Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MAKALAH

DASAR-DASAR ILMU TANAH

MUHLISA DARWIS
L221 16 508
BUDIDAYA PERAIRAN

DEPARTEMEN PERIKANAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Perikanan merupakan suatu bidang ilmu yang terus berubah dan berkembang. Sebagai ilmu
yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan penangkapan, pemiaraan, dan
pembudidayaan ikan, ilmu perikanan sangat membantu pencapaian sasaran pembangunan
nasional, yakni masyarakat maritime yang mandiri.
Budidaya perairan (akuakultur) merupakan bentuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai
macam hewan atau tumbuhan perairan yang menggunakan air sebagai komponen pokoknya.
Kegiatan-kegiatan yang umum termasuk di dalamnya adalah budidaya ikan, budidaya udang,
budidaya tiram, serat budidaya rumput laut (alga). Dengan batasan di atas, sebenarnya cakupan
budidaya perairan sangat luas namun penguasaan teknologi membatasi komoditi tertentu yang
dapat diterapkan.
Budidaya perairan adalah bentuk perikanan budidaya, untuk dipertentangkan dengan
perikanan tangkap. Di Indonesia, budidaya perairan dilakukan melalui berbagai sarana. Kegiatan
budidaya yang paling umum dilakukan di kolam/empang, tambak, tangki, karamba, serta karamba
apung.
Budidaya Ikan untuk saat ini sebagian industri kecil telah mengelola ikan laut menjadi
makanan khas provinsi misalnya diolah menjadi kemplang/kerupuk, abon ikan, ikan asin, dan lain
sebaginya. Namun karena cuaca yang tidak menentu akan menurunkan juga hasil produksi sehingga
Budidaya Ikan Air Tawar akan menjadi solusi yang sangat menarik manghadapi persoalan tersebut.

Dalam Budidaya Ikan air tawar, salah satu kendala yang didapatkan yaitu apa bila kultivan
yang dibudidayakan tidak sesuai dengan dengan lingkungannya. Seperti salah satu contohnya yaitu,
budidaya pada kolam tanah. Hal yang perlu diperhatikan salah satunya yaitu sifat-sifat kimia dan
fisika dari tanah tersebut.

Dalam Makalah ini akan dibahas mengenai hubungan tanah terhadap kegiatan Akuakulture.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TANAH
1. Pendekatan Geoglogi (Akhir Abad XIX )
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang telah
mengalamiserangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regelit
( lapisan partikel halus )
2. Pendekatan Pedelogi ( Dokuchaev 1870 )
Tanah adalah bahan padat ( mineral atau organik ) yang terletak di permukaan bumi, yang
telah dan sedang serta terus mengalami perubahan yang di pengaruhi oleh factor-faktor :
bahan induk, iklim, Organisme, Topografi, dan waktu.
3. Pendekatan Edophologis ( Jones dari Cornel Univercity Inggris )
Tanah adalah media tumbuh tanaman.

Profil tanah adalah irisan vertikal tanah dari lapisan paling atas hingga ke batuan induk tanah
. Profil tanah yang berkembang lanjut biasanya memiliki horison-horison sebagai berikut :
O-A-E-B-C-R
1. Solum tanah terdiri dari : O-A-E-B
2. Lapisan tanah atas meliputi : O-A
3. Lapisan tanah bawah :E-B

Gambar horizon tanah


Keterangan :
O : Serasah atau sisa-sisa tanaman (Oi) dan bahan organic tanah (BOT) hasil dekomposisi serasah
(Oa)
A : Horison mineral berbahan organic tanah tinggi sehingga berwarna agak gelap
E : Horison mineral tanah yang telah tereluviasi (tercuci) sehingga kadar (BOT, liat silikat, Fe, dan Al)
rendah tetapi pasir debu kuarsa (sekskuaksida), dan mineral resisten lainnya tinggi,berwarna
terang.
B :Horison illuvial atau horison tempat terakumulasinya bahan-bahan yang tercucidari harison
diatasnya (akumulasi bahan eluvial).
C : Lapisan yang bahan penyusunnya masih sama dengan bahan induk (R) atau belumterjadi
perubahan
R : Bahan Induk tanah

Komponem Tanah
4 komponen penyusun tanah :
1. Bahan Padatan berupa bahan minera
2. Bahan Padatan berupa bahan organik
3. Air
4. Udara

Tanah juga biasa diartikan yaitu kumpulan tubuh alam yang menduduki sebagian besar
daratan planet bumi, yang mampu menumbuhkan tanaman dan sebagai tempat mahluk hidup
lainnya dalam melangsungkan kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang mudah dipengaruhi oleh
iklim, serta jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam jangka waktu tertentu.

Istilah tubuh alam bebas adalah hasil pelapukan batuan yang menduduki sebagian besar
daratan permukaan bumi, dan memiliki kemampuan untuk menumbuhkan tanaman, serta menjadi
tempat mahluk hidup lainnya dalam melangsungkan kehidupannya.
B. JENIS-JENIS TANAH DALAM KEGIATAN AKUAKULTURE

a. Tanah liat atau lempung yang sedikit berpasir (sandy loom), tanah liat ini berkadar liat 35-
55% biasanya bersifat hidup dan mudah dibentuk. Untuk mengetahuinya yaitu dengan cara
menggenggam tanah tersebut (cara ini mungkin cara yang paling efektif). Tanah ini apabila
dibentuk tidak mudah pecah dan tidak melekat ditangan apabila dibentuk sesuatu.

b. Tanah lempung liat berpasir, terapan atau beranjang dengan kadar liat sekitar 20-35%.
Kedua tanah ini sangat kuat untuk menahan air, sehingga cocok untuk pembuatan kolam
budidaya ikan.

c. Tanah lempung berpasir yang berfraksi kasar dengan kadar liat hanya sekitar 30%. Jenis
tanah ini awalnya memang sangat sulit untuk menahan air. Namun lama-kelamaan dengan
pengolahan tanah yang baik dan terus menerus, ditambah adanya sedimen atau endapan
tanah yang terbawa air sungai maka akan timbul daya tahan akan air. Kolam di daerah
pegunungan biasanya tergolong jenis ini, mengandung banyak pasir tetapi cukup layak
dibuat pematang.

Tabel 1. Tekstur tanah sedimen tambak pada kedalaman dan sistem tambak yang berbeda
Hari ke Kedalaman (cm)
Sistem budidaya
05 510 1015
Tradisional 0 Berliat sangat halus Liat Liat
30 Berliat sangat halus Liat Liat
60 Liat Liat Liat
90 Liat Liat Liat
120 Liat Liat Liat
Semi intensif 0 Liat Liat Berliat sangat halus
30 Liat Lempung Liat berdebu Berliat sangat halus
60 Liat Liat Liat/ berliat halus
90 Liat Berliat sangat halus Berliat sangat halus
120 Liat Berliat sangat halus Berliat sangat halus
Intensif 0 Lempung liat berpasir Lempung berliat Liat berpasir
30 Lempung liat berpasir Lempung berliat Liat berpasir
60 Liat Berliat sangat halus Liat/berliat sangat halus
90 Liat/berliat sangat halus Berliat sangat halus Berliat sangat halus
120 Liat/berliat sangat halus Berliat sangat halus Berliat sangat halus
Mangrove 90 Lempung liat berpasir Lempung liat berpasir Lempung liat berpasir
Tabel 2. Bahan organik dalam tiga sistem tambak yang berbeda
Bahan organik (%) Total
Sistem Budidaya Kedalaman tanah dasar tambak (cm)
C N C/N P
Tradisional 05 0,95 0,01 11,5 0,004
510 0,90 0,01 13,0 0,004
1015 1,57 0,09 13,0 0,004
Semi intensif 05 0,92 0,04 12,5 0,06
510 0,86 0,03 11,5 0,07
1015 1,22 0,10 12,3 0,05
Intensif 05 0,82 0,04 10,7 0,05
510 0,77 0,03 12,0 0,04
1015 0,81 0,03 12,7 0,04
Mangrove 05 3,55 0,27 13,0 0,02
510 4,02 0,33 12.0 0,02
1015 0,23 0,02 12.0 0,02

C-organik tertinggi terdapat pada lapisan sedimen 1015 cm, sedangkan konsentrasi terendah
terdapat pada lapisan 05 cm yaitu 0,95%. Untuk N-organik sedimen berdasarkan tekstur yang
cenderung liat, tambak tradisional memiliki N 0,01 pada lapisan 05 dan 510 cm, sedangkan
Norganik di lapisan 1015 cm relatif rendah yaitu 0,009%. C/N ratio pada tambak tradisional bernilai
11,5 pada lapisan atas, sedangkan pada lapisan 510 dan 1015 cm mencapai 13 (Tabel 2).

Sistem budidaya semi intensif menghasilkan C-organik yang sedikit rendah daripada tambak
tradisional yaitu 0,92% pada lapisan 05 cm, 0,86% pada lapisan 510 cm dan 1,22% pada lapisan
1015 cm, sedangkan N-organiknya relatif lebih tinggi dari tambak tradisional yaitu bernilai 0,04%
pada lapisan 05 cm, 0,05% pada lapisan 510 cm dan 0,1% pada lapisan 1015 cm. Nilai C/N rasio
tambak semi intensif relatif sama antar kedalaman yaitu 11,512,5 (Tabel 2). Sebagai kontrol,
daerah mangrove merupakan daerah yang masih natural atau alami. Dilihat dari bahan organiknya,
daerah mangrove menyimpan C-organik yang sangat tinggi yaitu 3,55% pada lapisan 05 cm dan
4,02% pada lapisan 510 cm namun Corganik ini menurun pada lapisan sedimen 1015 cm yaitu
mencapai 0,02%. N-organik daerah mangrove juga lebih tinggi dibandingkan dengan tiga sistem
tambak yang lain. Berbeda dengan C-organik dan Norganik, C/N rasio pada daerah mangrove relatif
tidak berbeda dengan tiga sistem tambak budidaya lainnya (Tabel 2).

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap konsentrasi dan perubahan dari bahan organik dalam
sedimen tambak udang. Materi tanah (tekstur dan kandungannya) dalam tambak sangat
menentukan bentuk konstruksi dan jumlah bahan organiknya. Konsentrasi dan metode dalam
manajemen tambak juga sangat berpengaruh terhadap masukan, dekomposisi serta keberadaan
bahan organik dalam sedimen tambak. Pada tambak, peningkatan bahan organik biasanya terdapat
pada lapisan atas yaitu 05 cm (Boyd, 1992). Hal ini dimungkinkan, karena lapisan atas sedimen
atau dasar tanah tambak adalah lapisan yang paling produktif. Bahkan tidak menutup kemungkinan
lapisan ini masih sering dalam kondisi aerob. Pada sistem tambak tradisional, semi intensif, intensif
dan mangrove sekalipun terlihat jelas kandungan bahan organik yang terdiri dari Corganik dan N-
organik serta C/N rasio memperlihatkan adanya penurunan konsentrasi bahan organik, artinya
konsentrasi terbesar terdapat pada lapisan atas. Kondisi ini juga diperkuat dengan adanya
pernyataan Gately (1990) yang memperlihatkan bahwa konsentrasi bahan karbon organik
meningkat dari 1,53% menjadi 2,49% dalam tambak tradisional (tanpa aerasi) pada masa
pemeliharaan lima bulan. Kondisi karbon di alam pada dasarnya berbeda dari setiap kedalaman
tanah, penelitian Gately (1990) ditemukan adanya variasi karbon organik walaupun terdapat pada
kolam yang dangkal.

Dilihat dari hasil yang diperoleh, Corganik pada mangrove relatif lebih besar jumlahnya
daripada tiga sistem budidaya yang lain yaitu 3,55% dan 4,02% pada lapisan 05 cm dan 510 cm.
Berikutnya jumlah C-organik tertinggi terdapat pada tambak tradisional, semi intensif, dan
intensif. Hal ini diduga, tingginya aktivitas dalam tambak (intensif) berpengaruh terhadap
kandungan C-organik di tambak. Obat-obatan, kandungan pakan yang kompleks, penanganan
yang terlalu intensif, dan kegiatan lainnya yang biasa diterapkan pada tambak intensif mampu
berpengaruh terhadap keberadaan kondisi alam tambak sehingga bahan organik juga akan
beragam kondisinya. Berbeda dengan daerah mangrove dan tambak tradisional yang relatif lebih
besar kandungan organiknya, hal ini diduga karena minimnya campur tangan manusia terhadap
keberadaan materi tanah yang ada sehingga kandungan materi organik juga masih stabil.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Budidaya ikan banyak dilakukan pada kolam tanah. Oleh karena itu kualitas tanah
harus baik untuk proses kegiatan budidaya. Kandungan air dalam tanah merupakan salah satu
sifat fisika tanah yang dapat berpengaruh pada proses budidaya karena Hal yang sangat
penting diperhatikan dalam budi daya ikan adalah mutu air. Sumber air bisa berasal dari air
sungai, hujan, atau tanah. Mutu air yang diperlukan untuk budidaya ikan haruslah memenuhi
beberapa persyaratan-persyaratan dalam budidaya.

Selain itu tekstur tanah juga harus diperhatikan, tanah liat atau lempung sangat baik
untuk pembuatan kolam. Demikian pula untuk tanah beranjangan atau terapan dengan
kandungan liatnya 30 persen. Kedua jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang
besar dan tidak bocor. Faktor lingkungan dapat berpengaruh terhadap cita rasa ikan, misalnya
bau tanah atau lumpur.

Anda mungkin juga menyukai