Anda di halaman 1dari 18

METODE EKSTRAKSI CARA PANAS

1. Metode Reflux
a) Prinsip
Pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun
akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya
dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke
dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi
berlangsung (Chao, 2010).

b) Cara Kerja
Semua reaktan atau bahannya dimasukkan kedalam labu bundar leher
tiga. Kemudian dimasukkan batang stirer stelah setelah kondensor
pendingin ait terpasang, sampuran diaduk dan di refluk selama waktu
tertentu sesuai dengan reaksinya. Pengaturan suhu dilakukan pada
penangas air, minyak atau pasir sesuai dengan kebutuhan reaksi.
Pelarut akan mengekstraksi dengan panas, lalu akan menguap sebagasi
senyawa murni dan kemudian terdinginkan dalam kondensor, turun
lagi ke wadah pengekstraksi (Chao, 2010).

c) Instrumen yang digunakan

2. Metode Soxhlet
a) Prinsip
Salah satu model ekstraksi yang menggunakan pelarut baru dalam
mengekstraknya sehingga terjadi ektraksi yang kontinou dengan
adanya jumlah pelarut konstan yang juga dibantu dengan pendingin
balik (kondensor) (Khamidinal,2009).

b) Cara Kerja
Pertama yang harus dilakukan yaitu dengan menghaluskan sampel
(untuk mempercepat proses ekstraksi, karena luas permukaannya lebih
besar, jadi laju reaksi libih cepat berjalan) kemudian sampelnya
dibungkus dengan kertas saring (agar sampelnya tidak ikut kedalam
labu alas bulat ketika diekstraksi), setelah itu dimasukkan batu didih
(untuk meratakan pemanasan agar tidak terjadi peledakan) ke dalam
labu alas bulat. Kemudian kertas saring dan sampel dimasukkan
kedalam timbal, dan timbalnya dimasukkan kedalam lubang
ekstraktor. Setelah itu pelarut dituangkan kedalam timbal dan disana
akan langsung menuju ke labu alas bulat. Kemudian dilakukan
pemanasan pada pelarut dengan acuan pada titik didihnya (agar pelarut
bisa menguap), uapnya akan menguap melalui pipa F dan akan
menabrak dinding-dinding kondensor hingga akan terjadi proses
kondensasi (pengembunan), dengan kata lain terjadi perubahan fasa
dari fasa gas ke fasa cair. Kemudian pelarut akan bercampur dengan
sampel dan mengekstrak (memisahkan/mengambil)senyawa yang kita
inginkan dari suatu sampel. Setelah itu maka pelarutnya akan
memenuhi sifon, dan ketika pada sifon penuh kemudian akan
dislurkan kembali kepada labu alas bulat (Rohman, 2007).

c) Instrumen yang digunakan


3. Metode Destilasi Uap Air
a) Prinsip
Metode destilasi uap air diperuntukkan untuk menyari simplisia yang
mengandung minyak menguap atau mengandung komponen kimia
yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal,
misalnya pada penyarian minyak atsiri yang terkandung dalam
tanaman Sereh (Cymbopogon nardus). Pada metode ini uap air
digunakan untuk menyari simplisia dengan adanya pemanasan kecil
uap air tersebut menguap kembali bersama minyak menguap dan
dikondensasikan oleh kondensor sehingga terbentuk molekul-molekul
air yang menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah diisi
air. Penyulingan dilakukan hingga sempurna (Ditjen POM, 1986).
b) Cara Kerja
Sampel yang akan diekstraksi direndam dalam gelas kimia selama 2
jam setelah itu dimasukkan ke dalam bejana B, bejana A diisi air dan
pipa-pipa penyambung serta kondensor dan penampung corong pisah
dipasang dengan kuat. Api Bunsen bejana A dinyalakan sehingga
airnya mendidih dan diperoleh uap air yang selanjutnya masuk ke
dalam bejana B melalui pipa penghubung untuk menyari sampel
dengan adanya bantuan api kecil pada bejana B, minyak menguap
yang telah tersari selanjutnya menguap menuju kondensor, karena
adanya pendinginan balik uap dari minyak menguap ini, maka uap air
yang terbentuk menetes ke dalam corong pisah penampung yang telah
berisi air (Ditjen POM, 1986).
c) Instrumen yang digunakan
4. Metode Infosa
a) Prinsip
Infusa adalah metode ekstraksi dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada 90-98OC selama 15 menit. Umumnya infus aselalu
dibuat dari simplisia yang mempunyai jaringan lunak, yang
mengandung minyak atsiri, dan zat-zat yang tidak tahan pemanasan
lama (Depkes RI,1979).
b) Cara Kerja
Serbuk bahan dipanaskan dalam panci dengan air secukupnya selama
15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90C sambil sekali-sekali
diaduk. Saring selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume yang diinginkan.
Penyaringan dilakukan pada saat cairan masih panas,kecuali bahan
yang mudah menguap. Apabila bahan mengandung minyak atsiri,
penyaringan dilakukan setelah dingin (L.Maharia, 2016).
c) Instrumen yang digunakan

5. Metode Dekokta
a) Prinsip
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature 90C
selama 30 menit (BPOM RI, 2010). Rebusan (decocta) merupakan
simplisia halus yang dicampur dengan air bersuhu kamar atau dengan
air bersuhu > 90C sambil diaduk berulang-ulang dalam pemanas air
selama 30 menit (Voight, 1994) .
b) Cara Kerja
Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci
(wadah) dengan air secukupnya, panaskan diatas tangas air selama 30
menit terhitung mulai suhu 90 C sambil sekali-sekali diaduk (BPOM
RI, 2010). Dekok merupakan proses ekstraksi serbuk simplisia atau
tanaman segar dengan menggunakan pelarut air dan dipanaskan dalam
tempat tertutup pada suhu antara 96-98C. Waktu proses ektraksi
selama 30 menit yang dihitung semenjak suhu cairan mencapai 96C
(Mursito, 2002).
c) Instrumen yang digunakan

METODE EKSTRAKSI CARA DINGIN

1. Metode Maserasi
a) Prinsip
Prinsip maserasi yaitu adanya difusi cairan penyari ke dalam sel
tumbuhan yang mengandung senyawa aktif. Difusi tersebut
mengakibatkan perbedaan tekanan osmosis didalam dan diluar sel.
Senyawa aktif kemudian terdesak keluar akibat adanya tekanan
osmosis tersebut (Damayanti et al,2016).. Selain itu prinsip dari
metode maserasi ini adalah merendam bubuk simplisia dengan
menggunakan pelarut tertentu pada temperatur ruang dan terlindungi
dari cahaya (Tantrayana dan Zubaidah , 2015).
b) Instrument yang digunakan

Rotary Shaker Rotary Evaporator


Keterangan alat

1. Hot plate : berfungsi untuk mengatur suhu pada waterbath dengan temperatur
yang diinginkan (tergantung titik didih dari pelarut)

2. Waterbath : sebagai wadah air yang dipanaskan oleh hot plate untuk labu alas
yang berisi sample.

3. Ujung rotor sample : berfungsi sebagai tempat labu alas bulat sampel
bergantung.

4. Lubang kondensor : berfungsi pintu masuk bagi air kedalam kondensor yang
airnya disedot oleh pompa vakum.

5. Kondensor : serfungsi sebagai pendingin yang mempercepat proses perubahan


fasa, dari fasa gas ke fasa cair.

6. Lubang kondensor : berfungsi pintu keluar bagi air dari dalam kondensor.

7. Labu alas bulat penampung : berfungsi sebagai wadah bagi penampung


pelarut.

8. Ujung rotor penampung : berfungsi sebagai tempat labu alas bulat


penampung.

(Unit Riset FKUI, 2017).

c) Prosedur Maserasi
Simplisia sebanyak 10 gram dimaserasi dengan 100 ml etanol
95% selama 2 jam sambil digoyang-goyangkan menggunakan
shaker.
Disaring mengunakan saringan berpompa vakum dan filtrat
yang diperoleh diukur volumenya, volume 1. Residu sisa
penyaringan dimasukkan kedalam kolom perkolator dan dialiri
pelarut etanol 95% secara perlahan selama 2, 4, 6, 8, 10, 12,
14, 16, 18, 20, 22 jam.
Pelarut yang melewati simplisia diukur volumenya yaitu
volume 2, dan digabungkan dengan filtrat 1. Kemudian
dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh
ekstrak kental.
(List PH dan Schmidt PC, 2000)
2. Metode Perkolasi
a) Prinsip
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat
aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke
bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan
diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk
menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya
berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa,
adesi, daya kapiler dan daya geseran.(Ansel, 1989).
b) Cara Kerja

1. Dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok.


2. Menggunakan 2,5-5 bagian cairan penyari dimasukkan dalam bejana
tertutup sekurang-kurangnya 3 jam.
3. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke perlokator,
4. Ditambahkan cairan penyari.
5. Perlokator ditutup dibiarkan selama 24 jam
6. Kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml per menit sehingga
simplisia tetap terendam.
7. Filtrate dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari
pada tempat terlindung dari cahaya.
(Harbone,1987).
c) Instrument yang digunakan

Untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang lebih tuntas digunakan


metode Perkolasi. Alatnya namanya perkolator : yaitu suatu bentuk tabung
terbalik, di bagian bawah dipasang keran dan di bagian atas diletakkan wadah
berisi cadangan penyari. Bagian tengah percolator diletakkan serbuk simplisia
yang akan di ekstraksi, direndam dalam penyari yang dipilih selama beberapa
saat, setelah itu keran bawah dibuka sedikit, sehingga cairan penyari akan
menetes ke bawah tetes per tetes, otomatis cadangan penyari di atas perkolator
akan ikut menetes mengganti pelarut yang keluar berupa ekstrak. Dengan cara
ini maka fenomena jenuh seperti halnya terjadi pada metode maserasi tidak
akan terjadi dan selama terjadi aliran maka perbedaan konsentrasi antara zat
aktif di dalam dan di luar sel akan selalu terjaga sebesar-besarnya. Sehingga
proses ekstraksinya akan berjalan dengan lebih sempurna dan lebih tuntas
tersari sempurna. (Dirjen POM, 1986).
Ekstraksi Cair-Cair

1. Pengertian Ekstraksi Cair-Cair

Ekstraksi cair - cair atau yang dikenal dengan ekstraksi solvent


merupakan proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan kelarutan
zat terlarut yang akan dipisahkan antara larutan asal dan pelarut pengekstrak
(solvent).
Ekstraksi cair cair terdiri dari beberapa tahap yaitu
1. Kontak antara pelarut (solvent) dengan fase cair yang mengandung zat terlarut
(solute) kemudian zat terlarut akan berpindah ke fasa pelarut.
2. Pemisahan fasa yang mengandung pelarut disebut fasa ekstrak dan fasa yang
banyak mengandung pelarut asal disebut rafinat
(Laddha dan Degaleesan,1976)

2. Tujuan ECC

Tujuan ekstraksi cair-cair adalah untuk memisahkan satu atau lebih solut
dari cairan pembawa (diluen) dengan menggunakan solven cair yang tidak
saling becampur agar didapatkan zat analit yang efektif dan efisien untuk dapat
dianalisis
(Distantina, 2009)

3. Prinsip ECC

Prinsip dari ekstraksi cair-cair adalah pemisahan senyawa berdasarkan


tingkat kepolarannya menggunakan 2 pelarut yang tidak saling bercampur.
Prinsip ini diknal dengan like dissolve like, artinya plarut akan melarutkan
senyawa yang tingkat kepolarannya sama dengan pelarut tersebut. (Putri, 2014).
Hal ini sesuai dengan adanya Hukum Nernst mengenai distribusi atau
koefisien partisi (K) yang dirumuskan :

C organik
K=
C air

Dengan rumus tersebut maka semakin tidak non polar suatu pelarut maka
koefisien partisi atau koefisien distribusinya semakin tinggi, sedangkan jika
semakin polar suatu pelarut maka koefisien partisi atau koefisien distribusinya
akan semakin rendah (Hawkins, 2005) .

4. Teknik dan Mekanisme ECC

Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran
secara intesif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu
sesempurna mungkin. Pada saat pencampuran terjadi pemindahan massa yaitu
ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk
kedalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan
ekstraksi dan pelarut tidak saling mmelarut (atau hanya dalam daerah yang
sempit). Agar terjadi pemidahan massa yang baik yang berarti perfomansi
ekstraksi yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas
mungkin diantara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan
menjadi tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan pengaduk). (Santi, 2009).
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut
umumnya pelarut organik dan pelarut air. Dalam praktek solut akan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok
dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut
tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut
disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
C2 Co
Kd = atau Kd =
C1 Ca
(Purwani,2014)

5. Koefisien Distrubusi

Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang
berbeda atau tidak saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi ke
dalam dua pelarut dengan kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi
adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang
berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien
distribusi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2,
dirumuskan :
Corg
K D=
Cair
Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak
bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut
terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika
nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk
terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya.

(Martin,1993)

6. ECC Kontinyu
1. Ekstraksi kontinyu
Pada ekstraksi kontinyu pelarut yang sama digunakan secara berulang-ulang
hingga proses ekstraksi selesai. Alat yang biasa digunakan untuk ekstraksi
jenis ini yaitu soxhlet.

3. Ekstraksi bertahap

Pada ekstrasi bertahap setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru
hingga proses ekstraksi selesai. Alat yang biasanya digunakan adalah berupa
corong pemisah.

(Khopkar,2007)

7. Aplikasi ECC

Saat ini penelitian-penelitian menggunakan proses ekstraksi cair-cair


ditujukan untuk mengambil senyawa (zat-zat) kimia baru atau menemukan
pelarut baru yang memberikan hasil ekstraksi lebih baik. Contohnya ekstraksi
digoksin dalam limbah air buangan industri pulp dan kertas dengan pelarut n-
heksana. (Martunus dan Helwani, 2007).

Ekstraksi padat cair

Teknik ekstraksi terdapat 3 metode dasar ekstraksi padat cair, yaitu:

1. Ekstraksi bertahap

Ekstraksi bertahap merupakan cara yang paling sederhana. Caranya


dengan menambahkan pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan
pelarut semula. Kemudian dilakukan ekstraksi dengan alat soklat yang
dilakukan dengan cara berkesinambungan, sehingga terjadi kesetimbangann
konsentrasi zat yang akan diektraksi pada kedua lapisan. Setelah itu tercapai,
lapisan didiamkan dan dipisahkan dengan metode destilasi. Pelaksanaan
ekstraksi dilakukan dengan menggunakan corong pisah.

Metode-metode yang digunakan:

1. Zat yang akan diekstrak dilarutkan di dalam air.

2. Dimasukkan ke dalam corong pisah.

3. Pelarut pengekstrak ( pelarut organik ) dimasukkan ke dalam corong


pisah.

4. Campuran dalam corong pisah tersebut dikocok berulang kali.

5. Didiamkan hingga beberapa saat terbentuk 2 lapisan.

Ekstraksi dengan cara ini akan lebih efektif jika dilakukan berulang
kali menggunakan pelarut organik dengan pelarut yang sedikit demi sedikit.

2. Ekstraksi Kontinu
Ekstraksi Kontinu Ekstraksi yang dilakukan secara terus menerus.
Digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil, sehingga untuk
pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap ekstraksi. Alat yang
digunakan pada ekstraksi kontinu adalah ekstraktor soxhlet. Prinsip kerja
ekstraksi teknik kontinu yaitu di dalam soxhlet terjadi aliran kontinu (terus
menerus) dari pelarut melalui zat yang akan diekstraksi dan pelarut yang telah
membawa zat yang terekstrak, diuapkan, kemudian didinginkan, sehingga
dapat digunakan lagi.
Cara kerja ekstraksi yaitu
1. Labu alas bulat dihubungkan dengan ekstraktor soxhlet dan
dimasukkan ke dalam penangas air.
2. Sampel padat (zat yang akan diekstraksi) dihaluskan, dibungkus
dengan kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam ekstraktor
soxhlet.
3. Tuang pelarut organik ke dalam ekstraktor soklet sampai penuh
sehingga pelarut akan mengalir turun ke dalam labu alas bulat
(lakukan dua kali).
4. Setelah selesai, ekstraktor soxhlet dan pendingin dihubungkan.
5. Kemudian dipanaskan ketika pelarut mendidih, uapnya akan naik.
6. Ketika masuk ke pendingin , uap dari pelarut akan mengembun
menjadi cair dan menetes ke dalam soxhlet yang ada zat yang akan
diekstrak.
7. Zat yang didinginkan akan larut.
8. Jika larutan pada alat soxhlet akan turun melalui pipa. Larutan akan
mengalir ke bawah dan masuk kembali ke labu alas bulat.
9. Proses tersebut terjadi secara berulang ulang.
10. Pemanasan dilakukan sampailarutan di dalam soxhlet terlihat bening
3. Counter Current Extraction
Prinsip kerja ekstraktor butt mirip dengan ekstraktor Soxhlet. Namun
pada ekstraktor butt, uap pelarut naik ke kondensor melalui annulus di antara
selongsong dan dinding dalam tabung butt. Kemudian pelarut masuk ke dalam
selongsong langsung lalu keluar dan masuk kembali ke dalam labu didih tanpa
efek sifon. Hal ini menyebabkan ekstraksi butt berlangsung lebih cepat dan
berkelanjutan (rapid). Selain itu ekstraksinya juga lebih merata. Ekstraktor
butt dinilai lebih efektif daripada ekstraktor soxhlet. Sampel atau bahan yang
akan diekstrak terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang, kemudian
dimasukkan kedalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian
rupa (tinggi sampel klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya
labu alsa bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan
diatas water bath dan klem dengan kaut kemudian klongsong yang telah diisi
sampel dipasang pada alas bulat yang ada didalam klonsong. Setelah itu,
konsdensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif yang kuat. Aliran air
dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai
kesempurna (biasanya 20-25 kali sirkulasi). Ekstraksi yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor (Andrian, 2000).
Alat yg digunakan yaitu Counter Current Craig. Alat yang digunakan
tabung-tabung pengekstrak yang berfungsi sebagai corong pisah. Tabung-
tabung pengekstrak diberi nomor mulai dari nol setelah itu dilakukan
pengocokan fasa yang ada dilapisan atas dipindahkan ke tabung nomor
berikutnya yang telah berisi fase lapisan bawah yang masih baru.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta : UI
Press.
Chao, W. 2010. Isolation Compounds in Andrographis paniculata (Chuanxinlian).
Chinese Medicine. Vol. 5: 17.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Dirjen pom. 1986. Sediaan Galenik. Jilid II. Jakarta : Departemen RI.
Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.L, Maharia et al. 2016. Efek Ekstrak Dekokta dan Infusa
Kombinasi Centella asiatia, Justica gendarussa dan Imperta cylindrica
Terhadap Kadar Nitrik OksidaJaringan Arteri Ekor Tikus Model Hipertensi
(DOCA-NaCl). Jurnal Kedokteran Komunitas. Vol 1 No 3.

Khamidinal.2009. Teknik Laboratorium Kimia.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Mursito, B. 2002. Ramuan Traditional Untuk Pengobatan Jantung. Cetakan II. Jakarta :
Pebar Swadaya.
Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung : ITB.

List PH, Schmidt PC. 2000. Phytopharmaceutical Technology. Institute rof


Pharmaceutical Technology. Germany: University of Marburg.

Tantrayana, P. B., & Zubaidah, E. 2015. Karakteristik Fisik-kimia dari Ekstrak Salak
Gula Pasir dengan Metode Maserasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol
3(4).
Unit Riset FKUI.2017. Rotary Evaporator. Tersedia online di
http://research.fk.ui.ac.id/sisteminformasi/index.php/laboratorium-sintesis-
kimia-organik/database-alat-laboratorium-sintesis-kimia-organik/item/624-
rotary-evaporator (Diakses tanggal 9 September 2017).

Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soendari
Noerono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Distantina, S. 2009. EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Tersedia (online) di
http://distantina.staff.uns.ac.id/files/2009/10/1-pengantar-ekstraksi-cair-cair.pdf
[Diakses tanggal 9 September 2017].
Hawkins, G. 2005. Liquid-Liquid Extraction: Basic Principles. Tersedia (online) di
http://www.GBHEnterprises.com [Diakses pada tanggal 9 September 2017].
Khopkar, S.M. 2003. Kimia Analitis. Jakarta : UI-Press.
Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Laddha, G.S & Degaleesan, T. S. 1976. Transport Phehenomena in Liquid linquid


Extraction. Tata McGraw Hill Publishing Co.Ltd. New Delhi
Martin, A . 1993. Farmasi Fisik Jilid I Edisi III. Jakarta: UI-Press.

Martin, A . 1993. Farmasi Fisik Jilid II Edisi III. Jakarta: UI-Press.

Martunus dan Helwani, Z. 2007. Ekstraksi Digoksin Dalam Limbah Air Buangan
Industri Pulp dan Kertas dengan Pelarut n-Heksana. Jurnal Itenas. Vol 10
(4):168-173.
Purwani, MV. 2014. Ekstraksi Konsentrat Neodimium memakai Trioktilamin. Jurnal
Iptek Nuklir Ganendra. Vol. 17 No. 1 hal 17 26.

Santi, S.R., 2009. Penelusuran Senyawa Sitotoksik pada Kulit Biji Nyamplung
(Calophyllum inophyllum L.) dan Kemungkinan Korelasinya Sebagai
Antikanker. Jurnal Kimia, 3(2).

Anda mungkin juga menyukai