1. Metode Reflux
a) Prinsip
Pelarut volatil yang digunakan akan menguap pada suhu tinggi, namun
akan didinginkan dengan kondensor sehingga pelarut yang tadinya
dalam bentuk uap akan mengembun pada kondensor dan turun lagi ke
dalam wadah reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi
berlangsung (Chao, 2010).
b) Cara Kerja
Semua reaktan atau bahannya dimasukkan kedalam labu bundar leher
tiga. Kemudian dimasukkan batang stirer stelah setelah kondensor
pendingin ait terpasang, sampuran diaduk dan di refluk selama waktu
tertentu sesuai dengan reaksinya. Pengaturan suhu dilakukan pada
penangas air, minyak atau pasir sesuai dengan kebutuhan reaksi.
Pelarut akan mengekstraksi dengan panas, lalu akan menguap sebagasi
senyawa murni dan kemudian terdinginkan dalam kondensor, turun
lagi ke wadah pengekstraksi (Chao, 2010).
2. Metode Soxhlet
a) Prinsip
Salah satu model ekstraksi yang menggunakan pelarut baru dalam
mengekstraknya sehingga terjadi ektraksi yang kontinou dengan
adanya jumlah pelarut konstan yang juga dibantu dengan pendingin
balik (kondensor) (Khamidinal,2009).
b) Cara Kerja
Pertama yang harus dilakukan yaitu dengan menghaluskan sampel
(untuk mempercepat proses ekstraksi, karena luas permukaannya lebih
besar, jadi laju reaksi libih cepat berjalan) kemudian sampelnya
dibungkus dengan kertas saring (agar sampelnya tidak ikut kedalam
labu alas bulat ketika diekstraksi), setelah itu dimasukkan batu didih
(untuk meratakan pemanasan agar tidak terjadi peledakan) ke dalam
labu alas bulat. Kemudian kertas saring dan sampel dimasukkan
kedalam timbal, dan timbalnya dimasukkan kedalam lubang
ekstraktor. Setelah itu pelarut dituangkan kedalam timbal dan disana
akan langsung menuju ke labu alas bulat. Kemudian dilakukan
pemanasan pada pelarut dengan acuan pada titik didihnya (agar pelarut
bisa menguap), uapnya akan menguap melalui pipa F dan akan
menabrak dinding-dinding kondensor hingga akan terjadi proses
kondensasi (pengembunan), dengan kata lain terjadi perubahan fasa
dari fasa gas ke fasa cair. Kemudian pelarut akan bercampur dengan
sampel dan mengekstrak (memisahkan/mengambil)senyawa yang kita
inginkan dari suatu sampel. Setelah itu maka pelarutnya akan
memenuhi sifon, dan ketika pada sifon penuh kemudian akan
dislurkan kembali kepada labu alas bulat (Rohman, 2007).
5. Metode Dekokta
a) Prinsip
Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature 90C
selama 30 menit (BPOM RI, 2010). Rebusan (decocta) merupakan
simplisia halus yang dicampur dengan air bersuhu kamar atau dengan
air bersuhu > 90C sambil diaduk berulang-ulang dalam pemanas air
selama 30 menit (Voight, 1994) .
b) Cara Kerja
Campur simplisia dengan derajat halus yang sesuai dalam panci
(wadah) dengan air secukupnya, panaskan diatas tangas air selama 30
menit terhitung mulai suhu 90 C sambil sekali-sekali diaduk (BPOM
RI, 2010). Dekok merupakan proses ekstraksi serbuk simplisia atau
tanaman segar dengan menggunakan pelarut air dan dipanaskan dalam
tempat tertutup pada suhu antara 96-98C. Waktu proses ektraksi
selama 30 menit yang dihitung semenjak suhu cairan mencapai 96C
(Mursito, 2002).
c) Instrumen yang digunakan
1. Metode Maserasi
a) Prinsip
Prinsip maserasi yaitu adanya difusi cairan penyari ke dalam sel
tumbuhan yang mengandung senyawa aktif. Difusi tersebut
mengakibatkan perbedaan tekanan osmosis didalam dan diluar sel.
Senyawa aktif kemudian terdesak keluar akibat adanya tekanan
osmosis tersebut (Damayanti et al,2016).. Selain itu prinsip dari
metode maserasi ini adalah merendam bubuk simplisia dengan
menggunakan pelarut tertentu pada temperatur ruang dan terlindungi
dari cahaya (Tantrayana dan Zubaidah , 2015).
b) Instrument yang digunakan
1. Hot plate : berfungsi untuk mengatur suhu pada waterbath dengan temperatur
yang diinginkan (tergantung titik didih dari pelarut)
2. Waterbath : sebagai wadah air yang dipanaskan oleh hot plate untuk labu alas
yang berisi sample.
3. Ujung rotor sample : berfungsi sebagai tempat labu alas bulat sampel
bergantung.
4. Lubang kondensor : berfungsi pintu masuk bagi air kedalam kondensor yang
airnya disedot oleh pompa vakum.
6. Lubang kondensor : berfungsi pintu keluar bagi air dari dalam kondensor.
c) Prosedur Maserasi
Simplisia sebanyak 10 gram dimaserasi dengan 100 ml etanol
95% selama 2 jam sambil digoyang-goyangkan menggunakan
shaker.
Disaring mengunakan saringan berpompa vakum dan filtrat
yang diperoleh diukur volumenya, volume 1. Residu sisa
penyaringan dimasukkan kedalam kolom perkolator dan dialiri
pelarut etanol 95% secara perlahan selama 2, 4, 6, 8, 10, 12,
14, 16, 18, 20, 22 jam.
Pelarut yang melewati simplisia diukur volumenya yaitu
volume 2, dan digabungkan dengan filtrat 1. Kemudian
dievaporasi menggunakan rotary evaporator hingga diperoleh
ekstrak kental.
(List PH dan Schmidt PC, 2000)
2. Metode Perkolasi
a) Prinsip
Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, yang bagian
bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke
bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat
aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke
bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan
diatasnya, dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk
menahan. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain: gaya
berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa,
adesi, daya kapiler dan daya geseran.(Ansel, 1989).
b) Cara Kerja
2. Tujuan ECC
Tujuan ekstraksi cair-cair adalah untuk memisahkan satu atau lebih solut
dari cairan pembawa (diluen) dengan menggunakan solven cair yang tidak
saling becampur agar didapatkan zat analit yang efektif dan efisien untuk dapat
dianalisis
(Distantina, 2009)
3. Prinsip ECC
C organik
K=
C air
Dengan rumus tersebut maka semakin tidak non polar suatu pelarut maka
koefisien partisi atau koefisien distribusinya semakin tinggi, sedangkan jika
semakin polar suatu pelarut maka koefisien partisi atau koefisien distribusinya
akan semakin rendah (Hawkins, 2005) .
Ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran
secara intesif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu
sesempurna mungkin. Pada saat pencampuran terjadi pemindahan massa yaitu
ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk
kedalam pelarut kedua (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan
ekstraksi dan pelarut tidak saling mmelarut (atau hanya dalam daerah yang
sempit). Agar terjadi pemidahan massa yang baik yang berarti perfomansi
ekstraksi yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas
mungkin diantara kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan
menjadi tetes-tetes kecil (misalnya dengan bantuan pengaduk). (Santi, 2009).
Menurut hukum distribusi Nerst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak
saling bercampur dimasukkan solut yang dapat larut dalam kedua pelarut
tersebut maka akan terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut
umumnya pelarut organik dan pelarut air. Dalam praktek solut akan
terdistribusi dengan sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok
dan dibiarkan terpisah. Perbandingan konsentrasi solut di dalam kedua pelarut
tersebut tetap, dan merupakan suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut
disebut tetapan distribusi atau koefisien distribusi. Koefisien distribusi
dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
C2 Co
Kd = atau Kd =
C1 Ca
(Purwani,2014)
5. Koefisien Distrubusi
Bila zat padat atau zat cair dicampur ke dalam dua pelarut yang
berbeda atau tidak saling bercampur, maka zat tersebut akan terdistribusi ke
dalam dua pelarut dengan kemampuan kelarutannya. Koefisien distribusi
adalah perbandingan konsentrasi kesetimbangan zat dalam dua pelarut yang
berbeda yang tidak bercampur. Faktor yang mempengaruhi koefisien
distribusi adalah konsentrasi zat terlarut dalam pelarut 1 dan pelarut 2,
dirumuskan :
Corg
K D=
Cair
Koefisien distribusi suatu senyawa dalam dua larutan yang tidak
bercampur harus sama dengan dengan 1. Artinya bahwa senyawa tersebut
terdistribusi secara merata pada dua fase yaitu fase minyak dan fase air. Jika
nilai koefisien distribusi kecil dari 1 maka senyawa tersebut cenderung untuk
terdistribusi dalam fase air dari pada fase minyaknya.
(Martin,1993)
6. ECC Kontinyu
1. Ekstraksi kontinyu
Pada ekstraksi kontinyu pelarut yang sama digunakan secara berulang-ulang
hingga proses ekstraksi selesai. Alat yang biasa digunakan untuk ekstraksi
jenis ini yaitu soxhlet.
3. Ekstraksi bertahap
Pada ekstrasi bertahap setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru
hingga proses ekstraksi selesai. Alat yang biasanya digunakan adalah berupa
corong pemisah.
(Khopkar,2007)
7. Aplikasi ECC
1. Ekstraksi bertahap
Ekstraksi dengan cara ini akan lebih efektif jika dilakukan berulang
kali menggunakan pelarut organik dengan pelarut yang sedikit demi sedikit.
2. Ekstraksi Kontinu
Ekstraksi Kontinu Ekstraksi yang dilakukan secara terus menerus.
Digunakan bila perbandingan distribusi relatif kecil, sehingga untuk
pemisahan yang kuantitatif diperlukan beberapa tahap ekstraksi. Alat yang
digunakan pada ekstraksi kontinu adalah ekstraktor soxhlet. Prinsip kerja
ekstraksi teknik kontinu yaitu di dalam soxhlet terjadi aliran kontinu (terus
menerus) dari pelarut melalui zat yang akan diekstraksi dan pelarut yang telah
membawa zat yang terekstrak, diuapkan, kemudian didinginkan, sehingga
dapat digunakan lagi.
Cara kerja ekstraksi yaitu
1. Labu alas bulat dihubungkan dengan ekstraktor soxhlet dan
dimasukkan ke dalam penangas air.
2. Sampel padat (zat yang akan diekstraksi) dihaluskan, dibungkus
dengan kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam ekstraktor
soxhlet.
3. Tuang pelarut organik ke dalam ekstraktor soklet sampai penuh
sehingga pelarut akan mengalir turun ke dalam labu alas bulat
(lakukan dua kali).
4. Setelah selesai, ekstraktor soxhlet dan pendingin dihubungkan.
5. Kemudian dipanaskan ketika pelarut mendidih, uapnya akan naik.
6. Ketika masuk ke pendingin , uap dari pelarut akan mengembun
menjadi cair dan menetes ke dalam soxhlet yang ada zat yang akan
diekstrak.
7. Zat yang didinginkan akan larut.
8. Jika larutan pada alat soxhlet akan turun melalui pipa. Larutan akan
mengalir ke bawah dan masuk kembali ke labu alas bulat.
9. Proses tersebut terjadi secara berulang ulang.
10. Pemanasan dilakukan sampailarutan di dalam soxhlet terlihat bening
3. Counter Current Extraction
Prinsip kerja ekstraktor butt mirip dengan ekstraktor Soxhlet. Namun
pada ekstraktor butt, uap pelarut naik ke kondensor melalui annulus di antara
selongsong dan dinding dalam tabung butt. Kemudian pelarut masuk ke dalam
selongsong langsung lalu keluar dan masuk kembali ke dalam labu didih tanpa
efek sifon. Hal ini menyebabkan ekstraksi butt berlangsung lebih cepat dan
berkelanjutan (rapid). Selain itu ekstraksinya juga lebih merata. Ekstraktor
butt dinilai lebih efektif daripada ekstraktor soxhlet. Sampel atau bahan yang
akan diekstrak terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang, kemudian
dimasukkan kedalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian
rupa (tinggi sampel klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya
labu alsa bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan
diatas water bath dan klem dengan kaut kemudian klongsong yang telah diisi
sampel dipasang pada alas bulat yang ada didalam klonsong. Setelah itu,
konsdensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif yang kuat. Aliran air
dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai
kesempurna (biasanya 20-25 kali sirkulasi). Ekstraksi yang diperoleh
dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor (Andrian, 2000).
Alat yg digunakan yaitu Counter Current Craig. Alat yang digunakan
tabung-tabung pengekstrak yang berfungsi sebagai corong pisah. Tabung-
tabung pengekstrak diberi nomor mulai dari nol setelah itu dilakukan
pengocokan fasa yang ada dilapisan atas dipindahkan ke tabung nomor
berikutnya yang telah berisi fase lapisan bawah yang masih baru.
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. Jakarta : UI
Press.
Chao, W. 2010. Isolation Compounds in Andrographis paniculata (Chuanxinlian).
Chinese Medicine. Vol. 5: 17.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Dirjen pom. 1986. Sediaan Galenik. Jilid II. Jakarta : Departemen RI.
Ditjen POM. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.L, Maharia et al. 2016. Efek Ekstrak Dekokta dan Infusa
Kombinasi Centella asiatia, Justica gendarussa dan Imperta cylindrica
Terhadap Kadar Nitrik OksidaJaringan Arteri Ekor Tikus Model Hipertensi
(DOCA-NaCl). Jurnal Kedokteran Komunitas. Vol 1 No 3.
Tantrayana, P. B., & Zubaidah, E. 2015. Karakteristik Fisik-kimia dari Ekstrak Salak
Gula Pasir dengan Metode Maserasi. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol
3(4).
Unit Riset FKUI.2017. Rotary Evaporator. Tersedia online di
http://research.fk.ui.ac.id/sisteminformasi/index.php/laboratorium-sintesis-
kimia-organik/database-alat-laboratorium-sintesis-kimia-organik/item/624-
rotary-evaporator (Diakses tanggal 9 September 2017).
Voight, R., 1995, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan oleh Soendari
Noerono. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Distantina, S. 2009. EKSTRAKSI CAIR-CAIR. Tersedia (online) di
http://distantina.staff.uns.ac.id/files/2009/10/1-pengantar-ekstraksi-cair-cair.pdf
[Diakses tanggal 9 September 2017].
Hawkins, G. 2005. Liquid-Liquid Extraction: Basic Principles. Tersedia (online) di
http://www.GBHEnterprises.com [Diakses pada tanggal 9 September 2017].
Khopkar, S.M. 2003. Kimia Analitis. Jakarta : UI-Press.
Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Martunus dan Helwani, Z. 2007. Ekstraksi Digoksin Dalam Limbah Air Buangan
Industri Pulp dan Kertas dengan Pelarut n-Heksana. Jurnal Itenas. Vol 10
(4):168-173.
Purwani, MV. 2014. Ekstraksi Konsentrat Neodimium memakai Trioktilamin. Jurnal
Iptek Nuklir Ganendra. Vol. 17 No. 1 hal 17 26.
Santi, S.R., 2009. Penelusuran Senyawa Sitotoksik pada Kulit Biji Nyamplung
(Calophyllum inophyllum L.) dan Kemungkinan Korelasinya Sebagai
Antikanker. Jurnal Kimia, 3(2).