ABAS
TIPS dan TRIK bertahan di Fakultas KEDOKTERAN
Haduh gimana ya cara bertahan hidup di Fakultas Kedokteran? Katanya di kedokteran itu full
belajar bahkan sampai lupa tidur. Oh tidak juga Kalian belajar di fakultas kedokteran itu
butuh tips dan trik. Buat apa? Biar bisa lulus? Basi!! Lulus itu gampang. Tapi lulus dan
sukses itu beda !
Ingat saat ketika pertama kali kita menginjakkan kaki di fakultas kedokteran? Berjuta rasanya
wow aku anak FK nih kereen Tapi pernah gak kita merasa tiba-tiba sudah di semester 5.
Kenapa ya semua serasa cepat, padahal katanya kuliah di kedokteran itu berat. HAL ITU
Karena hidup kita tertelan dalam rutinitas di FK. Praktikum dimana-mana, ujian terus, osce
dan masih banyak lagi.
Tapi, sekolah kedokteran itu tidak seburuk itu kok. Semua bergantung dari cara kita
menjalaninya. Jangan biarkan sekolah kedokteran mengatur hidupmu. Sebaliknya, atur ritme
sekolah kedokteran dalam ritme nafasmu. It is your lifestyle. Bila tidak, kita akan terseret arus
rutinitas. Pada akhirnya kita akan lupa, kenapa ya kita sekolah kedokteran.
Lantas, bagaimana kita bisa bertahan hidup di Fakultas Kedokteran? Seperti yang saya telah
sampaikan di tulisan saya sebelumnya. Poin pertama dan utama adalah manajemen waktu.
Jika anda berhasil mengamalkan manajemen waktu, anda akan dapat menikmati hidup anda
di fakultas kedokteran. Anda yang mengatur hidup anda saat sekolah kedokteran. Bukan
sekolah kedokteran yang mengatur anda. Karena sekolah kedokteran itu unik.
Saya membuktikan. Sekolah kedokteran sangat berbeda dibanding bidang ilmu lain. Kenapa?
Karena kita diharuskan menelan informasi demikian banyak. Menguasai begitu banyak hal
sekaligus. Dan kita harus mengeksplorasi cara belajar kita. Kita mencoba banyak cara dan
tentukan mana yang paling berhasil dan sesuai dengan kita. Kita harus belajar cerdas, bukan
lagi belajar keras.
Saat di kedokteran, kita akan menghadapi kesibukan yang akan memeras banyak
stamina. Hal ini pasti akan berpengaruh terhadap tubuh kita dalam jangka panjang.
Maka rawatlah diri kita sendiri. Pilih makanan yang sehat dan berolahraga (oke, saran
ini adalah saran tersulit. Tetapi itulah faktanya. Otak kita membutuhkan asupan gizi
yang baik. Badan kita wajib berisitirahat cukup dan berolahraga.
Ah ya. Ini sangat sulit sebenarnya untuk dilakukan. Kenapa? Kultur yang berkembang
dalam kepala kita, adalah persaingan. Sejak sekolah dasar kita dituntut lebih bagus
nilai dibanding teman-teman kita.
Paradigma yang harus diubah total saat memasuki Fakultas Kedokteran. Karena tidak
ada gunanya. Bersaing dengan teman kita tidak akan membuat kita menjadi dokter
yang lebih baik. Dan mendapat nilai 87 dalam ujian anatomi tidak lantas berarti kita
akan menjadi dokter yang hebat.
Bukan masalah lebih pintar atau lebih bisa menjawab soal. Tetapi yang penting adalah
kita tahu sepenuh hati kita berproses. Kita bertambah ilmu. Kita memahami ilmu. Bila
kita dapat nilai jelek ujian anatomi, apakah kita bodoh anatomi? Belum tentu. Bila
kita dapat nilai jelek dalam fisiologi, performa kita akan jelek pula saat koass? Belum
tentu. Ujian hanyalah salah satu parameter keberhasilan belajar kita, bukan?
Belajar Soal !!
Wah. Beneran tho? Belajar catatan, slide, textbook 5 kali adalah cara terbaik
mempersiapkan diri kita menghadapi ujian. Salah besar!! Ingat. Ujian hanyalah salah
satu cara kita mengukur keberhasilan belajar kita. Dan soal itu memiliki pola. Pola
inilah yang menunjukkan pada kita, mana yang must to know dan mana yang nice to
know. Pola ini yang harus kita kenali di masing-masing subjek.
Belajar soal juga mampu memantapkan pemahaman kita atas suatu subjek.
Mempelajari sesuatu berulang-ulang tidak akan membuat kita semakin pandai.
Namun bila kita mengerjakan soal dan kita salah, itu akan lebih berkesan dan memacu
pemahaman kita.
Dan soal itu didesain oleh dosen kita yang telah lama berkiprah di dunia medis
Indonesia. Beliau-beliau telah sangat paham kebutuhan dokter di Indonesia. Maka
soal juga dapat kita pergunakan untuk meneropong situasi aktual medis Indonesia.
Kita memulai kuliah kedokteran kita dengan ilmu dasar seperti biokimia, anatomi,
fisiologi. Saya dulu sempat mempertanyakan, buat apa kita memicing-micingkan
mata di mikroskop demi melihat sel kuppfer? Atau kenapa kita harus tahu siklus krebs
pun dengan segala enzimnya? Atau kenapa kita harus menghafal semua struktur
penting di basis cranii (dan semua penting!!)?
Begitu melimpah rezeki informasi yang harus disimpan dalam hippocampus kita. Dan
kuncinya hanya satu. Untuk menghafal semua itu, kita harus memahami gambaran
besarnya. Pelajari konsep utuh dari kepingan puzzle informasi keilmuan kita. Ada
sesuatu yang besar dibalik itu semua. Lantas bagaimana kita bisa tahu? Jawabannya
ada di poin keempat.
Belajar Berkelompok.
Nah. Bagaimana? Ah, aku lebih suka belajar sendiri. Lebih konsentrasi. Salah? Ya
dan tidak. Karena yang harus kita ingat tentang belajar berkelompok adalah: kita
harus belajar sendiri dulu untuk mempersiapkan diri belajar kelompok.
Belajar kelompok sangat vital dalam membangun sebuah gambaran besar suatu
subjek. Masukan dan kritikan akan menjadi sangat berarti. Dan dunia medis sendiri
bukan sebuah dunia solitair. Jadilah good team player. Bersikap baik dan berbagi
informasi. Dimanapun dan dengan siapapun. Dan anda akan survive.
Kita, mahasiswa kedokteran, memiliki beban yang sama. Tekanan hidup yang sama.
Beberapa bahkan lebih berat. Tetapi toh kita tetap harus tersenyum. Bahkan ketika
menjadi dokter, keahlian bersikap ramah kepada pasien seberat apapun masalah
pribadi kita (jujur, superdupersulit.) adalah istimewa.
Pada akhirnya, belajar di sekolah kedokteran adalah sebuah proses panjang. Long Life
Learner. Kondisi tersebut menuntut disiplin dan pengorbanan. Ya. Jangan malas membuka
jurnal dan buku diktat, bahkan setelah anda lulus menjadi seorang dokter. Ilmu kedokteran
terus berkembang bahkan lebih cepat dari pertumbuhan kuku kita. Pengorbanan? Ya. Anda
harus berkorban waktu, tenaga, dan biaya. Itu jelas.
Tapi saya garis bawahi. Apa yang kita dapatkan tidak akan dapat ditukar dengan apapun
di dunia ini. Priceless. Karena inilah mengapa Allah menempatkan anda, sebagai dokter.
Anda akan mendapat keleluasaan menolong sesama manusia. Baca dan resapi. Inilah tugas
utama kita sebagai penyembuh. Menolong sesama. Memperantarai Allah dalam proses
manusia yang sakit untuk sembuh. Lihat, kita telah mendapatkan definisi hakiki. Bila ada
yang bertanya, buat apa saya hidup. Maka kita telah mendapatkan jawaban itu sejak pertama
kaki kita menjejak bumi Fakultas Kedokteran.
Kita tidak akan dapat menyangkalnya. Kita telah bergabung dalam sebuah profesi yang luhur.
Bersemangatlah dalam belajar karena dunia medis itu adalah seni.
To me, the ideal doctor would be a man endowed with profound knowledge of life and of
the soul, intuitively divining any suffering or disorder of whatever kind, and restoring
peace by his mere presence. Henri Amiel-