Anda di halaman 1dari 15

A.

Anatomi Dan Fisiologi


1. Sel-sel darah ada 3 macam, yaitu:
a) Eritrosit (Sel Darah Merah)
Eritrosit merupaka sel darah yang telah berdeferensiasi jauh dan
mempunyai fungsi khusus untuk transport oksigen. Pada pria jumlah
eritrosit 5-5,5 juta/mmk dan wanita 4,5-5 juta/mm3.
b) Leukosit (Sel Darah Putih)
Sel darah putih yang mengandung inti, normalnya 5000-9000/mm3.
lekosit ikut serta dalam pertahanan seluler dan hormonal (zat setengah
cair) organisme asing dan melakukan fungsinya di dalam jaringan
ikat, melakukan gerakan amuboid, membantu untuk menerobos
dinding pembuluh darah ke dalam jaringan ikat.
c) Trombosit (Sel Pembeku Darah)
Keping darah berwujud cakaram. Protoplasmanya kecil yang dalam
peredaran darah tidak berwarna, jumlahnya bervariasi antara 200.000-
300.000/mm3 darah. Fungsi trombosit penting dalam pembekuan
darah. Jika pembuluh darah terpotong, trombosit dengan cepat
menggumpal melekat satu sama lain dan menjadi fibrin. Masa
trombosit yang menggumpal dan fibrin adalah dasar untuk pembekuan.
2. Struktur Sel:
a) Membran Sel (Selaput Sel)
Membran sel merupakan struktur elastis yang sangat tipis, tebalnya
hanya 7,5-10nm (nano meter). Hampir seluruhnya terdiri dari
keping0keping halus gabungan protein lemak yang merupakan tempat
lewatnya berbagai zat yang keluar masuk sel. Membran ini bertugas
untuk mengatur hidup sel dan menerima segala bentuk rangsangan
yang datang.
b) Plasma (Sitoplasma)
Bahan-bahan yang terdapat dalam plasma adalah bahan anorganik
(garam, mineral, air, oksigen, karbon dioksida dan amoniak), bahan
organis (karbohidrat, lemak, protein, hormon, vitamin dan asam
nukleat) dan peralatan sel yang disebut organes sel yang terdiri dari
ribosom, retikulum endoplasma, mitokondria, sentrosom, alat golgi,
lisosom dan nukleus.

B. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Acut limphosityc leukemia adalah proliferasi maligna / ganas
limphoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal
yang dapat bersifat sistemik. (Smeltzer & Bare, 2010)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi
pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak
insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 LLA jarang terjadi. Manifestasi
limfosit immature berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan
perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal (Mansjoer, 2011).
Leukimia Limfoblastik Akut (LLA) adalah proliferasi maligna/ganas
limfoblast dalam sumsum tulang yang disebabkan oleh sel inti tunggal yang
dapat bersifat sistemik (Smeltzer et al, 2008).

2. Etiologi
Penyebab acut limphosityc leukemia sampai saat ini belum jelas, diduga
kemungkinan karena virus (virus onkogenik) dan faktor lain yang
mungkin berperan, yaitu:
a) Faktor eksogen
1) Sinar x, sinar radioaktif.
2) Hormon.
3) Bahan kimia seperti: bensol, arsen, preparat sulfat,
chloramphinecol, anti neoplastic agent).
b) Faktor endogen
1) Ras (orang Yahudi lebih mudah terkena dibanding orang kulit
hitam)
2) Kongenital (kelainan kromosom, terutama pada anak dengan
Sindrom Down).
3) Herediter (kakak beradik atau kembar satu telur).

3. Patofisiologi
a) Narasi
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam
jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai
organ, termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel
yang normal. Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan
jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal
ini menyebabkan haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi
penurunan jumlah leucosit, sel darah merah dan trombosit. Infiltrasi sel
kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran hati, limpa,
limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta persendian.
Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan jumlah
trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis, perdarahan
gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi sistem
retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel
kaker juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan
makanan. (Smeltzer & Bare, 2010).

b) Skema
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dari acut limphosityc leukemia antara lain:
a) Pilek tak sembuh-sembuh
b) Pucat, lesu, mudah terstimulasi
c) Demam, anoreksia, mual, muntah
d) Berat badan menurun
e) Ptechiae, epistaksis, perdarahan gusi, memar tanpa sebab
f) Nyeri tulang dan persendian
g) Nyeri abdomen
h) Hepatosplenomegali, limfadenopati
i) Abnormalitas WBC
j) Nyeri kepala

5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut
limphosityc leukemia adalah:
a) Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
1) Ditemukan sel blast yang berlebihan
2) Peningkatan protein
b) Pemeriksaan darah tepi
1) Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
2) Peningkatan asam urat serum
3) Peningkatan tembaga (Cu) serum
4) Penurunan kadar Zink (Zn)
5) Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 200.000 / l) tetapi
dalam bentuk sel blast / sel primitif
c) Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi
sel kanker ke organ tersebut
d) Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
e) Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
1) Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),
hiperploid (2n+a)
2) Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
3) Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis
bukan komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar
sampai yang sangat kecil

6. Penatalaksanaan
a) Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%.
Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberi-
kan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat dibe-
rikan heparin.
b) Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya).
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhir-
nya dihentikan.
c) Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan
lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine),
sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin
dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia,
infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila
jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
d) Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam
kamar yang suci hama).
e) Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter-
capai remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106),
imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan
dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya
tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel
leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan
terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga
semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita
leukemia dapat sembuh sempurna.
f) Kemoterapi
Kemoterapi merupakan proses pengobatan yang menggunakan
preparat antineoplastik dengan tujuan membunuh sel kanker serta
memperlambat pertumbuhan sel kanker dengan mengganggu fungsi
dan reproduksi selular (Bowden, et al., 2008). Kemoterapi juga dapat
membunuh sel kanker yang telah terlepas dari sel kanker induk atau
yang telah bermetastase melalui aliran darah dan saluran limfatik ke
bagian tubuh lainnya (Smeltzer, et al., 2008 dalam Apriany, 2010).
Kemoterapi dapat digunakan sebagai penanganan primer atau
kombinasi dengan pembedahan dan radiasi, untuk menurunkan ukuran
tumor sebelum dibedah maupun untuk merusak sel tumor yang masih
tertinggal pascaoperasi (Smeltzer, et al., 2008 dalam Apriany, 2010).
Kemoterapi efektif untuk menangani kanker pada anak terutama
dengan penyakit tertentu yang tidak dapat diatasi secara tuntas dengan
pembedahan maupun radiasi (Bowden, et al., 1998 dalam Apriany,
2010).
Menurut Gale (2002) obat yang digunakan sebagai agen
kemoterapi pada LLA meliputi: prednisone, vinkristin (Oncovin),
daunorubisin (Daunomycin), dan Lasparaginase (Elspar). Obat-obatan
lain yang mungkin dimasukan pada pengobatan awal adalah 6-
merkaptopurin (Purinethol) dan Metotreksat (Mexate). Kemoterapi
LLA umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase
yang digunakan untuk semua orang.
a) Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.
Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di
rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel
darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini
dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin,
vincristin, prednisone dan asparaginase.
b) Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi
intensifikasi yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia
residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang
resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan
kemudian.
c) Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada
dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat
kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan
terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem
saraf pusat.
d) Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun.

7. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada
pengalamannya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan
kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai
keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai
berikut:
a) Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba-
gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sam-
pai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b) Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c) Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika
separuh dosis biasa.
d) Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi se-
lama 10-14 hari.
e) Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-
2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral.
Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f) Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali
dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.

8. Komplikasi
Leukemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi, diantaranya yaitu:
a. Gagal sumsum tulang (Bone marrow failure).
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah merah dalam umlah
yang memadai, yaitu: Lemah dan sesak nafas, karena anemia(sel darah
merah terlalu sedikit) Infeksi dan demam, karena berkurangnya jumlah
sel darah putih Perdarahan, karena jumlah trombosit yang terlalu
sedikit.
b. Infeksi.
Leukosit yang diproduksi saat keadaan LGK adalah abnormal,
tidak menjalankan fungsi imun yang seharusnya. Hal ini menyebabkan
pasien menjadi lebih rentan terhadap infeksi. Selain itu pengobatan
LGK juga dapat menurunkan kadar leukosit hingga terlalu rendah,
sehingga sistem imun tidak efektif.

c. Hepatomegali (Pembesaran Hati).


Membesarnya hati melebihi ukurannya yang normal.
d. Splenomegali (Pembesaran Limpa).
Kelebihan sel-sel darah yang diproduksi saat keadaan LGK
sebagian berakumulasi di limpa. Hal ini menyebabkan limpa
bertambah besar, bahkan beresiko untuk pecah.
e. Limpadenopati.
Limfadenopati merujuk kepada ketidaknormalan kelenjar getah
bening dalam ukuran, konsistensi, ataupun jumlahnya.
f. Kematian.

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan,
pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu penentuan
status kesehatan dan pola pertahanan klien, mengidentifikasi kekuatan dan
kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
Pengkajian pada leukemia meliputi:
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia:
1.) Pucat
2.) Kelemahan
3.) Sesak
4.) Nafas cepat
c. Kaji adanya tanda-tanda leukopenia:
1.) Demam
2.) Infeksi
d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia:
1.) Ptechiae
2.) Purpura
3.) Perdarahan membran mukosa

e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola:


1.) Limfadenopati
2.) Hepatomegali
3.) Splenomegali
f. .Kaji adanya pembesaran testis
g. Kaji adanya:
1.) Hematuria
2.) Hipertensi
3.) Gagal ginjal
4.) Inflamasi disekitar rektal
5.) Nyeri

2. Diagnosa Keperawatan
Adanya keganasan menimbulkan masalah keperawatan, antara lain:
(a) Intoleransi aktivitas
(b) Resiko tinggi infeksi
(c) Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuahan
(d) Resiko cedera (perdarahan)
(e) Resiko kekurangan volume cairan
(f) Berduka
(g) Kurang pengetahuan
(h) Perubahan proses keluarga

3. Intervensi
a) Intoleransi aktivitas:
1) Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah,
kadar Hb rendah.
2) Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis
3) Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
4) Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
5) Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
6) Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
7) Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
8) Jika diprogramkan, berikan packed RBC
9)
b) Risiko tinggi infeksi
1) Observasi adanya tanda-tanda infeksi, pantau suhu badan laporkan
jika suhu > 38oC yang berlangsung > 24 jam, menggigil dan nadi >
100 x / menit.
2) Sadari bahwa ketika hitung neutrofil menurun (neutropenia), resiko
infeksi meningkat, maka:
Tampatkan pasien dalam ruangan khusus
Sebelum merawat pasien: cuci tangan dan memakai pakaian
pelindung, masker dan sarung tangan.
Cegah komtak dengan individu yang terinfeksi
3) Jaga lingkungan tetap bersih, batasi tindakan invasif
4) Bantu ambulasi jika mungkin (membalik, batuk, nafas dalam)
5) Lakukan higiene oral dan perawatan perineal secara sering.
6) Pantau masukan dan haluaran serta pertahankan hidarasi yang
adekuat dengan minum 3 liter / hari
7) Berika terapi antibiotik dan tranfusi granulosit jika diprogramkan
8) Yakinkan pemberian makanan yang bergizi.

c) Risiko cidera (perdarahan)


1) Observasi adanya tanda-tanda perdarahan dengan inspeksi kulit,
mulut, hidung, urine, feses, muntahan, dan lokasi infus.
2) Pantau tanda vital dan nilai trombosit
3) Hindari injesi intravena dan intramuskuler seminimal mungkin
dan tekan 5-10 menit setiap kali menyuntik
4) Gunakan sikat gigi yang lebut dan lunak
5) Hindari pengambilan temperatur rektal, pengobatan rekatl dan
enema
6) Hindari aktivitas yang dapat menyebabkan cidera fisik atau mainan
yang dapat melukai kulit.
d) Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
1) Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien
2) Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah makan
3) Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan,
gangguan pandangan dan bunyi
4) Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan
pasien dalam memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB
tiap hari
5) Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat
6) Pantau masukan makanan, bila jumlah kurang berikan ciran
parenteral dan NPT yang diprogramkan.

e) Resiko kekurangan volume cairan


1) Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi
2) Berikan antiemetik awal sebelum pemberian kemoterapi
3) Hindari pemberian makanan dan minuman yang baunya
merangngsang mual / muntah
4) Anjurkan minum dalam porsi kecil dan sering
5) Kolaborasi pemberian cairan parenteral untuk mempertahankan
hidrasi sesuai indikasi

f) Antisipasi berduka
1) Kaji tahapan berduka pada anak dan keluarga
2) Berikan dukungan pada respon adaptif dan rubah respon
maladaptif
3) Luangkan waktu bersama anak untuk memberi kesempatan express
feeling
4) Fasilitasi express feeling melalui permainan

g) Kurang pengetahuan
1) Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga
tentang:
Proses penyakit leukemia: gejala, pentingnya pengobatan /
perawatan.
Komplikasi penyakit leukemia: perdarahan, infeksi dll.
Aktivitas dan latihan sesuai toleransi
Mengatasi kecemasan
Pemberian nutrisi
Pengobatan dan efek samping pengobatan

h) Meningkatkan peran keluarga


1) Jelaskan alasan dilakukannya setiap prosedur pengobatan /
dianostik
2) Jadwalkan waktu bagi keluarga bersama anak tanpa diganggu oleh
staf SR
3) Dorong keluarga untuk express feelings
4) Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pelaksanaan perawatan
si anak
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Sowden. (2010). Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta, EGC.

FKUI. (2012). Ilmu Kesehatan Anak. Volume 1. Jakarta, FKUI.

Gale Danielle, Charette Jane. (2008). Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi,

Jakarta : EGC.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine Mc Cart .(2010). Patofisiologi. Jakarta : ECG

Suriadi, Yuliani R. (2011). Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. Jakarta, CV

Sagung Seto.

Sutarni Nani. (2012). Prosedur Dan Cara Pemberian Obat Kemoterapi.

Disampaikan Pada Pelatihan Kemoterapi Di RS Kariadi Semarang,

Tanggal 13-15 November 2012.

Anda mungkin juga menyukai