Anda di halaman 1dari 14

Perbandingan Anestesi regional versus umum pada pasien bedah dengan penyakit paru

obstruktif kronik: apakah menghindari anestesi umum dapat mengurangi risiko


komplikasi pascaoperasi?

Hausman MS Jr , Jewell ES , Engoren M.


Departemen Anestesiologi, Divisi Pengobatan Kritis, Sistem Kesehatan Universitas
Michigan, Ann Arbor, Michigan.

ABSTRAK
LATAR BELAKANG:
Pasien bedah dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) meningkatkan resiko komplikasi
perioperatif. pada penelitian ini, kami berusaha menilai keuntungan pada populasi pasien yang
tidak menggunakan anestesi umum.
METODE:
Penelitian ini meninjau database yang diperoleh dari Program Peningkatan Kualitas Bedah
Nasional (2005-2010). Pasien yang termasuk dalam kreteria inklusi merupakan pasien yang
memenuhi definisi COPD dari NSQIP dan menjalani operasi menggunakan anestesi umum
umum, spinal, epidural, atau anestesi blok saraf tepi. Pasien yang mendapat anestesi regional
yang kecenderungan nilainya sama dengan pasien dengan anestesi umum diberi kode umum
1 dan regional 1 (tulang belakang, epidural, atau blok saraf perifer). Nilai yang mendekati
kemudian dihitung menggunakan semua data demografik dan komorbid yang tersedia. Pada
pencocokan ini didapatkan 2644 pasien dengan anestesi regional dan 2644 pasien dengan
anestesi umum. Masing-masing kelompok dibandingkan kejadian kesakitan dan kematiannya.
HASIL:
Kelompok yang cocok dengan demografi, komorbiditas, dan jenis operasi. Dari perbandingan
pasien yang mendapat anestesi regional, pasien yang mendapat anestesi umum memiliki
insiden kejadian pneumonia pasca operasi yang lebih tinggi (3,3% vs 2,3%, P = 0,0384,
perbedaan absolut dengan interval kepercayaan 95% = 1,0% [0,09, 1,88]), ketergantungan
ventilator jangka panjang (2,1% vs 0,9%, P = 0,0008, perbedaan = 1,2% [0,51, 1,84]), dan
intubasi pasca operasi yang tidak direncanakan (2,6% vs 1,8%, P = 0,0487, perbedaan = 0,8%
[0,04, 1,62]). Kejadian morbiditas pada kelompok anestesi umum adalah 15,4% dibandingkan
12,6% pada anestesi regional (P = 0,0038, perbedaan = 2,8% [0,93, 4,67]). Angka morbiditas
yang tidak termasuk komplikasi paru adalah 13,0% pada general anestesi dibandingkan 11,1%
pada anestesi regional (P = 0,0312, perbedaan = 1,9% [0,21, 3,72]). Kejadian kematian tiga

1
puluh hari serupa (2,7% vs 3,0%, P = 0,6788, perbedaan = 0,3% [-1,12, 0,67]). Untuk
mengetahui validitas hasil, didapatkan hubungan yang positif antara pulmonary and point
karena didapatkan 1 pasien dengan komplikasi paru yang secara bermakna memiliki
komplikasi paru tambahan.
KESIMPULAN:
Penggunaan anestesi regional pada pasien COPD berhubungan dengan rendahnya kejadian
morbiditas, pneumonia, ketergantungan ventilator yang jangka panjang, dan intubasi pasca
operasi yang tidak direncanakan.

2
LATAR BELAKANG
Pasien bedah dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) berisiko tinggi mengalami
komplikasi perioperatif. Pasien ini lebih cenderung memerlukan intubasi pasca operasi yang
tidak direncanakan, memiliki insiden infeksi paru pasca operasi yang lebih tinggi, dan lebih
lama perawatan di rumah sakit dibandingkan dengan pasien tanpa COPD.
Penggunaan analgesia epidural pasca operasi untuk pasien dengan COPD yang
menjalani operasi perut besar menggunakan anestesi umum terbukti bermanfaat pada beberapa
populasi pasien.4,5 Penggunaan analgesia epidural lebih baik untuk fungsi paru pasca operasi,
mengurangi risiko infeksi paru pasca operasi, dan memperbaiki mortalitas 30 hari pada pasien
COPD. Sebuah tinjauan terhadap 141 percobaan acak prospektif yang membandingkan
anestesi neuraxial dengan anestesi umum menunjukkan penurunan mortalitas dan penurunan
kejadian komplikasi paru dan kardiovaskular pasca operasi, gagal ginjal, dan trombosis vena
dalam pada pasien yang mengunakan anestesi neuraxial. Selain itu, lebih dari tiga percobaan
tidak ada keuntungan pada anestesi dan analgesia epidural, dan pada penelitian terkini terhadap
subkelompok yang besar secara prospektif menggunakan -blocker didapatkan bahwa anestesi
neuroaxia berhubungan dengan peningkatan efek samping luaran kardiovaskular. Penelitian ini
tidak spesifik untuk pasien dengan COPD, dan manfaat atau bahaya yang terkait dengan
anestesi neuraksial / regional mungkin berhubungan dengan pasien non-COPD yang terdiri
dari sebagian besar subjek dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penggunakan anestesi regional
(spinal, epidural, atau perifer syaraf blok) dan tidak melakukan intubasi endotrakeal serta
ventilasi mekanis meningkatkan hasil pada pasien bedah COPD yang masih tidak diketahui.
Kami berhipotesis bahwa menghindari anestesi umum pada pasien dengan PPOK akan
mengurangi kejadian infeksi paru pasca operasi serta mengurangi kejadian morbiditas
perioperatif dan pasca operasi.

METODE
Universitas Michigan IRB menyetujui studi kohort retrospektif ini (nomor registrasi IRB
HUM00052066). Data peserta American College of Surgeons National Surgical Quality
Improvement Program (NSQIP) menggunakan data dari tahun 2005 sampai 2010 yang
digunakan untuk penelitian ini. Pembebasan untuk informed consent diberikan karena kami
menggunakan kumpulan data yang sudah ada sebelumnya. Data NSQIP dikumpulkan dari 186
rumah sakit, di berbagai jenis kasus. Data dikumpulkan secara prospektif dan berdasarkan pada
keakuratan dan kelengkapan sistem pengumpulan dan pelaporan data NSQIP. Data
dikumpulkan oleh profesional terlatih dengan menggunakan definisi standar, dan data entry

3
diaudit. Proses ini memastikan interpretasi standar tentang definisi, dan metodologi,
keakuratan, dan kemampuan reproduktifitas data ini telah didokumentasikan dalam penelitian
sebelumnya.11,12 Peserta menggunakan data yang mencakup kontribusi NSQIP multispecialty,
sehingga berbagai jenis kasus disertakan dalam penelitian ini.

KRITEREA INKLUSI DAN EKSLUSI


Pasien yang termasuk dalam penelitian ini adalah yang memiliki diagnosis preoperative
NSQIP COPD berat (Appendix 1) dan dilakukan tehnik anestesi umum dan regional. Pasien
yang membutuhkan ventilator-assisted respiration dalam 48 jam sebelum operasi atau memiliki
infeksi paru sebelum operasi di eklusi (Apendik 1). Pasien yang tidak sesuai definisi COPD
berat menurut NSQIP di eklusikan, termasuk pasien yang menjalani operasi jantung,
transpantasi organ padat, bedah darurat, operasi ulang dalam 30 hari dari operasi pertamanya,
atau ASA 5 atau 6. Untuk menjamin hanya dilakukan analisa pada pasien yang telah menjalani
operasi dengan anestesi umum dan regional, pasien di eklusikan jika kode CPT (Current
Prosedural Terminologi) untuk anestesi umum tidak 1 dan 1 untuk anestesi ragional juga.

OUTCOME

Luaran utama yang diharapkan untuk penelitian ini adalah didapatkannya laporan
infeksi paru-paru pasca operasi pada pasien yang dirawat (Appendix 1). Luaran lain yang dicari
adalah angka kematian dalam 30 hari, ketergantungan ventilator pada > 48 jam pasca operasi,
pasca operasi intubasi yang tak terencana, dan gabungan angka kesakitan dari salah satu dari 3
komplikasi pernafasan atau hal-hal yang menyertai seperti: membutuhkan dialysis, gagal ginjal
progresif, cardiac arrest pasca operasi, infark miokarial pasca operasi, sepsis, syok sepsis,
infeksi luka operasi, stroke, ISK, perdarahan pasca operasi yang bermakna, trauma syaraf tepi,
DVT, dan emboli paru. Semua luaran ini disesuaikan dengan definisi dari American Collage
of Surgeons NSQIP yang terupdate 1 april 2009.

RANCANGAN PENELITIAN

Termasuk dalam kode CPT utama yang memiliki 1 kreteria pasien yang menjalani
anestesi regional sebagai tehnik anestesi utama, dan 1 kreteria pasien yang menjalani
anestesi umum sebagai tehnik utama ( dengan atau tanpa tambahan analgesi regional), paien
yang mendapat anestesi regional dicocokan dengan pasien yang mendapat anestesi umum
dengan tehnik perhitungan skor kecenderungan. Skor kecenderungan ini dihitung

4
menggunakan nonparsimonious binary logistic regression untuk variable demografi dan angka
kesakitan (table 1), dengan variable tergantungnya adalah tipe anestesi yang digunakan (umum
atau general). Data yang hilang tidak diikutkan pada perhitungan ini (fig.1), dalam kode
masing-masing tehnik bedah yang serupa ( kode unik CPT), pasien yang mendapatkan anestesi
regional sebagai tehnik utama dicocokan dengan yang memperoleh anestesi umum sebagai
tehnik utama menggunakan satuan luas untuk memaksimalkan jumlah sampel yang cocok agar
tetap berada pada standar differnsial <10%. AUC untuk skor kecenderungan logistic regression
adalah 0,66. Sebagai tambahan untuk lebih tepatnya lagi kecocokan kode CPT utama, pasien
dibagi berdasar kecocokan melalui tingkat dispneanya (tidak, sedang, atau ada pada saat
istirahat; Appendix 1), hal yang sama dilakukan pada riwayat kelainan perdarahan. Hasilnya
didapatkan 2644 pasien yang menjalani anestesi regional dan 2644 pasien yang menjalani
anestesi umum. Keseluruhan sub kelompok dianalisa berdasarkan kecocokan pada kode CPT
utama, tingkat dyspnea dan riwayat perdarahan.

POWER ANALYSIS

Power analysis pada luaran utama yang didapatkan pada ukuran sampel, dugaan infeksi
paru pasca operasi pada pasien yang mendapat anestesi umum adalah 8%, 2644 pasien pada
masing masing kelompok didapatkan perbedaan sekitar 2%, dengan 80% power pada nilai
tingkat signifiakan =0,05.

ANALISA STATISTIC

Data demografi dan komorbit pada kelompok yang sama di bandingkan menggunakan
standar diferensial. Perbedaan resiko relative dan absolut digunakan untuk mengukur
ketertarikan luaran dan 2 test untuk membandingkannya. Untuk menilai efek prothrombin
time, partial tromboplastine time dan jumlah trombosit pada kematian dalam 30 hari dan
gabungan angka kematian oleh masing-masing tipe anestesi. Pada group yang menggunakan
anestesi regional dibagi menjadi subtipe dari anestesi regional ( spinal, epidural, dan blok saraf
tepi ), dan perbedaan resiko relative dan absolut digunakan untuk membandingkan masing
masing subtype dengan anestesi umum. Sebagai tambahan, pasangan yang sesuai dengan
derajat sesaknya (dispneu : saat istrahat, aktifitas sedang dan tidak sesak) dan status ASA, dan
perbedaan resiko relative dan absolut untuk luaran di hitung pada masing-masing subtype
anesthesia. Sedangkan perbedaan resiko relative dan absolut yang dihitung untuk luaran
ketertarikan, kami laporkan hasil dari resiko absolut dalam bentuk alur-alur dan sebagai

5
kejadian absolut rerata lainnya. Total 107 pasein (4%) pada kelompok anestesi umum dan 64
pasien (2%) pada kelompok anestesi regional tidak ditemukan data perdarahan pasca operasi.
Resiko perbedaan relative dan absolut pada luaran ini dihitung tanpa diketahui subjeknya. SAS
softwere, versu 9,2 (SAS institute, Cary NC) dan versi R 2.15.2 ( R foundation, Vienna,
Austria) digunakan untuk analisa statistic, dan SAS gmatch macro digunakan sebagi skor
pendekatan kecocokan. (propensity score matching).

HASIL

Lebih dari 1,3 juta pasien dilakukan deteksi dini yang sesuai dengan kreteria inklusi
pada penelitian ini dan menunjukan nilai batas untuk hasil akhir yang didapatkan sebesar 2644
pasien pada masing-masing kelompok (fig.1). didapatkan 2644 pasang pasien yang sama pada
semua factor, kesamaan usia, komorbit dan nilai laboratorium (table 1) dan benar-benar cocok
pada kode CPT utama. Endarterectomy merupakan operasi yang paling serin (12%), total knee

6
arthroplasty (8,9%), total hip arthroplasty (5,3%) dan operasi hernia inguinalis (4,7%). Semua
kode CPT utama pada table 2 berhubungan dengan kejadian kecocokan pada frekuensi >1%.

Pada pasien COPD yang menjalani anestesi umum memiliki resiko lebih tinggi terkena
infeksi paru-paru sekitar 43%. (3.3% vs 2.3%, P = 0.0384, absolute difference with 95% con
dence interval = 1.0% [0.09, 1.88]), tetapi tidak didaptkan perbedaan pada kematian dalam
waktu 30 hari (2.7% general vs 3.0% regional, P = 0.6788, difference = 0.3% [1.12, 0.67])
(Fig. 2) . sebagai tambahan, sekitar 133% anestesi umum berhubungan dengan penggunaan
ventilator jangka panjang (2.1% vs 0.9%, P = 0.0008, difference = 1.2% [0.51, 1.83]) dan
sekitar 44% beresiko tinggi menggunakan intubasi tak terencana pasca operasi (2.6% vs 1.8%,
P = 0.0487, difference = 0.8% [0.04, 1.62]) (Fig. 2). Selain itu, pasien yang menggunakan
anestesi umum memiliki angka kematian bersama yang tinggi, bersama komplikasi paru
(15.4% vs 12.6%, P = 0.0038, difference = 2.8% [0.93, 4.67]) dan jika tidak adanya komplikasi
paru (13.0% vs 11.1%, P = 0.0312, difference = 1.9% [0.21, 3.72]). Kedua kelompok memiliki
odds yang sama pada komplikasi non pulmonal perindividu, termasuk gagal ginjal, DVT, dan
perdarahan (fig.2). pasien dengan 1 komplikasi paru, secara bermakna meningkatkan angka
kematian (24.0% vs 1.8%, P < 0.0001, differ- ence = 22.1% [16.8, 27.5]). Lebih lanjut,
hubungan antara pulmonary end points di uji untuk menilai kesahan (validity), dan table 3,4,
dan 5 menunjukan bahwa pasien yang memiliki 1 komplikasi paru secara bermakna seperti
pada yang memiliki komplikasi paru.

7
Analisa subkelompok anestesi regional menghasilakn 341 pasien dengan tindakan
epidural, 1713 spinal, dan 590 blok saraf tepi (Fig.3). dibandingkan kecocokannya antara
pasien epidural, pasien yang menerima anestesi umum insiden nya lebih rendah tejadinya
komplikasi paru, gabungan angka kematian atau kematian dalam 30 hari. Sedangkan,
dibanding pasien yang mengalami anestesi regional spinal, pasien anestesi umum memiliki
angka kematian yang lebih tinggi (15.7% vs 11.8%, P = 0.0011, difference = 3.9% [1.61, 6.21])
dan insiden tinggi mengalami penggunaan ventilator jangka panjang. (2.2% vs 0.8%, P =
0.0013, difference = 1.4% [0.58, 2.22]). Pasien yang mengalamai anestesi umum memiliki
resiko tinggi dilakukan intubasi pasca perasi tidak terencana dibandingkan dengan pasien yang
menereima anestesi blok sarf tepi (3.1% vs 1.2%, P = 0.0432, differ- ence = 1.9% [0.23, 3.50]).

Pada subkelompok dilakukan analisis yang mana pasien di susun berdasar tingkat
dispneu (Appendix 1), menghasilkan 201 pasang pasiendengan dispneu saat istirahat, 1132
pasang pasien dengan keluhan sedang, dan 1131 pasang pasien dengan tidak ada keluhan.
(Fig.4). pada pasien dengan dispneu saat istirahat, tidak adap perbedaan pada luaran tiap tiap
tipe anestesi.

Meskipun begitu, pasien anestesi umum dengan keluhan dispneu sedang terdapat
peningkatan kejadian penggunaan ventilator jangka panjang (1.9% vs 0.8%, P = 0.0300,
difference = 0.8% [0.19, 2.10]) dan angka kematian gabungan yang tinggi [15.5% vs 12.0%, P
= 0.0174, difference = 3.5% [0.70, 6.37]) dibandingkan dengan pasangan pasien anestesi

8
regional. Dari 1311 pasien dengan tanpa dispneu, pasien anestesi umum memiliki
kecenderungan lebih pada penggunaan ventilator jangka panjang 1.9% vs 0.8%, P = 0.0172,
difference = 0.8% [0.27, 2.02]), membutuhkan intubasi tak terencana pasca operasi (2.5% vs
1.4%, P = 0.0477, difference = 1.1% [0.09, 2.20]), dan memiliki angka kematian gabungan
yang tinggi (15.0% vs 11.7%, P = 0.0186, difference = 3.3% [0.60, 5.80]).

Ketika dilakukan analisa dari subkrlompok ASA, pasien dengan ASA-3 yang dilakukan
anestesi umum memiliki resiko kematian gabungan yang lebih tinggi (14.1% vs 11.4%, P =
0.0195, difference = 2.7% [0.05, 4.86]) dibanding dengan pasien ASA-3 yang dilakukan
anestesi regional (Fig.5). pasien dengan ASA-4 memiliki angka kematian gabungan yang
serupa antara penggunaan anestesi umum atau regional (fig.6).

9
10
DISKUSI

Dari penelitian ini, penggunaan anestesi regional pada pasien dengan COPD berat
menurunkan kejadian komplikasi paru pasca operasi dibanding dengan anestesi umum.
Temuan ini masih merupakan pertama kali / baru, dan hal ini membuktikan bahwa luaran yang
baik hanya didapat pada pasien dengan anestesi spinal atau blok saraf tepi dan bukan
menggunakan anestesi epidural. Lebih lanjut, peningkatan luaran ini tidak didapatkan pada
pasien dengan dispneu saat istirahat.

Walaupun angka kematian gabungan sama seperti pada kasus bukan penyakit paru,
angka kematian ini lebih rendah kejadiannya pada yang tidak menggunakan anestesi umum,
keuntungan ini tidak mempengaruhi angka kematian yang mana sama kejadiannya pada
masing-masing kelompok. Hal ini berbeda dengan temuan meta analisa penelitian sebelumnya
yang membandingkan 9559 pasien secara acak antara anestesi regional atau umum bahwa pada
anestesi regional mampu menurunkan 1/3 kejadian kematian. Meskipun demikian, penelitian
terbaru mengatakan tidak ada perbedaan kejadian kematian pada anestesi regional atau pun
umum 7-9 , Dan 1 penelitian terbaru mengatakan ada potensi buruk berupa peningkatan
kematian akibat gangguan kardiovascular.10 penelitian terbaru tsb sama seperti temuan pada
penelitian ini, yang menantang data lama bahwa tidak melalukan anestesi umum akan
meberikan keuntungan pada angka kejadian kematian. Meskipun demikian, penelitian ini 6-10
memasukan pasien non-COPD sebagai subjek penelitian, sedangkan penelitian ini hanya pada
pasien dengan COPD saja.

11
Kami pun menemukan, walaupun pasien yang dilakukan anestesi regional menurunkan
angka kematian gabungan, namun tidak ada perbedaan antara pasien yang dilakukan epidural
dan anestesi umum thd angka kematian gabungan. Pada penelitian ini tidak didesain untuk
menemukan perbedaan diantara tiap tipe dari anestesi regional, dan kelemahan dalam
membedakan ini dapat dikarenakan sedikitnya sampel penelitian.

Penelitian ini didapatkan luaran yang lebih baik pada kelompok dengan anestesi
regional hanya pada sub kelompok dengan dispneu sedang atau tidak ada dispneu tetapi tidak
pada kasus sesak saat istirahat. Walaupun ditemukan kelemahan pada hasil penelitian ini yang
dianggap disebabkan oleh kurangnya nilai statistiknya atau factor penganggu tersembunyi
seperti spectrum beratnya COPD pada pasien dengan dispneu saat istirahat, hal ini dapat juga
disebabkan oleh gambaran fisiologis yang berbeda-beda. Pada kasus COPD yang berat, efek
buruk dari anestesi regional, termasuk hilangnya kemampuan otot pernafasan tambahan,
paralisis saraf Phrenic, dan jeleknya respon terhadap posisi terlentang (supine),kecenderungan
untuk menghidari keuntungan dari tidak penggunaan intubasi endotracheal dan ventilasi
mekanik. 15,16 memberikan angka kesakitan gabungan yang tinggi (25% vs 23%) dan angka
kematian (7.5% vs 9.6%), penelitian lanjutan dibutuhkan untuk menentukan sebaik apa
anestesi thd pasien COPD dengan disneu saat istirahat. Pada analisis sub kelompok tambahan
dari pasien ASA-3 dan ASA-4 didapatkan hanya pada pasien dengan ASA-3 yang menjalani
anestesi umum yang berhubungan dengan angka kematian gabungan yang tinggi dibandingkan
anestesi regional. Disarankan bahwa efek yang menguntungkan dari anestesi regional dapat
membantu pasien yang sakit berat.

Pasien COPD dengan keluhan sedang atau tidak ada dispneu memberikan keuntungan
dengan tidak menggunakan anestesi umum. jika digunakan anestesi regional akan mengurangi
penggunaan ventilasi mekanik jangka panjang dan rendahnya angka kematian gabungan.
Terdapat beberapa mekanisme anestesi umum berefek terhadap komplikasi paru-paru pasien
dengan COPD. Efek sisa dari obat blok neuromuscular meningkatkan kejadian hipoksia dan
intubasi tak terencana pasca operasi di ICU. 15 pasien COPD mungkin peka terhadap
perubahan ini. Anestesi umum dan ventilasi tekanan positif mengganggu fisiologi pernafasan
pada paru-paru, menimbulkan atelectasis, perubahan gas darah yang abnormal dan ketidak
tepatan ventilasi/perfusi, gangguan ini kurang bisa ditoleransi oleh penderita COPD.

12
Terdapat beberapa batasan dari penelitian ini. COPD adalah gejala klinis, tidak
didefinisikan berdasarkan tes fungsi paru. Walaupun hanya berdasarkan keluhan klinis yang
telah distandarisasi, tidak dapat disingkirkan kemungkinan seorang ahli anestesi memiliki
pengetahuan lain yang akan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam memilih tipe
pembiusan. Kami mencoba mengurangi penggunakan pencocokan yang terperinci tingkatan
dispneu untuk mengontrol berbedanya tingkatan beratnya COPD secara klinis. Walaupun
menggunakan metode kecenderungan dalam pencocokan, hal ini lebih dapat diterima untuk
mengontrol perbedaan populasi, walau hal ini tidak dapat mengontrol variable temuan yang
tersembunyi, dan hal ini merupakan bias yang tidak diketahui sebelumnya dalam analisa
penelitian ini. Sebagai tambahan, olehkarena penelitian ini bersifat penelitian retrospektif
observasional, kami tidak dapat menentukan penyebabnya tetapi hanya dapat menetukan
adanya hubungan antara tipe anestesi dan luaran nya. Hasil penelitian ini hanya dapat
digunakan pada kasus bedah untuk mengindari anestesi umum jika memungkinkan.

Akhirnya, manajemen data pasien pasca operasi, termasuk tipe, dosis, dan lama
analgesic pasca operasi tidak dilaporkan dalam NSQIP tidak juga biomarker inflamasi pasca
operasi atau suhu inti, yang mana akan sangat menarik jika dihubungkan dengan hasil penelitan
utama kami. Analgesic epidural Pasca operasi terbukti mengurangi kejadian komplikasi pada
paru di pasien COPD, 5 dan selain itu, beberapa efek temuan obat analgesic pasca operasi tidak
dapat ditentukan. Anastesi epidural dan blok saraf tepi dapat menggantikan analgesic pasca
operasi dengan menggunakan kateter yang sama, akan tetapi tidak bisa pada anastesi spinal.
Pasien yang di anestesi spinal menunjukan penurunan secara bermakna kompikasi paru pasca
operasi, sesuai dengan hipotesa yang menyatakan bahwa tipe anestesi pada pembedahan
berhubungan dengan luaran nya.

Kelebihan penelitian kami adalah menggunakan skor pendekatan dan pencocokan yang
teliti, sehingga bisa menyingkirkan efek variable faktor temuan, seperti obstructive sleep
apnea, usia dan kegemukan, yang mana dapat memberikan pengaru pada komplikasi paru pasca
operasi. Hal ini dapat membantu kami untuk mengisolasi hubungan antara tipe anestesi dan
luaran. Kelebihan lainnya adalah penelitian ini menggunakan database nasional dengan jumlah
pasien >1,3 juta dari 186 RS untuk menilai ketertarikan hasil akhir penelitian ini, temuan pada
penelitian ini didukung oleh nilai valid yang menunjukan hubungan yang bermakna antara titik
akhir kelainan pada paru-paru. Hal ini menunjukan penelitian ini dapat dipercaya dan dapat di
generalisasikan.

13
Sebagai kesimpulan penelitian ini menyarankan pasien dengan COPD berat,
penggunaan anestei regional berhubungan dengan rendahnya angka kematian gabungan,
sedikitnya komplikasi paru, sehingga sama rendahnya dengan angka kematian non pulmonary.
Keuntungan ini digunakan hanya untuk pasien dengan COPD yang sedang atau tidak ada
dispneu dan pasien yang menggunakan anestesi spinal.

14

Anda mungkin juga menyukai