkan sebagai spesies yang rentan oleh International
Union for Conservation of Nature (IUCN), sementara gajah asia
diklasifikasikan sebagai spesies terancam. Salah satu ancaman utama bagi
gajah adalah perdagangan gading yang memicu perburuan liar. Ancaman lain
adalah kehancuran habitat dan konflik dengan penduduk lokal. Gajah
digunakan sebagai hewan pekerja di Asia. Dulu mereka pernah digunakan
untuk perang; kini, gajah seringkali dipertontonkan di kebun
binatang dan sirkus. Gajah dapat dengan mudah dikenali dan telah
digambarkan dalam seni, cerita rakyat, agama, sastra, dan budaya populer.
Daftar isi
[sembunyikan]

1Etimologi

2Taksonomi

o 2.1Klasifikasi, spesies, dan subspesies

o 2.2Evolusi dan kerabat yang sudah punah

2.2.1Spesies kerdil

3Anatomi dan morfologi

o 3.1Telinga

o 3.2Belalai

o 3.3Gigi

3.3.1Taring

o 3.4Kulit

o 3.5Kaki, lokomosi, dan postur

o 3.6Organ internal dan seksual

4Perilaku dan sejarah kehidupan

o 4.1Ekologi dan aktivitas

o 4.2Organisasi sosial

o 4.3Perilaku seksual

4.3.1Musth

4.3.2Perkawinan

o 4.4Kelahiran dan anak gajah


o 4.5Komunikasi

o 4.6Kecerdasan dan kognisi

5Konservasi

o 5.1Status

o 5.2Ancaman

6Gajah dan manusia

o 6.1Hewan pekerja

o 6.2Peperangan

o 6.3Kebun binatang dan sirkus

o 6.4Penularan penyakit

o 6.5Serangan

o 6.6Penggambaran dalam budaya

7Catatan kaki

8Daftar pustaka

9Bacaan lanjut

10Pranala luar
Etimologi[sunting | sunting sumber]
Dalam bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, Melayu, Minangkabau, dan Aceh,
hewan ini disebut "gajah". Sementara itu, gajah dikenal dengan sebutan
"elephant" dalam bahasa Inggris. Kata "elephant" berasal dari
bahasa Latin elephas (genitif elephantis) (yang berarti "gajah"), yang
merupakan Latinisasi dari kata (elephas) (genitif
(elephantos)) dalam bahasa Yunani;[1] kata tersebut kemungkinan berasal dari
bahasa non-Indo-Eropa, yaitu Fenisia.[2] Kata e-re-pa dan e-re-pa-
to digunakan di Yunani Mykenaidalam aksara silabis Linear B.[3][4] Seperti di
Yunani Mykenai, Homer menggunakan kata tersebut untuk gading, namun
setelah masa Herodotus istilah tersebut juga merujuk pada hewan gajah.
[1]
Pendahulu kata "elephant", yaitu olyfaunt, baru muncul dalam
bahasa Inggris Pertengahan sekitar tahun 1300, dan kata tersebut dipinjam
dari kata dalam bahasa Perancis Kuno, oliphant (abad ke-12).
[2]
Dalam bahasa Swahili, gajah disebut Ndovu atau Tembo. Gajah
dijuluki hastin dalam bahasa Sansekerta,[5] sementara dalam
bahasa Hindidisebut hth ().[6] Loxodonta, yang merupakan nama generik
untuk gajah afrika, berasal dari bahasa Yunani yang berarti gigi bersisi miring
".[7]
Taksonomi[sunting | sunting sumber]
Klasifikasi, spesies, dan subspesies[sunting | sunting sumber]
Lihat pula: Daftar spesies gajah

Gajah asia di Taman Nasional Bandipur, India.

Perbandingan morfologi kepala dan bagian depan tubuh gajah asia (1) dan gajah afrika
(2).
Gajah tergolong dalam familia Elephantidae, satu-satunya familia dalam
ordo Proboscidea yang masih ada. Kerabat terdekat yang masih ada
meliputi sirenia (dugong dan lembu laut) dan hyrax; mereka berada
dalam klad yang sama, yaitu klad Paenungulata dalam superordo Afrotheria.
[8]
Gajah dan sirenia juga dikelompokan dalam klad Tethytheria.[9] Secara
tradisional, terdapat dua spesies gajah yang diakui, yaitu gajah
afrika (Loxodonta africana) dan gajah asia (Elephas maximus). Gajah afrika
memiliki telinga yang besar, punggung yang cekung, kulit yang lebih berkerut,
daerah perut yang miring, dan dua perpanjangan yang seperti jari di ujung
belalai. Telinga gajah asia lebih kecil, punggungnya cembung, kulitnya lebih
halus, daerah perutnya horizontal dan kadang-kadang melengkung di tengah,
dan ujung belalainya hanya memiliki satu perpanjangan. Bubungan di gigi
geraham gajah asia lebih sempit bila dibandingkan dengan geraham gajah
afrika yang berbentuk seperti permata. Gajah asia juga memiliki benjolan di
bagian dorsal kepalanya dan tanda depigmentasi di kulitnya.[10]Secara umum,
gajah afrika lebih besar dari gajah asia.
Zoolog Swedia Carl Linnaeus pertama kali mendeskripsikan
genus Elephas dan seekor gajah dari Sri Lanka dengan nama
binomialElephas maximus pada tahun 1758. Kemudian, pada tahun
1798, Georges Cuvier mengklasifikasikan gajah india dengan nama
binomial Elephas indicus. Zoolog Belanda Coenraad Jacob
Temminck mendeskripsikan gajah sumatra pada tahun 1847 dengan nama
binomial Elephas sumatranus, sementara zoolog Inggris Frederick Nutter
Chasen mengklasifikasikan ketiganya sebagai subspesies gajah asia pada
tahun 1940.[11] Subspesies gajah asia memiliki perbedaan warna dan kadar
depigmentasi. Gajah sri lanka (Elephas maximus maximus) menghuni Sri
Lanka, gajah india (E. m. indicus) berasal dari daratan asia (di anak benua
India dan Indochina), dan gajah sumatra (E. m. sumatranus) dapat ditemui di
pulau Sumatra.[10] Salah satu subspesies yang diperdebatkan, yaitu gajah
borneo, tinggal di Borneoutara dan lebih kecil dari subspesies lain. Gajah ini
juga memiliki telinga yang lebih besar, ekor yang lebih panjang, dan taring
yang lebih lurus dari gajah biasa. Zoolog Sri Lanka Paules Edward Pieris
Deraniyagala pada tahun 1950 mendeskripsikannya dengan nama
trinomialElephas maximus borneensis, dengan menjadikan ilustrasi
di National Geographic sebagai spesimen tipenya.[12] Gajah ini kemudian
digolongkan sebagai E. m. indicus atau E. m. sumatranus. Analisis
genetik pada tahun 2003 menunjukkan bahwa nenek moyang gajah borneo
terpisah dari populasi di daratan Asia sekitar 300.000 tahun yang lalu.
[13]
Namun, penelitian pada tahun 2008 mengindikasikan bahwa gajah borneo
tidak berasal dari pulau tersebut, namun dibawa oleh Sultan
Sulu dari Jawa sebelum tahun 1521.[12]

Gajah hutan afrika di Taman Nasional Ivindo, Gabon.


Gajah afrika pertama kali dinamai oleh naturalis Jerman Johann Friedrich
Blumenbach pada tahun 1797 dengan nama binomial Elephas africana.
[14]
Genus Loxodonta diyakini dinamai oleh Georges Cuvier pada tahun 1825.
Cuvier mengejanya Loxodonte dan seorang penulis anonim
meromanisasi ejaan tersebut menjadi Loxodonta; International Code of
Zoological Nomenclature telah mengakui perubahan ini.[15] Pada tahun 1942,
18 subspesies gajah afrika telah diakui oleh Henry Fairfield Osborn, namun
data morfologis telah mengurangi jumlah subspesies yang terklasifikasi,[16] dan
pada tahun 1990-an hanya terdapat dua subspesies yang diakui, yaitu gajah
semak afrika (L. a. africana) dan gajah hutan afrika (L. a. cyclotis);[17] telinga
gajah hutan afrika lebih kecil dan bundar, belalaiNya lebih kurus dan lurus,
dan habitatnya terbatas pada wilayah berhutan di Afrika Barat dan Tengah.
[18]
Jurnal yang diterbitkan pada tahun 2000 memberikan argumen agar kedua
subspesies tersebut diangkat menjadi
spesies L. africana dan L. cyclotis berdasarkan morfologi tengkorak.
[19]
Penelitian DNA yang diterbitkan pada tahun 2001 dan 2007 juga
menunjukkan bahwa mereka adalah spesies yang berbeda,[20][21] sementara
penelitian pada tahun 2002 dan 2005 menyimpulkan bahwa keduanya adalah
spesies yang sama.[22][23] Akan tetapi, hasil penelitian yang diterbitkan pada
tahun 2010 mendukung pengubahan status menjadi spesies.[24] Hingga tahun
2011, penamaan gajah afrika dalam taksonomi masih diperdebatkan.[25] Edisi
ketiga Mammal Species of the Worldmenggolongkan gajah semak afrika dan
gajah hutan afrika sebagai spesies yang terpisah,[15] dan tidak memasukkan
subspesies untuk Loxodonta africana.[15] Pendekatan ini tidak diikuti
oleh World Conservation Monitoring Centre atau IUCN, yang
menganggap L. cyclotis sebagai sinonim dari L. africana.[26][27] Beberapa bukti
menunjukkan bahwa gajah di Afrika Barat adalah spesies yang terpisah,
[28]
walaupun hal ini masih diperdebatkan.[23][25] Gajah kerdil di Cekungan
Kongo yang diduga merupakan spesies terpisah (Loxodonta pumilio)
kemungkinan merupakan gajah hutan yang memiliki ukuran kecil dan/atau
kematangan awal karena keadaan lingkungan.[29]
Evolusi dan kerabat yang sudah punah[sunting | sunting sumber]
Diperkirakan terdapat lebih dari 161 anggota ordo Proboscidea dengan tiga
peristiwa radiasi evolusioner. Proboscid pertama,
yaitu Eritherium dan Phosphatherium dari Afrika pada masa Paleosen akhir,
menjadi tanda terjadinya radiasi pertama.[30] Pada masa Eosen,
terdapat Anthracobunidae dari anak benua India
dan Numidotherium, Moeritherium, dan Barytherium dari Afrika. Hewan-hewan
ini relatif kecil dan bersifat akuatik. Nantinya, genera
seperti Phiomia dan Palaeomastodon muncul;
habitat Palaeomastodon kemungkinan berada di hutan atau daerah berhutan
terbuka. Keanekaragaman Proboscidea mulai berkurang pada masa
Oligosen.[31] Salah satu spesies penting dari masa ini adalah Eritreum
melakeghebrekristosi dari Tanduk Afrika, yang mungkin merupakan nenek
moyang gajah.[32] Pada awal periode Miosen terjadi diversifikasi kedua dengan
munculnya Deinotheriidae dan Mammutidae. Deinotheriidae memiliki
kekerabatan dengan Barytherium dan hidup di Afrika dan Eurasia,
[33]
sementara Mammutidae mungkin merupakan keturunan Eritreum[32] dan
menyebar ke Amerika Utara.[33]
Kerangka Moeritherium di Jepang.
Radiasi kedua berlangsung dengan munculnya Gomphothere pada masa
Miosen,[33] yang kemungkinan berevolusi dari Eritreum;[32] familia ini berasal
dari Afrika dan menyebar ke semua benua kecuali Australia dan Antartika.
Anggota kelompok ini meliputi Gomphotherium dan Platybelodon.[33] Radiasi
ketiga terjadi pada akhir Miosen dan mengakibatkan munculnya elephantids,
yang berasal dari Gomphothere dan secara perlahan menggantikan mereka.
[34]
Primelephas gomphotheroides dari Afrika
menghasilkan Loxodonta, Mammuthus, dan Elephas. Loxodonta merupakan
percabangan pertama, yang berlangsung antara masa Miosen dan Pliosen,
sementara Mammuthus dan Elephasberpisah pada awal masa
Pliosen. Loxodonta tetap menghuni Afrika,
sementara Mammuthus dan Elephas menyebar ke Eurasia,
dan Mammuthus mencapai Amerika Utara. Pada saat yang
sama, stegodontid (kelompok Proboscidea lain yang merupakan keturunan
dari Gomphothere) menyebar di Asia, termasuk di anak benua
India, Cina, Asia Tenggara, dan Jepang. Mammutid terus berevolusi menjadi
spesies baru, seperti mastodon amerika.[35]

Model mammoth berbulu di Royal BC Museum, Victoria, British Columbia.


Pada awal masa Pleistosen, tingkat spesiasi elephantid meninggi. Loxodonta
atlantica menjadi spesies yang paling umum di Afrika utara dan selatan,
namun digantikan oleh Elephas iolensis pada akhir masa Pleistosen.
Spesies Loxodonta modern baru menjadi dominan setelah Elephas
iolensis mengalami kepunahan. Elephas berdiversifikasi menjadi spesies baru
di Asia, seperti E. hysudricus dan E. platycephus;
[36]
E. platycephus kemungkinan merupakan nenek moyang gajah asia
modern.[37] Mammuthus berevolusi menjadi beberapa spesies, termasuk
spesies mammoth berbulu yang terkenal.[36] Pada masa Pleistosen Akhir,
akibat terjadinya glasiasi kuarter, sebagian besar spesies Proboscidea
mengalami kepunahan, dan kurang lebih 50% genera dengan massa lebih
dari 5 kg (11 lb) musnah.[38]
Proboscidea mengalami beberapa tren evolusi, seperti pembesaran ukuran,
yang membuat banyak spesies memiliki tinggi hingga mencapai 4 m (13 ft).
[39]
Seperti megaherbivora lainnya, termasuk Sauropoda yang telah punah,
ukuran gajah mungkin berkembang untuk memungkinkan mereka bertahan
dengan memakan tumbuhan bernutrisi rendah.[40] Anggota tubuh mereka
tumbuh menjadi lebih panjang dan kakinya menjadi lebih pendek dan luas.
Proboscidea awal memiliki tulang rahang yang lebih panjang dan tempurung
kepala yang lebih kecil, sementara Proboscidea selanjutnya memiliki tulang
rahang yang lebih pendek, yang menggeser pusat gravitasi pada kepala.
Tengkorak menjadi lebih besar, terutama tempurung kepala, sementara leher
memendek agar lebih dapat menopang tengkorak. Pembesaran ukuran
mengakibatkan munculnya belalai yang membantu menjangkau sesuatu.
Jumlah gigi geraham kecil, gigi seri, dan gigi taring berkurang. Gigi geraham
dan geraham kecil menjadi lebih besar dan terspesialisasi. Gigi seri kedua
atas berubah menjadi taring, yang mungkin lurus, melengkung (ke atas atau
ke bawah), atau berputar (tergantung spesies). Pada beberapa spesies
Proboscidea, taringnya berasal dari gigi seri bawahnya.[39] Gajah masih
menunjukkan beberapa karakteristik yang merupakan turunan dari nenek
moyang mereka yang akuatik, seperti anatomi telinga
tengah dan testisinternal pada jantan.[41]
Terdapat perdebatan mengenai hubungan kekerabatan
antara Mammuthus dengan Loxodonta atau Elephas. Beberapa
penelitian DNA menunjukkan bahwa Mammuthus lebih berhubungan erat
dengan Loxodonta,[42][43] sementara penelitian lainnya meyakini
kedekatan Mammuthus dengan Elephas.[9] Namun, analisis genom
mitokondrial mammoth berbulu (diurutkan tahun 2005) membuktikan
bahwa Mammuthus lebih dekat dengan Elephas.[20][24]
[44]
Bukti morfologis menunjukkan
bahwa Mammuthus dan Elephas merupakan taksa saudara, sementara hasil
perbandingan protein albumin dan kolagen mengindikasikan bahwa jarak
kekerabatan antara ketiganya kurang lebih sama.[45] Beberapa ilmuwan
meyakini bahwa embrio mammoth hasil kloning suatu saat dapat dimasukkan
ke rahim gajah asia[46]
Spesies kerdil[sunting | sunting sumber]
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Gajah kerdil

Tulang gajah kerdil kreta.


Beberapa spesies Proboscidea hidup di pulau dan mengalami dwarfisme. Hal
ini berlangsung pada masa Pleistosen, ketika beberapa populasi gajah
terisolasi akibat meningkatnya permukaan laut, walaupun gajah kerdil sudah
ada pada masa Pliosen awal. Gajah-gajah tersebut kemungkinan menyusut
karena ketiadaan populasi predator yang besar dan sumber daya yang
terbatas. Sebaliknya, mamalia seperti hewan pengerat
mengalami gigantisme dalam keadaan seperti ini. Proboscidea kerdil pernah
hidup di Indonesia, Kepulauan Channel California, dan beberapa pulau di Laut
Tengah.[47]
Elephas celebensis di Sulawesi diyakini merupakan hasil dwarfisme
dari Elephas planifrons. Elephas falconeri di Malta dan Sisilia (yang tingginya
hanya mencapai 1 m (3 ft)) kemungkinan berevolusi dari Palaeoloxodon
antiquus. Keturunan Palaeoloxodon antiquus lainnya pernah ada di Siprus.
Gajah kerdil yang tidak diketahui nenek moyangnya juga pernah hidup
di Kreta, Kyklades, dan Dodecanese, sementara mammoth kerdil pernah ada
di Sardinia.[47] Mammoth kolumbia mengkolonisasi Kepulauan Channel
California dan berevolusi menjadi mammoth pigmi (Mammuthus exilis). Tinggi
spesies ini mencapai 1218 m (3959 ft) dan massanya kurang lebih 200
2.000 kg (4404.410 lb). Populasi mammoth berbulu kecil pernah bertahan
hidup di Pulau Wrangel, kini 87 mil di sebelah utara pesisir Siberia, hingga
4.000 tahun yang lalu.[47] Setelah ditemukan pada tahun 1993, mereka
dianggap sebagai mammoth kerdil.[48] Klasifikasi ini telah ditinjau ulang dan
semenjak Konferensi Mammoth Internasional Kedua pada tahun 1999,
hewan-hewan tersebut tidak lagi dianggap sebagai "mammoth kerdil" yang
sesungguhnya.[49]
Anatomi dan morfologi[sunting | sunting sumber]

Kerangka gajah afrika.


Gajah adalah hewan darat terbesar di dunia. Tinggi gajah afrika kurang lebih
34 m (1013 ft) dan massanya bervariasi antara 4.0007.000 kg (8.800
15.400 lb), sementara tinggi gajah asia adalah 235 m (7115 ft) dan
massanya 3.0005.000 kg (6.60011.000 lb).[10] Baik pada gajah asia maupun
afrika, gajah jantan lebih besar dari gajah betina.[11][14] Di antara gajah-gajah
afrika, gajah di hutan lebih kecil daripada gajah di sabana.[18] Kerangka gajah
terdiri dari 326351 tulang.[50] Tulang belakangnya terhubung dengan
persendian yang erat, sehingga membatasi fleksibilitas tulang punggung.
Gajah afrika memiliki 21 pasang iga, sementara gajah asia memiliki 19 atau
20 pasang.[51]
Tengkorak gajah dapat menahan gaya yang dihasilkan oleh pengungkitan
taring dan tubrukan kepala-ke-kepala. Bagian belakang tengkorak merata dan
memiliki lengkungan yang melindungi otak di segala arah.[52] Di tengkorak
terdapat rongga udara (sinus) yang mengurangi berat tengkorak sementara
menjaga kekuatan secara keseluruhan. Rongga-rongga ini membuat bagian
dalam tengkorak tampak seperti sarang madu. Tempurung kepala gajah besar
dan memiliki tempat untuk melekatkan otot agar dapat menopang seluruh
kepala. Rahang bawahnya padat dan berat.[50] Karena ukuran kepalanya yang
besar, leher gajah relatif pendek agar dapat menopang kepala.[39] Mata gajah
bergantung pada kelenjar harderian untuk menjaga kelembabannya karena
gajah tidak memiliki aparat lakrimal. Membran pengelip melindungi bola mata.
Penglihatan gajah sendiri dibatasi oleh lokasi dan keterbatasan pergerakan
mata.[53] Gajah merupakan hewan dikromat [54] dan dapat melihat dengan baik
dalam cahaya redup, namun tidak dalam cahaya terang.[55] Rata-rata suhu
tubuh gajah adalah 35,9 C (97 F), yang serupa dengan manusia.
Seperti unta, gajah dapat meningkatkan atau mengurangi suhunya untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan.[56]
Telinga[sunting | sunting sumber]

Gajah afrika dengan telinga yang membentang saat sedang merasa terancam atau
sedang memperhatikan; perhatikan pembuluh darah yang dapat terlihat.
Telinga gajah memiliki dasar yang tebal dan ujung yang tipis. Daun telinga
gajah, atau pina, memiliki sejumlah pembuluh darah yang disebut pembuluh
darah kapiler. Darah yang hangat mengalir ke pembuluh darah kapiler,
sehingga membantu mengeluarkan panas tubuh yang berlebih. Hal ini
berlangsung ketika pina berada pada posisi diam, dan gajah dapat
mengeluarkan lebih banyak panas dengan mengepakkan daun telinganya.
Semakin luas permukaan telinga, semakin banyak jumlah pembuluh darah
kapiler, sehingga lebih banyak panas yang dapat dikeluarkan. Di antara
semua gajah, gajah semak afrika hidup di iklim terpanas, sehingga memiliki
daun telinga terbesar.[57] Elephants are capable of hearing at low frequencies
and are most sensitive at 1 kHz.[58]
Belalai[sunting | sunting sumber]
Belalai atau proboscis adalah penggabungan hidung dengan bibir atas,
walaupun pada tahap fetus bibir atas dan belalai masih terpisah.[39]Belalai
gajah panjang dan terspesialisasi agar dapat dengan mudah digerakkan.
Belalai memiliki kurang lebih 150.000 fasikel otot, tanpa tulang dan
sedikit lemak. Terdapat dua jenis otot: superfisial (di permukaan) dan internal.
Otot superfisial terbagi menjadi otot dorsal, ventral, dan lateral, sementara
otot internal terbagi menjadi otot melintang dan menyebar. Otot-otot belalai
terhubung dengan bukaan bertulang di tengkorak. Septum nasal terdiri dari
satuan-satuan otot kecil yang membentang secara horizontal di antara lubang
hidung. Tulang rawan memisahkan lubang hidung di dasarnya.
[59]
Sebagai hidrostat otot, belalai digerakkan dengan mengkoordinasi
kontraksi otot secara tepat. Otot-otot bekerja bersama dan berlawanan satu
sama lain. Saraf proboscis yang unik yang terbentuk dari saraf
maksila dan fasialis menjalar di kedua sisi belalai.[60]

Gajah afrika sedang mengangkat belalainya; hal ini dilakukan ketika hendak
menerompet.
Belalai gajah memiliki beberapa fungsi, seperti bernapas, mencium bau,
menyentuh, menggapai, dan menghasilkan suara.[39] Indera penciuman gajah
mungkin empat kali lebih sensitif dari anjing pemburu darah.[61] Kemampuan
belalai untuk melintir dan melingkar memungkinkan pengambilan makanan,
bergelut dengan sesamanya,[62] dan mengangkat beban dengan massa
hingga 350 kg (770 lb).[39]Belalai gajah dapat pula digunakan untuk menyeka
mata dan memeriksa lubang pada tubuh,[62] serta untuk membuka
kulit kacang tanpa memecahkan isinya.[39] Dengan belalainya, gajah dapat
menjangkau ketinggian hingga 7 m (23 ft) dan menggali untuk menemukan air
di bawah lumpur atau pasir.[62] Individu gajah dapat menunjukkan preferensi
lateralnya saat sedang mencoba menggapai sesuatu dengan menggunakan
belalai: beberapa cenderung melintirkan belalainya ke arah kiri, sementara
yang lain ke arah kanan.[60] Gajah dapat menghisap air untuk diminum atau
disiramkan ke tubuh mereka.[39] Gajah asia dewasa dapat menampung 85 L
(22 US gal) air di belalainya.[59] Mereka juga menyemprotkan debu atau
rumput pada diri mereka sendiri.[39] Saat berada di bawah air, gajah
menggunakan belalainya sebagai snorkel untuk bernapas.[41]
Gajah afrika memiliki dua perpanjangan yang berbentuk seperti jari di ujung
belalai, yang memungkinkannya untuk menjangkau dan mengangkut
makanan ke mulutnya. Gajah asia hanya memiliki satu perpanjangan, dan
biasanya membelit makanan dengan belalainya dan kemudian
memasukkannya ke mulutnya.[10] Gajah asia lebih dapat melakukan koordinasi
otot dan mampu melakukan tugas yang lebih kompleks.[59] Tanpa belalai,
gajah sulit bertahan hidup,[39] walaupun dalam kasus tertentu gajah dengan
belalai pendek berhasil bertahan. Seekor gajah pernah terlihat sedang
memakan rumput dengan melipatkan lutut depannya, mengangkat kaki
belakangnya, dan mengambil rumput dengan menggunakan bibir.[59] Gajah
semak afrika dapat mengalami floppy trunk syndrome, yaitu kelumpuhan
belalai yang disebabkan oleh degradasi sistem saraf tepi dan otot.[63]
Gigi[sunting | sunting sumber]
Gigi anak gajah semak afrika yang sudah mati.
Pada umumnya gajah memiliki 26 gigi: gigi seri, yang disebut taring, 12 gigi
geraham kecil susu, dan 12 gigi geraham. Tidak seperti kebanyakan mamalia
yang pada awalnya memiliki gigi susu yang kemudian digantikan oleh gigi
dewasa permanen, gajah merupakan hewan polifiodon, atau dalam kata lain
memiliki siklus rotasi gigi sepanjang hidupnya. Gigi untuk mengunyah diganti
enam kali dalam jangka waktu kehidupan gajah. Gigi lama tidak digantikan
oleh gigi baru yang tumbuh di rahang (seperti pada kebanyakan mamalia),
tetapi gigi baru tumbuh di bagian belakang mulut dan maju ke depan dan
mendorong keluar gigi lama. Gigi pengunyah pertama di rahang tanggal
setelah gajah berumur dua atau tiga tahun. Gigi pengunyah kedua tanggal
saat gajah berusia enam tahun. Gigi pengunyah ketiga tanggal pada umur 9
15 tahun, dan gigi keempat akan bertahan hingga usia 1828 tahun. Gigi
kelima akan tanggal pada awal umur 40-an, dan gigi keenam (yang biasanya
merupakan gigi terakhir) akan tetap ada hingga akhir hayat. Gigi gajah
memiliki semacam bubungan, yang lebih tebal dan berbentuk seperti permata
pada gajah afrika.[64]
Taring[sunting | sunting sumber]

Gajah asia memakan kulit pohon dengan menggunakan taring untuk mengupasnya.
Taring gajah merupakan modifikasi gigi seri di rahang atas. Taring tersebut
menggantikan gigi susu ketika gajah berumur 612 bulan dan tumbuh dengan
laju pertumbuhan sekitar 17 cm (7 in) per tahun. Taring yang baru tumbuh
memiliki lapisan enamel yang nantinya akan luntur. Dentin pada taring
disebut gading dan pada penampang lintangnya terdapat pola garis yang
berselang-seling, yang menghasilkan area berbentuk permata. Sebagai
jaringan yang hidup, taring sendiri relatif rembut; taring gajah kurang lebih
sekeras mineral kalsit. Sebagian besar gigi seri dapat dilihat dari luar,
sementara sisanya melekat pada sendi di tengkorak. Paling tidak sepertiga
taring merupakan pulp dan beberapa taring memiliki saraf yang membentang
hingga ke ujung. Maka sulit untuk mengambil taring gajah tanpa melukai
hewannya. Saat diambil, gading mulai mengering dan pecah bila tidak
disimpan di tempat yang dingin dan lembab. Taring memiliki beberapa fungsi.
Taring dapat digunakan untuk menggali untuk menemukan air, garam, dan
akar; menguliti atau menandai pohon; dan menyingkirkan pohon dan cabang
yang menghalangi jalan. Saat sedang berkelahi, taring digunakan untuk
menyerang dan bertahan, serta untuk melindungi belalai.[65]
Seperti manusia yang memiliki preferensi menggunakan tangan kanan atau
kiri, gajah juga memiliki preferensi dalam menggunakan taring kiri atau
kanannya. Taring yang dominan biasanya tampak sudah sering digunakan
karena biasanya lebih pendek dan memiliki ujung yang lebih tumpul. Pada
gajah afrika, baik jantan maupun betina sama-sama memiliki taring, dan
panjangnya kurang lebih sama (yaitu mencapai 3 m (10 ft)),[65] namun taring
jantan cenderung lebih tebal.[66] Sementara itu, pada gajah asia, hanya jantan
yang memiliki taring besar. Gajah asia betina memiliki taring yang sangat
kecil, atau bahkan tidak sama sekali.[65] Ada pula gajah jantan yang tak
bertaring dan biasanya dapat ditemui di Sri Lanka.[67] Panjang taring gajah
asia jantan dapat menyamai taring gajah afrika, tetapi taring gajah asia
biasanya lebih tipis dan ringan; taring gajah asia terbesar yang pernah
diketahui memiliki panjang 302 m (991 ft) dan massa 39 kg (86 lb). Namun,
akibat perburuan gading di Afrika,[68] and Asia[69] terjadi proses seleksi
alam yang menghasilkan taring yang lebih pendek.[70]

Anda mungkin juga menyukai