I. PENDAHULUAN
Penyakit ini berlangsung secara kronis dan rekuren, juga berespon cepat jika diterapi
dengan Dapson, dan pada sebagian besar pasien berhasil dengan diet bebas gluten. (3,4)
II. EPIDEMIOLOGI
Dermatitis Herpetiformis (Penyakit Duhring) ini bisa terjadi pada semua umur,
termasuk anak-anak. Namun paling sering dijumpai pada dekade 2 4 yaitu usia 20 tahun
hingga 40 tahun. (2,3)
Menurut data penelitian di United States, didapatkan bahwa laki-laki lebih sering
menderita dermatitis herpetiformis dibandingkan wanita, dengan perbandingan 2 : 1 bagi
internasional dan 1,44:1 di Amerika. (2,3)
Gluten adalah sejenis protein yang terdapat pada gandum, barli dan gandum hitam,
yang berperan pada patogenesis penyakit dermatitis herpetiformis (DH). Pada tahun 1996,
Marks et al* menemukan adanya kelainan gastrointestinal pada pasien DH. Setelah itu,
dibuktikan bahwa kelainan itu bersifat reversibel yaitu dengan menghilangkan gluten dari
diet pasien, gejalanya juga akan hilang. Gluten mengandung gliadin yaitu suatu fraksi
alkohol-solubel yang dipercaya sebagai komponen antigen yang nantinya akan menimbulkan
reaksi alergi. Pada umumnya alergi pada tubuh diperankan oleh IgE namun berbeda dengan
yang lainnya , DH merupakan reaksi alergi yang melibatkan IgA dimana IgA adalah antibodi
yang diproduksi oleh lapisan intestinal. Oleh sebab itu pengobatan alergi yang umum dipakai
tidak berespon terhadap DH. (4,5,7)
Pada pasien dermatitis herpetiformis, 10-15% dari keluarganya turut menderita DH
atau celiac disease. Penelitian HLA menunjukkan adanya predisposisi genetik pada DH.
Pasien dengan DH menunjukkan peningkatan ekspresi dari HLA-AI, HLA-B8, HLA-DR3
dan HLA-DQ2. (5,7)
Dermatitis herpetiformis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh deposit IgA
pada papilla dermis yang dicetuskan melalui proses imunologis, melibatkan infiltrasi
neutrofil dan aktivasi komplemen. Teori menyebutkan bahwa dermatitis herpetiformis adalah
hasil respon imunologik dari paparan kronik pada sel mukosa gastrointestinal oleh bahan
gluten dengan aktivasi bertahap pada sel endotel pembuluh darah kulit dan sel-sel inflamasi,
termasuk neutrofil. (6,7)
Secara teori, perjalanan dari paparan awal hingga menimbulkan manifestasi kulit
dapat dijelaskan sebagai berikut :
Gambar 1 :
Patogenesis paparan gluten pada usus dengan pengenalan kompleks gliadin-TGase melalui
perantara HLA-DQ2 oleh APC kepala T helper untuk kemudian membentuk auto-antibodi
terhadap kompleks tersebut.*
Gliadin yang diabsorbsi ke dalam lamina propria usus halus, dipresentasikan oleh
antigen presenting cell (APC) dengan perantara HLA-DQ2 atau DQ8 untuk mengaktivasi sel
T, dan menimbulkan reaksi inflamasi. Adanya protein gluten, mengaktivasi enzim
transglutaminase (TGase) untuk deaminasi protein dengan membentuk kompleks gluten-
TGase yang kemudian masuk sirkulasi sistemik dan mengadakan cross reaction (reaksi
silang) dengan epidermal transglutaminase (TGase) membentuk kompleks IgA-TGase yang
terdeposit pada puncak papilla dermis. (7,8)
Lesi awal dari DH adalah papul eritematous, plak urtikaria atau lebih sering dengan bentuk
vesikel yang berkelompok yang muncul pada beberapa tempat, bisa juga lesinya muncul
tidak berkelompok. Bentuk vesikel lebih sering ditemukan pada telapak tangan, bisa disertai
dengan perdarahan. Jika berlangsung lama akan disertai hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi. Pasien bisa datang hanya dengan lesi krusta, jika lesi-lesi primer sudah tidak
muncul lagi atau hilang. Gejala klinis DH sangat bervariasi mulai dari rasa sensasi terbakar
yang berat dan gatal yang sangat hebat. (11,12,13,14)
Manifestasi gastrointestinal
Walaupun tidak ditemukan pada semua pasien DH, namun dikaitkan dengan
abnormalitas gastrointestinal yang disebabkan oleh sensitivitas terhadap gluten. Dari
penelitian ditemukan gejala steatorrhea (20-30% pasien) .(1,11)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Histopatologi
Pada pemeriksaan biopsi kulit ditemukan adanya kumpulan neutrofil di papil dermis
(mikroabses), fragmen neutrofil, infiltrasi eosinofil, fibrin dan pemeriksaan puncak papila
dermis dari lapisan epidermis. Gambaran lesi awal ini susah dibedakan dengan penyakit Ig A
linear, erupsi pemfigoid bullosa dan Epidermolisis Bullosa Aquisita (EBA). Diagnosis
banding histologi dari lesi pada stadium lanjut sukar dibedakan dengan pemfigoid
gestasionis, eritema multiformis dan erupsi obat tipe bullosa. (7,10,11,12,13)
Gambar 3: Biopsi kulit pada lesi awal menunjukkan deposit neutrofil dalam papilla dermal
dengan penimbunan fibrin dan fragmen neutrofil. *
Pemeriksaan serologi
Pemeriksaan serologik spesifik yaitu tampak antibodi Ig-A antiendomisium (EMA), yang
mengikat substansi otot polos (endomisium). Surdy et al menunjukkan bahwa IgA
autoantibodi memiliki spesifilitas terhadap TGase.(11,12)
Immunofluoresensi
Pada pemeriksaan imunofluorosensi secara in vivo ditemukan deposit Ig-A dalam bentuk
granuler pada papilla dermis dan ditemukan juga komplemen C3 pada daerah lesi.(11,12)
Gambar 5: Gambaran imunofluoresensi adanya IgA yang terdeposit pada papilla dermis*
Pemeriksaan genetik
Sebuah studi mengindikasikan adanya MHC tertentu pada antigen pasien dermatitis
herpetiformis yang dikaitkan dengan HLA-B8, HLA-DR dan HLA-DQw2. sesungguhnya
semua pasien dermatitis herpetiformis memliki gen yang mengkode HLA-DQw2.
(11,12,13,14)
VI. DIAGNOSIS
CBDC ialah dermatosis autoimun yang biasanya mengenai anak kurang dari 5 tahun ditandai
dengan adanya bula dan terdapatnya deposit IgA linear yang homogen pada epidermal
basement membrane. Etiologinya belum diketahui pasti namun sebagai faktor pencetus ialah
infeksi dan antibiotik dan yang paling sering yaitu penisilin. Perbedaannya dengan DH ialah
pada DH, penyakit berlangsung sehingga dewasa, jarang pada umur sebelum 10 tahun. Lesi
yang utama pada DH adalah vesikel, berkelompok selalu ada eritem, sangat gatal dan
didapati IgA yang berbentuk granular serta biasanya didapati enteropati. Mulainya penyakit
CBDC lebih mendadak daripada DH, penyakit mulai usia sebelum sekolah, kelainan kulit
berupa vesikel atau bula, terutama bula, eritem tidak selalu ada dan dapat berkelompok atau
tidak, tidak terlalu gatal dan didapatkan IgA berbentuk linear dan C3 sepanjang membrana
basalis. Dan tidak didapati enteropati. Mengenai pengobatan, pada DH memberi respon
dengan sulfon, sedangkan CBDC dapat memberi respon atau tidak sama sekali.(12,13)
Pemfigus vulgaris
Pemfigus vulgaris ialah penyakit autoimun karena pada serum penderita ditemukan
autoantibodi, juga dapat disebabkan oleh obat misalnya D-penisilamin dan kaptopril. Berbeda
deengan DH di mana keadaan umum penderita biasanya baik, keadaan umum penderita PV
biasanya buruk. Penyakit dapat dimulai sebagai lesi di mukosa mulut kemudian di kulit
kepala yang berambut. Bula yang timbul pada PV berdinding kendur, mudah pecah dengan
pembentukan krusta yang lama bertahan di atas kulit tersebut. Bula dapat timbul di atas kulit
yang tampak normal pada tepian atau yang eritematosa.(12,13)
Tanda Nikolski positif disebabkan oleh adanya akantolisis. Cara mengetahui tanda
tersebut ada dua, pertama dengan menekan dan menggeser kulit di antara dua bula dan kulit
tersebut akan terkelupas. Cara kedua dengan menekan bula maka bula akan meluas karena
cairan di dalamnya mengalami tekanan. Pruritus tidaklah lazim pada PV namun penderita
sering mengeluh nyeri pada kulit yang terkelupas. Perbedaan utama antara PV dengan DH
adalah, DH dapat mengenai anak dan keluhannya sangat gatal dengan ruam utama yaitu
vesikel berdinding tegang dan berkelompok. Sebaliknya PV dewasa, keadaan umumnya baik,
terutama terdapat pada orang dewasa, keadaan umumnya buruk, tidak gatal, bula berdinding
kendur dan biasanya generalisata. Pada gambaran histopatologik pada PV, terdapat
akantolisis, letak vesikel intraepidermal dan terdapat IgG di stratum spinosum.(12,13)
Pemfigus bulosa
Pemfigus bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai dengan adanya bula
subepidermal yang besar berdinding tegang. Sering disertai eritema. Tempat predileksi ialah
ekstremitas terutama lengan bagian fleksor dan lipat paha. Jika bula-bula pecah terdapat
daerah erosif yang luas. Mulut dapat terkena pada pada kira-kira 20% kasus. PB berbeda
dengan DH karena ruam yang utamanya adalah bula berdinding tegang, tidak begitu gatal dan
pada pemeriksaan effloresensi terdapat IgG tersusun seperti pita di subepidermal sebaliknya
pada DH, ruam utamanya adalah vesikel berkelompok, sangat gatal dan terdapat IgA tersusun
granular di papilla dermis.(12,13)
Pemphigus Gestasionis
VIII. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
Diet Bebas Gluten
Umumnya pasien (sebanyak 80%) berespon terhadap diet bebas gluten untuk
mengontrol penyakit kulitnya. Beberapa pasien juga mampu untuk tidak lagi melanjutkan
terapi dapson.
Diet bebas gluten meredakan kulit yang melepuh, menormalkan gejala dan
menormalkan gambaran histiologis saluran pencernaan.
Dari suatu penelitian dikatakan bahwa dengan diet ketat sayuran dibutuhkan selama 5
bulan samapi 1 tahun sebelum dosis dapson dapat diturunkan.
Diet elemen yang mengandung asam lemak bebas, polisakarida, dan trigliserida dalam
jumlah kecil sangat bermanfaat untuk mengurangi penyakit ini pada minggu pertama, tetapi
sayangnya diet elemen ini susah ditoleransi tubuh pada periode jangka panjang dan pernah
dilaporkan bahwa lesi kulit pada DH pernah ada yang menghilang dengan menkonsumsi diet
tinggi protein, rendah lemak, rendah karbohidrat yang dikenal Atkins diet. Namun masih
dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut untuk membuktikan laporan ini.
Medikamentosa
Sistemik
1. Dapson
Dapson merupakan obat pilihan untuk dermatitis herpetiformis. Dosis dimulai 100-
150mg/hari, tetapi beberapa penderita mungkin memerlukan 300-400mg/hari, biasanya satu
kali sehari. Peningkatan dosis dilakukan secara bertahap hingga dapat menekan gejalanya dan
menimbulkan efek samping yang berarti dan gejalanya menghilang dalam waktu 3 jam atau
beberapa hari (24-48 jam) setelah tablet pertama ditelan. Kemudian dosis diturunkan hingga
mencapai dosis pemeliharaan 25-50mg/hari yang dapat diberikan selama beberapa tahun.
Dapson tersedia dalam sediaan 25mg dan 100m, waktu paruh 10-50 jam. Dapson aman dalam
dosis berapapun. Efek samping berupa nefrolithiasis. Intake cairan dan alkalinisasi urin dapat
meminimalkan resiko nefrolithiasis.
IX. PROGNOSIS
Penyakit ini dapat berlangsung lama dengan proses eksaserbasi dan remisi. 10% penderita
akan mengalami remisi.
X. KESIMPULAN