Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat
menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa hari.
Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala lainnya seperti
infeksi sinus yang kita ketahuin kini lebih jarang dibandingkan era pra-
antibiotik.sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis. Sinus paranasalis
adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tengkorak disekitar
wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang tengkorak. Rongga ini berjumlah
empat pasang kiri dan kanan. Rasa sakit dibagian dahi, pipi, hidung atau daerah
diantara mata terkaadang disertai dengan demam, sakit kepala,sakit gigi, atau bahan
kepekaan indra penciuman kita merupakan salah satu gejala sinusitis. Terkadang
karena gejala yang kita rasakan tidak spesifik, kita salah mengartikan gejala-gejala
tersebut dengan penyakit lain sehingga membuat penyakit sinusitis yang diderita
berkembang tanpa diobati.
Sinusitis bisa disebabkan oleh bakteri,virus, dan jamur. Streptococcus
pneumoniae, haemophillus influenza, dan Streptococcus group A merupakan contoh
bakteri yang dapat menyebabkan sinusitis. Selain bakteri tersebut ada juga bakteri
anaerob yang dapat menyebabkan sinusitis yaitu fusobakteria. Untuk virus yang dapat
menyebabkan sinusitis adalah Rhinovirus, influenza virus, dan parainfluenza virus.
Sinusitis dapat dibedakan menjadi dua yaitu sinusitis akut dan kronis.
Penyebab terjadinya sinusitis akut dan kronis pun berbeda. Untuk sinusitis akut itu
biasanya terjadi karena rhinitis akut, faringitis, tonsilitis akut dan lain-lain. Gangguan
drainase, perubahan mukosa, dan pengobatan merupakan penyebab terjadinya
sinusitis kronis

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI
Sinusitis akhiran umum dalam kedokteran itis berarti peradangan karena itu
sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal. Sinusitis adalah penyakit yang
terjadi didaerah sinus. Sinus itu sendiri adalah rongga udara yang terdapat diarea
wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus sendiri adalah untuk
menjaga kelembapan hidung dan menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga
sinus sendiri terdiri dari 4 jenis, yaitu :
1. Sinus Frontal, terletak di OS frontal
2. Sinus Maksilaris, terletak diantara tulang pipi, tepatnya di samping hidung
3. Sinus Ethmoid, terletak diantara konka media dan dinding medial orbita
4. Sinus sphenoid, terletak dalam os sfenoid dibelakang sinus etmoid posterior.
Dalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang
disebut dengan cilia. Fungsi cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang diproduksi
di dalam sinus menuju kesaluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong lendir ini
berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun organism yang
mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus yang menyebabkan lendir terperangkap di
rongga sinus dan menjadi tempat tumbuhnya bakteri.
Sinusitis terjadi apabila terjadi peradangan di daerah lapisan rongga sinus yang
menyebabkan lendir terperangkap dirongga sinus dan menjadi tempat tumbuhnya
bakteri. Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Sinusitis Akut : gejala dirasakan selama 2-8 minggu
2. Sinusitis Kronik : gejala dirasakan lebih dari 8 minggu

2.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI SINUSITIS


Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit di
deskripsikan karena bentuk nya yang sangat bervariasi. Ada 4 pasang sinus paranasal
mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus frontalis, sinus eitmoid, dan
sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara (ostium) kedalam
rongga hidung. Sinus paranasal dilapisi oleh epitel torak berlapis semu bersilia dan
diantaranya terdapat sel-sel goblet. Dibawahnya terdapat tunika propia yang

2
mengandung kelenjar mukosa dan serosa yang salurannya bermuara dipermukaan
epitel. Sekresi kelenjar ini membentuk palut lendir (mucous blanket) yang menutupi
epitel.

Gambar 1. Sinus Paranasal


SINUS PARANASAL
Fungsi sinus paranasal adalah :
a. Air conditioning
b. Keseimbangan kepala
c. Menjaga suhu
d. Resonansi

1. Sinus Maksilaris
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar, saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya
mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan
fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan
infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung,
dinding superiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila

3
berada disebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksilaris adalah :
1. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang, yaitu premolar
(P1 dan P2), molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi
molar M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol kedalam sinus,
sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.
2. Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita.
3. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drenase
hanya tergantung dari gerak silia, lagi pula drenase juga harus melalui
infundibulum yang sempit.

Gambar 2. Sinus Maksilaris

2. Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di OS frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat
fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahum dan akan
mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdrenase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal,
yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.

4
Gambar 3. Sinus Frontalis

3. Sinus Etmoidalis
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-
sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan
dasarnya dibagian posterior.
Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang
tawon, yang terdapat didalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak diantara
konka media dan dinding medial orbita. Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi
menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid
posterior yang bermuara dimeatus superior.
Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal. Sel etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
disebut infundibullum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Pembengkakkan
atau peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan sinusitis frontal dan
pembengkakkan di infundibullum dapat menyebabkan sinusitis maksila.

5
Gambar 4. Sinus Etmoidalis

4. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Saat sinus
berkembang, pembuluh darah dan nervus dibagian lateral os sfenoid akan menjadi
sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai identasi pada dinding
sinus sfenoid.
Batas-batasnya ialah, sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar
hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus
kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai indentasi) dan disebelah
posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

Gambar 5. Gambar Sfenoid

6
Kompleks Ostio-Meatal
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal, dan sinus etmoid anterior.
Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal (KOM), terdiri
dari infundibullum etmoid yang terdapat dibelakang prosesus unsinatus, resesus
frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus
maksila.

Gambar 6. Kompleks Ostio-Meatal

2.3. Klasifikasi.
Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, sinusitis subakut bila gejala
berlangsung 4 sampai 8 minggu sedangkan kronis berlangsung lebih dari 2 bulan.
Tetapi apabila dilihat dari gejala, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis
akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda akut
sudah reda dan perubahan histologik mukosa sinus masih reversible, misalnya sudah
berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat
ialah berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin
dikerjakan.
Sinusitis kronis adalah suatu inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal
yang dapat ditegakkan berdasarkan riwayat gejala yang diderita sudah lebih dari 12
minggu, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2 kriteria
minor.

7
2.4. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Sinusitis dapat disebabkan oleh:
1. Bakteri :Streptococcus pneumonia, Haemophillus influenza, Streptococcus group
A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil gram -, Pseudomonas
2. Bakteri anaerob : fusobakteria
3. Jamur : Aspergillus

Sinusitis akut dapat disebabkan oleh :


1. Rinitis akut
2. Faringitis
3. Adenoiditis
4. Tonsillitis akut
5. Dentogen, infeksi dari gigi rahang atas seperti M1,M2,M3,P1 & P2
6. Berenang
7. Menyelam
8. Trauma, menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
9. Barotraumas, menyebabkan nekrosis mukosa sinus paranasal

Infeksi kronis pada sinusitis kronis disebabkan :


1. Gangguan drainase, gangguan drainase dapat disebabkan obstruksi mekanik dan
kerusakan silia.
2. Perubahan mukosa, perubahan mukosa dapat disebabkan alergi, defisiensi
imunologik, dan kerusakan silia.
3. Pengobatan, pengobatan infeksi akut yang tidak semurna. Sebaliknya, keruskana
silia dapat disebabkan oleh gangguan drainase, perubahan mukosa, dan polusi
bahan kimia.

Faktor predisposisi terjadinya sinusitis antara lain :


1. Obstruksi mekanik, misalnya deviasi septum nasi
2. Hipertropi konka nasi media
3. Benda asing dalam rongga hidung
4. Poli nasi

8
5. Tumor dalam rongga hidung
6. Rinitis, rhinitis kronis dan rhinitis alergi menyebabkan obstruksi ostium sinus dan
menghasilkan lendir yang banyak sehingga menjadi media yang baik bagi
pertumbuhan bakteri.
7. Lingkungan, lingkungan yang berpolusi dan udara dingin & kering dapat
menyebabkan perubahan mukosa dan kerusakan silia.

2.5. PATOFISIOLOGI
Kesehatan sinus diengaruhi oleh potensi ostium-ostium sinus dan lancarnya
klirens mukosiliar (mucosiliary clearance) di dalam KOM. Mucus juga mengandung
substansi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan
tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan. Organ-organ yang
membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang
berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium
tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative didalam rongga sinus yang
menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini biasanya dianggap
sebagai rhinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa
pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media
baik untuk tumbuhnya dan multipikasi bakteri. Secret menjadi purulent. Keadaan ini
disebut sebagai rinosinusitsi akut bacterial dan memerlukan terapi antibiotic. Jika
terapi tidak berhasil ( misalnya karena ada factor predisposisi), inflamasi berlanjut,
terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini
merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa
menjadi kronik yaitu hipertropi, polipoid, atau pembentukan polip dan kista,. Pada
keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

2.6 PATOGENESIS

Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu


obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas dan kualitas
mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh infeksi virus. Virus tersebut
sebagian besar menginfeksi saluran pernafasan atas seperti rhinovirus, influenza A dan

9
B, parainfluenza,respiratory syncytial virus,adenovirus dan enterovirus. Sekitas 90%
pasien yang mengalami ISPA akan membuktikan gambaran radiologis yang
melibatkan sinus paranasal. Infeksi virus akan menyababkan terjadinya udem pada
dinding hidung dan sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau
obstruksi pada ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus.

Selain itu inflamasi, polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian, dan nasal
instrumentation juga menyababkan menurunya patensi sinus ostia. Virus tersebut juga
memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan
mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi
kurang aktif dan secret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan
media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri pathogen. Silia yang kurang
aktif fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus.
Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti
kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat, virus, bakteri,
environmental, cilitoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua permukaan mukosa,
parut, primary cilliary dyskinesia (kartagener syndorme). Adanya bakteri dan lapisan
mukosilia yang abnormal meningkatkan kemungkinan terjadinya reinfeksi atau
reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan
hipoksia didalam sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk
berkembangnya bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi
pergerakan silia dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi
lapisan mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase secret terganggu,
dan terdapatnya beberapa bakteri patogen.

2.6. Gejala Sinusitis


Manifestasi klinis yang dari kelainan pada sinus adalah sakit kepala yang
dirasakan ketika penderita bangun pada pagi hari. Manifestasi klinis yang ditimbulkan
oleh sinusitis dapat dibagi menjadi dua yaitu gejala subyektif (dirasakan) dan gejala
obyektif (dilihat).
1. Gejala subyektif : demam,lesu, hidung tersumbat, sekresi lendir hidung yang
kental dan terkadang bau, sakit kepala yang menjalar dan lebih berat pada pagi
hari.

10
2. Gejala obyektif : kemungkinan ditemukan pembengkakkan pada daerah bawah
orbita (mata) dan lama kelamaan akan bertambah lebar sampai ke pipi.
Sinusitis akut dan kronis memiliki gejala yang sama, yaitu nyeri tekan dan
pembengkakkan pada sinus yang terkena, tetapi ada gejala tertentu yang timbul
berdasarkan sinus yang terkena :
a. Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat dibawah mata, sakit gigi dan
sakit kepala.
b. Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi
c. Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri dibelakang dan diantara mata serta sakit
kepala di dahi.
d. Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat dipastikan
dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang, atau kadang
menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.

2.7. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
emeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior,
pemeriksaan nasoendoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan
dini. Tanda khas adalah adanya pus dimeatus medius (pada sinusitis maksila dan
etmoid anterior dan frontal)m atau di meatus superior ( pada sinusitis etmoid posterior
dan sfhenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pada anak
sering pembengkakan dan kemerahan didaerah kantus medius. Pemeriksaan pembantu
yang penting adalah foto polos atau CT scan. Foto polos posisi waters, PA, dan lateral,
umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan
frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan batas udara-cairan (air fluid level) atau
penebalan mukosa.
CT scan merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai
anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara
keseluruhan dan perluasannya. Namun karena mahal hanya dikerjakan sebagai
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang tidak membaik dengan pengobatan atau
pra-operasi sebagai anduan operator saat melakukan operasi sinus. Pada pemeriksaan
transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan ini sudah
jarang digunakan karena sangat terbatasnya kegunaannya.

11
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil
secret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat. Lebih baik
lagi apabila diambil secret yang keluar dari fungsi sinus maksila. Sinuskopi dilakukan
dengan menembus dinding medial sinud maksila melalui meatus inferior, dengan alat
endoskop dapat dilihat kondisi sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat
dilakukan irigasi sinus untuk terapi.
Diagnosis sinusitis juga dapat ditegakkan dengan 2 gejala mayor atau 1 gejala
mayor disertai dengan minimal 2 gejala minor sebagai berikut :
Gejala mayor :
1. Secret nasal yang purulent
2. Drenase faring yang purulent
3. Batuk
4. Foto rontgen (Water sradiograph atau fluid level) : penebalan lebih 50% dari
antrum
5. Coronal CT Scan : penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus

Gejala minor :
1. Edem periorbital
2. Sakit kepala
3. Nyeri di wajah
4. Sakit gigi
5. Nyeri telinga
6. Sakit tenggorokan
7. Nafas berbau
8. Bersin-bersin bertambah sering
9. Demam
10. Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri

12
2.8. PENATALAKSANAAN
SINUSITIS AKUT
Tujuan dari sinusitis akut adalah memperbaiki fungsi mukosilia dan
mengontrol infeksi. Terapi sinusitis karena infeksi virus tidak memerlukan
antimicrobial. Terapi standard nonantimikrobial diantaranya topical steroid, topical
atau oral decongestan, mucolytics dan intranasal saline spray.
Berdasarkan pedoman Sinus and Allergy Health Partnership, terapi sinusitis
akut yang disebabkan bakteri dikatagorikan menjadi 3 kelompok :
1. Dewasa dengan sinusitis ringan yang tidak meminum antibiotik :
Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (1,5-3,5 g/d), cefpodoxime proxetil, atau
cefuroxime direkomendasikan sebagai terapi awal. Dewasa dengan sinusitis ringan
yang telah mendapat antibiotik sebelumnya 4-6 minggu dan dewasa dengan sinusitis
sedang : Amoxicillin/clavulanate, amoxicillin (3-3,5 g), cefpodoxime roxetil, atau
cefixime.
2. Dewasa dengan sinusitis sedang yang telah mendapat antibiotik sebelumnya 4-6
minggu : Amoxicillin/clavulanate, levofloxacin, moxifloxacin, atau doxycycline.

SINUSITIS KRONIK
Terapi yang dapat dilakukan pertama kali seperti mengontrol fakto-faktor
resiko karena sinusitis kronik memiliki banyak faktor resiko dan beberapa penyebab
yang berpotensial. Selain itu, terapi selanjutnya yaitu mengontrol gejala yang muncul
serta pemilihan antimicrobial (biasanya oral) yang di pakai.
Tujuan utama dari terapi dengan menggunakan obat yaitu mongontrol gejala yang
muncul serta mengurangi kesakitan dan mencegah terjadinya komplikasi. Adapun
berikut beberapa contoh antibiotik yang digunakan seperti:
a. Vancomycin (Lyphocin, Vancocin, Vancoled) Adult : 1 gr or 15 mg/kg IV q12h,
Anak-anak : 30-40 mg/kg/d IV in 2 doses
b. Moxifloxacin (Avelox) Adult :400 mg PO.IV qd, Anak-anak : <18 years: Not
recommended. >18 years: Administer as in adults
c. Amoxicillin (Amoxil, Trimox, Biomox) Adult : 500 mg to 1 gr PO q8h, Anak-
anak : 0-45 mg/kg/d PO q8h divided.
Pasien yang telah mendapatkan terapi dan mulai menunjukkan adanya
kemajuan hendaknya tetap dilakukan follow up agar proses penyembuhan dapat

13
berjalan dengan baik. Adapun yang erlu dierhatikan minum air secukupnya, hindari
merokok, nutrisi.

Tindakan Operasi
Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini
untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan
hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih
memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasinya berupa : sinusitis
kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible; polip ekstensif, adanya
komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.

2.9. Diagnosis Banding


Diagnosis banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis tidak
sensitif dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan
kokain,rinitis alergik, rinitis vasomotor, dan rinitis medika mentosa dapat datang
dengan gejala pilek dan kongesti nasal. Rhinorrhea cairan serebrospinal harus di
pertimbangkan pada pasien dengan riwayat cedera kepala. Pilek persisten unilateral
dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma atau benda asing nasal. Tension
headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah diagnosis alternatif pada
pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Psien dengan demam memerlukan perhatian
khusus, karena demam dapat merupakan manifestasi sinusis saja atau infeksi sistem
saraf pusat yang berat, seperti meningitis atau abses intrakranial.

2.10. Komplikasi
Komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak ditemukannya
antibiotik. Komplikasi berat biasanya terjadi pada sinusitis akut atau pada sinusitis
kronis dengan eksaserbasi akut, berupa komplikasi orbita atau intrakranial.
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis, berupa osteomielitis dan abses
subperiostal dan kelainan paru.

14
2.11. Prognosis
Prognosis untuk penderita sinusitis akut yaitu sekitar 40% akan sembuh secara
spontan tanpa pemberian antibiotik. Terkadang juga penderita bisa mengalami relaps
setelah pengobatan namun jumlahnya sedikit yaitu kurang dari 5%. Sedangkan
prognosis untuk sinusitis kronik yaitu jika dilakukan pengobatan dini maka akan
mendapatkan hasil yang baik

15
BAB III
KESIMPULAN

Sinusitis adalah peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi virus,
bakteri maupun jamur. Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada
(maksilaris, frontalis, etmoidalis, dan sfenoidalis). Sinusitis bisa bersifat akut (berlangsung
selama 3minggu atau kurang) maupun kronis (berlangsung selama 3-8minggu tetapi dapat
berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun). Bila mengenai beberapa sinus
disebut multisinusitis, sedangkan apabila mengenai semua sinus paranasal disebut
pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis yang paling sering ditemukan adalah sinusitis
maksilaris dan snusitis etmoidalis .
Dalam keadaan fisiologi, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi bila klirens silier
sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat, yang menyebabkan retensi sekret,
tekanan sinus negatif, dan berkurangnya tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk
pertumbuhan organisme patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur
pada sinus yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.
Kriteria diagnosis sinusitis :
Gejala Mayor Gejala minor
Nyeri atau rasa tertekan pada wajah Sakit kepala
Sekret nasal purulen Batuk
Demam Rasa lelah
Kongesti nasal Halitosis
Obstruksi nasal Nyeri gigi
Hiposmia dan anosmia
Diagnosis memerlukan dua kriteria mayor atau satu keritria mayor dengan dua kriteria
minor pada pasien dengan gejala lebih dari 7 hari.

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Mangunkusumo, E. dan Soetjipto, D.Sinusitis. Dalam: Soepardi Efiaty Arsyad,dkk.
2008. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher Edisikelima.
Jakarta: FKUI
2. vans KL. Diagnosis and management of sinusitis. BMJ1994;309:1415-22;Fokkens W,
Lund V, Mullol J. European Position Paper on Nasal Polyps. 2007
3. Munir,D. dan Kurnia, B. 2007.Pola Kuman Aerob Penyebab Sinusitis Maksilaris Akut
.Cermin Dunia Kedokteran Vol.34 No.2/155 Maret April 2007
4. Pletcher SD, Golderg AN. The diagnosis and treatment of sinusitis. Advanced Studies
in Medicine2003;3(9):495-505)
5. Reuler JB, Lucas LM, Kumar KL: Sinusitis-A review for generalists. West J Med
1995; 163:40-48

SMF ILMU KESEHATAN


TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER

17
No. MR : 30 42 90 Suku : Mandailing
Tanggal : 16 06 2017 Agama : Islam
Nama : NIRMAWATI SIAGIAN Alamat : Padang
Sidimpuan
Kelamin : Wanita
Umur : 02 05 1975 (42 th) Dokter Muda :-
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Dokter : dr. Amran
Sp.THT

STATUS THT

1. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Hidung Berbau
Telaah : OS datang ke RSHM dengan keluhan hidung berbau yang
telah dialami dalam 3 tahun ini secara hilang timbul. Namun
dalam 1 bulan terakhir hidung berbau dirasakan terus
menerus. Hidung berbau tsb seperti bau makanan busuk, OS
juga mengeluhkan adanya cairan keluar dari hidung masuk
kedalam tenggorokan dan keluar dari hidung yg berwarna
kehitaman dalam 1 bulan terakhir. OS merupakan pasien
kiriman dr. Amran Sp.THT-KL.
Keluhan Tambahan : Demam (-), Pusing (+), Pilek (-), nyeri telinga (-), hidung
tersumbat (+), nyeri tekan pada kedua pipi (+), bengkak dipipi
(+)

R. Penyakit Terdahulu : -

R. Penggunaan Obat : -

Riwayat alergi obat disangkal

R. Penyakit Keluarga : -

R. Kebiasaan : -

R. Gizi : Nafsu makan berkurang sejak keluhan dirasakan.

2. STATUS PRESENS
Sensorium : Compos Mentis Frekuensi Nafas : 20

18
kali/menit
Tekanan Darah : 130/80 mmHg Suhu Tubuh : 36,7 C
Frekuensi Nadi : 86 kali/menit

3. STATUS LOKALISATA
TONSIL Kanan Kiri
Permukaan : Licin Licin
Besar : T1 T1
Warna : Merah Muda Merah Muda
Selaput : (-) (-)
Etter Prop : (-) (-)
Skatriks : (-) (-)
Plica Anterior : (-) (-)
Perlengketan : (-) (-)
Kripta : (-) (-)
Lakuna : (-) (-)
Kelenjar Limfe : (-) (-)

19
4.LABORATORIUM
DARAH

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hb 13,7 13 ~ 18 g/dL
Eritrosit 4,2 4,5 ~ 6,5 106/L
Leukosit 8,300 4.000 ~ 11.000 /L
Trombosit 251.000 150.000 ~ 450.000 /L
Ht 40,2 40 ~ 54 %
Indeks Eritrosit
MCV 95,7 80 ~ 96 fL
MCH 32,5 27 ~ 31 pg
MCHC 34,0 30 ~ 34 %
Jenis Leukosit
Eosinofil 2 1~3 %
Basofil 0 0~1 %
N. Stab 0 2~6 %
N. Seg 69 53 ~ 75 %
Limfosit 26 20 ~ 45 %
Monosit 3 4~8 %
LED mm/jam
7 0 ~ 10

KIMIA KLINIK
Fungsi Ginjal
Ureum mg/dL
16 20 ~ 40
Kreatinin
0,61 0,6 ~ 1,1

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
RONTGEN : Cor/Pulmo dalam batas Normal

CT SCAN : Tampak perselubungan pada sinus maksilaris kiri, Sinus Ethmoidalis kanan
dan cavum nasi. Rongga sinus frontalis kanan dan kiri, sinus ethmoidalis kiri dan sinus
sphenoidalis kanan dan kiri clear.

6. DIAGNOSA BANDING
1. Sinusitis Maksilaris + Hipertrofi Konka
2. Sinusitis Ethmoidalis + Hipetrofi konka
3. Neuralia terminal

20
7. DIAGNOSIS SEMENTARA Polip nasal + Sinusitis

8. TERAPI
1. IVFD RL 20 gtt/i
2. Inj Ceftriaksson 1 gr/ 12 jam
3. Inj Ranitidin 50 mg/ 12 jam

4. Inj Ketorolac 30 mg/ 8 jam

5. Inj Asam Traneksamat 500 mg / 8 jam

6. Inj Dexametason 5 mg / 12 jam

9. ANJURAN
1. Operasi FESS dan Turbinektomi
2. Istirahat
3. Makan makanan lunak.
4. Hindari debu

21
10 LAMPIRAN

Follow Up Pasien

Sabtu !7 Juni 2017

S: Hidung Tersumbat

O: Hidung Kanan Kiri


Sekret + +
Deviasi - -

A: Post Fess

P : Aff Tampon

Senin 19 Juni 2017

S: Kepala Pusing

O: Hidung Kanan Kiri


Sekret + +
Deviasi - -

A: Post Fess

P : Buka Tampon

Selasa 20 Juni 2017

S: Kepala Pusing

O: Hidung Kanan Kiri


Sekret + +
Deviasi - -

A: Post Fess

P : Buka Tampon

22
23
24
25
26
27
28
29
30

Anda mungkin juga menyukai