I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
membentuk kerangka kapur. Simbiosis antara dua organisme ini (polip dan
lebar terumbu 120 m dan 2,8 km. Untuk Pulau Kaledupa dan Pulau Hoga, lebar 60
m dan 5,2 km. Pulau Tomia rataan terumbunya mencapai 1,2 km untuk jarak
terjauh dan 130 m terdekat. Kompleks atol Kaledupa mempunyai lebar terumbu
4,5 km dan 14,6 km. Panjang atol Kaledupa 48 km. Karang Kaledupa
merupakan atol memanjang ke Tenggara dan Barat Laut 49,26 km dan lebar 9.75
km (atol tunggal terpanjang di Asia Pasifik). Ada 396 spesies karang Scleractinia
sumberdaya terumbu karang yaitu perairan pantai Desa Waha. Sejak Tahun 2006
Laut (DPL) di desa-desa pesisir. Menurut Tulungan (2002) pembentukan DPL ini
ekosistem terumbu karang dan perikanan di area yang memiliki peranan penting
secara ekologis.
dengan luas 350 x 100 m dengan luas karang hidup mencapai 63% dari luasan
DPL (CRITC, 2009). Pertumbuhan karang di perairan pantai Desa Waha terdiri
acropora tabulate (ACT), acropora digitate (ACD), coral branching (CB), coral
encrusting (CE), coral massive (CM), coral submassive (CSM), coral foliose (CF),
coral mushroom (CMR) yang tersebar mulai dari daerah rataan (reef flat) hingga
karang menerima berbagai tekanan baik dari alam maupun manusia sehingga
pudar atau berwarna putih salju terjadi akibat berbagai macam tekanan, baik
secara alami maupun karena tekanan manusia, yang menyebabkan degenerasi atau
hilangnya zooxanthellae pewarna dari jaringan karang (Brown et al., 1999; Fitt et
al., 2000).
pertumbuhan karang bahkan dapat mematikan karang. Pada tahun 80-an terjadi
pemutihan karang secara massal di Laut Karibia. Saat ini pemutihan karang
kembali muncul dan menyebar luas menyerang karang-karang yang ada di dunia.
Hal ini diduga disebabkan oleh adanya perubahan iklim atau juga disebabkan ulah
manusia seperti penggunaan sianida dan lain sebagainya. Pemutihan karang juga
melanda terumbu karang yang ada di Indonesia, tidak terkecuali karang yang ada
3
Desa Waha.
B. Rumusan Masalah
akibat terserang pemutihan. Namun sampai saat ini belum ada data tentang tipe
pemutihan karang di perairan Desa waha, berapa persen karang yang memutih, dan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tipe pemutihan, genus
pemutihan karang, genus karang yang memutih dan persentase pemutihan karang
di perairan Desa Waha. Dari data yang ada, maka untuk kegiatan rehabilitasi atau
pemutihan.
4
A. Biologi Karang
juta polip penghasil bahan kapur (CaCO3) yang memiliki kerangka luar yang
Menurut Johan (2003), suatu koralit karang baru dapat terbentuk dari
proses budding (percabangan) dari karang. Selain bentuk koralit yang berbeda-
beda, ukuran koralit juga berbeda-beda. Perbedaan bentuk dan ukuran tersebut
memberi dugaan tentang habitat serta cara menyesuaikan diri terhadap lingkungan,
namun faktor dominan yang menyebabkan perbedaan koralit adalah karena jenis
berikut:
yang datar.
terpisah.
utama.
bentuk bulat, I) labellate, bulat bentuk mulut, J) labellate, flaring lip, K) labellate,
Polip karang mempunyai mulut yang terletak di bagian atas dan juga
mangsanya; serta tubuh polip. Tubuh polip karang terdiri dari tiga lapisan, dari
7
Dalam lapisan endoderm, hidup simbion alga bersel satu yang disebut
sebagai pangan. Makanan yang masuk dicerna oleh filamen khusus mesenteri dan
Rangka luar terdiri dari kristal CaCO3 yang dihasilkan oleh epidermis pada
setengah batang tubuh ke bawah dan telapak kaki. Proses sekresi CaCO3
dan tidak dapat berpindah tempat. Bagian dalam dari mangkuk karang terdapat
mempunyai bentuk dan susunan sklerosepta yang khas, sehingga dapat dipakai
untuk identifikasi. Pola karang batu ditentukan antara lain dengan pola
pertumbuhan koloni itu sendiri dan oleh susunan polip dalam koloni (Suwignyo,
2005).
B. Reproduksi karang
dilepas di dalam air, terjadi pembuahan internal atau eksternal menjadi zigot.
Zigot berkembang menjadi blastula, kemudian menjadi gastrula dan setelah itu
menjadi planula. Planula yang diselubingi oleh silium akan berenang bebas.
Apabila menemukan tempat yang cocok, planula akan menempel dan menetap
dengan posisi bagian mulut berada di sebelah atas, sedangkan bagian pangkalnya
8
membentuk tunas baru seperti halnya pada tanaman. Tunas baru biasanya tumbuh
di permukaan bagian bawah atau pinggir. Tunas baru tersebut akan melekat
sampai ukuran tertentu, kemudian melepaskan diri dan tumbuh sebagai individu
baru. Ketika polip dewasa dan membentuk koralit, maka ia mulai melakukan
yang lama dan hasilnya terdapat dua individu yang identik. Extratentacular
budding adalah tumbuhnya individu baru diantara individu yang lama (Sadarun,
2008).
C. Klasifikasi karang
penyengat. Secara umum terdapat dua kelompok Cnidaria, yaitu Hydrozoa dan
kecil dan hidup di tempat yang tersembunyi di dinding gua dan bukan merupakan
Sclerectinia atau lebih dikenal sebagai karang keras yang meliputi jenis-jenis
D. Ekologi karang
1. Suhu
bentuk luar dari karang. Suhu paling optimal bagi pertumbuhan karang berkisar
karang bahkan dapat mengakibatkan kematian. Pada suhu di atas 33oC dapat
2. Cahaya
3. Kecepatan arus
Arus dan gelombang penting untuk transportasi zat hara, larva, bahan
sedimen dan oksigen. Selain itu arus dan gelombang dapat membersihkan polip
karang dari kotoran yang menempel. Itulah sebabnya karang yang hidup di daerah
berombak dan berarus lebih berkembang dibanding daerah yang tenang dan
terlindung.
4. Salinitas
osmosis pada jaringan hidup. Salinitas optimum bagi kehidupan karang berkisar
antara 30-33 ppt, oleh karena itu karang jarang ditemukan hidup pada muara-
muara sungai besar, bercurah hujan tinggi atau perairan dengan kadar garam yang
tinggi.
E. Pemutihan Karang
Pemutihan karang yaitu menjadi pudar atau berwarna putih salju yang
terjadi akibat berbagai macam tekanan, baik secara alami maupun karena tekanan
11
(Brown et al., 1999; Fitt et al., 2001). Hilangnya alga simbiotiknya yang
Bilamana ada pigmen lain dalam jaringan sel coral, maka warna kecoklatan akan
tertutup oleh warna pigmen tadi menjadi warna biru, hijau, kuning atau warna
ungu. Bila coral kehilangan zooxanthellae, kerangka karang yang berwarna putih
dapat dilihat melalui jaringan hewan itu yang transparan, menyebabkan coral
tampak memutih. Pada jenis karang yang memiliki pigmen lain, bleached coral
akan tampak warna flouresence, dan tidak tampak lagi warna coklat keemasan dari
dan zooxanthellae yang masih tersisa dapat kehilangan 50-80% dari pigmen
pengurangan dari karang. Berawal dari tahun 1980-an, frekuensi dan penyebaran
Penyebaran bleaching, melibatkan daerah karang yang besar dan berkaitan erat
dengan kematian karang secara masal yang dikaitkan dengan fenomena global
iklim dan peningkatan radiasi sinar ultra violet akibat penipisan ozon (Buchheim,
2005).
Gambar 5. (A) Diploria strigosa with black band disease, (B) Dichocoenia
stockesii with white plague, (C) Acropora cervicornis with white
band disease (D) Montastraea faveolata with yellow blotch
syndrome.
13
Akibat dari pemutihan sangat bervariasi. Tipe atau pola pemutihan yang
berbeda-beda dapat ditemukan dibeberapa koloni dari jenis yang sama, antara jenis
yang berlainan di terumbu yang sama dan antara terumbu disuatu daerah (Brown,
2000; Huppert dan Stone, 1998; Spencer et al., 2000). Penyebab masih belum
dapat diketahui, kemungkinan berbagai jenis tekanan alami atau gabungan dari
dapat menghadapi tingkat tekanan yang berbeda pula dan beberapa zooxanthellae
telah menunjukan dapat beradaptasi kepada jenis-jenis karang tertentu, hal ini
dapat menjelaskan variasi pemutihan pada suatu jenis karang (Rowan et al.,
1997).
bagi organisme. Penyakit saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat
Penyakit pada karang, awalnya dilaporkan secara resmi pada tahun 1973
ditemukan pada tahun 1965 yakni skeletal anomalies. Hingga pada akhir tahun
maupun dari segi kerusakan yang ditimbulkannya. Pada pertengahan tahun 1990-
an terjadi peningkatan penyakit karang baik dari jenisnya maupun jumlah karang
14
menginfensi lebih dari 150 jenis sclerectina, gorgonian, dan beberapa jenis
satunya yakni global warming yang meningkatkan suhu air laut dan berdampak
pada peningkatan penyakit karang. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan
kematian karang saat ini. Pada sebuah penelitian dibuktikan bahwa pada kenaikan
penurunan suhu air. Hal ini dikarenakan dengan bertambahnya suhu maka tingkat
juga akan meningkat, sehingga tingkat predasinya juga meningkat (Jones et al.
2004).
Jika kenaikan suhu terus menerus terjadi maka pada suatu saat jaringan
karang akan akan terganggu akibat sinar ultraviolet yang mengganggu aktivitas
bakteri vibrio shiloi yang hidup dalam jaringan karang sehingga dapat
menyebabkan pemutihan pada karang (Glynn. 1990). Oleh sebab itu perlu
penanganan karang sangat penting baik dari dampak yang langsung maupun
Penyebab pemutihan karang antara lain tingginya suhu air laut yang tidak
kekeruhan dan sedimentasi air, penyakit, kadar garam yang tidak normal dan
polusi. Mayoritas pemutihan karang secara besar-besaran dalam kurun waktu dua
dekade terakhir ini berhubungan dengan peningkatan suhu permukaan laut (SPL)
15
dimana SPL naik hingga melebihi maksimal perkiraan tahunan (suhu tertinggi
pertahun dari rata-rata selama 10 tahun) dilokasi tersebut (Rowan and Knowlton,
1995). Apabila HotSpot dari 1oC diatas maksimal tahunan bertahan selama 10
minggu atau lebih, pemutihan pasti terjadi (Wilkinson et al., NOAA, 2000).
Dampak gabungan dari SPL dan tingginya tingkat sinar matahari (pada gelombang
mekanisme alami karang untuk melindungi diri sendiri dari sinar matahari yang
Peristiwa pemutihan dalam skala besar di tahun 1980-an dan awal tahun
1990-an tidak dapat dijelaskan keseluruhannya sebagai akibat fakor dari tekanan
lokal seperti contohnya sirkulasi air yang buruk dan segera dikaitkan dengan
peristiawa El Nio (Glynn, 1990). Tahun 1983 adalah tahun tercatatnya El Nio
terkuat hingga saat itu, diikuti peristiwa serupa tahun 1987 dan yang kuat lagi
tahun 1992 (Rowan and Knowlton, 1995). Pemutihan karang telah muncul pula
pada tahun yang bukan merupakan tahun-tahun El Nio, dan telah dikenali
sebagai faktor lain selain naiknya SPL yang dapat terkait, seperti angin, awan
ada bagian-bagian ujung koloni yang tidak memutih khususnya pada karang
SPL, dimana pemutihan dalam skala kecil seringkali disebabkan karena tekanan
langsung dari manusia (contohnya polusi) yang berpengaruh pada karang dalam
skala kecil yang terlokalisisr. Pada saat pemanasan dan dampak langsung manusia
terjadi bersamaan, satu sama lain dapat mengganggu. Apabila suhu rata-rata terus
menerus naik karena perubahan iklim dunia, karang hampir dapat dipastikan
menjadi subjek pemutihan yang paling sering dan ekstrim nantinya. Oleh karena
itu, perubahan iklim saat ini dapat menjadi ancaman terbesar satu-satunya untuk
dengan bulan April 2011. Bertempat di Perairan Desa Waha Kecamatan Wangi-
Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
C. Penentuan Stasiun
pada daerah rataan, Stasiun II dipilih pada daerah tubir atau lereng sampai pada
Waha merupakan tipe terumbu karang tepi. Dimana hamparan terumbu karang
ditemukan pada daerah rataan dan tubir pada kemiringan 70-90o dengan hamparan
terumbu karang 100.000 m2. Sehingga Stasiun pengamatan terbagi dua yaitu
daerah rataan dan tubir. Setelah letak Stasiun telah diketahui, maka dilakukan
pengambilan data.
jumlah koloni karang yang memutih dan yang tidak memutih. Menurut English
lokasi.
pengambilan gambar atau foto terlebih dahulu dengan menggunakan alat bantu
19
kamera bawah air dan mengambil sedikit sampel karangnya dan diadakan
1. Analisis Data
Dalam penelitian ini param yang diamati adalah tipe pemutihan karang,
mengalami pemutihan.
untuk menghitung persen pemutihan karang maka dihitung berapa koloni yang
koloni yang tidak memutih) dan setiap koloni yang bleaching difoto (Yusuf, 2010)
Wangi Kabupaten Wakatobi. Secara geografis Desa Waha terletak pada posisi 05
sebagai berikut :
terbuka di sebelah Utara Pulau Wangi-wangi sehingga dilalui arus yang relatif
kuat. Vegetasi pantai terdiri dari pohon kelapa dengan garis pantai berpasir putih.
Panjang karang 150 m yang didominasi oleh soft coral (karang lunak).
21
adalah tubir (curam) dengan jarak 2050 m dari garis pantai. Dengan demikian,
terumbu karang yang ada di perairan tersebut berupa rataan terumbu (reef flat) dan
lereng terumbu (reef slop). Secara keseluruhan termasuk dalam kategori terumbu
karang tepi (friging reef). Pada tahun 2006 masyarakat Desa Waha menetapkan
zona daerah perlindunan laut (DPL) yang difasilitasi oleh COREMAP II Wakatobi
DesaWaha terdiri dari empat dusun yaitu Dusun Membara, Dusun Gelora,
Dusun Menara dan Dusun Limbo tonga dengan jumlah 364 KK Sedangkan
jumlah penduduk sebesar 1.273 jiwa yang terdiri dari 635 laki-laki dan 638
pergantian musim yaitu musim Barat dan musim Timur. Musim Barat terjadi
musim Timur terjadi pada Bulan September-Oktober, angin bertiup dari arah
Timur ke Barat.
berikut :
Perairan pantai Desa Waha memiliki DPL dengan luas yaitu 350 x 100 m
dengan Panjang karang 150 m yang didominasi oleh soft coral (SC) atau karang
lunak dan Melliopora. Reef flat dari DPL ini dalah landai dengan subtrat terdiri
22
dari karang mati. Kemiringan reef slope sekitar 75-90 yang didominasi oleh
hard coral (Acropora clatharata, Pachyseris speciosa) dan soft coral (Tubastrea
faulkneri) dengan visibiliti perairan 25 m dengan subtrat dari karang mati. Indikasi
kerusakan terumbu karang yang terjadi akibat faktor alam (gelombang) aktivitas
nelayan seperti pembuangan jangkar, bom, dan aktivitas nelayan metimeti untuk
Stasiun I terletak pada 05O 16' 98,7'' LS dan 123O 31'' 92,6' BT berada di
sebelah barat, berbatasan langsung dengan Laut Banda. Pada Stasiun I ini
terumbu karang didominasi oleh jenis karang dengan bentuk pertumbuhan massive
Stasiun II terletak pada 05O 15' 03,9'' LS dan 123O 31'' 23,7' BT berada di
sebelah barat, berhadapan langsung dengan Laut Banda. Pada Stasiun II kedalam
kecerahan atau intensitas cahaya, salinitas, kecepatan arus dan pH. Pengukuran
a. Suhu
bentuk luar dari karang. Suhu paling optimal bagi pertumbuhan karang berkisar
antara 2330oC. Pada suhu dibawah 18oC, dapat menghambat pertumbuhan karang
polip karang dan akibat selanjutnya dapat mematikan karang tersebut (Thamrin,
dapat berlangsung pada perairan dengan rata-rata suhu 23-25C. Disamping itu
ada juga terumbu karang yang dapat mentolerir suhu kira-kira 36-40C. Perubahan
suhu yang besar dapat berakibat mematikan sebagian besar jenis karang batu,
sehingga yang dapat hidup hanyalah jenis-jenis yang kuat. Dengan demikian suhu
40
30
Suhu (oC)
20
Pasang
10 Surut
0
1 2 3
Hari Pengukuran
Gambar 8. Grafik Kondisi Suhu pada Stasiun I
40
30
Suhu (oC)
20 Pasang
Surut
10
0
1 2 3
Hari Pengukuran
Pengukuran suhu pada Stasiun I dan II dilakukan pada siang hari saat
cuaca cerah dengan kondisi perairan yang berbeda yaitu pada saat pasang dan
surut. Pada Stasiun I hasil pengukuran suhu yang didapat berkisar antara 29-30C.
kecil, karena kondisi perairan di setiap Stasiun relatif homogen. Namun hasil
tertinggi dari kisaran otimal pertumbuhan karang dan terjadi fluktuasi suhu 0,5-
pemutihan pada lokasi penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Wilkinson et
al., 2000) yang menyatakan, apabila hotSpot atau suhu permukaan laut (SPL) naik
dari 1oC diatas maksimal tahunan bertahan selama 10 minggu atau lebih,
pemutihan pasti terjadi. Dampak gabungan dari SPL dan tingginya tingkat sinar
sendiri dari sinar matahari yang berlebihan (Glynn, 1996; Schick et al., 1996;
b. Kecerahan
memerlukan kecerahan yang tinggi agar cahaya lebih mudah masuk ke perairan
tingkat kecerahan yang sangat tinggi. Cahaya yang masuk keperairan dapat
dengan efektif pada kedalaman 10 m, hal ini disebabkan kebutuhan sinar matahari
c. Salinitas
karang. Salinitas air laut ratarata di daerah tropis adalah 35 ppt, dan hewan
karang hidup subur pada kisaran salinitas sekitar 34-36 ppt. Thamrin (2006)
mengatakan bahwa pada umumnya karang masih ditemukan pada kisaran salinitas
antara 27-40 ppt. Namun pengaruh salinitas terhadap kehidupan hewan karang
antara 31-33 ppt, pada Stasiun II salinitas berkisar 32-34 ppt. Nilai salinitas pada
dua Stasiun ini diambil pada kondisi perairan yang berbeda yaitu pada saat pasang
dan surut. Nilai salinitas pada saat surut lebih rendah dibandinkan dengan pada
saat pasang, karena pada saat enam jam sebelum pengambilan data terjadi hujan
sehingga mempengaruhi nilai salinitas yang diukur. Kisaran salinitas ini masih
40
35
30
Salinitas (ppt)
25
20 Pasang
15 Surut
10
5
0
I II
c. Kecepatan Arus
zat hara, larva, bahan sedimen dan oksigen, serta dapat membersihkan polip
bahwa arus dan gelombang penting untuk transportasi zat hara, larva, bahan
sedimen dan oksigen. Selain itu arus dan gelombang dapat membersihkan polip
karang dari kotoran yang menempel. Itulah sebabnya karang yang hidup di daerah
berombak dan berarus kuat lebih berkembang dibanding daerah yang tenang dan
terlindung.
28
0,35
0,3
Kecepatan Arus (m/sec)
0,25
0,2
Arus Pasang
0,15
Arus Surut
0,1
0,05
0
Stasiun I Stasiun II
pengamatan pada Stasiun I berkisar 0,11-0,15 m/s, dan Stasiun II berkisar antara
0,12-0,29 m/sec.
e. pH
tidak kurang dari 6,7 dan tidak lebih dari 8,5. Selanjutnya dikatakan bahwa,
pH menjadi lebih kecil dari 6,7 atau lebih besar dari 8,5.
terlihat adanya perbedaan yaitu berkisar antara 7,88,0. Kisaran nilai pH tersebut
9
8
7
6
5
pH
4
3
2
1
0
Stasiun I Stasiun II
C. Pemutihan Karang
Tipe pemutihan karang yang ditemukan pada lokasi penelitian terdiri dua
tipe pemutihan yaitu putih salju dan putih pudar. Berdasarkan pengamatan selama
pemutihan terdiri dari delapan life form yaitu karang CM, ACB, CB, CMR, CF,
CE, ACD dan ACT. Dari tujuh life form karang yang memutih, tipe pemutihan
yang dialami berbeda-beda ada yang mengalami putih salju dan ada yang
A B
Gambar 13. (A). Pemutihan Diduga Akibat SPL. (B). Pemutihan Akibat
Pemangsaan Acanthaster plancii.
dialami karang dari life form CM dan satu koloni dari karang CMR atau karang
jamur. Sedangkan enam life form karang lainnya cenderung mengalami putih salju.
Pemutihan CM dan ACT umumnya hanya terjadi pada bagian atas koloni.
tidak beraturan. Penyebab pemutihan karang pada lokasi penelitian diduga akibat
pemangsaan predator seperti Acanthaster plancii dan tidak stabilnya suhu perairan
atau terjadinya fluktuasi suhu perairan yang terjadi pada saat pasang dan surut.
pemutihan pada lokasi penelitian. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Wilkinson et
al., NOAA, 2000) yang menyatakan, apabila hotSpot atau SPL naik dari 1oC
diatas maksimal tahunan bertahan selama 10 minggu atau lebih, pemutihan pasti
terjadi. Dampak gabungan dari SPL dan tingginya tingkat sinar matahari (pada
mengalahkan mekanisme alami karang untuk melindungi diri sendiri dari sinar
matahari yang berlebihan (Glynn, 1996; Schick et al., 1996; Jones et al., 1998).
31
Tipe putih salju diduga akibat pemangsaan predator dan putih pudar
predator (Acanthaster plancii) membentuk alur gerak dan biasanya ada bagian-
bagian ujung koloni yang tidak memutih khususnya pada karang acropora
kenaikan suhu terjadi secara massal dan memudarnya warna karang. Pemutihan
total pada terumbu karang menandakan proses simbiosis mutualisme antara karang
dan zooxanthellae sudah tak terjadi lagi. Zooxanthellae telah keluar meninggalkan
jaringan sel karang. Namun, untuk terumbu karang yang memutih sebagian
tumbuhan alga bersel tunggal, menyebabkan sumber makanan bagi karang tidak
pemutihan baik itu secara total maupun sebagian, dianggap atau dihitung satu
koloni sehingga hal ini menyebabkan over estimation. Data persentase pemutihan
karang yang dihasilkan tidak menunjukan data persentase pemutihan karang yang
sesungguhnya.
persentase pemutihan koloni karang pada lokasi penelitian yaitu, pada Stasiun I
mencapai 26,83% dan pada Stasiun II mencapai 23,43%. Nilai yang didapat relatif
lebih kecil dibandingkan dengan hasil Survei Program Kelautan The Nature
terumbu karang Taman Nasional Wakatobi pada April 2010 menyebutkan, 60-
berbagai tingkatan.
A B 23,43%
26,83%
73,17%
76,57%
Gambar 14. (A). Persentase Penutupan Koloni Karang yang Memutih dan Tidak
Memutih Pada Stasiun I. (B). Persentase Penutupan Koloni Karang
yang Memutih dan Tidak Memutih Pada Stasiun II.
Berdasarkan hasil perhitungan persentase pemutihan koloni karang, dapat
yang ditemukan memutih pada setiap transek berasal dari genus acropora dan
porites. Hal ini disebabkan koloni karang dari genus acropora dan porites berada
pada bagian atas atau lebih tinggi dibandingkan dengan genus karang lain,
karang yang lain. Walaupun jumlah persentase pemutihan genus karang acropora
dan porites tinggi, persentase yang belum mengalami pemutihan, juga masih
34
sangat tinggi. Genus karang yang tidak mengalami pemutihan pada Stasiun I
berasal dari genus fungia dan montipora. Sedikitnya jumlah genus karang fungia
pemutihan sangat kecil. Komposisi genus dan persentase pemutihan karang pada
genus karang, 3 genus karang diantaranya tidak ditemukan pada Stasiun I, yaitu
ditemukan pada Stasiun I dan tidak ditemukan pada Stasiun II adalah genus fungia
dan leptoria (dapat dilihat pada lampiran 4). Hal ini diduga karena perbedaan
karakteristik perairan antara Stasiun I dan II. Genus karang yang ditemukan pada
Stasiun II, hampir semua mengalami pemutihan kecuali genus karang pavona.
Karena genus acropora masih dominan tumbuh atau berada pada lokasi penelitian.
genus-genus karang yang ditemukan mengalami pemutihan terdiri dari tujuh genus
ada yang berbeda dan adapula yang sama. Yang membedakan antara genus karang
ditemukan mengalami pemutihan berasal dari genus porites. Genus karang yang
diduga karena struktur dan ketebalan jaringan karangnya lebih tebal dari genus-
genus karang lain sehingga tahan terhadap tekanan kenaikan suhu (Reid et al.
2009).
36
A. Kesimpulan
berikut:
1. Tipe pemutihan karang yang ditemukan pada lokasi penelitian adalah putih
suhu pada saat pasang dan surut serta pemangsaan predator (Acanthaster
plancii) .
acropora.
4. Persentase pemutihan karang pada lokasi penelitian relatif kecil atau rendah
B. Saran
dengan pemutihan karang (coral bleaching), maka saran yang dapat saya
sampaikan adalah perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai atau yang
DAFTAR PUSTAKA