PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
sebanyak 38% sejak tahun 1981. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah
menemukan dan melakukan penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya. Kejadian
KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal
maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan
mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada
risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding
ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi
masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan
komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20%
kematian perinatal di Amerika Serikat. (Nili F, 2013)
Pada praktiknya manajemen KPD saat ini sangat bervariasi. Manajemen
bergantung pada pengetahuan mengenai usia kehamilan dan penilaian risiko relatif
persalinan preterm versus manajemen ekspektatif. Seiring dengan berkembangnya
pengetahuan dan bertambah pemahaman mengenai risiko-risiko serta faktor-faktor
yang mempengaruhi, diharapkan ada suatu pedoman dalam praktik penatalaksanaan
KPD aterm dan KPD preterm, seperti waktu persalinan, penggunaan medikamentosa,
dan praktik pemilihan/ pengawasan terhadap manajemen ekspektatif, karena masih
banyaknya variasi mengenai manajemen KPD, khususnya KPD preterm. Dengan
adanya pendekatan penatalaksanaan yang sistematis dan berbasis bukti ataupun
konsensus maka diharapkan luaran persalinan yang lebih baik. (Manuaba,2006)
BAB II
PEMBAHASAN
2
A. Definisi
Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the
onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum
permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998)
mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau
lebih sebelum dimulainya persalinan. Sedangkan menurut Yulaikah (2009) ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah
ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai
terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini
merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm. Ada juga
yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan
belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah
dini :
1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan foto pelvik.
3
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
4
(rambut lanugo, sel epitel, sebasea) dan epitel amnion. Warnanya bisa berubah
menjadi hijau atau coklat jika terkena mekonium. Volume cairan amnion pada
kehamilan aterm rata-rata sekitar 800 mL, dengan kisaran dari 400-1500 mL pada
kasus normal. Pada usia kehamilan 10 minggu volume rata-rata ialah 30 mL, 20
minggu sekitar 300 mL, dan pada 30 minggu sekitar 600 mL. Dengan demikian
peningkatannya per minggu yakni sekitar 30 mL, tetapi ini akan menurun ketika
mendekati aterm. Adapun kandungan penting yang terdapat pada cairan amnion
ketika mendekati aterm : natrium 130mmol/l, urea 3-4 mmol/l, protein 3g/l, lesitin 30-
100mg/l, alpha-fetoprotein 0,5-5mg/l, dan hormon serta enzim yang bersifat
bakteriostatik.
Cairan amnion berasal dari maternal dan fetus. Pada awal kehamilan sekresi
utama cairan amnion berasal dari amnion yang kemudian terjadi difusi di kulit fetus.
Pada kehamilan 20 minggu, kulit fetus kehilangan permeabilitasnya dan sejak saat ini
cairan amnion dihasilkan dari ginjal fetus. Pada kasus agenesis ginjal terjadilah
oligohidramnion.5 Cairan amnion memiliki fungsi penting untuk meringankan
dampak trauma eksternal pada fetus, melindungi tali pusat dari kompresi,
memudahkan pergerakan fetus sehingga membantu perkembangan sistem
muskuloskeletal fetus, untuk perkembangan paru-paru, lubrikasi kulit fetus, mencegah
maternal korioamnionitis dan infeksi fetus dengan adanya bakteriostatik, dan
mengontrol suhu fetus.
C. Epidemiologi
Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada
kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 3 %, dan kurang dari 1 %.
5
Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 % (Chan, 2006). Insidensi KPD
kira kira 12 % dari semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut
Rahmawati 2011 insidensi KPD adalah sekitar 6 9 % dari semua kehamilan.
D. Etiologi
1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang
6
semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil
konsepsi.
3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan
tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.
4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus
dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.
5. Kelainan letak
7
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.
6. Penyakit infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membrana
khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh
persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah
disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang
cukup berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini. Grup B
streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.
E. Patofisiologi
Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi
amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan
amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian
dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion.
8
Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang
khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring
dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan
amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara teori lain
menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan perputaran cairan lebih
kurang 500 ml. (Cunningham,2011)
9
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar
1000 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98% -
99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan
rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam
10
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang
mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.
F. Patogenesis
Merokok
KELEMAHAN DINDING
MEMBRAN JANIN
KETUBAN PECAH
DINI
11
1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang
khas juga harus diperhatikan.
12
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk
memudahkan melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret vagina ibu memiliki
PH 4 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin
ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop.
Gambaran ferning menandakan cairan amnion
Pemeriksaan Lab
Pemeriksaan USG
13
Secara ultrasonografi, Indeks cairan amnion (ICA) diukur pada 4 kuadran. Jika
ditemukan ICA kurang dari 8 cm disebut oligohidramnion dan jika > 25 cm disebut
polihidramnion. Sumber lain mengatkan bahwa range normal ICA adalah 5-25 cm.9.
Pengukuran indeks cairan ketuban dengan USG diukur dengan meletakan probe
USG sejajar dengan sumbu longitudinal pasien dan tegak lurus dengan lantai. Setiap
kuadran dihitung dalam sentimeter. Keempat pengukuran kemudian dijumlahkan
untuk menghitung ICA. Empat kuadran untuk pengukuran ICA dapat dilihat pada
gambar di bawah ini
Gambar 2.3 Cara mengukur ICA dengan USG, (dikutip dari Ultrasoundpaedia)
Berikut ini adalah gambar grafik indeks cairan amnion untuk mengetahui
normal atau tidaknya indeks cairan ketuban ibu hamil
14
Gambar 2.4 Index Cairan Amnion
H. Penatalaksanaan
Memastikan diagnosis
Menentukan usia kehamilan
Evaluasi infeksi maternal atau janin pertimbangkan butuh antibiotik/tidak terutama
jika ketuban pecah sudah lama
Dalam kondisi inoartu, ada gawat janin atau tidak
Pasien dengan kecurigaan ketuban pecah dini harus dirawat di RS untuk diobservasi
Jika selama perawatan,air ketuban tidak keluar lagi boleh pulang
Jika ada persalinan kala aktif, koriamnionitis gawat janin, kehamilam harus cepat
diterminasi
Jika KPD pada persalinan prematur (PPROM), ikuti tata laksana untuk persalinan
preterm
Tata laksana bergantung kepada usia gestasi (jika tidak dalam proses persalinan, tidak
ada infeksi atau gawat janin)
15
a. Observasi 2 x 24 jam
b. Observasi suhu rektal tiap 3 jam
c. Pemberian Antibiotik / kortikosteroid
( sama dengan di atas )
d. VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his / inpartu
e. Bila T rektal meningkat > 37,6C segera terminasi
f. Bila 2 x 24 jam cairan tidak keluar
USG : bagaimana jumlah air ketuban
- Bila jumlah air ketuban cukup kehamilan dilanjutkan, perawatan diruangan
s/d 5 hari.
- Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi
g. Bila 2 x 24 jam cairan ketuban masih tetap keluar segera terminasi
h. Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat :
-Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi
- Tidak boleh koitus
- Tidak boleh manipulasi vaginal
Terminasi Persalinan yang dimaksud di atas adalah :
1. Induksi persalinan dengan memakai drip oxytrocin ( 5u/500 cc D5% ), bila
persyaratan klinis ( USG dan NST ) memenuhi.
2. Seksio Sesar : bila persyaratan untuk drip oxytocin tidak terpenuhi ( ada kontra
indikasi ) atau drip oxytocin gagal.
III. KPP yang dilakukan induksi
1. Bila 12 jam belum ada tanda-tanda awal persalinan dengan atau belum keluar
dari face laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan dengan
seksio sesar.
2. Bila dengan 2 botol (@5 U/500cc D5%) dengan tetesan maximum, belum inpartu
atau keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal, persalinan diselesaikan
dengan seksio sesar
IV. KPP yang sudah inpatu
1. Evaluasi, setelah 12 jam baru keluar dari fase laten.
Bila belum keluardari fase laten dilakukan akselerasi persalinan dengan drip
oxytocin ( evaluasi klinis, USG & NST )
16
2. Bila pada fase laten didapat tanda-tanda fase laten memanjang maka dilakukan
akselerasi persalinan dengan drip oxytocin atau terminasi dengan seksio sesar
bila ada indikasi drip oxytocin.
CATATAN
Evaluasi Persalinan setelah masuk fase aktif, sesuai dengan persalinan yang lain
( Kurva Friedman )
Pada keadaan ketuban pecah pada fase laten ( inpartu ), maka penatalaksanaan
seperti KPP inpartu, dihitung mulai saat pecahanya ketuban.
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika
usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.
2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.
Pemberian Antibiotik
17
Kemudian, lanjutkan dengan terapi oral selama 5hari, amoksisilin dan eritromisin
(4x250mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin, diberikan terapi tunggal
klindamisin 3x600mg PO. Sumber lain, mengatakan bahwa pada PPROM, pemberian
eritromisin hingga 10 hari
Hindari pemebrian co-amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat
menyebabkan NEC.
3. Tokolisis
18
I. Komplikasi
Persalinan Prematur
Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Infeksi
Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu
terjadi korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban
Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden
infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten.7
Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan janin serta
hipoplasi pulmonary.
19
Penatalaksanaan komplikasi
20
Kortikosteroid (betametason 12 mg IM 2x 24 jam) diberikan kepada perempuan
dengan persalinan prematur sebelumnya pada 24-<34 minggu efektif dalam mencegah
sindrom distres pernapasan, perdarahan intraventrikel, enterokolitis nekrotikans dan
mortalitas neonatal.
J. Pencegahan
K. Prognosis
21
Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan,
lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir
antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran
premature
22
BAB III
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24