Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih


kontroversial dalam ilmu kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih
belum ada, selalu berubah. KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat
menimbulkan morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian
perinatal yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain
disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang
meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering
dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif.
Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif
terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu sampai terjadinya
proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang berikutnya akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan sikap konservatif ini
sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya
pematangan paru dan berat badan janin yang cukup.
Ada 2 komplikasi yang sering terjadi pada KPD, yaitu : pertama, infeksi,
karena ketuban yang utuh merupakan barier atau penghalang terhadap masuknya
penyebab infeksi. Dengan tidak adanya selaput ketuban seperti pada KPD, flora
vagina yang normal ada bisa menjadi patogen yang akan membahayakan baik pada
ibu maupun pada janinnya. Oleh karena itu membutuhkan pengelolaan yang agresif
seperti diinduksi untuk mempercepat persalinan dengan maksud untuk mengurangi
kemungkinan resiko terjadinya infeksi ; kedua, adalah kurang bulan atau prematuritas,
karena KPD sering terjadi pada kehamilan kurang bulan. Masalah yang sering timbul
pada bayi yang kurang bulan adalah gejala sesak nafas atau respiratory Distress
Syndrom (RDS) yang disebabkan karena belum masaknya paru.
Masalah KPD memerlukan perhatian yang lebih besar, karena prevalensinya
yang cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar
6,46-15,6% kehamilan aterm1 dan PPROM terjadi pada terjadi pada sekitar 2-3% dari
semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar. PPROM merupakan
komplikasi pada sekitar 1/3 dari semua kelahiran prematur, yang telah meningkat

1
sebanyak 38% sejak tahun 1981. Dapat diprediksi bahwa ahli obstetri akan pernah
menemukan dan melakukan penanganan kasus KPD dalam karir kliniknya. Kejadian
KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas maternal
maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan
mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/ neonatus akan berada pada
risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding
ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi
masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan
komplikasi yang umum terjadi. KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20%
kematian perinatal di Amerika Serikat. (Nili F, 2013)
Pada praktiknya manajemen KPD saat ini sangat bervariasi. Manajemen
bergantung pada pengetahuan mengenai usia kehamilan dan penilaian risiko relatif
persalinan preterm versus manajemen ekspektatif. Seiring dengan berkembangnya
pengetahuan dan bertambah pemahaman mengenai risiko-risiko serta faktor-faktor
yang mempengaruhi, diharapkan ada suatu pedoman dalam praktik penatalaksanaan
KPD aterm dan KPD preterm, seperti waktu persalinan, penggunaan medikamentosa,
dan praktik pemilihan/ pengawasan terhadap manajemen ekspektatif, karena masih
banyaknya variasi mengenai manajemen KPD, khususnya KPD preterm. Dengan
adanya pendekatan penatalaksanaan yang sistematis dan berbasis bukti ataupun
konsensus maka diharapkan luaran persalinan yang lebih baik. (Manuaba,2006)

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. Definisi

Ketuban Pecah Dini ( amniorrhexis premature rupture of the membrane


PROM ) adalah pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan.
Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah
selaput ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal
persalinan, dengan demikian untuk kepentingan klinis waktu 1 jam tersebut
merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan adanya tanda-tanda
awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa tersebut
disebut KPD Preterm (PPROM = preterm premature rupture of the membrane -
preterm amniorrhexis. (Manuaba, 2006)

Pengertian KPD menurut WHO yaitu Rupture of the membranes before the
onset of labour. Hacker (2001) mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum
permulaan persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar (1998)
mengatakan bahwa KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm.
Hakimi (2003) mendefinisikan KPD sebagai ketuban yang pecah spontan 1 jam atau
lebih sebelum dimulainya persalinan. Sedangkan menurut Yulaikah (2009) ketuban
pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan setelah
ditunggu satu jam belum terdapat tanda persalinan. Waktu sejak ketuban pecah sampai
terjadi kontraksi rahim disebut ketuban pecah dini (periode laten). Kondisi ini
merupakan penyebab persalinan premature dengan segala komplikasinya.

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila
pembukaan pada primi kurang dari 3 dan pada multipara kurang dari 5cm. Ada juga
yang disebut ketuban pecah dini preterm yakni ketuban pecah saat usia kehamilan
belum masa aterm atau kehamilan dibawah 38 42 minggu. Arti klinis ketuban pecah
dini :

1. Bila bagian terendah janin masih belum masuk pintu atas panggul maka kemungkinan
terjadinya prolapsus tali pusat atau kompresi tali pusat menjadi besar
2. Peristiwa KPD yang terjadi pada primigravida hamil aterm dengan bagian terendah
yang masih belum masuk pintu atas panggul sering kali merupakan tanda adanya
gangguan keseimbangan foto pelvik.

3
3. KPD sering diikuti dengan adanya tanda tanda persalinan sehingga dapat memicu
terjadinya persalinan preterm.
4. Peristiwa KPD yang berlangsung lebih dari 24 jam (prolonged rupture of membrane)
seringkali disertai dengan infeksi intrauterin.
5. Peristiwa KPD dapat menyebabkan oligohidramnion dan dalam jangka panjang
kejadian ini akan dapat menyebabkan hilangnya fungsi amnion bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin.

B. Anatomi dan Fisiologi Amnion


Amnion adalah selaput tipis fetus yang mulai dibentuk pada hari ke-8 setelah
konsepsi sebagai kantong kecil yang membungkus permukaan dorsal dari embryonic
disc. Secara gradual amnion akan mengelilingi embryo dan kemudian cairan amnion
akan mengisi rongga amnion tersebut. Selaput amnion merupakan jaringan avaskular
yang lentur tetapi kuat. Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan
merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya dari ectoderm. Jaringan ini berhubungan
dengan lapisan interstisial yang mengandung kolagen I, III, dan IV. Bagian terluar
dari selaput adalah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm yang berhubungan
dengan korion leave (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Anatomi Amnion, (dikutip dari Cunningham 2011)

Cairan amnion diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin .


Cairan ini berguna sebagai bantalan agar janin terhindar dari trauma fisik. Selain itu
memungkinkan cairan amnion berguna untuk pertumbuhan paru janin dan penghalang
terhadap infeksi . Cairan amnion mempunyai pH 7,2 dan massa jenis 1,0085. Cairan
amnion biasanya mengandung sedikit partikel padat yang berasal dari kulit fetus

4
(rambut lanugo, sel epitel, sebasea) dan epitel amnion. Warnanya bisa berubah
menjadi hijau atau coklat jika terkena mekonium. Volume cairan amnion pada
kehamilan aterm rata-rata sekitar 800 mL, dengan kisaran dari 400-1500 mL pada
kasus normal. Pada usia kehamilan 10 minggu volume rata-rata ialah 30 mL, 20
minggu sekitar 300 mL, dan pada 30 minggu sekitar 600 mL. Dengan demikian
peningkatannya per minggu yakni sekitar 30 mL, tetapi ini akan menurun ketika
mendekati aterm. Adapun kandungan penting yang terdapat pada cairan amnion
ketika mendekati aterm : natrium 130mmol/l, urea 3-4 mmol/l, protein 3g/l, lesitin 30-
100mg/l, alpha-fetoprotein 0,5-5mg/l, dan hormon serta enzim yang bersifat
bakteriostatik.

Gambar 2.2. Volume cairan amnion, (dikutip dari Queenan, 1991)

Cairan amnion berasal dari maternal dan fetus. Pada awal kehamilan sekresi
utama cairan amnion berasal dari amnion yang kemudian terjadi difusi di kulit fetus.
Pada kehamilan 20 minggu, kulit fetus kehilangan permeabilitasnya dan sejak saat ini
cairan amnion dihasilkan dari ginjal fetus. Pada kasus agenesis ginjal terjadilah
oligohidramnion.5 Cairan amnion memiliki fungsi penting untuk meringankan
dampak trauma eksternal pada fetus, melindungi tali pusat dari kompresi,
memudahkan pergerakan fetus sehingga membantu perkembangan sistem
muskuloskeletal fetus, untuk perkembangan paru-paru, lubrikasi kulit fetus, mencegah
maternal korioamnionitis dan infeksi fetus dengan adanya bakteriostatik, dan
mengontrol suhu fetus.
C. Epidemiologi

Ketuban pecah dini prematur terjadi pada 1% kehamilan. Pecahnya selaput


ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yangterjadi dalam kolagen
matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin
dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban
dengan membran pereduksi mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein
hormon yang merangsang aktivitas matrix degrading enzym .

Ketuban pecah dini dapat terjadi pada kehamilan aterm, preterm dan pada
kehamilan midtrester. Frekuensi terjadinya sekitar 8%, 1 3 %, dan kurang dari 1 %.

5
Secara umum insidensi KPD terjadi sekitar 7 12 % (Chan, 2006). Insidensi KPD
kira kira 12 % dari semua kehamilan (Mochtar, 1998), sedangkan menurut
Rahmawati 2011 insidensi KPD adalah sekitar 6 9 % dari semua kehamilan.

D. Etiologi

Penyebab KPD menurut Manuaba 2009

1. Serviks inkopeten menyebabkan dinding ketuban yang paling bawah mendapatkan


tekanan yang semakin tinggi.
2. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, dan kelainan genetik)
3. Pengaruh dari luar yang melemahkan ketuban seperti infeksi genitalia dan
meningkatnya enzim proteolitik. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadinya
kontraksi disebut fase laten. Makin panjang fase laten makin tinggi kemungkinan
infeksi. Makin muda usia kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa
menimbulkan morbiditas janin dan komplikasi ketuban pecah dini meningkat.
4. Multipara, grandemultipara, pada kehamilan yang terlalu sering akan mempengaruhi
proses embriogenesis sehingga selaput ketuban yang terbentuk akan lebih tipis dan
yang akan menyebabkan selaput ketuban pecah sebelum tanda tanda inpartu.
5. Overdistensi uterus pada hidramnion, kehamilan ganda, dan sevalopelvik disproporsi.
Hidramnion atau sering disebut polihidramnion adalah banyaknya air ketuban
melebihi 2000 cc. Hidramnion dapat terjadi pada kasus anensefalus, atresia
esophagus, gemeli, dan ibu yang mengalami diabetes melitus gestasional. Ibu dengan
diabetes melitus gestasional akan melahirkan bayi dengan berat badan berlebihan
pada semua usia kehamilan sehingga kadar cairan amnion juga akan berlebih.
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih sehingga
kemungkinan terjadinya hidramnion bertambah 10 kali lebih besar.
6. Kelainan letak yaitu letak lintang.
7. Penduluran abdomen (perut gantung)
8. Usia ibu yang lebih tua
9. Riwayat KPD sebelumnya
10. Merokok selama kehamilan

Menurut Morgan 2009 meliputi :

1. Inkompetensia serviks
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher
atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka
ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang

6
semakin besar. Serviks smemiliki suatu kelainan anatomi yang nyata, yang bisa
disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan
congenital pada serviks sehingga memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa
perasaan nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta keluarnya hasil
konsepsi.

2. Peninggian tekanan inta uterin


Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan
gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadikarena jumlahnya berlebih, isi
rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban
tipis dan mudah pecah.

3. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia
menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan
tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang, tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah.

4. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000 mL. uterus
dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis
adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur.
Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami
distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.

5. Kelainan letak

7
Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang menutupi
pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian
bawah.

6. Penyakit infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD. Penelitian
menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah dini.Membrana
khorioamniotik terdiri dari jaringan viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh
persalinan atau infeksi maka jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah
disebabkan adanya aktivitas enzim kolagenolitik.Infeksi merupakan faktor yang
cukup berperan pada persalinan preterm denganketuban pecah dini. Grup B
streptococcus mikroorganisme yang sering menyebabkan amnionitis.

E. Patofisiologi

1. Korio amnionitas, menyebabkan selaput ketuban jadi rapuh.


2. Inkompetensia servisk, yakni kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada servisk uteri ( akibat persalinan atau tindakan kuret )
3. Kelainan letak, sehingga tidak ada bagian terendah anak yang menutup Pintu Atas
Panggul ( PAP ), yang dapat mengurangi tekanan terhadap membran bagian bawah.
4. Trauma, yang menyebabkan tekanan intra ( intra amniotic ) mendadak meningkat.

Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi


uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan
karena seluruh selaput ketuban rapuh. Terdapat keseimbangan antara sintesis dan
degenerasi ekstraseluelr matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme
kolagen menyebabkan aktivasi kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban
pecah.

Dua belas hari setelah ovum dibuahi , terrbentuk suatu celah yang dikelilingi
amnion primitif yang terbentuk dekat embryonic plate. Celah tersebut melebar dan
amnion disekelilingnya menyatu dengan mula-mula dengan body stalk kemudian
dengan korion yang akhirnya menbentuk kantung amnion yang berisi cairan amnion.
8
Cairan amnion , normalnya berwarna putih , agak keruh serta mempunyai bau yang
khas agak amis dan manis. Cairan ini mempunyai berat jenis 1,008 yang seiring
dengan tuannya kehamilan akan menurun dari 1,025 menjadi 1,010. Asal dari cairan
amnion belum diketahui dengan pasti , dan masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut. Diduga cairan ini berasal dari lapisan amnion sementara teori lain
menyebutkan berasal dari plasenta.Dalam satu jam didapatkan perputaran cairan lebih
kurang 500 ml. (Cunningham,2011)

Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang membungkus


janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan. Selaput amnion
melekat erat pada korion (sekalipun dapat dikupas dengan mudah). Selaput ini
menutupi permukaan fetal pada plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian
berlanjut sebagai pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin.
Sedangkan korion merupakan membran eksternal berwarna putih dan terbentuk dari
vili vili sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut
dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.

9
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan sekitar
1000 1500 cc, keadaan jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis, terdiri dari 98% -
99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein terutama albumin), runtuhan
rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel sel epitel dan sirkulasi sekitar 500cc/jam

Minggu gestasi Janin Plasenta Cairan amnion Persen Cairan


16 100 100 200 50
28 1000 200 1000 45
36 2500 400 900 24
40 3300 500 800 17

Fungsi cairan amnion

1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar


2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu dan lingkungan asam basa (Ph)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan steril
sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir

Mekanisme KPD menurut Manuaba 2009 antara lain :

10
1. Terjadinya premature serviks.
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat dengan adanya infeksi yang
mencegah enzim proteolitik dan enzim kolagenase.

F. Patogenesis

Penelitian terbaru mengatakan KPD terjadi karena meningkatnya apoptosis


dari komponen sel dari membran fetal dan juga peningkatan dari enzim protease
tertentu. Kekuatan membran fetal adalah dari matriks ekstraselular amnion. Kolagen
interstitial terutama tipe I dan tipe III yang dihasilan dari sel mesenkim juga penting
dalam mempertahankan kekuatan membran fetal.

Matriks metalloprotease (MMP) adalah kumpulan proteinase yang terlibat


dalam remodeling tissue dan degenerasi kolagen. MMP 2, MMP 3, dan MMP 9
ditemukan dengan konsentrasi tinggi pada kehamilan dengan ketuban pecah dini.
Aktivasi protease ini diregulasi oleh tissue inhibitor of matrix metalloprotease
(TIMPs). TIMPs ini pula rendah dalam cairan amnion pada wanita dengan ketuban
Faktor Ibu
pecah dini. Peningkatan enzim protease dan penurunan inhibitor mendukung bahwa
Faktor Janin Serviks Inkopeten
enzim ini mempengaruhi kekuatan membran fetal. Selain itu terdapat teori yang
Gemeli Multipara
mengatakan meningkatnya marker marker apoptosis dimembran fetal pada ketuban
Malposisi Hidramnion
pecah dini berbanding dengan membran pada kehamilan normal. Banyak penelitian
Berat Janin berlebih CPD, usia
yang mengatakan aktivasi aktivitas degenerasi kolagen dan kematian sel yang
membawa kelemahan pada dinding membran fetal. Riwayat KPD

Merokok
KELEMAHAN DINDING
MEMBRAN JANIN

RUPTURNYA MEMBRAN AMNION


DAN KHORION SEBELUM TANDA
TANDA PERSALINAN

KETUBAN PECAH
DINI
11

INFEKSI PADA IBU


G. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan


laboratorium.

1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat menegakkan 90% dari diagnosis. Kadang kala cairan seperti
urin dan vaginal discharge bisa dianggap cairan amnion. Penderita merasa basah dari
vaginanya atau mengeluarkan cairan banyak dari jalan lahir.
2. Inspeksi
Pengamatan biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah,
dan jumlah airnya masih banyak, pemeriksaan ini akan makin jelas.
3. Pemeriksaan Inspekulo
Merupakan langkah pertama untuk mendiagnosis KPD karena pemeriksaan dalam
seperti vaginal toucher dapat meningkatkan resiko infeksi, cairan yang keluar dari
vagina perlu diperiksa : warna, bau, dan PH nya, yang dinilai adalah
Keadaan umum dari serviks, juga dinilai dilatasi dan perdarahan dari serviks.
Dilihat juga prolapsus tali pusat atau ekstremitas janin. Bau dari amnion yang
khas juga harus diperhatikan.

12
Pooling pada cairan amnion dari forniks posterior mendukung diangnosis KPD.
Melakukan perasat valsava atau menyuruh pasien untuk batuk untuk
memudahkan melihat pooling
Cairan amnion di konfirmasikan dengan menggunakan nitrazine test. Kertas
lakmus akan berubah menjadi biru jika PH 6 6,5. Sekret vagina ibu memiliki
PH 4 5, dengan kerta nitrazin ini tidak terjadi perubahan warna. Kertas nitrazin
ini dapat memberikan positif palsu jika tersamarkan dengan darah, semen atau
vaginisis trichomiasis.
4. Mikroskopis (tes pakis). Jika terdapat pooling dan tes nitrazin masih samar dapat
dilakukan pemeriksaan mikroskopis dari cairan yang diambil dari forniks posterior.
Cairan diswab dan dikeringkan diatas gelas objek dan dilihat dengan mikroskop.
Gambaran ferning menandakan cairan amnion

5. Dilakukan juga kultur dari swab untuk chlamydia,


gonnorhea, dan stretococcus group B

Pemeriksaan Lab

1. Pemeriksaan alpha fetoprotein (AFP), konsentrasinya tinggi didalam cairan amnion


tetapi tidak dicairan semen dan urin
2. Pemeriksaan darah lengkap dan kultur dari urinalisa
3. Tes pakis
4. Tes lakmus

Pemeriksaan USG

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam


kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban sedikit (Oligohidramnion
atau anhidramnion). Oligohidramnion ditambah dengan hasil anamnesis dapat
membantu diagnosis tetapi bukan untuk menegakkan diagnosis rupturnya membran
fetal. Selain itu dinilai amniotic fluid index (AFI), presentasi janin, berat janin, dan
usia janin.

13
Secara ultrasonografi, Indeks cairan amnion (ICA) diukur pada 4 kuadran. Jika
ditemukan ICA kurang dari 8 cm disebut oligohidramnion dan jika > 25 cm disebut
polihidramnion. Sumber lain mengatkan bahwa range normal ICA adalah 5-25 cm.9.
Pengukuran indeks cairan ketuban dengan USG diukur dengan meletakan probe
USG sejajar dengan sumbu longitudinal pasien dan tegak lurus dengan lantai. Setiap
kuadran dihitung dalam sentimeter. Keempat pengukuran kemudian dijumlahkan
untuk menghitung ICA. Empat kuadran untuk pengukuran ICA dapat dilihat pada
gambar di bawah ini

Gambar 2.3 Cara mengukur ICA dengan USG, (dikutip dari Ultrasoundpaedia)

Berikut ini adalah gambar grafik indeks cairan amnion untuk mengetahui
normal atau tidaknya indeks cairan ketuban ibu hamil

14
Gambar 2.4 Index Cairan Amnion

H. Penatalaksanaan

Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin yaitu :

Memastikan diagnosis
Menentukan usia kehamilan
Evaluasi infeksi maternal atau janin pertimbangkan butuh antibiotik/tidak terutama
jika ketuban pecah sudah lama
Dalam kondisi inoartu, ada gawat janin atau tidak

Penatalaksanaan ketuban pecah dini :

Pasien dengan kecurigaan ketuban pecah dini harus dirawat di RS untuk diobservasi
Jika selama perawatan,air ketuban tidak keluar lagi boleh pulang
Jika ada persalinan kala aktif, koriamnionitis gawat janin, kehamilam harus cepat
diterminasi
Jika KPD pada persalinan prematur (PPROM), ikuti tata laksana untuk persalinan
preterm
Tata laksana bergantung kepada usia gestasi (jika tidak dalam proses persalinan, tidak
ada infeksi atau gawat janin)

I. KPP dengan kehamilan ATERM


1. Diberikan antibiotik
2. Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada
tanda-tanda inpartu, dilakukan terminasi.
3. Bila saat tanda-tanda impartu, dilakukan terminasi.
II. KPP dengan kehamilan PREMATUR.
1. EFW > 1500 gram
a. Ampicilline 1 gr/hari tiap 6 jam, im/iv selama 2 hari dan Gentamycine 60-80
mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari.
b. Kortikosteroid untuk merangsang maturasi paru. ( Betamethasone 12 mg. i.v
2x selang 24 jam)
c. Observasi, 2 x 24 jam, kalau belum inpartu segera terminasi.
d. Observasi, susu rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat > 37,6C
segera terminasi.
2. EFW kurang dari 1500 gr ( < 1500 g )

15
a. Observasi 2 x 24 jam
b. Observasi suhu rektal tiap 3 jam
c. Pemberian Antibiotik / kortikosteroid
( sama dengan di atas )
d. VT selama observasi tidak dilakukan, kecuali ada his / inpartu
e. Bila T rektal meningkat > 37,6C segera terminasi
f. Bila 2 x 24 jam cairan tidak keluar
USG : bagaimana jumlah air ketuban
- Bila jumlah air ketuban cukup kehamilan dilanjutkan, perawatan diruangan
s/d 5 hari.
- Bila jumlah air ketuban minimal segera terminasi
g. Bila 2 x 24 jam cairan ketuban masih tetap keluar segera terminasi
h. Bila konservatif, sebelum pulang penderita diberi nasehat :
-Segera kembali ke RS bila ada tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi
- Tidak boleh koitus
- Tidak boleh manipulasi vaginal
Terminasi Persalinan yang dimaksud di atas adalah :
1. Induksi persalinan dengan memakai drip oxytrocin ( 5u/500 cc D5% ), bila
persyaratan klinis ( USG dan NST ) memenuhi.
2. Seksio Sesar : bila persyaratan untuk drip oxytocin tidak terpenuhi ( ada kontra
indikasi ) atau drip oxytocin gagal.
III. KPP yang dilakukan induksi
1. Bila 12 jam belum ada tanda-tanda awal persalinan dengan atau belum keluar
dari face laten, induksi dinyatakan gagal dan persalinan diselesaikan dengan
seksio sesar.
2. Bila dengan 2 botol (@5 U/500cc D5%) dengan tetesan maximum, belum inpartu
atau keluar dari fase laten, induksi dinyatakan gagal, persalinan diselesaikan
dengan seksio sesar
IV. KPP yang sudah inpatu
1. Evaluasi, setelah 12 jam baru keluar dari fase laten.
Bila belum keluardari fase laten dilakukan akselerasi persalinan dengan drip
oxytocin ( evaluasi klinis, USG & NST )

16
2. Bila pada fase laten didapat tanda-tanda fase laten memanjang maka dilakukan
akselerasi persalinan dengan drip oxytocin atau terminasi dengan seksio sesar
bila ada indikasi drip oxytocin.
CATATAN

Evaluasi Persalinan setelah masuk fase aktif, sesuai dengan persalinan yang lain
( Kurva Friedman )

Pada keadaan ketuban pecah pada fase laten ( inpartu ), maka penatalaksanaan
seperti KPP inpartu, dihitung mulai saat pecahanya ketuban.
1. Konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4x500mg atau eritromisin bila
tidak tahan dengan ampisilin dan metronidazol 2 x 500mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan kurang dari 32 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar. Jika
usia kehamilan 32 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif
berikan dexametason, observasi tanda tanda infeksi, dan kesejahteraan janin.
Terminasi pada usia kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 37 minggu,
sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi setelah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 37 minggu, ada infeksi, beri
antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda
tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 37 minggu berikan steroid untuk
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan
spingomietin tiap minggu. Dosis betametason 12mg sehari dosis tunggal selama 2
hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam selama 4 kali.

2. Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila
tanda tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan. Bila
skor pelvik < 5, lakukan pematangan pelviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil
lakukan seksio sesarea. Bila skor pelviks > 5 lakukan induksi persalinan.

Pemberian Antibiotik

Pemberian antiobiotik, terutama pada usia gestasi <37 minggu, dapat


mengurangi risiko terjadinya konrioamnionitis. Mengurangi jumlah kelahiran bayi
dalam 2-7 hari, dan mengurangi morbiditas neonatus. Salah satu rekomendasi
mengenal pemilihan antibiotik antepartum, yaitu :

Ampisilin 1-2 gram IV, setiap 4-6 jam, selama 48 jam


Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 48 jam

17
Kemudian, lanjutkan dengan terapi oral selama 5hari, amoksisilin dan eritromisin
(4x250mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin, diberikan terapi tunggal
klindamisin 3x600mg PO. Sumber lain, mengatakan bahwa pada PPROM, pemberian
eritromisin hingga 10 hari
Hindari pemebrian co-amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat
menyebabkan NEC.

3. Tokolisis

Tidak direkomendasikan pemberian tokolisis pada pasien yang mengalami ketuban


pecah dini di usia gestasi <37 minggu (di tas 34 minggu). Pada beberapa penelitian.
Pemberian tokolirik tidak memperpanjang periode laten (ketuban pecah persalinan).
Meningkat iuran janin, atau menurangi morbiditas neonatus. Pemberian tokolisisis diusia
gestasi <34 minggu, tidak perlu lagi untuk pematangan paru.

18
I. Komplikasi

Persalinan Prematur

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah
ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu persalinan dalam 24 jam.Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.

Infeksi

Resiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini.Pada ibu
terjadi korioamnionitis.Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia,
omfalitis.Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.Pada Ketuban
Pecah Dini prematur, infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum insiden
infeksi sekunder pada Ketuban Pecah Dini meningkat sebanding dengan lamanya
periode laten.7

Komplikasi Ibu:
- Endometritis
- Penurunan aktifitas miometrium (distonia, atonia)
- Sepsis (daerah uterus dan intramnion memiliki vaskularisasi sangat banyak)
- Syok septik sampai kematian ibu.
Komplikasi Janin
- Asfiksia janin
- Sepsis perinatal sampai kematian janin.

Hipoksia dan Asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat


hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin
dan oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

Sindrom Deformitas Janin

Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan oleh kompresi muka dan anggota badan janin serta
hipoplasi pulmonary.

19
Penatalaksanaan komplikasi

Pengenalan tanda infeksi intrauterin, tatalaksana infeksi intrauterin. Infeksi


intrauterin sering kronik dan asimptomatik sampai melahirkan atau sampai pecah
ketuban. Bahkan setelah melahirkan, kebanyakan wanita yang telah terlihat menderita
korioamnionitis dari kultur tidak memliki gejala lain selain kelahiran preterm: tidak
ada demam, tidak ada nyeri perut, tidak ada leukositosis, maupun takikardia janin.
Jadi, mengidentifikasi wanita dengan infeksi intrauterin adalah sebuah tantangan
besar. Tempat terbaik untuk mengetahui infeksi adalah cairan amnion. Selain
mengandung bakteri, cairan amnion pada wanita dengan infeksi intrauterin memiliki
konsentrasi glukosa tinggi, sel darah putih lebih banyak, komplemen C3 lebih banyak,
dan beberapa sitokin. Mengukur hal di atas diperlukan amniosentesis, namun belum
jelas apakah amniosentesis memperbaiki keluaran darikehamilan, bahkan pada wanita
hamil dengan gejala persalinan prematur. Akan tetapi tidak layak untuk mengambil
cairan amnion secara rutin pada wanita yang tidak dalam proses melahirkan.
Pada awal 1970, penggunaan jangka panjang tetrasiklin, dimulai dari trimester tengah,
terbukti mengurangi frekuensi persalinan preterm pada wanita dengan bakteriuria
asimtomatik maupun tidak. Tetapi penanganan ini menjadi salah karena adanya
displasia tulang dan gigi pada bayi. Pada tahun-tahun terakhir, penelitian
menunjukkan bahwa tatalaksana dengan metronidazol dan eritromisin oral dapat
secara signifikan mengurangi insiden persalinan preterm apabila diberlikan secara
oral, bukan vaginal. Ada pula penelitian yang menunjukkan efikasi metronidazol dan
ampisilin yang menunda kelahiran, meningkatkan rerata berat bayi lahir, mengurangi
persalinan preterm dan morbiditas neonatal. Sekitar 70-80% perempuan yang
mengalami persalinan prematur tidak melahirkan prematur. Perempuan yang tidak
mengalami perubahan serviks tidak mengalami persalinan prematur sehingga
sebaiknya tidak diberikan tokolisis. Perempuan dengan kehamilan kembar sebaiknya
tidak diterapi secara berbeda dibandingkan kehamilan tunggal, kecuali jika risiko
edema paru lebih besar saat diberikan betamimetik atau magnesium sulfat. Belum ada
bukti yang cukup untuk menilai penggunaan steroid untuk maturitas paru-paru janin
dan tokolisis sebelum gestasi 23 minggu dan setelah 33 6/7 minggu. Amniosentesis
dapat dipertimbangkan untuk menilai infeksi intra amnion (IIA) (insidens sekitar 5-
15%) dan maturitas paruparu (khususnya antara 33-35 minggu). IIA dapat
diperkirakan berdasarkan status kehamilan dan panjang serviks.

20
Kortikosteroid (betametason 12 mg IM 2x 24 jam) diberikan kepada perempuan
dengan persalinan prematur sebelumnya pada 24-<34 minggu efektif dalam mencegah
sindrom distres pernapasan, perdarahan intraventrikel, enterokolitis nekrotikans dan
mortalitas neonatal.

Satu tahap kortikosteroid ekstra sebaiknya dipertimbangkan jika beberapa


minggu telah berlalu sejak pemberian awal kortikosteroid dan adanya episode baru
dari KPD preterm atau ancaman persalinan prematur pada usia gestasi awal. Satu
tahapan tambahan betametason terdiri dari 2x12 mg selang 24 jam, diterima pada usia
gestasi <33 minggu, minimal 14 hari setelah terapi pertama, yaitu saat usia gestasi
<30 minggu, berhubungan dengan penurunan sindrom distres pernapasan, bantuan
ventilasi, penggunaan surfaktan, dan morbiditas neonatal. Akan tetapi, pemberian
kortikosteroid lebih dari dua tahap harus dihindari.

Pemberian magnesium sulfat intravena (dosis awal 6 gram selama 20-30


menit, diikuti dosis pemeliharaan 2 gram/ jam) pada 24-<32 minggu segera dalam 12
jam sebelum persalinan prematur berhubungan dengan penurunan insidens serebral
palsi secara signifikan.Tokolitik sebaiknya tidak digunakan tanpa penggunaan yang
serentak dengan kortikosteroid untuk maturasi paru-paru. Semua intervensi lain untuk
mencegah persalinan prematur, meliputi istirahat total, hidrasi, sedasi dan lain-lain
tidak menunjukkan keuntungan dalam manajemen persalinan prematur. Pada neonatus
prematur, penundaan klem tali pusar selama 30-60 detik (maksimal 120 detik)
berhubungan dengan angka transfusi untuk anemia, hipotensi, dan perdarahan
intraventrikel yang lebih sedikit dibandingkan dengan klem segera (< 30 detik).

J. Pencegahan

Pada pasien perokok, diskusikan tentang pengaruh merokok selama kehamilan


usaha untuk menghentikan, motivasi untuk menambah berat badan yang cukup
selama hamil, anjurkan pasangan agar menghentikan koitus pada trimester akhir.

K. Prognosis

Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :

21
Usia kehamilan
Adanya infeksi / sepsis

Factor resiko / penyebab

Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan

Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat kehamilan,
lebih sedikit bayi yang dapat bertahan. Bagaimanapun, umumnya bayi yang lahir
antara 34 dan 37 minggu mempunyai komplikasi yang tidak serius dari kelahiran
premature

22
BAB III

KESIMPULAN

Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetrik


berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis
sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan
menyebabkan infeksi ibu.

Beberapa peneliti melaporkan insidensi KPD berkisar antara 8 10 % dari


semua kehamilan. Hal ini menunjukkan, KPD lebih banyak terjadi pada kehamilan
yang cukup bulan dari pada yang kurang bulan, yaitu sekitar 95 %, sedangkan pada
kehamilan tidak cukup bulan atau KPD pada kehamilan preterm terjadi sekitar 34 %
semua kelahiran prematur.

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah yang masih


kontroversial dalam kebidanan. Pengelolaan yang optimal dan yang baku masih
belum ada, selalu berubah. Protokol pengelolaan yang optimal harus
mempertimbangkan adanya infeksi dan usia gestasi serta faktor-faktor lain seperti
fasilitas serta kemampuan untuk merawat bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak
ada satu protokol pengelolaan yang dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada
panduan pengelolaan yang strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan
dapat menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, et al.2010.Williams Obstetrics 23rd ed. McGraw-Hill. p 59-61, 490-


491, 495-498
2. Cunningham Gary F, Leveno J Kenneth , Bloom L Steven , Hauth C John , III
Gilstrap Larry , Wenstrom D Katharine . Williams Obstetrics Edisi 22.2005 .
3. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri
Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 225.
4. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar
Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini.
Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.
5. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
6. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka. Hal 155-
156,267-269,277
7. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
8. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian
Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi Keempat.
Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009. hal 677-82.

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Coversnh
    Coversnh
    Dokumen15 halaman
    Coversnh
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen7 halaman
    Bab Iv
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • BAB V THT
    BAB V THT
    Dokumen11 halaman
    BAB V THT
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • BAB2
    BAB2
    Dokumen15 halaman
    BAB2
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Kipus Puskesmas Tanggulangin (Bab Iii-Iv)
    Kipus Puskesmas Tanggulangin (Bab Iii-Iv)
    Dokumen16 halaman
    Kipus Puskesmas Tanggulangin (Bab Iii-Iv)
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Review Ikm 2018
    Review Ikm 2018
    Dokumen44 halaman
    Review Ikm 2018
    lilik fitriatul
    Belum ada peringkat
  • KATA PENGANTAR Ku
    KATA PENGANTAR Ku
    Dokumen2 halaman
    KATA PENGANTAR Ku
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Coversnh
    Coversnh
    Dokumen15 halaman
    Coversnh
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Fixxx Cover
    Fixxx Cover
    Dokumen8 halaman
    Fixxx Cover
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Stomatitis Aftosa Rekuren
    Stomatitis Aftosa Rekuren
    Dokumen25 halaman
    Stomatitis Aftosa Rekuren
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Kata Penganta
    Kata Penganta
    Dokumen1 halaman
    Kata Penganta
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Kata Penganta
    Kata Penganta
    Dokumen1 halaman
    Kata Penganta
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Cover Resp BEDUM Print
    Cover Resp BEDUM Print
    Dokumen1 halaman
    Cover Resp BEDUM Print
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Review Ikm 2018
    Review Ikm 2018
    Dokumen38 halaman
    Review Ikm 2018
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Coversnh
    Coversnh
    Dokumen15 halaman
    Coversnh
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Responsi PTG
    Responsi PTG
    Dokumen7 halaman
    Responsi PTG
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen2 halaman
    Cover
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Fix 5,6,7
    Fix 5,6,7
    Dokumen16 halaman
    Fix 5,6,7
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • HPP OBGYNs
    HPP OBGYNs
    Dokumen9 halaman
    HPP OBGYNs
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen1 halaman
    Daftar Isi
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    Muhammad Yusak Alfaris
    Belum ada peringkat
  • Cover
    Cover
    Dokumen1 halaman
    Cover
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • Referat Otitis Media
    Referat Otitis Media
    Dokumen23 halaman
    Referat Otitis Media
    Detje Berqueen Wilson
    Belum ada peringkat
  • Cover Case Report Pediatric
    Cover Case Report Pediatric
    Dokumen1 halaman
    Cover Case Report Pediatric
    dexsoe
    Belum ada peringkat
  • Pa To Genesis
    Pa To Genesis
    Dokumen12 halaman
    Pa To Genesis
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat
  • PPH Kesepakatan PPK 2 Jatim
    PPH Kesepakatan PPK 2 Jatim
    Dokumen72 halaman
    PPH Kesepakatan PPK 2 Jatim
    yusak alfaris
    Belum ada peringkat