Anda di halaman 1dari 12

I.

NOMOR PERCOBAAN : II
II. JUDUL PERCOBAAN : SIFAT PERIODESITAS SPESIES (LANJUTAN)
III. TUJUAN PERCOBAAN :
Tujuan Umum :
Mahasiswa memahami adanya kemiripan atau
keteraturan sifat-sifat spesies
Tujuan Khusus :
Setelah melakukan kegiatan laboratories,
mahasiswa dapat menentukan kemiripan sifat-sifat
kelarutan senyawa halida perak.

IV. DASAR TEORI :

Sifat dari unsur-unsur menunjukkan sebuah periodisitas (perulangan) yang berasal dari
periodisitas konfigurasi elektronnya.Teori struktur atom mekanika kuantum modern menjelaskan
kecenderungan golongan dengan memproposisikan bahwa unsur dalam golongan yang sama
memiliki konfigurasi elektron yang sama dalam kulit terluarnya, yang merupakan faktor
terpenting penyebab sifat kimia yang mirip. Unsur-unsur dalam golongan yang sama juga
menunjukkan pola kereaktifan, afinitas elektron, afinitas elektron, energi ionisasi, dan
keelektronegativan.

Reaktif artinya mudah bereaksi. Unsur-unsur logam pada system periodik, makin ke
bawah makin reaktif, karena makin mudah melepaskan elektron. Unsur-unsur non logam pada
sistem periodik, makin ke bawah makin kurang reaktif, karena makin sukar menangkap electron.

Pada satu golongan dari atas ke bawah, jari-jari atom makin besar karena lebih banyak
susunan energi yang terisi, elektron valensi terletak lebih jauh dari inti. sehingga gaya tarik inti
terhadap elektron makin kecil, maka atom semakin sulit menarik elektron dari luar, jadi afinitas
elektron semakin kecil

Jika dalam suatu atom terdapat satu elektron di luar subkulit yang mantab, elektron ini
cenderung mudah lepas supaya mempunyai konfigurasi seperti gas mulia. Namun, untuk
melepaskan elektron dari suatu atom diperlukan energi. Energi yang diperlukan untuk
melepaskan elektron dari suatu atom di namakan energi ionisasi. Dari urutan atas, setiap unsur
memiliki energi ionisasi yang lebih rendah dari unsur sebelumnya karena lebih mudahnya sebuah
elektron terlepas karena elektron terluarnya yang semakin jauh dari inti..

Kelektronegatifan adalah kemampuan suatu atom untuk menarik elektron dari atom lain.
Faktor yang mempengaruhi keelektronegatifan adalah gaya tarik dari inti terhadap elektron dan
jari-jari atom. Dalam suatu golongan menampilkan penurunan elektronegativitas dari urutan atas
ke bawah karena peningkatan jarak antara elektron valensi dan inti.

Pengujian halogenalkana
Larutan perak nitrat bisa digunakan untuk menentukan halogen apa yang terdapat pada
sebuah halogenalkana. Cara yang paling efektif adalah dengan melakukan sebuah reaksi
substitusi yang mengubah halogen menjadi sebuah ion halida, dan selanjutnya menguji ion
halida tersebut dengan larutan perak nitrat.

Reaksi
Halogenalkana dipanaskan dengan sejumlah larutan natrium hidroksida dalam sebuah
campuran etanol dengan air. Apapun akan larut dalam campuran ini sehingga reaksi bisa
berlangsung dengan baik.
Atom halogen dilepaskan sebagai ion halida:

Reaksi ini tidak harus berlangsung sampai selesai. Uji dengan perak nitrat cukup sensitif
untuk mendeteksi ion-ion halida dalam konsentrasi yang cukup kecil.
Campuran diasamkan dengan menambahkan asam nitrat. Penambahan asam nitrat ini
akan mencegah terjadinya reaksi antara ion-ion hidroksida yang tidak-bereaksi dengan ion-ion
perak yang akan ditambahkan. Selanjutnya larutan perak nitrat ditambahkan.

Berbagai endapan bisa terbentuk dari reaksi antara perak dan ion-ion halida:

ion dalam campuran endapan yang terbentuk

Cl- endapan putih


Br- endapan abu-abu

I- endapan kuning pucat pasi

Menentukan jenis endapan


Warna endapan-endapan yang terbentuk cukup sulit untuk dibedakan, khususnya jika
endapan yang terbentuk sedikit. Anda bisa menentukan endapan apa yang terbentuk dengan
menambahkan larutan amonia.

Endapan awal Pengamatan


KCl endapan larut menghasilkan larutan tidak berwarna

endapan hampir tidak berubah dengan penambahan larutan amonia


KBr encer, tapi larut dalam larutan amonia pekat menghasilkan larutan
tidak berwarna

KI endapan tidak terlarut dalam laturan ammonia

Untuk membandingkan kereaktifan-kereaktifan halogenalkana, berbagai halogenalkana


diperlakukan dengan sebuah larutan perak nitrat dalam sebuah campuran etanol dengan air.
Tidak ada lagi zat lain yang ditambahkan. Setelah beberapa lama, endapan-endapan muncul
ketika ion-ion halida (yang dihasilkan dari reaksi-reaksi halogenalkana) bereaksi dengan ion-ion
perak yang ada.
Selama prosedur ini berlangsung pada kondisi-kondisi yang terkontrol (jumlah zat yang
sama, suhu yang sama dan seterusnya), maka waktu yang diperlukan untuk pembentukan
endapan dapat menjadi petunjuk tentang kereaktifan halogenalkana semakin cepat endapan
terlihat, semakin reaktif halogenalkana tersebut. Ada dua cara pembentukan ion halida,
tergantung pada jenis halogenalkana yang ada yakni halogenalkana primer, sekunder dan
tersier. Untuk halogenalkana pimer, reaksi utama yang terjadi adalah antara halogenalkana
dengan air dalam pelarut.

Halogenalkana tersier terionisasi sampai tingkatan yang sangat kecil.


Sedangkan halogenalkana sekunder bisa mengalami kedua reaksi di atas.

Membandingkan laju-laju reaksi sesuai dengan jenis halogen


Untuk perbandingan laju reaksi ini, jenis halogenalkana yang digunakan harus konstan
(baik primer, sekunder atau tersier), hanya gugus halogennya yang diubah-ubah. Sebagai contoh,
anda bisa membandingkan lamanya waktu yang diperlukan untuk menghasilkan sebuah endapan
dari beberapa halogenalkana primer berikut:

Sesuai dengan sifat-sifat halogen masing-masing, akan jelas bahwa waktu yang
diperlukan untuk terbentuknya endapan perak bromida akan tergantung pada berapa banyak zat
yang digunakan dan pada suhu berapa reaksi berlangsung. Tetapi pola hasilnya selalu sama.
Sebagai contoh:
Senyawa iodo primer agak cepat menghasilkan endapan.
Senyawa bromo primer memerlukan waktu yang lebih lama untuk menghasilkan endapan.
Senyawa kloro primer kemungkinan tidak akan membentuk endapan, kecuali, dalam jangka
waktu yang cukup lama.
Orde kereaktifan mencerminkan kekuatan ikatan karbon-halogen. Ikatan karbon-iodin
merupakan ikatan yang paling lemah dan ikatan karbon-klorin merupakan yang paling kuat dari
ketiga ikatan pada gambar di atas. Agar ion halida terbentuk, ikatan karbon-halogen harus
diputus. Semakin lemah ikatan, semakin mudah memutus ikatannya.

Membandingkan laju reaksi antara halogenalkana primer, sekunder dan tersier


Untuk melakukan perbandingan ini, atom halogen tidak diubah-ubah. Biasanya
digunakan bromida karena memiliki laju reaksi sedang.
Sebagai contoh, anda bisa membandingkan kereaktifan dari senyawa-senyawa berikut:
Lagi-lagi, waktu yang diperlukan akan bervariasi sesuai dengan kondisi reaksi, tapi
polanya akan selalu sama. Sebagai contoh:
Halida tersier menghasilkan sebuah endapan hampir secara spontan.
Halida sekunder menghasilkan sedikit endapan setelah beberapa detik. Semakin lama
endapan semakin menebal.
Halida primer biasanya memerlukan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan sebuah
endapan.
Penjelasan tentang perbedana laju reaksi halogenalkana primer, sekunder dan tersier ini
lebih sulit karena diperlukan pemahaman mendalam tentang mekanisme-mekanisme yang
terlibat dalam reaksi. Perbedaan ini mencerminkan perubahan cara menghasilkan ion halida
ketika kita berpindah dari halogenalkana primer ke tersier terus ke sekunder.

V. ALAT DAN BAHAN:


1. Sentrifuge 5. Larutan kalium bromida 1,0 M
2. Tabung reaksi 6. Larutan kalium iodida 1,0 M
3. Larutan perak nitrat 0,1 M 7. larutan ammonia pekat (2 M)
4. Larutan kalium klorida 1,0 M

VI. PROSEDUR PERCOBAAN


1. Buatlah endapan perak klorida dengan mencampurkan 5 ml larutan perak nitrat 0,1 M
dengan 0,5 ml larutan kalium klorida 1,0 M dalam sebuah tabung sentrifuga.
Diamkan tabung itu selama satu menit, kemudian pusingkan. Buanglah cairan yang
berada di atas endapan, kemudian tambahkan kepada endapan tersebut larutan
ammonia pekat tetes demi tetes hingga tidak ada lagi perubahan yang nyata.
2. Lakukan seperti halnya (1) tetapi sebagai ganti larutan Kalium klorida gunakan
larutan kalium halide lainnya.

VII. HASIL PENGAMATAN

Nama Penambahan AgNO3 Penambahan NH3


Zat (Ammonia Pekat)
Setelah 1 menit Setelah dipusingkan

Larutan berwarna putih, Larutan berwarna Larutan berwarna


KCl ada endapan berwarna bening, ada endapan bening, terdapat endapan
putih. berwarna putih. berwarna putih
Larutan berwarna putih, Larutan berwarna bening Larutan berwarna keruh
KBr endapan berwarna abu- terdapat endapan dan terdapat endapan
abu. berwarna abu-abu. berwarna abu-abu

Larutan berwarna Larutan berwarna Larutan berwarna bening


kuning, terdapat endapan bening, terdapat endapan terdapat endapan
KI
berwarna putih berwarna putih berwarna kuning pucat
kekuningan kekuningan. pasi

KCl KBr KI

Aquadest Larutan berwarna putih Larutan berwarna keruh Larutan berwarna


keruh dan terdapat dan terdapat endapan kuning pucat dan
endapam berwarna berwarna abu-abu. terdapat endapan
putih berwarna kuning
pucat pasi.

Amonia Pekat Larutan berwarna Larutan berwarna keruh Larutan berwarna


dan terdapat endapan bening terdapat
bening, terdapat
berwarna abu-abu endapan berwarna
endapan berwarna putih kuning pucat pasi

VIII. PERSAMAAN REAKSI

1. KCl(aq) + AgNO3(aq) KNO3(aq) + AgCl(s)


AgCl(s) + 2NH3(aq) Ag(NH3)2Cl(aq)
2. KBr(aq) + AgNO3(aq) KNO3(aq) + AgBr(s)
AgBr(s) + 2NH3(aq) Ag(NH3)2Br(aq)
3. KI(aq) + AgNO3(aq) KNO3(aq) + AgI(s)
AgI(s) + 2NH3(aq) Ag(NH3)2I (aq)

IX. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini berjudul sifat perioditas spesies. Tujuan dari dilakukannya percobaan
ini adalah agar praktikan memahami adanya kemiripan atau keteraturan sifat-sifat spesies dan
setelah melakukan kegiatan tersebut, praktikan dapat menentukan kemiripan sifat-sifat kelarutan
senyawa halida perak.
Pada dasarnya, proses melarut adalah proses menyebarnya partikel-partikel zat yang
dilarutkan ke dalam pelarut. Proses melarut akan terjadi apabila gaya tarik-menarik antarpartikel
dalam pelarut atau dalam zat terlarut itu sendiri. Untuk spesies ionik, proses pelarutannya terjadi
karena spesies ini terurai menjadi kation dan anion yang masing-masing terikat relatif cukup kuat
oleh molekul pelarutnya.
Jika suatu zat dapat terlarut ke dalam pelarut dengan jumlah yang relatif besar, maka
dapat dikatakan bahwa kelarutan zat tersebut besar dan sebaliknya. Kecilnya kelarutan suatu
spesies ionik dapat diinterpretasikan sebagai rendahnya konstanta hasil kali kelarutan
(konsentrasi) ion-ionnya. Sifat kecenderungan golongan halogen dapat ditunjukkan oleh
karakteristik kelarutan halida perak.
Pada percobaan ini dilakukan tiga kali percobaan menggunakan KCl, KBr,dan KI, yang
pertama dilakukan adalah mencampurkan 5 ml larutan perak nitrat 0,1 M dengan 0,5 ml larutan
kalium klorida 1 M. Kemudian, campuran larutan tersebut didiamkan selama satu menit.
Selanjutnya dipusingkan dengan menggunakan sentrifuge selama 5 menit. Setelah itu, cairan
yang berada di atas endapan dibuangkan. Kemudian, ditambahkan pada endapan tersebut larutan
amonia pekat tetes demi tetes hingga tidak ada lagi perubahan yang nyata.
Percobaan kedua yang dilakukan adalah mencampurkan 5 ml larutan perak nitrat 0,1 M
dengan 0,5 ml larutan kalium bromida 1 M. Kemudian, campuran larutan tersebut didiamkan
selama satu menit. Selanjutnya dipusingkan dengan menggunakan sentrifuge selama 5 menit.
Setelah itu, buanglah cairan yang berada di atas endapan. Kemudian, tambahkan pada endapan
tersebut larutan amonia pekat tetes demi tetes hingga tidak ada lagi perubahan yang nyata.
Percobaan ketiga yang dilakukan adalah mencampurkan 5 ml larutan perak nitrat 0,1 M
dengan 0,5 ml larutan kalium iodida 1 M. Kemudian, campuran larutan tersebut didiamkan
selama satu menit. Selanjutnya dipusingkan dengan menggunakan sentrifuge selama 5 menit.
Setelah itu, buanglah cairan yang berada di atas endapan. Kemudian, tambahkan pada endapan
tersebut larutan amonia pekat tetes demi tetes hingga tidak ada lagi perubahan yang nyata.
Sebelum itu, kita mengetahui bahwa banyak sekali reaksi yang digunakan dalam anilisis
anorganik kualitatif melibatkan pembentukan endapan. Endapan adalah zat yang memisahkan
diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan dapat berupa kristal atau kristalin atau
koloid dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan pemusingan (Vogel, 1985: 72).
Kelarutan suatu endapan menurut definisi adalah sama dengan konsentrasi molar dari
larutan jenuhnya (Vogel, 1985: 72). Kelarutan sangat erat hubungannya dengan hasil kali
kelarutan suatu larutan dan erat pula hubungannya dengan endapan yang terjadi pada percobaan
kali ini. Dalam beberapa hal struktur fisik, dan karenanya kelarutan, endapan pada saat
pengendapan tidaklah sama dengan kelarutan endapan yang lama atau telah distabilkan, ini
mungkin disebabkan oleh proses yang dikenal sebagai pematangan yang merupakan semacam
rekristalisasi atau mungkin karena perubahan benar-benar dari struktur kristal (Vogel, 1985: 74).
Jadi, lamanya larutan tersebut diendapkan atau pun dipusingkan akan sangat berpengaruh pada
hasil percobaan.
Berdasarkan percobaan yang kami dapatkan setelah melakukan praktikum adalah pada
endapan perak klorida yang berwarna putih, amonia pekat dapat melarutkan atau melarutkan
hanya sedikit endapan tersebut dan menghasilkan endapan berwarna putih. Kemudian pada
endapan perak bromida yang berwarna abu-abu, amonia tidak dapat melarutkan atau melarutkan
endapan tersebut dan menghasikan endapan berwarna abu-abu. Dan yang terakhir pada endapan
perak iodida yang berwarna putih kuning, pada pelarut amoniak pekat sukar larut dan
menghasilkan endapan berwarna kuning pucat pasi.
Berdasarkan teori, kebanyakan klorida larut dalam air, endapan perak klorida larut dalam
air dingin, akan tetapi lebih mudah larut dalam air mendidih dibandingkan air dingin (Vogel,
1985: 345). Yang digunakan dalam percobaan ini adalah air dingin sehingga endapan perak nitrat
larut dalam air namun tidak secepat dengan air panas. Kemudian, endapan perak klorida yang
seperti dadih dan putih yang tak larut dalam air dan asam nitrat encer, tetapi larut pada amonia
encer (Vogel, 1985: 346). Yang digunakan pada percobaan ini adalah larutan amonia pekat. Yang
pertama adalah larutan amonia pekat dan hasil yang didapat endapan perak nitrat tersebut dapat
larut. Selanjutnya, endapan larutan perak bromida yang berwarna abu-abu yang sangat sedikit
larut dalam larutan amonia encer, tetapi mudah larut dalam amonia pekat dan larut pula pada
larutan natrium tiosulfat (Vogel, 1985: 348). Namun pada percobaan, endapan perak bromida
larut dalam pelarut larutan amonia pekat. Dan yang terakhir pada larutan perak iodida,warna
endapan yang dihasilkan berwarna kuning pucat, pada larutan ini pada larutan amonia pekat
kedua-duanya tidak dapat melarutkan endapan tersebut.
Golongan VIIA merupakan unsur non logam, jadi semakin ke bawah kereaktifannya
semakin kecil. Unsur KI paling susah bereaksi dengan amonia, sehingga proses pelarutannya
paling sukar dibandingkan dengan KCl dan KBr. Begitupun sebaliknya, KCl yang mengandung
ion Cl- (berada paling atas di golongan VIIA dibandingkan Br dan I) paling mudah dilarutkan
oleh amonia karena mudah dalam menangkap elektron, sehingga mudah untuk bereaksi dan
terlarut.

X. KESIMPULAN

1. Suatu zat dapat terlarut ke dalam pelarut dengan jumlah yang relatif besar, maka
kelarutan zat tersebut besar dan sebaliknya.
2. Semua halida perak dapat larut dalam amonia kecuali pada halida perak iodida.
3. Lamanya waktu pengendapan serta konsentrasi larutan yang digunakan sangat
berpengaruh pada hasil percobaan.
4. Endapan dapat berupa kristal atau kristalin atau koloid dan dapat dikeluarkan dari
larutan dengan dilakukan pemusingan.
5. Pada KCl endapan berwarna putih, pada KBr endapan berwana abu-abu dan pada KI
endapan berwarna kuning pucat pasi.
6. Semakin sukar proses pelarutannya maka semakin kecil kereaktifannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Periodisitas. (online). http://www.chem-is-try.org/materi kimia/kimia


kuantum/atom 1/periodesitas. (diakses tanggal 16 September 2017).

Anonim. 2009. Pembentuk Anion. (online). http://www.kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliah


web/pembentuk anion.html. (diakses tanggal 16 September 2017).

Cotton dan Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: Universitas Indonesia.

Santoso, Budi.2009. Sifat Periodisitas Spesies. (online). http://budisantoso-kimia.blogspot.com


(diakses tanggal 16 September 2017).

Setiono, dkk. 1985. Vogel. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai