Anda di halaman 1dari 25

PEMANFAATAN BIOGAS SEBAGAI

ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN

Disusun oleh:
Hendika Puji Haditama (20160220011)

TEKNIK SISTEM PERKAPALAN


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA, 2017
PEMANFAATAN BIOGAS SEBAGAI
ALTERNATIF RAMAH LINGKUNGAN

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata
Kuliah Bahasa Indonesia yang Dibina oleh Dr. H. Syamsul Ghufron, M.Si.

Disusun oleh:
Hendika Puji Haditama (20160220011)

TEKNIK SISTEM PERKAPALAN


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA, 2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah, dan inayah-Nya sehingga dapat terselesaikannya makalah yang berjudul

Pemanfaatan Biogas Sebagai Alternatif Ramah Lingkungan.

Adapun dalam penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas

akhir mata kuliah Bahasa Indonesia. Selain itu, juga bertujuan untuk membantu

dalam pencarian referensi terkait masalah biogas.

Materi yang dibahas dalam makalah ini terdiri dari tiga sub-bab yang

meliputi sejarah dan pengertian, proses pembentukan, serta manfaat biogas

sebagai energi alternatif.

Dalam pembuatan makalah ini penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak

Dr. H. Syamsul Ghufron, M.Si. selaku dosen Bahasa Indonesia yang telah

memberikan bimbingan dan saran, serta berbagai pihak yang telah membantu

sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.

Makalah ini tentunya masih jauh dari sempurna. Karena itu, penulis sangat

berharap kepada para pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat

membangun.

Meskipun begitu, penulis tetap berhararap semoga makalah ini dapat

bermanfaat bagi semua kalangan dan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.

Surabaya, ... Juli 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Rumusan Masalah 6
1.3 Tujuan 6

BAB II PEMBAHASAN 7
2.1 Sejarah dan Pengertian Biogas 7
2.2 Proses Pembentukan Biogas 10
2.3 Manfaat Biogas 17

BAB III PENUTUP 19


3.1 Kesimpulan 19
3.2 Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Populasi manusia yang semakin bertambah setiap tahunnya, juga diiringi

dengan kemajuan berbagai teknologi dan perkembangan industri. Hal itu

menyebabkan kebutuhan sumber energi juga semakin meningkat. Menurut

Sucipto (2011), dalam 25 tahun terakhir, jumlah populasi Indonesia mengingkat

dua kali lipat dari 119,2 juta orang (dalam tahun 1971) menjadi 198,2 juta (dalam

tahun 1996). Tahun 2011 populasi telah mencapai 237 juta orang. Bahkan

diprediksikan jumlah populasi akan meningkat menjadi 264,4 juta dalam tahun

2020 dengan laju pertumbuhan 0,9% pertahun. Dalam tahun 1990, persentase

populasi yang tinggal di daerah perkotaan sekitar 30,93%. Persentase tersebut

meningkat menjadi 36,71% semenjak tahun 1998.

Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada

energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan, motor penggerak,

peralatan rumah tangga, dan mesin-mesin industri dapat difungsikan jika ada

energi. Pada dasarnya, pemanfaatan energi seperti energi matahari, energi air,

energi listrik, energi nuklir, energi minyak bumi dan gas, serta energi mineral dan

batu bara memang sudah dilakukan sejak dahulu (Wahyuni, 2011).

Satu abad yang lampau batu bara menjadi kebutuhan yang penting dalam

sumber energi dalam energi komersial dunia. Karena itu, batu bara telah

mengakibatkan tercetusnya Revolusi Industri. Minyak bumi dan dan gas alam,

kadang-kadang saling menyaingi, dan kadang-kadang saling melengkapi batu

1
2

bara, telah memungkinkan meluasnya industrialisasi sebagaimana terjadi

sekarang ini (Kadir, 1990).

Bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak bumi masih menjadi

sumber energi utama. Akan tetapi, penggunan energi tersebut yang semakin

meningkat menyebabkan semakin berkurangnya sumber energi tersebut. Selain

berkurangnya sumber energi, penggunaan bahan bakar tersebut berdampak

terhadap lingkungan seperti emisi gas rumah kaca, pemanasan global, dan

pencemaran udara. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan energi akan

menyebabkan bahan bakar tersebut, akibatnya menjadi langka dan menyebabkan

harga bahan bakar tersebut mengalami kenaikan.

Kelangkaan bahan bakar minyak, yang salah satunya disebabkan oleh

kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk

mengajak masyarakat mengatasi masalah energi secara bersam-sama (Kompas,

2008).

Menurut Purnomo Yusgiantoro (Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral), selama ini pergerakan harga minyak bumi sulit diperkirakan, karena

disamping dipengaruhi keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan, juga

dipengaruhi faktor geopolitik. Setidaknya sejak tahun 1970-an telah terjadi

beberapa kali krisis harga minyak dunia, ternyata krisis yang terjadi akhir-akhir

iini tidak memberikan dampak yang cukup berarti dibandingkan krisis yang

sebelumnya. Pengaruh krisis harga minyak ternyata semakin tidak signifikan pada

negara-negara yang telah menerapkan kebijakan harga energi sesuai dengan


3

mekanisme pasar berdasarkan keekonomiannya, diversifikasi energi, dan efisiensi

atau konservasi pemakaian energi.

Masa kejayaan Indonesia dari hasil minyak bumi era 1970-an hingga

1980-an tampaknya hanya tinggal kenangan. Jika pada dekade 1970-an kapasitas

produksi minyak mentah Indonesia masih berada pada kisaran angka 1,3 juta barel

per hari, lalu merangkak pada level 1,5 juta barel per hari (bph) sampai pada tahun

1998, kini hanya sekitar 1,070 juta barel per hari atau setara dengan produksi 33

tahun lalu (1972), yaitu pada saat industri minyak nasional mulai merangkak pada

1,080 juta barel per hari (Prihandana dan Roy, 2008).

Dengan semakin langkanya bahan bakar fosil, membuat manusia untuk

menemukan berbagai sumber energi alternatif lainnya dengan memanfaatkan

potensi sumber daya alam, salah satunya yaitu biogas. Jenis energi ini berbentuk

gas yang dihasilkan dari penguraian limbah-limbah organik seperti sampah

organik, kotoran ternak. Melalui proses anaerob dapat dihasilkan. Sifat biogas ini

juga dapat diperbaharui (renewable). Berbeda dengan bahan bakar fosil yang

dapat menyebaban emisi lingkungan, biogas sendiri merupakan energi yang

ramah lingkungan karena dihasilkan dari bahan-bahan organik. Sampah organik

sayur-sayuran dan buah-buahan seperti layaknya kotoran ternak adalah substrat

terbaik untuk menghasilkan biogas (Hammad et al, 1999).

Selain dengan meningkatnya kebutuhan energi karena meningkatnya

populasi manusia, juga diiringi dengan semakin banyaknya sampah yang

dihasilkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Sudradjat (2006), permasalahan

sampah merupakan merupakan hal yang krusial. Bahkan, sampah dapat dikatakan
4

masalah kultural karena dampaknya terkena pada berbagai sisi kehidupan,

terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung,

Palembang, dan Medan.

Besarnya sampah yang dihasilkan dalam suatu daerah tertentu sebanding

dengan jumlah penduduk, jenis aktivitas, dan tingkat konsumsi penduduk tersebut

terhadap barang/material. Semakin besar jumlah penduduk atau tingkat konsumsi

terhadap barang maka semakin besar jumlah pula volume sampah yang dihasilkan

(Sucipto, 2011).

Permasalahan sampah banyak terjadi di berbagai negara, baik negara

berkembang maupun negara maju. Seperti misalnya di Jepang, produksi sampah

mencapai 50.000.000 ton per tahun dan sekitar 16.000.000 ton adalah sampah

organik. Sementara di Indonesia, Kota Jakarta diperkirakan memproduksi sampah

rata-rata 6.250 ton per hari dan sekitar 4.400 ton adalah sampah organik.

Sekilas sampah merupakan momok menakutkan akibat dampak negaatif

yang ditimbulkannya. Selain menurunkan higienis dan kualitas lingkungan,

keberadaan sampah senantiasa menimbulkan problematika sosial yang cukup

pelik di berbagai pihak. Tak pelak sampah pun diremehkan dan dianggap sebelah

mata (Tim Penulis PS, 2008).

Sampah sebagai barang yang masih mempunyai nilai tidak seharusnya

diperlakukan sebagai barang menjijikkan, melainkan harus dapat dimanfaatkan

sebagai bahan mentah atau yang berguna lainnya (Widyatmoko, 2002)

Pengelolaan sampah sudah banyak dilakukan di Indonesia dengan cara

yang aman dan mudah. Cara ini dikenal dengan prinsip 3R, yaitu reduce
5

(kurangi), reuse (gunakan kembali), dan recycle (daur ulang). Dengan cara ini

sudah banyak dihasilkan produk yang bermanfaat seperti biogas itu sendiri. Salah

satu cara penanggulangan sampah organik yang potensial untuk dikembangkan di

Indonesia adalah dengan menerapkan teknologi anaerobik untuk menghasilkan

biogas (Sucipto, 2012).

Ketertarikan akan sumber energi biogas akhir-akhir ini meningkat. Hal ini

didasarkan pada fakta bahwa cadangan sumber energi fosil semakin meningkat.

Salah satu buktinya adalah adanya kebijakan pemerintah dalam konversi minyak

tanah ke gas (LPG). Dengan fakta ini sebenarnya beberapa anggota masyarakat

yang mempunyai potensi mengolah bahan organik menjadi biogas dapat berperan

serta lebih aktif. Manfaatnya adalah masyarakat dapat memperoleh energi yang

lebih murah dan lingkungannya juga lebih bersih. Memang, karena biogas

dihasilkan dari kotoran sehingga beberapa masyarakat masih canggung untuk

menggunakan biogas khususnya untuk memasak (Suyitno dkk, 2010).

Penggunaan biogas sebagai energi merupakan langkah yang perlu

didukung, mengingat energi yang dipakai saat ini sebagian besar berasal dari

energi fosil karena peningkatana kebutuhan energi bagi kelangsungan hidup

manusia meningkat dengan tajam.

Pengembangan energi alternatif terbarukan yang bersifat ramah

lingkungan dan tersedia di tingkat lokal dapat menjadi instrumen yang bermanfaat

ganda, yaitu mampu mengurangi kebergantungan kepada energi fosil,

mewujudkan keberlanjutan lingkungan, dan menyediakan energi yang mudah

diakses (Setyawan, 2010).


6

oleh masyarakat lokal baik secara kuantitas, kualitas, maupun daya beli

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah dan pengertian dari biogas?

2. Bagaimana proses pembentukan biogas?

3. Bagaimana manfaat biogas sebagai energi alternatif?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui tentang sejarah dan pengertian biogas

2. Mengetahui proses pembentukan biogas

3. mengetahui manfaat dan kelebihan biogas dibanding bahan bakar fosil


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan Pengertian Biogas

Biogas merupakan sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan

terbarukan, dapat dibakar seperti gas LPG, dan dapat digunakan sebagai sumber

energi penggerak generator listrik (Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil

Pertanian, 2009).

Biogas sendiri adalah gas yang dihasikan dari produksi aktivitas anaerobik

dari bahan-bahan organik dengan bantuan bakteri. Pada proses anaerobik

terbentuk senyawa metana dan karbon dioksida. Biogas dihasilkan dengan

bantuan bakteri metanogen atau metanogenik. Bakteri ini berada pada limbah-

limbah organik. Sebagian besar biogas terdiri dari campuran gas metana sebanyak

50-60% dengan gas-gas lain, seperti CO2 dan H2S. Biogas dihasilkan dari reaktor

yang umumnya disebut digester atau biodigester, di tempat inilah bakteri tumbuh

dengan mencerna bahan-bahan organik. Menurut Setiawan (2008), menyatakan

bahwa biogas merupakan gas yang ditimbulkan jika bahan-bahan organik, seperti

kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah, direndam dalam air dan disimpan

di dalam tempat tertutup.

Prinsip pembuatan biogas adalah adanya dekomposisi bahan organik

secara anaerobik (tertutup dari udara bebas) untuk menghasilkan gas yang

sebagian besar adalah berupa gas metan (gas yang memiliki sifat mudah terbakar)

dan karbon dioksida, gas inilah yang disebut biogas (Febriyanita, 2011).

7
8

Gas yang dihasilkan adalah produk limbah dari mikroroganisme

dekomposer dan komposisi gas tergantung pada substansi yang sedang terurai.

Biogas yang dihasilkan dari sampah organik merupakan gas yang mudah terbakar

karena mengandung metana. Selain itu, hasil biogas tidak mengeluarkan bau dan

sebenarnya merupakan cara yang sehat untuk memanfaatkan sampah. Gas metana

ini sendiri sudah sejak lama digunakan oleh warga Mesir, Cina dan Roma Kuno

untuk dibakar dan menghasilkan panas. Menurut Rahmatiah (2014), metana dalam

biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan

energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit.

Komponen %

Metana (CH4) 55-75

Karbon dioksida (CO2) 25-45

Nitrogen (N2) 0-0,3

Hidrogen (H2) 1-5

Hidrogen Sulfida (H2S) 0-3

Oksigen (O2) 0,1-0,5

Tabel komposisi gas yang terdapat dalam biogas (Danang, 2014)

Biogas yang merupakan hasil dari proses anaerobik digestion ditemukan

seorang ilmuan bernama Alessandro Volta yang melakukan penelitian terhadap

gas yang dikeluarkan rawa-rawa pada tahun 1770. Kemudian pada tahun 1806

William Henry berhasil mengidentifikasi gas yang dapat tersebut sebagai

metana. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) berhasil

memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan metan. Setelah tahun 1875,


9

dipastikan bahwa biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion.

Ilmuwan bernama Pasteour melakukan penelitian terhadap biogas menggunakan

mediasi kotoran hewan pada tahun 1884 dan penelitiannya menjadi landasan

untuk penelitian biogas hingga saat ini.

Pada akhir abad ke-19, Jerman dan Prancis melakukan penelitian

terhadap gas metana dengan memanfaatkan limbah pertanian menjadi beberapa

unit pembangkit biogas dan akhirnya pembangkit biogas pertama dibangun pada

tahun 1900. Selama masa perang dunia II banyak petani di Inggris dan benua

Eropa lainnya yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang

digunakan untuk menggerakkan traktor. Namun, perkembangan biogas sempat

mengalami penurunan karena harga BBM semakin murah dan mudah, sehingga

pada tahun 1950-an pemakaian biogas mulai ditinggalkan di Eropa.

Ketika di Eropa pemakaian biogas mulai ditinggalkan karena penggunaan

BBM semakin meningkat, di negara-negara berkembang seperti India yang

memiliki kebutuhan sumber energi yang murah dan selalu tersedia. India

merupakan negara pelopor dalam penggunaan energi biogas di benua Asia dan

pengguna energi biogas ini dilakukan sejak masih dijajah oleh Inggris.

Negara lain seperti Cina, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Nugini juga

melakukan riset dan pengembangan alat biogas. Cina menggunakan teknologi

biogas dengan skala rumah tangga yang telah dimanfaatkan oleh hampir sepertiga

rumah tangga di daerah pinggiran Cina. Perkembangan biogas di Cina bisa

dikatakan mengalami perkembangan yang signifikan, pada tahun 1992 sekitar


10

lima juta rumah tangga menggunakan instalasi biogas sehingga biogas menjadi

bahan bakar utama sebagian penduduk Cina.

Seperti yang diungkapkan Prof Li Kangmin dan Dr Mae-Wan Ho, director

of the The Institute of Science in Society, biogas merupakan jantung dari

tumbuhnya eco-economi di Cina, namun beberapa kendala harus diselesaikan

untuk meraih potensi yang lebih besar.

Di Indonesia, pembuatan dan penggunaan biogas mulai digalakkan pada

awal tahun 1970-an, terutama karena bertujuan memanfaatkan buangan atau sisa

yang berlimpah dari benda yang tidak bermanfaat menjadi bermanfaat, serta

mencari sumber energi lain di luar kayu bakar dan minyak tanah (Sukmana dan

Muljatinigrum, 2011).

2.2 Proses Pembentukan Biogas

Di alam, proses anaerobik terjadi secara spontan ketika adanya timbunan

bahan organik dengan suplai oksigen terbatas. Pada situasi tersebut kegiatan

dekomposisi beralih dari proses aerobik menjadi anaerobik, seperti produksi

metan di dasar danau atau sungai, tumpukan sampah yang sangat rapat, dan perut

binatang (Sudradjat, 2006).

Pada produksi biogas dihasilkan dengan bantuan bakteri untuk proses

anaerobnya. Hampir semua jenis bahan organik dapat digunakan untuk proses

pembuatan biogas. Untuk biogas sederhana, bahan organik yang paling banyak

digunakan di Indonesia adalah dari kotoran dan urin hewan. Beberapa bahan lain
11

yang digunakan adalah dari kotoran manusia, sampah bio (organik), dan sisa

proses pembuatan tahu (Suyitno dkk, 2010).

Bahan-bahan organik yang merupakan bahan baku pembuatan biogas

dalam proses anaerobik menjadi sumber makanan mikroorganisme dan diubah

menjadi bahan-bahan teroksidasi, sel-sel mikroorganisme baru, energi, gas-gas

(CH4 dan CO2) serta produk-produk lainnya.

Gambar mikroroganisme pencerna biogas

Menurut Hardoyo (2014), secara umum proses pemecahan anaerobik dapat

dituliskan sebagai berikut:

Mikroorganisme
Bahan organik CH4 + CO2 + sel-sel baru + energi + produk

lainnya (H2S, SO42-, NO3-) .


12

Pembentukan biogas sendiri terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap hidrolisis,

asifikasi dan metanogenesis.

a. Tahap hidrolisis

Pada tahap hidrolisis terjadi pemecahan polimer kompleks seperti

polisakarida, protein, dan lemak menjadi polimer yang lebih sederhana

oleh enzim dan dibantu dengan air. Enzim tersebut dihasilkan oleh bakteri

yang terdapat dari bahan-bahan organik. Bahan organik bentuk primer

dirubah menjadi bentuk monomer. Contohnya lidnin oleh enzim lipase

menjadi asam lemak. Protein oleh enzim protease menjadi peptide dan

asam amino. Amilosa oleh enzim amylase dirubah menjadi gula

(monosakarida) (Wahyuni, 2011). Sejumlah besar mikroorganisme

anaerob dan fakultatif yang terlibat dalam proses hidrolisis antara lain

Clostridium (Hardoyo dkk, 2014).

b. Tahap pengasaman (asidifikasi) / Asidogenesis

Pada tahap pengamasaman, bakteri merubah polimer sederhana

hasil hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida

(CO2). Untuk merubah menjadi asam asetat, bakteri membutuhkan

oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen terlarut yang terdapat

dalam larutan. Asam asetat sangat penting dalam proses selanjutnya,

digunakan oleh mikroorganisme untuk pembentukan metan (Wahyuni,

2011). Pada tahap ini, konversi dilakukan oleh kelompok mikroorganisme

yang kebanyakan adalah bakteri obligat anaerobdan sebagian adalah

bakteri anaerob fakultatif (Hardoyo dkk, 2014).


13

c. Tahap pembentukan gas metan

Merupakan tahap akhir dari semua proses pembentukan biogas.

Pada tahap ini senyawa dengan berat molekul rendah dekomposisi oleh

bakteri metanogenik menjadi senyawa dengan berta molekul tinggi.

Contoh bakteri ini menggunakan asam asetat, hidrogen (H2) dan

karbon dioksida (CO2) untuk membentuk metana dan karbon dioksida

(CO2). Bakteri penghasil metan memiliki kondisi admosfer yang sesuai

akibat proses bakteri penghasil asam. Asam yang dihasilkan oleh bakteri

pembentuk asam digunakan oleh bakteri pembentuk metan. Tanpa adanya

peroses simbiotik tersebut, maka akan menimbulkan racun bagi

mikroorganisme penghasil asam (Wahyuni, 2011).


14

Gambar tahapan pembentukan bogas (Wahyuni, 2011)

Pada proses pembentukan biogas terdapat faktor-faktor yang

memengaruhinya, antara lain :

a. Jenis bahan

Sama halnya dengan proses aerobik, bahan baku bisa berbagai

macam, tetapi yang ideal adalah yang mudah didegradasi dan sedapat -

mungkin diusahakan jenis bahan baku tidak begitu bervariasi untuk

menghindarkan shock bagi mikroba (Sudradjat, 2011).


15

b. Temperatur

Perkembangbiakan bakteri sangat dipengaruhi oleh temperatur.

Ada tiga kondisi temperatur yang berpengaruh :

- Kondisi kriofilik, yaitu pada suhu 10-18 C

- Kondisi mesofilik, yaitu pada suhu 20-45C

- Kondisi termofilik, yaitu pada suhu 50-75 C

Temperatur optimal kebanyakan mikroorganisme mesofilik dicapai

pada 35o C, sedangkan temperatur optimal kebanyakan

mikroorganisme termofilik adalah 55o C (Hardoyo dkk, 2014)

c. Rasio C/N

Rasio C/N adalah perbandingan atom karbon (C) dengan atom

nitrogen (N). Perbandingan C dan N dalam bahan biogas merupakan

faktor penting untuk berkembangnya bakteri yang akan menguraikan

bahan organik tersebut (Suyitno dkk, 2010). Nilai C/N yang baik untuk

pembentukan biogas adalah 25-30.

Jenis Kotoran Rasio C/N

Urine 0,8

Kotoran sapi 10-20

Kotoran babi 9-13

Kotoran ayam 5-8

Kotoran kambing 30

Kotoran manusia 8
16

Jerami padi-padian 80-140

Jerami jagung 30-65

Rumput hijau 12

Sisa sayuran 35

Tabel rasio C/N untuk beberapa bahan organik (Suyitno dkk, 2010)

d. Derajat Keasaman (pH)

Mikroorganisme yang bekerja untuk memproduksi biogas sangat

sensitif terhadap perbuhana pH. Karena di dalam proses anaerobik

pada produksi biogas terdapat tahap pembentukan asam dan tahap

pembentukan gas metan, pengaturan pH awal proses sangat penting

(Hardoyo dkk, 2014).

Kebanyakan dari proses kehidupan bakteri memiliki kisaran pH

antara 6-8 (Budiono, dkk, 2013). Pada dekomposisi anaerob faktor pH

sangat penting, karena apabila tidak sesuai maka bakteri tidak dapat

tumbuh dengan maksimum. Namun, pada methanogenic bacteria

bekerja pada kisaran pH 6,2-7,8 dan bekerja optimum pada kisaran

sangat sempit yaitu 7-7,2.

e. Total Solid (TS)

Bakteri biogas membutuhkan kodisi air yang sesuai untuk

perkembangannya. Kondisi TS yang sesuai adalah 7-9 %. Kondisi ini

dapat membuat proses berjalan dengan baik.


17

2.3 Manfaat Biogas

Pengembangan biogas merupakan salah satu bentuk solusi alternatif

terhadap terjadinya krisis energi fosil di tingkat daerah maupun nasional. Apabila

pengembangan biogas di berbagai daerah di Indonesia digalakkan, khususnya

daerah-daerah yang kaya akan sumber daya peternakan, maka biogas ini akan

menjadi energi alternatif yang terjangkau bagi masyarakat di tengah

melambungnya harga minyak tanah dan LPG yang semakin tinggi (Setyawan,

2010)

Energi biogas dihasilkan dari proses fermentasi yang berasal dari bahan-

bahan organik, termasuk kotoran manusia dan hewan, limbah rumah tangga dan

sampah-sampah organik. Keberadaan limbah di lingkungan tidak begitu

bermanfaat sehingga dapat mengakibatkan pencemaran dan bahaya bagi

lingkungan. Dengan penggunaan biogas inidapat mengurangi limbah pada

lingkungan. Selain itu, biogas juga bersifat ramah lingkungan.

Biogas merupakan energi tanpa menggunakan material yang masih

memiliki manfaat sehingga biogas tidak merusak keseimbangan karbondioksida

yang diakibatkan penggudulan hutan dan perusakan tanah. Karbon dalam biogas

merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga

bila dilepaskann lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di

atmosfer bila dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Gas metana dalam biogas

bisa terbakar sempurna. Sebaliknya, gas metan dalam bahan bakar fosil tidak bisa

terbakar sempurna dan akan membahayakan lingkungan.


18

Biogas sendiri merupakan salah satu energi yang dapat diperbaharui

karena berasal dari bahan-bahan limbah organik. Berbeda dengan bahan bakar

fosil yang tidak dapat diperbaharui sehingga dapat menyebabkan bahan bakar

fosil menjadi langka. Harga minyak yang mahal semakin memungkinkan biogas

menjadi sumber energi alternatif serta kenaikan biaya sumber energi seperti tarif

dasar listrik dan harga LPG.

Selain sebagai bahan bakar, biogas telah menciptakan lapangan kerja bagi

orang yang mengumpulkan kotoran binatang dan sampah lain, juga bagi orang

yang menjual sisa sampah sebagai pupuk, serta bagi para lelaki yang membangun

dan merawat sarana digester tersebut.

Hasil dari proses anaerobik gas bio selain energi, juga dihasilkan produk

samping seperti sludge. Material ini berupa padatan dan cair yang diperoleh dari

sisa poses anaerobik. Masing-masing dari material, baik padat maupun cair dapat

digunakan sebagai pupuk, berupa pupuk cair dan pupuk padat.

Prospek pengembangan teknologi biogas ini sangat besar terutama di

daerah pedesaan dimana sebagian besarnya masyarakat bekerja dibidang

peternakan dan pertanian. Pada umunya masyarakat yang berprofesi sebagai

petani mempunyai hewan ternak seperti unggas, kambing, sapi, kerbau, dan lain-

lain (Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral).


BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Biogas merupakan energi alternatif ramah lingkungan yang dihasilkan dari

produksi proses anaerobik dari bahan-bahan organik. Pada prinsip pembuatannya

sendiri menggunakan dekomposisi organik untuk menghasilkan gas yang sebagian

besar berupa gas metan. Penelitian terhadap anaerobik gas metan sendiri sudah

dilakukan sejak abad ke-18 dan kemudian dilakukan berbagai penelitian

selanjutnya.

Biogas dengan bahan-bahan organik sebagai bahan baku pembuatannya..

Dengan melalui beberapa proses pembetukan dan berbagai faktor yang

berpengaruh serta dengan bantuan mikroorganisme, akhirnya biogas siap

digunakan sesuai dengan kebutuhan.

Biogas sendiri merupakan energi alternatif ramah lingkungan yang berasal

dari fermentasi bahan organik. Biogas memiliki beberapa keunggulan

dibandingkan bahan bakar fosil sehingga layak untuk dipertimbangkan sebagai

pilihan energi terbarukan bagi masyarakat. Sifat biogas yang dapat dipebaharui ini

dapat memberikan keuntungan bagi manusia.

3.2 Saran

Berhubung dengan semakin menipisnya ketersediaan minyak bumi dan

pencemaran lingkungan yang semakin meningkat. Maka, penulis sarankan agar

19
20

biogas dapat menjadi alternatif ramah lingkungan yang dapat digunakan untuk

pemenuhan kebutuhan manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Febriyanita, Wahyu. 2015. Pengembangan Biogas dalam Rangka Pemanfaatan


Energi Terbarukan di Desa Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang. Skripsi Jurusan Geografi. Universitas Negeri Semarang

Hardoyo dkk. 2014. Panduan Praktis Membuat Biogas Portabel Skala Rumah
Tangga dan Industri. Yogyakarta: Lily Publisher

Kadir, Abdul. 1990. Energi: Sumber Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi
Ekonomi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Prihandana, Rama dan Roy H. 2008. Energi Hijau. Jakata:Penebar Swadaya

Setyawan, Albertus Hendi. 2010. Pengembangan Biogas Berbahan Baku Kotoran


Ternak Upaya Mewujudkan Ketahanan Energi di Tingkat Rumah Tangga.
Magister Studi Pembangunan Institut Teknologi Bandung

Sucipto, Cecep Dani. 2012. Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah.


Pontianak: Gosyen Publishing

Sudradjat, H. R. 2006. Mengelola Sampah Kota. Jakarta: Penebar Swadaya

Sukmana, Rika Widya dan Anny M. 2011. Biogas dari Limbah Ternak. Bandung:
Penerbit Nuansa

Suyitno dkk. 2010. Teknologi Biogas. Yogyakarta: Graha Ilmu

Wahyuni, Sri. 2011. Biogas Energi Terbarukan Ramah Lingkungan dan


Berkelanjutan. Makalah disajikan dalam Kongres Ilmu Pengetahuan
Nasional (KIPNAS) ke-10 di Jakarta pada tanggal 8-10 November 2011.

Widyatmoko dan Sintorini M. 2002. Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan


Sampah. Jakarta: Abdi Tandur

21

Anda mungkin juga menyukai