KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus:
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat /tanggal lahir : Temulus, 03 April 1965 Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Sudah menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Supir truk Pendidikan : SMP
Alamat : Temulus, Mejobo, Kudus RT. 007. RW 003 No. RM : 471508
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis, tanggal 3 Juni 2017, Jam : 14.00
Riwayat Penyakit Sekarang : OS mengatakan bahwa dirinya mengalami nyeri ulu hati dan
bagian kanan atas serta perih yang terus menetap sejak 2 minggu SMRS, nyeri yang dirasakan
juga menganggu kegiatan OS sehari-hari. Keluhan dirasakan muncul mendadak saat pasien
sedang bekerja menyetir. Keluhan dirasa memberat sekitar 1 SMRS dimana pada lokasi nyeri
1
terasa keras dan sangat nyeri saat ditekan. Os merasakan demam dimana demam ini naik-turun
tidak kunjung reda sejak 2 minggu SMRS. OS sudah mencoba untuk minum obat penurun
demam (Paracetamol), namun demam tetap tidak kunjung membaik. Sejak demam, OS merasa
panas tubuhnya tidak kunjung menurun sehingga OS mengeluh berkeringat walau tidak terlalu
banyak. OS juga mengeluh pusing namun pusing ini tidak berputar biasanya membaik saat
istirahat dan memberat saat sedang bekerja sejak. OS juga merasa lemas dan bawaannya ngantuk
terus sejak 7 hari SMRS. Os juga mengaku terkadang merasa sesak sejak 3 hari SMRS.
OS mengaku 3 hari SMRS pernah mencret sebanyak 8x namun fesesnya berwarna hitam,
cair dan disertai dengan lendir, setelah itu pasien bab lagi 1 hari SMRS dengan gejala yang sama.
OS juga mengaku pernah muntah darah cair sebanyak 1 kali kira-kira 1 gelas akua sejak 1 hari
SMRS. OS masih bisa makan dan minum walaupun nafsu makan menurun dan yang dikonsumsi
saat ini hanya bubur saja serta OS dapat berkomunikasi dengan cukup baik. OS mengaku
kencingnya lancar namun kencingnya pekat berwarna seperti teh semenjak 1 hari yang lalu. OS
tidak memiliki riwayat penyakit kronik seperti kencing manis dan darah tinggi. OS juga tidak
mengeluhkan adanya batuk-pilek, sakit kepala dan pegal-pegal pada tubuhnya. Pasien mengaku
dulunya adalah peminum alkohol yang berat walaupun sudah berhenti dalam beberapa tahun
terakhir.
Penyakit Dahulu
Os mengaku tidak memiliki riwayat darah tinggi. Riwayat penyakit hati diakui pasien
sudah dialami ketika 20 tahun lalu dan sudah berobat, riwayat kencing manis disangkal, riwayat
alergi disangkal, riwayat asma disangkal, riwayat tuberculosis disangkal, riwayat sakit ginjal
disangkal.
Riwayat Keluarga
2
Saudara - - - -
Anak anak 37 Laki-laki - -
Kesulitan
Keuangan : Ada
Pekerjaan : Tidak ada
Keluarga : Tidak ada
Biaya rumah sakit ditanggung BPJS
B. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : Tampak lemas
Kesadaran : compos mentis
Tinggi Badan : 160 cm
Berat Badan : 73 kg
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 84x/menit, regular, teraba kuat
3
Suhu : 37,80 C
Pernafasaan : 20x/menit
SaO2 : 96%
Keadaan gizi : obese I (IMT = 28.51)
Sianosis : Tidak ada
Udema umum : Tidak ada
Habitus : Piknikus
Cara berjalan : Tegak
Mobilitas ( aktif / pasif ) : Aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai umur
Kulit
Warna sawo matang, hiperpigmentsi (-), kulit hangat, kelembapan baik, tekstur baik, sianosis (-),
tidak tampak hiperpigmentasi, ikterik (+)
Kepala
Normocephali, rambut hitam dan distribusi merata, tidak teraba benjolan, tidak tampak alopesia,
rambut tidak mudah rontok. Turgor kulit pada dahi baik.
Mata
Alis mata mata hitam (+/+), edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (+/+),
pupil isokor 3 mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+), injeksi konjungtiva (-/-),
perdarahan subkonjungtiva (-/-)
Telinga
Normotia, tidak terdapat fistula pre dan retro aurikula, nyeri tekan tragus (-), nyeri saat
menggerakkan aurikula keatas dan kebawah, liang telinga lapang, serumen (-) sekret (-)
Hidung
Septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), nyeri tekan pada sinus
frontal dan maksilaris (-).
4
Mulut
o Bibir : sianosis (-), bibir pucat (+), bibir kering (+)
o Mukosa oral : tukak aftosa (-)
o Gusi : gingivitis (-), perdarahan gusi (-)
o Lidah : tampak simetris, atrofi papil lidah (-), lesi (-)
o Faring : tonsil T1-T1 tenang, faring hiperemis (-)
o Gigi : Tampak karies dentis
Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakea (-), retraksi
suprasternal (-), JVP 5-1 cm H20 pada posisi 45o. Hiperplasia M. Sternocleidomastoideus (-).
Thorax
Inspeksi
Bentuk thorax :
Bentuk thoraks normal, retraksi sela iga (-), spider nevi(-) vena kolateral (-), tidak ada
benjolan, gynecomastia (-), atrofi musculus pectoralus mayor.
Pergerakan thorax :
pergerakan dinding dada simetris pada keadaan statis, tipe pernapasan
abdominalthorakalis,
Palpasi
Tidak teraba massa, sela iga tidak melebar, pergerakan dada simetris pada keadaan statis,
fremitus taktil kiri dan kanan baik, nyeri tekan (-), bulu ketiak rontok (-), kedua payudara tidak
teraba nodul/pembesaran di daerah putting dan kelenjar payudara.
Paru-Paru
Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Tidak tampak retraksi interkostal Tidak tampak retraksi
interkostal, Tidak tampak
5
deformitas pada tulang vertebra
Kanan Simetris saat statis dan dinamis Simetris saat statis dan dinamis
Tidak tampak retraksi interkostal Tidak tampak retraksi
interkostal, Tidak tampak
deformitas pada tulang vertebra
Palpasi Kiri Sela iga tidak melebar, benjolan Sela iga tidak melebar, benjolan
(-), nyeri tekan (-), fremitus taktil (-), nyeri tekan (-), fremitus
simetris taktil simetris
Kanan Sela iga tidak melebar, benjolan Sela iga tidak melebar, benjolan
(-), nyeri tekan (-), fremitus taktil (-), nyeri tekan (-), fremitus
simetris taktil simetris
Perkusi Kiri Sonor pada seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Kanan Sonor pada seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
Batas paru-hati linea midclav,
ICS V, peranjakan hati sulit
dinilai
Auskultasi Kiri Suara napas vesicular, Suara napas vesikular,
Rhonki (-), Wheezing (-) Rhonki (-), Wheezing (-)
Kanan Suara napas vesikular, Suara napas vesikular,
Rhonki (-), Wheezing (-) Rhonki (-), Wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis terlihat pada ICS V, di garis midklavikula kiri
Palpasi : Ictus cordis teraba di 1 jari lateral dari garis midklavikula kiri ICS V
Perkusi Batas kanan : sela iga 4, linea sternalis kanan
Batas kiri : sela iga 4, linea axillaris anterior
Batas atas : sela iga 2, linea sternalis kiri
Auskultasi : BJ I-II normal, reguler, murmur (-), gallop (-)
o Katup aorta : A2 > P2, murmur (-)
o Katup pulmonal : P2 > A2, murmur (-)
o Katup trikuspid : T1> M1, murmur (-)
o Katup mitral : M1> T1, murmur (-)
Abdomen
6
Inspeksi : Bentuk perut membuncit, tidak terlihat lesi kulit dan bekas luka operasi,
tidak tampak adanya pelebaran vena.
Auskultasi : Bising usus (+), normoperistaltic, bruit hepar (-), friction rub (-), bruit
arteri renalis (-)
Perkusi : Perkusi pekak hepar 21 cm dari batas paru hati midclavikularis
kanan; 15 cm dari processus xyphoideus, shifting dullness (-), undulasi (-),area traube timpani,
nyeri ketok CVA (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan abdomen (+) regio hipokondrium kanan dan
epigastrium (+), hepar teraba 7 cm di bawah arcus costae dextra, konsistensi keras tidak
merata, teraba nodul, tepi ireguler tumpul, ballottement ginjal kiri (-), ballotement ginjal
kanan (-), lien tidak teraba
Kesan : Hepatomegali
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
7
Otot
Tonus : normotonus normotonus
Massa : eutrofi eutrofi
Sendi : tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Gerakan : aktif aktif
Kekuatan :5 5
CRT : < 2 detik < 2 detik
Oedem : tidak ada tidak ada
Lain-lain : flapping tremor (-) flapping tremor (-)
Genitalia
Tidak ada penis discharge atau lesi, tidak ada pembengkakan skrotum atau perubahan warna,
testis turun bilateral, tidak teraba massa atau atrofi, tidak ada hernia inguinalis atau femoralis.
Colok Dubur
8
Tonus sphincter ani baik, mukosa licin, nyeri tekan (-), massa (-). Pada handscon feses (-), tidak
ditemukan darah yang menggumpal.
Daftar Abnormalitas
1. Anamnesis
a. Riwayat Hematemesis Melena
b. Nyeri ulu hati di epigastrium dan kanan atas
c. Lemas, lesu, cepat lelah
d. Riwayat penyakit hati 20 tahun yang lalu
e. Demam
f. Pusing
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : tampak lemas dan pucat
b. Kesadaran : kompos mentis
c. TTV : Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 84x/menit, regular, teraba kuat angkat
Suhu : 37.8C
Pernapasan : 20x/menit
d. Berat badan berlebih, dengan BMI = 28.51 obese I
e. Konjungtiva anemis, sklera ikterik
f. Kulit tampak ikterik
g. Hepatomegali
Masalah
1. Hepatomegali
Initial Assesment :
- Abses hati amubik, Hepatoma Hepatitis kronis
Initial Plan Diagnosis
- Pemeriksaan darah rutin (leukosit, trombosit, hemoglobin, hematokrit)
- Liver fungsi test (SGOT, SGPT, albumin, globulin, bilirubin total, bilirubin indirek,
bilirubin direk, Gamma GT, Alkali fosfatase)
9
- Elektrolit darah (natrium, kalium, kalsium)
- Pemeriksaan HbsAg stick
- Pemeriksaan anti HCV
- Pemeriksaan seromoeba kuantitatif
- AFP
- USG Abdomen
- CT Scan
- Feses rutin
10
- Abses hati amubik, Demam berdarah dengue, leptospirosis, demam tifoid
Initial Plan Diagnosis
- Pemeriksaan darah rutin (leukosit, trombosit, hemoglobin, hematokrit)
- Tes NS1
- Elektrolit darah (natrium, kalium, kalsium)
- Tes Widal
- Urine rutin
- Creatine kinase
Initial Plan Therapy
- NaCl 0.9% 20 tpm/jam
- Cefixime 2 x 200mg
Prognosis
Ad Vitam : dubia ad malam
Ad Functionam : dubia ad malam
Ad Sanationam : dubia ad malam
Progress note
11
Hasil Follow Up
Tanggal Follow up
3 Juni 2017 S:
21.05 WIB Muntah Darah (+), Mual (+), Nyeri pada abdomen (+), Kencing
pekat seperti teh, Nafsu makan menurun
O:
105/70 mmHg Nadi = 84 x/menit SpO2 = 97%
Suhu = 37,8oC RR = 20 x/menit
CA (+/+), SI (+/+)
Hepar teraba 7cm jari dibawah arcus costa, konsistensi keras, tepi
ireguler tumpul tanpa teraba nodul, Perkusi pekak hepar 21 cm dari
batas paru hati midclavikularis kanan; 15 cm dari processus
xyphoideus,
P:
- NaCl 0.9% 20 tpm/jam
- Curcuma 3 x 1 tab po
- Diet hati (bubur saring)
- Omeprazole 20 mg 3 x 1 tab po ac
- Sukralfat 500mg 3x1 tab po ac
- Aldoctane 100 mg 1 x 1 tab
12
- ceftriaxone 3 x 1 inj
- vit k 3 x 1
4 Juni 2017 S : Nyeri (+), perih teratasi, lemas berkurang, nafsu makan
17.30 WIB membaik, mual membaik,
O : TD = 100/70 mmHg Nadi = 84 x/menit SpO2 =
97%
Suhu = 37,6oC RR = 20 x/menit
CA (+/+), SI (+/+)
HbsAg stik (+), AFP 18.30 ng/mL, seramoeba kuantitatif (+), hasil
USG terdapat hepatoma multifocal (lobus kanan S5-6 (7.9 x 7.7 cm)
disertai bagian nekrosis dan di lobus kiri S2-3 (6.8 x 7.5 cm), tak
tampak asites/ efusi pleura/ limfadenopati paraaorta.
5 Juni 2017 S : Nyeri perut (+), mual teratasi, nafsu makan baik (teratasi), lemas
18.45 WIB membaik
O:
TD = 110/70 mmHg Nadi = 86 x/menit SpO2 = 98%
Suhu = 37,7oC RR = 22 x/menit
CA (+/+), SI (+/+)
Hepar teraba 7 jari dibawah arcus costa, konsistensi keras, tepi
ireguler tumpul tanpa teraba nodul, Perkusi pekak hepar 21 cm dari
batas paru hati midclavikularis kanan; 15 cm dari processus
xyphoideus,
13
A : Hepatoma + suspek abses hati amubik
P : lanjutkan terapi
6 Juni 2017 S : Nyeri perut (+), lemas teratasi
10.30 WIB
Pasien pulang O:
TD = 120/80 mmHg Nadi = 84 x/menit
SpO2 = 98% Suhu = 37,4oC RR = 22 x/menit
CA (+/+), SI (+/+)
Pembahasan Kasus
Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel parenkim atau
epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma hepatoseluler) merupakan 80-
90% keganasan hati primer, yang terakhir disebut sebagai kolangiokarsinoma. Sekitar 75%
penderita karsinoma hepatoselular mengalami sirosis hati, terutama tipe alkoholik dan pasca
nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling penting adalah memburuknya penyakit pasien sirosis
yang tidak diketahui sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu cepat. Hepatoma primer secara
histologis dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
14
1. Karsinoma hepatoselular, hepatoma primer yang berasal dari sel hepatosit
2. Karsinoma kolangioselular, hepatoma primer yang berasal dari epitel saluran empedu
intrahepatik
3. Karsinoma campuran hepatoselular dan kolangioselular.
Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati
peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker yang paling
sering terjadi di dunia, dan urutan ketiga dari kanker system saluran cerna setelah kanker
kolorektal dan kanker lambung. Di Amerika Serikat sekitar 80%-90% dari tumor ganas hati
primer adalah hepatoma. Angka kejadian tumor ini di Amerika Serikat hanya sekitar 2% dari
seluruh karsinoma yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang
paling sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi. Sekitar 80% dari kasus
hepatoma di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia Tenggara serta
Afrika Tengah yang diketahui sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus.
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang endemic infeksi hepatitis B
virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV perinatal. Umumnya di wilayah dengan
kekerapan hepatoma tinggi, umur pasian hepatoma 10-20 tahun lebih muda daripada umur
pasien hepatoma di wilayah dengan angka kekerapan hepatoma rendah. Di wilayah dengan
angka kekerapan hepatoma tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai 8:1.1
Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi factor
risiko yang memicu hepatoma, yaitu: 1,3,4,5,6
1. Virus hepatitis B (HBV)
2. Virus hepatitis C (HCV)
Risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV adalah 17 kali lipat dibandingkan
dengan risiko pada bukan pengidap.
3. Sirosis hati
Sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan melatarbelakangi lebih
dari 8-% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites,
perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal.
4. Aflatoksin
15
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus.
Dari percobaan binatang, diketahui bahwa AFB1 bersifat karsinogenik. Salah satu
mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1 menginduksi mutasi pada
kodon 249 dari gen supresor tumor p53.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver disease
(NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang
menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi Hepatocelluler Carcinoma
(HCC).
6. Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis non-alkoholik (NASH). Di
samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth
hormone faktors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker
7. Alkohol
Bahan atau kondisi lain yang merupakan faktor risiko hepatoma namun lebih jarang
ditemukan, antara lain:
a. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer
b. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson
disease
c. Kontrasepsi oral
d. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam
tanik
Hepatoma memiliki fase subklinis dan klinis. Hepatoma fase subklinis atau satdium dini
adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui
pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. 3
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang
sering ditemukan adalah: 3
16
1. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering datang berobat karena
kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat
tumpul atau menusuk intermitten atau terus-menerus, sebagian merasa area hati terbebat
kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul
hati. Jika nyeri abdomen bertambah hebat atau timbul akut abdomen harus pikirkan rupture
hepatoma.
2. Massa abdomen atas: hepatoma lobus kanan dapat menyebabkan batas atas hati bergeser ke
atas, pemeriksaan fisik menemukan hepatomegali di bawah arcus costa tapi tanpa nodul,
hepatoma segmen inferior lobus kanan sering dapat langsung teraba massa di bawah arcus
costa kanan. Hepatoma lobus kiri tampil sebagai massa di bawah processus xiphoideus atau
massa di bawah arcus costa kiri.
3. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar, asites, dan gangguan fungsi hati.
4. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor mendesak saluran gastrointestinal.
5. Letih, mengurus: dapat disebabkan metabolit dari tumor ganas dan berkurangnya asupan
makanan.
6. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi dan metabolit tumor, jika tanpa bukti
infeksi disebut demam kanker, umumnya tidak disertai menggigil.
7. Ikterus: kulit dan sklera tampak kuning, umumnya karena gangguan fungsi hati, juga dapat
karena sumbatan kanker di saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga
timbul ikterus obstruktif.
8. Lainnya: perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah, kulit
gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua
hepatik, spider nevi, vena dilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering
tombul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain.
Gejala klinis pada pasien HCC termasuk cachexia (muscle wasting), nyeri pada perut,
penurunan berat badan, kelemahan, abdominal fullness dan bengkak, penyakit kuning, dan mual.
Kemunculan asites, kemungkinan perdarahan, yang menunjukkan trombosis vena portal atau hati
dengan tumor atau pendarahan dari tumor nekrotik. Perut bengkak terjadi sebagai akibat dari
asites karena penyakit hati kronis yang mendasarinya atau mungkin karena tumor yang
berkembang dengan pesat.
18
Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan pembesaran hati yang teraba keras, kadang-kadang
dengan massa yang dapat di palpasi. Hepatomegali adalah tanda dari fisik yang paling umum,
terjadi pada 50-90% pasien. Bruit perut dicatat dalam 6-25%, dan asites terjadi pada 30-60%
pasien. Auskultasi mungkin mengungkapkan bruit pada tumor. Ascites harus diperiksa oleh
bagian sitologi. Splenomegali terutama karena hipertensi portal. Berat badan dan wasting otot
yang umum, terutama dengan tumor yang tumbuh dengan cepat atau besar. Demam ditemukan
pada 10-50% pasien, dari penyebab yang tidak jelas. Tanda-tanda penyakit hati kronis dapat
hadir, termasuk sakit kuning, dilatasi vena abdomen, eritema palmar, ginekomastia, atrofi testis,
dan edema perifer.3,6
Pada pasien ini, ditemukan adanya hepatomegali. Terdapat nyeri tekan pada hepar. Teraba
adanya bejolan pada lobus kanan hepar, keras, sulit digerakan, ukuran 7 jari dibawah arcus costa
kanan. Keluhan tanpa disertai adanya asites dan splenomegali. Pasien demam. Tidak terdengar
bruit pada hepar. Berat badan pasien belum menurun dalam beberapa bulan terakhir dan pasien
terlihat berlebih saat ini.
Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan konjungtiva anemis yang didukung pemeriksaan
laboratorium darah yang mendukung adanya anemia. Gangguan hematologi yang sering terjadi
pada hepatoma yang diinduksi oleh sirosis adalah kecenderungan pendarahan (hematemesis
melena), anemia, leucopenia dan trombositopenia, hal ini diduga karena adanya hipersplenisme.
Limpa tidak hanya membesar (splenomegali) tetapi juga lebih aktif menghancurkan sel sel
darah daei sirkulasi. Mekanisme lain yang menimbulkan anemia adalah defisiensi folat, vitamin
B12 dan besi yang terjadi sekunder akibat kehilangan darah, dan peningkatan hemolisis eritrosit.
2
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang meliputi
aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu
protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase
(SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)
dapat menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan ALT,
namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan adanya
sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal
atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis
bilier primer. Gamma- glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan
19
konsentrasi yang tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin
dapat normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang lanjut.
Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati, akan mengalami
penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara itu, konsentrasi globulin akan
cenderung meningkat yang merupakan akibat sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem
porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin.
Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan produksi faktor pembekuan
pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum
akan menurun terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas. Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan
hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam
penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom
normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia biasanya akan
ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif
yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.1-3,5 Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi
hati ditemukan peningkatan kadar SGOT pada serum pasien dengan peningkatan SGOT yang
lebih tinggi dibanding dengan peningkatan SGPT yaitu SGOT 170 U/L, SGPT 56 U/L. SGOT
singkatan dari Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, Sebuah enzim yang biasanya hadir
dalam dan jantung sel-sel hati. SGOT dilepaskan ke dalam darah ketika hati atau jantung rusak.
Tingkat darah SGOT ini adalah demikian tinggi dengan kerusakan hati (misalnya,dari hepatitis
virus ) atau dengan penghinaan terhadap jantung (misalnya, dari serangan jantung). Beberapa
obat juga dapat meningkatkan kadar SGOT. SGOT juga disebut aspartateaminotransferase
(AST). Dalam uji SGOT dan SGPT, hati dapat dikatakan rusak bila jumlah enzim tersebut dalam
plasma lebih besar dari kadar normalnya Peningkatan 1-3 kali normal: pankreatitis, perlemakan
hati, sirosis Laennec, sirosisbiliaris. Pada kasus dilakukan pemeriksaan bilirubin, dari hasil
pemeriksaan ditemukan Bilirubin total 1.30 g/dL, bilirubin inidirek 0.91 g/dL, bilirubin direk
0.39 g/dL selain itu peningkatan bilirubin juga dapat dilihat dari adanya ikterik pada sklera dan
ektremitas berwarna kuning. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) juga mengalami
peningkatan pada pasien ini (Gamma GT 520 U/L). Enzim ini dibuat dalam banyak jaringan
selain hati. Serupa dengan fosfatase alkali, GGT dapat meningkat dalam darah pasien dengan
penyakit saluran cairan empedu. Namun tes GGT sangat peka, dan tingkat GGT dapat tinggi
20
berhubungan dengan hampir semua penyakit hati .Pemeriksaan GGT ini biasa dilakukan
bersamaan dengan pemeriksaan ALP untuk meyakinkan bahwa kenaikan angka pada ALP
disebabkan karena adanya masalah pada hati, bukan karena faktor lain. Pada pemeriksaan
protein, belum didapatkan penurunan kadar albumin namun kadar globulin dalam darah
meningkat (Albumin 3.41 g/dL, Globulin 3,39 g/dL).
Pemeriksaan penanda tumor yang dapat dilakukan adalah tes Alfa-fetoprotein (AFP. AFP
adalah protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal, sel yolk sac dan sedikit sekali
oleh saluran gastrointestinal fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-15 ng/ml. Kadar AFP
meningkat pada 60% -70% dari pasien HCC, dan kadar lebih dari 400 ng/ml adalah diagnostik
atau sangat sugestif untuk HCC. Pada Tn. R didapati kadar AFP sebanyak 18.30 ng/mL. Nilai
normal juga dapat ditemukan juga pada kehamilan. Penanda tumor lain untuk HCC adalah des-
gamma carboxy prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, yang kadarnya meningkat pada hingga 91%
dari pasien HCC, namun juga dapat meningkat pada defisiensi vitamin K, hepatitis kronis aktif
atau metastasis karsinoma. Ada beberapa lagi penanda HCC, seperti AFP-L3 (suatu subfraksi
AFP), alfa-L-fucosidase serum, dll, tetapi tidak ada yang memiliki agregat sensitivitas dan
spesifitas melebihi AFP, AFP-L3 dan PIVKA-2. 7
Pemeriksaan USG hati merupakan alat skrining yang sangat baik. Dua karakteristik
kelainan vaskular berupa hipervaskularisasi massa tumor (neovaskularisasi) dan trombosis oleh
(1)
invasi tumor. Perkembangan yang cepat dari gray-scale ultrasonografi menjadikan gambaran
parenkim hati lebih jelas. Keuntungan hal ini menyebabkan kualitas struktur eko jaringan hati
lebih mudah dipelajari sehingga identifikasi lesi-lesi lebih jelas, baik merupakan lesi lokal
maupun kelainan parenkim difus. 8-10
Pada hepatoma/karsinoma hepatoselular sering diketemukan adanya hepar yang membesar,
permukaan yang bergelombang dan lesi-lesi fokal intrahepatik dengan struktur eko yang berbeda
dengan parenkim hati normal.1
Selain itu, melalui pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali,
trombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati. Pemeriksaan
endoskopi dengan menggunakan esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan
diagnosa dari varises esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis
sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading
dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi
21
lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk menegakkan
diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen perdarahan varises akut yaitu dengan
skleroterapi atau endoscopic variceal ligation (EVL).
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan didapatkan hepar membesar,
parenkim inhomogen, tampak nodul/mass di lobus kanan S5-6 (7.9 x 7.7 cm) diserta bagian
nekrosis dan di lobus kiri S2-3 (6.8 c 7.5 cm).
Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh
segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa dibuat
sebagian-sebagian saja. CT scan yang saat ini teknologinya berkembang pesat telah pula
menunjukkan akurasi yang tinggi apalagi dengan menggunakan teknik hellical CT scan,
multislice yang sanggup membuat irisan-irisan yang sangat halus sehingga kanker yang paling
kecil pun tidak terlewatkan. Dapat dilakukan juga angiografi dan MRI .
Diagnosis pasti hepatoma hati ditegakkan dengan biopsi hati. Diagnosis kadang kala tidak
sulit ditegakkan karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan keluhan dan tanda-tanda
yang mengarah pada hepatoma hati. Pemeriksaan biopsi hati sebagai gold standar penegakan
diagnosis hepatoma hati tidak perlu dilakukan karena gejala dan tanda-tanda klinis dari
kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta sudah terlihat jelas. Selain itu, pemeriksaan biopsi
yang invasif juga dapat menimbulkan resiko perdarahan dan infeksi peritoneal pada pasien ini.
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita hepatoma yang diinduksi
oleh sirosis hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya: Ensepalopati
hepatikum dan sindrom hepatorenal. Ensepalopati hepatikum terjadi akibat kelainan metabolism
ammonia dan peningkatan kepekaan otak terhadap toksin. Amonia dan zat zat toksik masuk
kedalam sirkulasi sistemik. Sumber ammonia adalah pemecahan protein oleh bakteri pada
saluran cerna. Pendarahan saluran cerna merupakan salah satu faktor penting yang mempercepat
terjadinya ensefalopati hepatic. Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal
yang dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi ascites. 2 Sindrom ini
diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal besar dan kecil sehingga menyebabkan
menurunnya perfusi ginjal yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Pada pasien sirosis hati, 80% kasus SHR disertai asites, 75% disertai ensefalopati
hepatic dan 40% disertai ikterus. Pada pasien sebelumnya tidak pernah menderita penyakit
22
ginjal. Secara klinis dapat diklasifikasikan dalam 2 type yaitu: SHR tipe 1 merupakan
manifestasi yang sangat progresif, dimana terjadi peningkatan serum kreatinin dua kali lipat
(nilai awal serum kreatinin lebih dari 2,5mg/dl) atau penurunan bersihan kreatinin 50% dari nilai
awal hingga mencapai 20 ml/menit dalam waktu kurang dari 2 minggu. Prognosis umumnya
sangat buruk, yaitu sekitar 80% akan meninggal dalam 2 minggu. SHR tipe 2 merupakan bentuk
kronis SHR, ditandai dengan penurunan LFG yang lebih lambat. Kondisi klinis pasien biasanya
lebih baik disbanding SHR tipe 1 dengan angka harapan hidup lebih lama. Diagnose sindrom
hepatorenal ditegakkan ketika ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat
serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500 mL/d, dan sodium urin
kurang dari 10 mEq/L.1
Pada kasus Tn. R kesadaran Tn. R masih kompos mentis dan masih bisa kooperatif.
Selain itu tidak terdapat tanda sindroma hepatorenal berdasarkan pemeriksaan kreatinin dan
perhitungan urin output.
Diagnosis banding berupa kolangiokarsinoma, haemangioma, abses hati amubik. Bentuk
klinisnya kurang lebih hampir sama dengan hepatoma, yaitu terdapat nyeri pada perut kanan atas
disertai adanya benjolan. Benjolan tidak dapat digerakan, tidak teradapat fluktuasi saat palpasi.
Terdapat kuning pada mata pasien. Ditemukan hepatomegali.. Pada jenis-jenis tumor diatas,
dapat dilakukan pemeriksaan biopsi jaringan tumor untuk mengetahui pasti jenis dari tumor tsb.
Pada abses hati amubik biasanya akan didapatkan leukositosis. USG abdomen juga sangat
membantu karena dapat menentukan letak lesi dan benjolan serta kelainan lain. Pemeriksaan
AFP tidak terlalu membantu karena didapatkan peningkatan pada semua pembentukan tumor.
Pada pasien ini sudah dilakukan pemeriksaan lab penanda tumor dan biokimia hati, disertai
dengan gejala klinis dan hasil USG sudah menentukan diagnosis hepatoma.
Komplikasi dari hepatoma ini adalah makin membesarnya tumor sehingga dapat
bermetastasis ke organ organ lain. Pada akhirnya jika tidak dilakukan penanganan segera, dapat
terjadi kematian. Algoritma tatalaksana Hepatocellular Cell Carcinoma (HCC).
23
The Barcelona-Clinic Liver Cancer (BCL\C) approach to hepatocellular carcinoma management. Adapted from Llovet JM, Fuster J, Bruix J, Barcelona-Clinic Liver
Cancer Group. The Barcelona approach: diagnosis, staging, and treatment of hepatocellular carcinoma. Liver Transpl. Feb 2004;10(2 Suppl 1):S115-20.
Status kinerja ECOG adalah skala yang digunakan untuk menilai bagaimana penyakit
pasien berkembang, menilai bagaimana penyakit ini mempengaruhi kemampuan hidup sehari-
hari pasien, dan menentukan pengobatan dan prognosis yang tepat.
24
Child Pugh score digunakan juga dalam grading tingkat dari hepatoma itu sendiri.
a. Total bilirubin, mol / l (mg / dl)
<34: 1 poin
34-50: 2 poin
> 50: 3 poin
b. Albumin serum, g / l
> 35: 1 poin
28-35: 2 poin
<28: 3 poin
c. INR
<1,7: 1 poin
1,7-2,3: 2 poin
> 2,3: 3 poin
d. Adanya asites
Tidak ada: 1 poin
Ringan: 2 poin
Sedang sampai berat: 3 poin
e. Adanya ensefalopati hepatik
Tidak ada: 1 poin
25
Pada kasus ini didapati skor PST grade 2 dan Child Pugh termasuk dalam kelas A
sehingga dalam kasus ini masih mungkin untuk dilakukan penanganan secara TACE dan juga
transplantasi hati.
Penatalaksanaan pada kasus hepatoma disesuaikan dengan stadium tumornya. Tumor
tahap awal dapat berhasil diobati dengan menggunakan berbagai teknik, termasuk reseksi bedah,
ablasi lokal (thermal atau radiofrekuensi), dan terapi injeksi lokal (etanol atau asam asetat) .
Prinsip penting dalam perawatan tahap awal (Stadium 1 dan 2) HCC adalah dengan
menggunakan perawatan hati-hemat dan berfokus pada pengobatan baik tumor maupun sirosis.
Dapat juga dilakukan eksisi bedah. Risiko hepatektomi utama adalah tinggi (mortalitas 5-10%)
diakibatkan oleh penyakit hati yang mendasari dan potensi untuk menjadi gagal hati. Klasifikasi
Child-Pugh dari gagal hati dapat menentukan prognosis untuk toleransi operasi hati yang dapat
diandalkan, dan hanya Child A yang dapat dipertimbangkan untuk reseksi bedah. Pasien dengan
Child B dan C dengan tahap I dan II HCC harus dirujuk untuk transplantasi hati (orthotopic liver
transplant = OLTX) OLTX jika sesuai, seperti pada pasien dengan asites atau riwayat pendarahan
varises. Meskipun terapi bedah eksisi terbuka merupakan terapi yang paling dapat diandalkan,
namun pasien mungkin lebih baik ditawarkan dengan pendekatan secara laparoskopi untuk
reseksi, menggunakan ablasi radiofrekuensi atau injeksi etanol perkutan (percutaneous ethanol
injection=PEI).1, 11
Dapat dilakukan juga Ablasi radiofrekuensi (Radiofrequency ablation = RFA)
menggunakan panas untuk ablasi tumor. Ukuran maksimum dari array probe dapat dilakukan
untuk zona nekrosis 7cm, yang akan cukup untuk tumor berukuran 3-4 cm.1
Sejumlah agen telah digunakan untuk dilakukannya injeksi lokal ke dalam tumor, yang
paling sering, ethanol (PEI). HCC lunak relatif dengan riwayat sirosis hati keras memungkinkan
untuk dilakukan injeksi etanol volume besar ke dalam tumor tanpa terjadi difusi ke dalam
parenkim hati atau kebocoran keluar dari hati. PEI menyebabkan kerusakan langsung dari sel-sel
kanker, tetapi juga akan menghancurkan sel-sel normal di sekitarnya. Hal ini biasanya
memerlukan beberapa suntikan (rata-rata tiga), berbeda dengan satu untuk RFA. Ukuran
maksimum tumor terpercaya diperlakukan adalah 3 cm, bahkan dengan beberapa suntikan. 1, 11
Sebuah pilihan yang layak untuk HCC Stadium I dan II pada tumor dengan sirosis adalah
OLTX, dengan kelangsungan hidup mendekati pada kasus-kasus nonkanker. OLTX dapat
digunakan pada pasien dengan lesi tunggal 5 cm atau 3 nodul atau kurang, setiap 3 cm,
26
menghasilkan kelangsungan hidup yang bagus tanpa tumor (70% selama 5 tahun). Untuk HCC
lanjut, OLTX telah ditinggalkan karena adanya tingkat kekambuhan tumor yang tinggi. Prioritas
skoring untuk OLTX sebelumnya menyebabkan pasien HCC menunggu terlalu lama untuk
dilakukan OLTX, sehingga beberapa tumor menjadi lebih parah selama pasien menunggu hati
yang disumbangkan. Berbagai terapi yang digunakan sebagai "jembatan" untuk OLTX, ialah
RFA, PEI, dan chemoembolization transarterial (TACE). 1, 10, 11
Berikutnya adalah untuk karsinoma hati stadium III dan IV. Pilihan bedah tumor menjadi lebih
sedikit pada HCC stadium III. Pada pasien tanpa sirosis, hepatektomi adalah layak, meskipun
mempunyai prognosis yang buruk. Stadium IV memiliki prognosis yang buruk, dan tidak ada
pengobatan bedah yang dianjurkan. 1, 10, 11
Pada pasien ini, butuh beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan prothrombin time
(waktu pembekuan darah) untuk menentukan stadium hepatoma serta CT Scan juga dibutuhkan
untuk mengetahui ukuran pasti dari tumor. Dapat dilakukan transplantasi hati pada pasien ini
ataupun penanganan dengan metode TACE. Untuk pengobatan oral pengobatan dilakukan secara
konservatif, dapat diberikan curcuma 3 x 1 selama 5 hari sebagai suplemen bagi hepar pasien
dan UDCA 2 x 1 selama 5 hari untuk menurunkan kadar SGOT dan SGPT pada pasien. Pada
kasus ini, dengan pemberian infus kombinasi NaCl 0,9%, jumlah 20 tetesan per menit serta
diberikan Valamin 2 flac/hari untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari hepar dan mencegah
penumpukan lemak di hati. Dilakukan sterilisasi usus dengan pemberian ceftriaxone 2x1 gr, hal
ini ditujukan untuk mengurangi jumlah bakteri di usus yang bisa menyebabkan peritonitis
bakterial spontan serta mengurangi produksi amonia oleh bakteri di usus yang dapat
menyebabkan ensepalopati hepatikum jika terlalu banyak amonia yang masuk ke peredaran
darah. Pasien juga mendapatkan obat hemostatik berupa asam traneksamat untuk menghindari
terjadinya perdarahan saluran cerna akibat pecahnya varises. Pemberian ketorolac sebagai anti
nyeri supaya pasien merasa tidak terganggu dan bisa istirahat dengan baik Pemberian obat-
obatan pelindung mukosa lambung seperti omeprazole 2 x 40 mg, dan sucralfat 3 x CI dilakukan
agar tidak terjadi perdarahan akibat erosi gastropati hipertensi porta. Vitamin k juga diberikan
sebagai pengganti peran hati dalam menghasilkan faktor-faktor pembekuan dimana dapat
mencegah terjadinya varises esophagus. Diet rendah protein dan kalori disarankan supaya
mencegah terbentuknya banyak amoniak karena fungsi hepar yang sudah menurun.
Ringkasan
27
Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel parenkim atau
epitel saluran empedu. Yang pertama (dikenal sebagai karsinoma hepatoseluler). Hepatoma
meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada
laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker yang paling sering terjadi di dunia, dan
urutan ketiga dari kanker system saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung.
Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah dapat diprediksi faktor risiko
yang memicu hepatoma, yaitu:
1. Virus hepatitis B (HBV)
2. Virus hepatitis C (HCV)
3. Sirosis hati
4. Aflatoksin
5. Obesitas
6. Diabetes mellitus
7. Alkohol
8. Faktor risiko lain
e. Penyakti hati autoimun : hepatitis autoimun, PBS/sirosis bilier primer
f. Penyakit hati metabolik : hemokromatosis genetik, defisiensi antiripsin-alfa1, Wilson
disease
g. Kontrasepsi oral
h. Senyawa kimia : thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam
tanik
Hepatoma memiliki fase subklinis dan klinis. Hepatoma fase subklinis atau satdium dini
adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui
pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan seperti USG.
Hepatoma memiliki fase subklinis dan klinis. Hepatoma fase subklinis atau satdium dini
adalah pasien yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui
pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan.
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang, lanjut, manifestasi utama yang
sering ditemukan adalah:
1. Nyeri abdomen kanan atas: .
2. Massa abdomen atas:
3. cessus xiphoideus atau massa di bawah arcus costa kiri.
4. Perut kembung.
5. Anoreksia
6. Letih, mengurus
7. Demam: timbul karena nekrosis tumor,
8. Ikterus: kulit dan sklera tampak kuning,
28
Lainnya: perdarahan, diare, nyeri bahu belakang kanan, edema kedua tungkai bawah,
kulit gatal dan lainnya, juga manifestasi sirosis hati seperti splenomegali, palmar eritema, lingua
hepatik, spider nevi, vena dilatasi dinding abdomen, dll. Pada stadium akhir hepatoma sering
tombul metastasis paru, tulang, dan banyak organ lain. Manifestasi gagal hepatoseluler adalah
ikterus, edema perifer, kecenderungan pendarahan, eritem Palmaris (telapak tangan merah),
angioma laba laba, fetor hepatikum dan ensefalopati hepatic. Gambaran klinis yang terutama
berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali, varises esophagus dan lambung serta
manifestasi sirkulasi kolateral, asites. Selain dari gejala klinis hepatoma bisa ditegakkan
menggunakan peeriksaanpenenujang seperti USG abdomen yang merupakan pilihan dalam
menegakkan diagnosis dari hepatoma, selain lebih murah pemeriksaan ini juga tidak invasif
sehingga tidak menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pasien. Pemeriksaan seperti CT scan
ataupun MRI hanya digunakan dalam mengukur ukuran pasti dari hepatoma ini. Untuk
pemeriksaan gold standard hepatoma adalah biopsy, namun sayangnya pemeriksaan ini masih
bersifat invasif dan cukup beresiko. Untuk penanganan pasien ini sebenarnya lebih bersifat
palatif apabila stadium hepatoma sudah memasuki tahap intermediate. Mengurangi progresifitas,
pencegahan serta penanganan komplikasi menjadi pilihan dalam kasus hepatoma. Prognosis
hepatoma juga tidak begitu baik dan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa tahun terakhir
metode yang digunakan dalam menentukan derajat hepatoma adalah menggunakan metode
BCLC yang digunakan untuk menentukan tindakan tatalaksana dari HCC.
Kesimpulan
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka dapat
disimpulkan bahwa pasien ini terkena hepatoma. Pada kasus ini hepatoma yang dialami pasien
sudah dalam tahap intermediate dan perlu tindakan berupa TACE atau transplantasi bila
memugkinkan.
Daftar Pustaka
1. Budihussodo, Unggul. 2006. Karsinoma Hati. Editor: Aru W. Suyono dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi keIV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
29
2. Lindseth, Glenda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. Editor:
Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson dalam Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Volume 1 edisi 6. Jakarta: EGC
3. Desen, Wan. 2008. Tumor Abdomen. Dalam Buku Ajar Onkologi Klinik edisi 2. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
4. Singgih B., Datau E.A., 2006, Hepatoma dan Sindrom Hepatorenal. Diakses dari http://
www. Kalbe. co. id / files / cdk/ files/ 08_150 Hepatoma
Hepatorenal.pdf/08_150_HepatomaHepatorenal.html
5. Jacobson R.D., 2009. Hepatocelluler Carcinoma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/369226-overview
6. Rasyid, Abdul. 2006. Temuan Ultrasonografi Kanker Hati Hepato Selular (Hepatoma).
Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15615/1/mkn-jun2006-%20%286%29.pdf
7. Putz, R dan R. Pabst. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 edisi 22. Jakarta : EGC
8. Guyton, dan Hall. 2007. Hati Sebagai Organ. Dalam Buku Ajar Fisiologi Kedokteran
edisi 11. Jakarta: EGC
9. Iljas, Mohammad. 2008. Ultrasonografi Hati. Dalam Radiologi Diagnostik edisi ke 2.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
10. Suhaerni, erni. 2010. PemeriksaanUltrasonographi Pada Pasien Dengan Suspect
Hematoma . Diakses dari
www.fkumyecase.net/.../index.php?...Pemeriksaan+Ultrasonography+Pada+Pasien...Sus
pect+Hepatoma
11. Honda, Hiroshi, dkk. Differential Diagnosis of Hepatic Tumors (Hepatoma, Hemangioma,
and Metastasis) with CT. Diakses dari http://www.ajronline.org/cgi/reprint/159/4/735.pdf
12. Sherlock, Sheila. 1990. Penyakit Hati Dan Sistem Saluran Empedu. Jakarta: Widya
medika
13. Braunwald, Fugene, MD. Principles Of Internal Medicine. In Horrisons 15 th editon.
14. Howlett, David dan Brian Ayers. 2004. The hands-on guide to imaging. USA:Blackwell
30