Anda di halaman 1dari 16

1.

Mesin Panas
Mesin panas adalah suatu mesin yang proses kerjanya ditinjau melalui konsep termodinamika.
Agar tidak menimbulkan kebingungan pembaca, dalam pembahasan selanjutnya mesin panas ini akan
kita sebut sebagai mesin saja. Suatu mesin secara awam diartikan sebagai suatu sistem yang
menghasilkan kerja. Tidak hanya itu, nilai kerja yang dikeluarkan oleh suatu mesin terjadi berulangulang, atau secara periodik.
Secara umum dapat dinyatakan bahwa suatu mesin akan melakukan kerja secara berulangulang dan berkesinambungan. Dalam termodinamika, pengertian berulang-ulang ini dinyatakan
sebagai suatu rentetan proses yang persis sama terjadi berulang-ulang. Satu rentetan proses
termodinamika dinyatakan sebagai satu siklus dari mesin. Dalam grafik, pengertian satu siklus
ditunjukkan sebagai deretan beberapa proses termodinamika yang berkesinambungan dengan
presentasi dalam diagram P-V berupa kurva tertutup.
Pengkajian tentang efisiensi mesin panas memunculkan pernyataan pertama yang jelas tentang
hukum kedua termodinamika. Mesin panas yang pertama dalam praktek adalah mesin uap, yang
ditemukan dalam abad kedelapanbelas untuk memompa air keluar dari tambang batu bara.

Sekarang, kegunaan mesin utama mesin uap adalah dalam pembangkitan energi listrik. Dalam
suatu mesin uap yang khas (Gambar 1), air dipanaskan di bawah tekanan yang tinggi (biasanya
beberapa ratus atmosfer) sampai menguap pada temperatur tinggi (biasanya sekitar 500C). Uap
memuai dan melakukan usaha terhadap piston. Uap keluar dengan temperatur yang jauh lebih rendah
dan didinginkan lebih lanjut sampai mengembun. Selanjutnya air dipompa kembali kedalam pendidih
untuk dipanaskan kembali.
Dalam suatu mesin panas, seluruh deretan proses dimulai dari suatu keadaan tertentu. Proses ini
dilanjutkan oleh proses-proses lainnya yang diakhiri oleh proses kembali ke deretan awal. Suatu
siklus mesin ditunjukkan oleh gambar 11.14

Dalam grafik ppada gambar 11.14 diperlihatkan satu contoh siklus yang terdiri atas 4 proses
termodinamika. Empat proses tertutup ditunjukkan oleh proses pertama dari A ke B, proses kedua dari
B ke C, proses ketiga dari C ke D, dan proses keempat dari D ke A. Perilaku sebaliknya dapat
dikemukakan disini, apabila terdapat suatu sistem yang tidak menghasilkan kerja, akan tetapi justru
sistem tersebut menerima kerja dari luar secara berulang-ulang atau periodik, apakah perilaku ini
bukan suatu mesin ? jawaban dari pertanyaan ini dapat ditelusuri melalui prilaku mesin yang telah
dikenal secara umum dan hukum termodinamika yang tekah dibahas sebelumnya. Hukum I
termodinamika menyatakan bahwa panas suatu sistem terdiri atas dua komponen besaran, yaitu
gabungan dari kerja dan energi dalam nya. Lebih cepat lagi dinyatakan: total perubahan panas (Q)
adalah gabungan dari total perubahan energi dalam (U) dan peubahan kerja (W) atau Q = U + W.
Perumusan ini akan menuntun pada pengertian bahwa apabila tidak terjadi perubahan energi dalam (U
= 0), tentunya kerja pada suatu mesin berasal dari perubahan panas (Q = W). Artinya, kerja dari suatu
mesin berasal dari msuknya panas dari luar mesin. Dapat pula terjadi sebaliknya, yaitu mesin
melakukan kerja untuk mengeluarkan panas dari suatu sistem. Perilaku jenis mesin yang disebut
terakhi ini dinamakan sebagai mesin pendingin.

Gambar mesin bakar dalam. Pada (a), campuran uap bensin dan udara masuk ruang pembakar
ketika piston bergerak turun. Selanjutnya piston bergerak naik di (b), dengan menekan gas untuk
pengapian di (c). Gas panas memuai, dan menggerakkan piston kebawah di (d), langkah daya. Pada
(e), piston bergerak naik lagi untuk membuang gas yang telah terbakar. Selanjutnya siklus berulang.

1.1 Kerja Pada Mesin


Kerja pada dalam suatu proses termodinamika, yang perumusannya dinyatakan oleh persamaan
8.7, memiliki dua kemungkinan peran dalam suatu mesin. Kemungkina pertama merupakan kerja
positif, yaitu kerja dengan perubahan volume positif (dV > 0). Dalam diagram P-V ditunjukkan
dengan volume akhir lebih besar dari volume mula-mula (V2 > V1).
Contoh seperti diperlihatkan dalam gambar 11.14 adalah proses yang berlangsung dari keadaan
B ke keadaan C (VB > VC). Kemungkina kedua adalah kerja yang menghasilkan nilai negatif (dV < 0).
Dalam diagram P-V ditunjukkan oleh volume akhir yang lebih kecil dari volume mul-mula (V 2 < V1).
Contoh pada Gambar 11.14 memperlihatkan tiga buah proses lainnya sebagai kerja bernilai
negatif: proses yang berkangsung dari keadaan C ke keadaan D (V D < VC); bernilai negatif: proses
yang berlangsung dari keadaan D ke keadaan A (V A < VD); dan proses yang berlangsung dari keadaan
A ke keadaan B (VD < VC). Semuanya memberikan nilai kerja negatif.

Besarnya kerja setiap proses diperlihatkan sebagai luas di bawah kurva dari proses yang
bersangkutan. Kerja yang dilakukan sistem sepanjang proses BC memiliki nilai positif karena
volume pada C lebih besar dari volume pada B. Sebaliknya, kerja pada proses CD, proses DA,
dan proses AB semuanya memiliki nilai negatif sehingga kerja total satu siklus merupakan selisih
antara seluruh kerja positif dengan seluruh kerja negatif.
Kerja total adalah luas yang dikelilingi oleh seluruh proses dari siklus yang bersangkutan.
Dalam hal ini kerja total adalah luas suatu siklus yang dibatasi kurva proses dari ABCDA.
Dapat dinyatakan bahwa apapun bentuk kurvanya, luas satu siklus mesin dalam diagram P-V adalah
total kerja mesin. Sebagai contoh, suatu mesin digambarkan melalui siklus yang diperlihatkan oleh
Gambar 11.15.
Proses dari keadaan 1 dan keadaan 2 melakukan kerja sebesar:
W12 = P1 x (V2 V1) = 4,0 x 105 x (4,0 x 10-3) = 1.600 [Joule]
Proses dari keadaan 2 ke keadaan 3 melakukan kerja sebesar:
W23 = P1 x (V3 V2) = 0
Proses dari keadaan 3 ke keadaan melakukan kerja sebesar :
W34 = P3 x (V4 V3) = 1,5 x 105 x (-4,0 x 10-3) = -600 [Joule]
Proses dari keadaan 4 ke keadaan 1 melakukan kerja sebesar:
W41 = P4 x (V1 V4) = 0
Total kerja satu siklus 12341 adalah:
W = W12 + W23 + W34 + W41 = 1.600 600 = 1.000 [Joule]
Nilai ini adalah luas segi empat yang diarsir pada gambar 11.15
Dipandang sebagai suatu sistem utuh tanpa melihat rincian proses-proses yang terjadi
didalamnya, suatu mesin menghasilkan daya (P) tertentu. Apabila mesin tersebut memiliki perioda
siklus sebesar N rpm (rpm = putaran per

menit) dan setiap siklusnya menghasilkan kerja W, maka daya mesin tersebut adalah:

P=

N W
[Watt ]
60

dari perumusan diatas diketahui kerja total yang dikeluarkan oleh mesin selama selang waktu t
adalah W = P.t [Joule]. Untuk mesin dengan siklus seperti pada Gambar 11.15, bila diketahui perioda
mesin adalah 0,01 detik, maka daya mesin tersebut adalah:
P = 1.000 x 100 = 105 [Watt] = 0,1 x 106 Watt = 0,1 [MW]
(MW = Mega Watt)
Dalam satu jam mesin ini menghasilkan kerja sebesar:
W = P. t = 105 x 3.600 = 360 x 106 [J] = 360 [MJ]

1.2 Panas Pada Mesin


Setiap proses dalam mesin memenuhi hukum I termodinamika sehingga berlaku:
Q = U + W
Perumusan ini mempunyai arti bahwa dalam setiap proses termodinamika, akan berperan
sejumlah panas (Q) yang menghasilkan kerja (W) dan mengubah energi dalam (U).
Senagaimana telah dibahas sebelum bahwa kerja (W) dapat bernilai positif, dapat pula bernilai
negatif, maka panas (Q) dapat pula bernilai positif atau bernilai negatif. Panas yang bernilai positif
memiliki arti bahwa selama proses berlangsung mesin menrima panas, atau panas masuk kedalam
mesin selama proses tersebut. Sebaliknya, panas negatif memiliki arti bahwa mesin mengeluarkan
panas. Ambillah sebagai contoh siklus pada Gambar 11.15.
Selama proses dari keadaan 1 ke keadaan 2, panas dimasukkan kedalam mesin karena Q > 0.
Selama proses dari keadaan 2 ke keadaan 3 ke keadaan 4, panas dikeluarkan kedalam mesin karena
Q3 < 0. Selama proses dari keadaan 4 ke keadaan 1 , panas dimasukkan kedalam mesin karena Q 4 >
0 sehingga dalam setiap siklus tersebut terdapat sejumlah panas yang dimasukkan kedalam mesin
yaitu:
QM = Q1 + Q4
Demikian pula untuk sejumlah panas yang dikeluarkan oleh mesin:
QK = Q2 + Q3
Secara keseluruhan, terlihat bahwa dalam satu siklus mesin kerja total sama dengan selisih antara
panas yang masuk dan panas yang keluar dari mesin.
Berlakulah hubungan matematis:
W = QM - QK
Skema aliran panas dari mesin dapat dilihat pada gambar 11.16

Dalam pembahasaan ini terdapat suatu kaidah (ketentuan) yang mengikat, yaitu suatu mesin
tidak mungkin ada dalam suatu system (reservoir panas) yang hanya memiliki satu temperature. Harus
ada system (reservoir panas) lain yang memiliki temperatur berbeda : system dengan temperatur lebih
tinggi sebagai system tempat mesin mengambil panas dan system dengan temperature lebih rendah
sebagi system tempat mesin membuang panas. Ketentuan ini sering dinyatakan sebagai hukum II
termodinamika. Dengan kata lain , suatu system harus bekerja antara dua reservoir panas yang
memiliki temperature berbeda. Agar lebih jelas skema aliran panas dari mesin pada Gambar 11.16
perlu disajikan dalam bentuk perhitungan dengan angka-angka. Anggaplah dalam mesin tersebut
dipergunakan gas ideal monoatomik dan pada keadaan I diketahui temperature 300 K.
Mesin ini memiliki jumlah mole sebesar :
n=

P1 .V 1
R.T1
CV

4.10 5 x 103
8,31 x 300

= 0.16 [mol]

dan
= n . R = 1,33 [J/deg].

Temperatur pada keadaan 2 adalah

T 2 = V 2 / V 1 x T 1 = 1500 K

Temperatur pada keadaan 3 adalah

T3 =

Temperatur pada keadaan 4 adalah

T 4 = V 4 / V 3 x T 3 = 112,5oK

P3 /

P2 x T 2 = 562,5oK

Dari angka-angka yang telah deperoleh , dengan menggunakan hukum I termodinamika dapat
dihitung panas yang berperan dalam setiap proses, yaitu persamaan:
Q = U + W =

CV

dT + P dV

Proses dari 1 ke -2

Q1 = 1,33 X 1.200 + 1.600 = 3.200 [joule]

Proses dari 2 ke -3

Q 2 = 1,33 X (-937,5) + 0 = -1.250 [joule]

Proses dari 3 ke -4

Q3 = 1,33 X (-450) + (-600) = -1.200 [joule]

Proses dari 4 ke -1

Q4 = 1,33 X 187,5 + 0 = 250 [joule]

Dengan demikian panas masuk

QM
QK

= 3.200 + 250 = 3.450 [joule]. Dan panas keluar


= 1.250 + 1200 = 2450 [joule].

1.3 Efisiensi Mesin


Kualitas suatu mesin diukur dari kemapuannya mengeluarkan kerja. Nilai kualitas suatu mesin
dinyatakan sebagai efisiensi mesin (). Nilai efisien dirumuskan sebagai pembandingan besarnya
kerja terhadap panas yang masuk ke dalam mesin tersebut sehingga efisiensi adalah:
=

W
QM

Q M Q K
QM

Atau
=1-

QK
QM

Sebagai contoh untuk pengertian efisiensi suatu mesin bila diterapkan terhadap siklus pada Gambar
11.15 akan diperoleh efisiensi :
=

1.000
3.450

= 0,2899 = 28,99

Selanjutnya, terhadap kaidah yang selalu dipatuhi oleh setiap mesin , yaitu setiap mesin akan
selalu mengeluarkan panas atau selalu aka nada panas yang tebuang. Dengan kata lain, tidak mungkin
ada suatu mesin dengan panas yang keluar = 0 (
dipatuhi keadaan

QK

QK

= 0). Artinya, pada setiap mesin akan selalu

> 0 pengertian ini merupakan makna dari hukum II termodinamika yang

mengisyaratkan bahwa tidak mungkin suatu mesin mencapai nilai efisiensi 100 %. Jadi, akan selalu
berlaku:
1 >1
Skema suatu mesin diperlihatkan pada Gambar 11.17. Gambar 11.17a memperhatikan skema
mesin panas. Mesin ini menerima panas sebanyak

TM

QM

dari reservoir M dengan temperature

dan menghasilkan keja W dan membuang panas sebesar

temperature

QK ke reservoir K dengan

T K . Perhatikan arah panah yang menggambarkan arah aliran panas terhadap mesin.

Pada gambar 11.17b diperlihatkan skema mesin pendingin memiliki perilaku kebalikannya. Kerja W
dilakukan terhadap mesin yang mengambil

panas sebanyak

QK dari reservoir K dengan temperature

dibuang ke reservoir M yang memiliki temperature

TK

Sejumlah panas sebesar

QM

T M . Dalam kedua hal ini selalu T M >T K

persamaan 11.26 yang menyatakan efisiensi mesin panas, apabila diterapkan pada mesin pendingin
akan menjadi:
=

Q K QM
QK

=1-

QM
QK

Seperti halnya efisiensi pada mesin panas yang tidak mungkin mencapai 100%. Hal ini berlaku
pula pada mesin pendingin yang tidak mungkin mencapai efisiensi 100%. Artinya, tidak mungkin
semua kerja (W) dipergunakan seluruhnya untuk mengeluarkan panas (
temperature

T K , atau tanpa membuang panas

QM

QK

dari reservoir dengan

ke reservoir dengan temperature

TM .

Secara teknis, besaran efisiensi dalam pembahasan mesin pendingin telah sering dinyatakan sebagai
kendalaan ( performance), sebutlah K. K adalah negative dari satu per efisiensi yang dirumuskan
dalam persamaan 11.24 diatas sehingga
K=

QK
1
=
Q M +Q K

Dapatkah dua mesin digabungkan menjadi satu mesin ? perhatikan gambar 11.18 gabungan
kedua mesin menggambarkan adalah mesin yang mengambil panas dari reservoir bertemperatur lebih
tinggi , dan kerja yang dihasilkannya digunakan untuk mengeluarkan panas dari reservoir
bertemperatur rendah ke reservoir yang bertemperatur lebih tinggi.
Apabila

QM

QQM , Tentulah

QK =QQ K , artinya kedua mesin ini identik, tidak ada

pengambilan panas dari reservoir bertemperatur lebih tinggi. Selain itu, pada mesin ini juga tidak ada
pengeluaran panas ke reservoir bertemperatur rendah. Hal ini berarti pula tak ada kerja yang
dihasilkan oleh mesin gabungan. Kesimpulannya, mesin semacam ini tidak mungkin ada.
Apabila

QM

QK =0 , artinya dibuat mesin pendingin yang berkerja dengan pengambilan panas

dari reservoir bertemperatur lebih tinggi. Kerja yang dihasilkan dipergunakan sebagi masukan

kerja mesin pendingin untuk reservoir bertemperatur rendah. Namun demikian, hal ini tidak mungkin
pula terjadi.

Karena

QK =0 , berarti efisiensi mesin pertama adalah 100%. Dari kedua analisis di atas,

dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa suatu mesin yang mengambil panas dari lingkungan untuk
menghasilkan kerja bagi lingkungan itu sendiri tidak mungkin terjadi. Sifat semacam ini sering
dinyatakan sebagai hukum III termodinamika.
2. Model-Model Mesin
Kurva proses suatu mesin dalam diagram dua dimensi, misalnya dalam diagram

P - V

harus selalu menggambarkan bentuk siklus, yaitu kumpulan kurva tertutup. Sebarang kurva yang
digambarkan tertutup adalah suatu mesin. Tentunya akan sangat banyak model mesin yang dapat
dibuat orang. Namun demikian, dari berbagai konsep perancangan proses sutu mesin hanya beberapa
model saja yang banyak dibahas. Model-model mesin yang dimaksud, antara lain, mesin diesel, mesin
otto, dan mesin carnot. Ketiga jenis model mesin ini banyak dipakai karena memiliki keistimewaan
tertentu.
2.1 Mesin Diesel
Mesin diesel adalah salah satu model mesin dengan siklus terdiri atas 4 proses, yaitu 1 buah
proses isobarik, 2 buah proses adiabatik, dan 1 proses isokhorik. Siklus mesin diesel ditunjukkan
melaui Gambar 11.19.
Dalam siklus diesel, gas pada keadaan 1 ditekan melalui proses adiabatik menuju keadaan 2.
Gas yang dimaksud di sini adalah bahan bakar mesin. Secara teknis, proses ini dapat dilakukan
dengan cara penekanan dalam waktu yang sangat singkat. Proses kedua merupakan proses
pembakaran gas dari keadaan 2 ke keadaan 3. Pemuaian akibat pembakaran yang dilakukan pada
keadaan 2 merupakan proses masuknya sejumlah panas

(Q M ) . Selanjutnya, secara serentak piston

terdorong oleh proses adiabatik menuju keadaan 4, yaitu mencapai volume awal. Tahap akhir dari
siklus diesel ini berupa pembuangan gas hasil pembakaran yang berarti juga pembuangan panas
sebesar

QK .

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa luas area yang dibatasi siklus adalah total
kerja satu siklus dari mesin. Dalam siklus diesel, yang ditunjukkan oleh Gambar 11.19, kerja mesin
akan menjadi semakin besar bila pemuaian dari keadaan 2 ke keadaan 3 semakin besar. Pada keadaan
yang tidak dipengaruhi

sifat pembakaran gas, jelas hal ini akan berarti meningkatkan efisiensi mesin yang bersangkutan.

2.2 Mesin Otto


Salah satu model mesin lainnya adalah mesin otto. Siklus dari mesin otto juga terdiri dari 4
proses, yaitu 2 buah proses isokhorik dan 2 buah proses adiabatik seperti yang ditunjukkan pada
gambar 11.20.
Proses-proses dalam siklus mesin otto hampir sama dengan siklus dalam mesin diesel. Hanya
proses kedua, yaitu proses dari keadaan 2 ke keadaan 3 saja yang berbeda. Pada siklus mesin diesel,
proses masuknya panas terjadi dalam keadaan tekanan tetap, sedangkan dalam siklus otto, masuknya
panas terjadi dalam keadaan volume tetap.
Sepintas saja dapat ditebak perbedaan efisiensi dari kedua jenis mesin ini. Dengan rancangan
ruang dan ukuran mesin yang sama, artinya keadaan 1 dan keadaan 3 sama, mesin otto akan memiliki
nilai efisiensi yang lebih rendah dibandingkan mesin diesel. Hal ini tampak dari kerja masing-masing
mesin tersebut yang dinyatakan oleh luas area di dalam siklusnya. Apabila ditinjau lebih jauh terlihat
bahwa pada mesin otto pembakan yang mesaukkan panas ke dalam mesin dilakukan pada temperatur
lebih rendah dibandingkan dengan mesin diesel. Dengan kata lain, mesin diesel memerlukan sejumlah
panas bagi bahan bakar sebelum diledakkan. Di lain pihak, mesin otto yang memulai kerjanya pada
temperatur rendah, secara teknis memerlukan bahan bakar yang mudah terbakar atau bahan bakar
dengan oktan yang lebih tinggi.

2.3 Mesin Carnot


Model mesin lain yang populer adalah mesin carnot. Model mesin ini pertama kali dirancang
pada tahun1824 oleh seorang insinyur Perancis bernama Sadi Carnot. Kita telah melihat bahwa,
menurut hukum kedua termodinamika, tak mungkin didapatkan mesin panas yang berkerja antara dua
tandon panas dengan efisiensi 100 persen. Kalau demikian, berapakah efisiensi maksimum yang
mungkin bagi mesin semacam itu ? pertanyaan ini terjawab pada tahun 1824 oleh seorang insiyur

muda Perancis, sadi carnot, sebelum hukum pertama termodinamika dirumuskan. Carnot menemukan
bahwa semua mesin resersibel yang berkerja antara dua tandon panas mempunyai efisiensi yang lebih
besar dibandingkan efesiensi mesin irresersibel. Hasil ini dikenal dengan teorema carnot. Mesin
reversibel yang berkerja di antara dua tandon panas dinamakan mesin carnot.
Tidak ada mesin yang berkerja di antara dua tandon panas yang tersedia yang dapat lebih
efsiensi daripada mesin reversibel yang berkerja antara kedua tandon ini.

Siklus mesin carnot dibangun oleh 4 proses yang terdiri dari atas 2 proses adiabatik dan 2
proses isotermik. Dalam diagram

P - V , siklus carnot diperlihatkan pada Gambar 11.21.

Perhatiakan siklus carnot seperti ditunjukkan oleh gambar 11.21. panas untuk
temperatur konstan (sebut

(Q M )

pada

T 1 , dT =0 , maka:
d QM =P . dV

Apabila gas yang dipergunakan dalam mesin ini dianggap berperilaku sebagai gas ideal, maka akan
diperoleh:

QM =nR T 1 ln

V4
V3

sedangkan panas keluar

QK =nR T 1 ln

(QK ) pada temperatur T 2 adalah:

V1
V2

Selanjutnya, karena proses dari keadaan 2 ke keadaan 3 dan proses dari keadaan 4 ke keadaan 1
adalah proses adiabatik, dengan menggunakan hubungan persamaan 11.24 di peroleh:

V4 V1
=
V3 V 2
Sehingga diperoleh pula hubungan matematis

QK T 2
=
Q M T1
Dengan demikian, efisiensi mesin carnot dapat dituliskan sebagai:

n=1-

QK
=1
QM

T2
T1

Persamaan 11.27 mengisyaratkan bahwa efisiensi dari mesin carnot ditentukan oleh
perbandingan temperatur kedua reservoir panas daerah kerja mesin tersebut. Semakin tinggi faktor
pembanding temperatur kedua reservoirnya, akan semakin tinggi efisiensi mesin tersebut. Secara
teknis, perbandingan temperatur kedua reservoir panas adalah perbedaan temperatur antara keduanya.
2.4 Pompa Panas
Sekitar 20 persen penggunaan energi adalah untuk pemanasan bangunan rumah atau kantor, kenyakan
dari pemanasan ini dilakukan oleh pembakaran bahan bakar fosil(minyak, batubara, atau gas alam).
Walaupun relatif efisien, pembakaran semacam itu merupakan sumber polusi yang utama di kota kita.
Alternatif untuk menggunakanpanas listrik sekilas nampaknya lebih efisien dan kurang menyebabkan
pencemaran, namun ini sebenarnya sangat tidak benar. Walaupun sebagian listrik dibangkitkan dalam
hidroelektrik dan pembangkit nuklir, kebanyakan berasal dari pembangkit tenaga yang membakar
bahan bakar fosil. Hal ini menyebabkan jumlah polusi yang sama banyak dengan pembakaran bahan
bakar fosil diperumahan dan bangunan kantor. Tambah lagi, panas yang dibuang oleh pembangkit
tenaga menghasilkan polusi termal terhadap danau dan sungai dan juga atmosfer. Selanjutnya efisiensi
Carnot sebuah pembangkit tenaga bernilai 50 persen, dan efisiensi sebenarnya adalah hanya sekitar 40
persen. Alternatif yang efisien bagi pembakaran bahan bakar fosil langsung maupun tak langsung
sebagai metoda untuk memanaskan perumahan dan bangunan kantor dalam cuaca yang sedang adalah
pompa panas.
Pompa Panas pada dasarnya adalah sebuah refrigerator yang digunakan untuk memompa
energi termal dari tandon dingin (misalnya, udara dingin diluar rumah) ke tandon panas ( misalnya
udara panas di dalam rumah) Jika kerja W dilakukan untuk memindahkan panas Q, dari tandon dingin
dan membuang panas |

Qh | =

W +Qc

ke tandon panas, maka koefisien performansinya

(Persamaan 17-3) adalah

COP=

Dengan menggunakan W =

Qc
W

Qh Qc , maka dapat ditulis


1Qc / Q h
Qc /Q h

Qc
COP=
=
|Q hQc

Koefisien performansi maksimum diperoleh dengan menggunakan pompa panas refersibel atau
Carnot. Maka

Qc dan Qh

dihubungkan oleh Persamaan 17-5 :

Qc T c
=
Qh T h
Dengan mensubstitusi

Qc /Q h = 1Tc /T h ke dalam Persamaan 17-10, kita akan

mendapatkan untuk koefiesn performansi maksimum

COPmaks =

T c /T h
Tc
=
1T c /T h T hT c
atau

COPmaks =

dengan

Tc
T

adalah beda temperatur antanra tandon panas dan tandon dingin. Pompa panas nyata

dan refrigerator mempunyai COP yang lebih kecil daripada COP Carnot karena gesekan, konduksi
panas, dan proses irreversibel lain.
Kita biasanya tertarik pada usaha yang harus dilakukan untuk membuang sejumlah panas

Qh

ke dalam tandon panas. (Untuk sebuah rumah, tandon panas dapat berwujud pasokan

udara panas untuk kipas pemanas). Dengan menggunakan

|Q h|=|Qc|+W ,

kita dapat menuliskan

Persamaan 17-9 sebagai

COP=

Qc Q hW
=
W
W

1+ COP
W =

Q h

3. Refrigator Dan Hukum Kedua Termodinamika


Refrigator pada dasarnya merupakan mesin panas yang bekerja terbalik. Usaha diberikan pada
refrigator untuk menyerap panas dari tandon dingin dan mentransfernya ke tandon panas. Sebanyak
mungkin panas Qc diinginkan untuk dipindahkan sambil melakukan usaha W sesedikit mungkin. Dari
pengalaman didapatkan bahwa sejumlah usaha harus selalu dilakukan. Hasil ini merupakan rumusan
hukum kedua termodinamika untuk refrigerator.
Sebuah refrigator tak mungkin bekerja secara siklis dengan tak menghasilkan efek lain diluar
transfer panas dari benda dingin ke benda panas.
Bila pernyataan ini tak benar, secara prinsip mungkin saja kita mendinginkan rumah kita di musim
panas dengan refrigator yang memompa panas keluar tanpa menggunakan listrik sama sekali atau
energi lain.
Ukuran performansi refrigerator adalah rasio Q c/W yang dinamakan koefisien performansi COP
(coefficient of performance):

COP=

Qc
W

Makin besar koefisien performansi, makin baik refrigatornya. Refrigator tertentu mempunyai
koefisien performansi sekitar 5 atau 6. Apabila dinyatakan dalam rasio ini, rumusan hukum kedua
termodinamika untuk refrigator menyatakan bahwa koefisien performansi sebuah refrigator tak
mungkin tak terhingga ( karena W tidak mungkin 0)
Walaupun rumusan hukum kedua termodinamika untuk mesin panas dan refrigerator Nampak
cukup berbeda. Sebenarnya keduanya ekuivalensi. Itu berarti, bila salah satu rumusan itu benar, maka
rumusan yang lain juga benar. Ekuivalensi ini dpaat dibuktikan dengan menunjukkan bahwa jika salah
satu rumusan dianggap salah maka rumusan yang lain dianggap salah juga. Kita akan menggunakan
contoh numerik untuk menunjukkan bahwa jika rumusan mesin panas salah, maka rumusan
refrigerator harus salah juga.

Gambar diatas menunjukkan refrigerator biasa menggunakan 50 J usaha untuk memindahkan


100 J energy dari tandon dingin dan membuang 150 J energi ke tandon panas. Koefisien performansi
refrigerator itu 2,0. Jika rumusan hukum kedua untuk mesin panas tidak benar maka kita akan
mempunyai mesin panas yang sempurna yang dapat memindahkan energy dari tandon tunggal dan
mengubah seluruhnya menjadi usaha dengan efisiensi 100 persen. Kita dapat menggunakan mesin
panas yang sempurna ini untuk memindahkan 50 J energy dari tandon panas dan melakukan usaha 50
J (gambar 4b). Dengan demikian, jika kita menggunakan mesin panas sempurna itu bersama dengan
refrigerator biasa, maka kita dapat membentuk refrigenator sempurna yang dapat mentransfer 100 J
energy dari tando dingin ke tandon panas tanpa mebutuhkan usaha sedikit pun seperti yang dilukiskan
pada gambar 4c. ini menentang rumusan hukum kedua untuk refrigerator. Jadi, jika rumusan mesin
panas salah maka rumusan sempurna itu ada, maka refrigerator itu dapat digunakan bersama dengan
mesin panas biasa untuk membentuk mesin panas sempurna. Jadi, jika rumusan refrigerator salah
rumusan mesin pans juga salah. Itu berarti bahwa jika salah satu rumusan benar maka rumusan yang
lain juga benar. Oleh karena itu, kedua rumusan itu ekuivalen.
4. Entropi Dan Besaran Termodinamika Lainnya
Model siklus carnot dapat menjelaskan tentang hubungan temperatur mutlak
panas

(T )

dengan

( Q ) pada suatu keadaan termodinamika. Persamaan 11.27 memperlihatkan bahwa pada

setiap nilai temperatur

(T )

akan berkaitan satu-satu secara unik dengan nilai panas

( Q ) yang

ada didalamnya. Dari sisi lain, telah disebutkan pula tentang proses adiabatik. Secara teknis, proses ini

berlangsung sangat cepat. Dengan demikian, kerja yang diberikan pada sistem selama proses
isotermik dipergunakan sepenuhnya untuk mengubah energi dalam ( U .

Telah dibahas tentang konsep eki partisi energi dalam gas ideal. Persamaan 11.27 menunjukkan
bahwa suatu nilai temperatur (T) menyatakan ukuran tingkat energi dari suatu keadaan gerak atau
derajat bebas materi di dalamnya. Suatu keadaan gerak tertentu memiliki sejumlah energy tertentu.
Secara teoritis, keadaan gerak suatu sistem dapat berubah, artinya energy gerak berubah.
Setelah itu sistem dapat berubah kembali menjadi keadaan gerak baru yang lain atau dapat sama
dengan keadaan gerak sebelumnya. Proses termodinamika yang dapat mengembalikan keadaan tepat
sama degnan keadaan sebelumnya disebut sebagai proses reversible. Sebaliknya, apabila suatu proses
termodinamika tidak dapat melakukan proses kembali ke adaan sebelumnya disebut sebagai proses
irreversibrl. Pada kenyataannya, di alam ini tidak ada satu pun proses yang reversible, semua proses
yang terjadi adalahirreversibel. Dari sudut energy atau tinggkat energy mugkin dapat memiliki nilai
yang sama dengan keadaan sebelumnya, akan tetapi apabila ditinjau dari besaraan termodinmika
lainnya, setidaknya besaran waktu, keadaan itu lain dari keadaan sebelumnya.
Pendekatan teoritis terhadap perilaku sistem dengan berbagai prosesnya membutuhkan model
kontinu. Model kontinu yang digambarkan dala suatu diagram ruang termodinamika akan memiliki
fungsi kontinu. Oleh karena itu, pembahasan termodinamika selanjutnya selalu meganggap berbagai
proses yang terjadi adalah proses reversible. Proses reversible apabila ingin diwujudkan dalam
keadaan riil merupakan proses yang berlangsung dalam ku run waktu yang sangat lama.
Dari paparan di atas dapat dipahami adanya suatu sifat yang menggambarkan jumlah panas
pada suatu temperature tertentu. Suatu sistem pada temperature tertentu dapat memiiki jumlah panas
yang besar atau jumlah panas yang kecil, bergantung pada sistem yang bersangkutan. Pengertian ini
agak berbeda dengan konsep kapasitas panas (C) seperti yang dibahas pada bagian 11.4.4. kapasitas
panas merupakan kerapatan panas terhadap temperaur dalam sistem statis, yaitu sistem yang tidak
berubah akibat perubahan besaran dari luar. Kini saatnya dimunculkan suatu besaran yang
menggambarkan perilaku kerapatan panas pada suatu nilai temperature tertentu di dalam sistem
dinamis, yaitu sistem yang berubah karena perubahan besaran termodinamika lainnya. Besaran baru
ini disebut sabagai entropi (S) yang di rumuskan sebagai:

S =

Q
T

(11.28)

Q=T S
Sekali lagi diingatkan bahwa besaran panas adalah besaran energy. Perumusan entropi
sebagaimana dituliskan pada persamaan 11.28 menggambarkan keadaan dinamis dari panas yang
bersifat sebagi fngsi eksak mengikuti pemahaman sebelumnya bahwa Q adalah fungsi tidak eksak,
sedangkan perilaku kerapatan panas yang dinyatakan oleh besaran entropi (S) adalah distribusi energy
pada suatu temperature tertentu sebagai fungsi eksak. Dengan demikian, S memiliki sifat sebagai
fungsi matematis yang kontinu. Sebagai besaran termodinamika yang kontinu, S dapat meggambarkan
sifat kebergantungan yang kontinu pula dengan besaran termodinamika lainnya, seperti temperature
(T), tekanan (P), volume (V), dan energy dalam (U).
Entropi sebagian besaran yang menyatakan perilaku kerapatan energy panas pada suatu
temperature, masih sangat erat hubungannya dengan perilaku mekanika. Konsep entropi sebagai
kerapatan kerapatan energy panas menyatakan distribusi energy pada kedudukan atau susunan
molekul pasa suatu temperature tertentu dalam sistem termodinamika.

Dalam kenyataannya, di alam ini susunan molekul dan benda-benda selalu dan akan terus
mengalami perubahan. Dikaitkan dengan siklus carnot dan peristiwa yang bersifat irreversible, maka
besaran entropi di alam akan selalu bertambah (bersifat kumulatif/bernilai positif). Dengan kata lain,
entropi sebagai kerapatan panas dari sistem tertutup, sebagian kecil dari alam, merupakan besaran
panas yang terbuang ke lingkungan dan akan trakumulasi secara terus-menerus. Persamaan 11.29
menggambarkan S sebagai suatu fungsi kontinu sehingga berlaku hubungan:

Q= TdS
(11.29)
dengan T sebagai fungsi dari besaran S.
Dipandang dari kedudukan dan susunan molekul-molekul di dalam ruang, dalam satu parameter
jumlah molekul dengan volume tertentu saja akan terdapat banyak sekali kemungkinan bentuk,
ukuran dan susunan molekulnya. Kemungkinan susunan penempatan molekul dalam ruang
diperkirakan dalam model permutasi (banyak kemungkinan). Sebutlah permutasi tersebut meiliki nilai
sebesar . Stirling menyatakan nilai entropinya sebanding dengan besarnya logaitma normal
permutasi tersebut. Hukum Stirling merumuskan nilai entropi:

S=k ln

(11.30)

dengan k adalah tetapan Boltzman.


Secara umum, baik T maupun S dipandang sebagai fungsi dari besaran termodinamika lain, seperti P,
V, U, dan sebaginya. Sebagai contoh, bila diterapkan pada sifat gas ideal yang mengalami proses
volume konstan, T dan S memiliki hubungan:

d Q=T . dS=C v dT
sehingga akan diperoleh:

S=C v ln T
Untuk suatu gas ideal monoatomic dengan

3
3
C v = nR , maka: S= nR lnT
2
2
Bandingkan nilai ini dengan persamaan 11.30. sepintas akan tampak, dengan S yang bersifat
kumulatif, maka temperature lingkunga akan terus naik. Pembahasan termodinamika sampai sejauh
ini selalu dikaitkan dengan mekanika. Panas sebagai bentuk energi total dalam suatu sistim
dihubungkan dengan perilaku mekanika.
Pembahasan fisika yang lebih luas mengenal perilaku lain, seperti kelistrikan, kemagnetan, dan
momentum. Peristiwa di alam semesta juga tidak hanya dikenal dalam lingkup fisika. Banyak
peristiwa kimia, peristiwa biologi. Selain itu, terdapat pula peristiwa-peristiwa yang dapat di lihat dari
konsep fisika, kimia, dan biologi, seperti peristiwa pembekuan, pelaruran, reaksi kimia, metabolism,
regenerasi, dan sebagainya.

Besaran energy dalam sistem yang di bahas secara umum dalam termodinamika sering di
nyatakan sebagai energy bebas. Beberapa energy yang disimbulkan sebagai energy bebas, antara
lian:
a. Energi Gibbs (G), yaitu energy dalam kaitan peristiwa yang lebih dekat dengan peristiwa fisika
seperti pelarut, perubahan fasa padat ke cair, cair ke gas, dan sebaliknya, atau reaksi kimia yang
memiliki tekanan dan temperature sebagai variable bebas. Energy Gibbs dirumuskan sebagai

G=H TS , dengan H adalah entalpi, yaitu energy yang diperlukan untuk mengubah

susunan atau keadaan molekkul.


b. Energy Helmholtz (A), yaitu energy yang berkaitan dengan energy fasa zat, reaksi kimia,
maupun reaksi biokimia dengan memilih volume dan temperature sebagai variable bebas. Energy
bebas Helmholtz dirumuskan sebagai

A=U TS .

Suatu peristiwa, seperti proses pelarutan, proses pembekuan, reaksi kimia, pembentukan
Kristal, dan lain-lain akan terjadi apabila perubahan energy bebasnya negative. Apabila energy
bebasnya konstan proses yang terjadi berupa proses keseimbangan atau proses bolak - balik sehingga
dapat dinyatakan bahwa peristiwa tidak terjadi.

Anda mungkin juga menyukai