Anda di halaman 1dari 9

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Labio Palato Skisis


3.1.1 Definisi
Cleft lip adalah suatu kondisi dimana terdapat celah pada bibir atas diantara
mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa celah kecil pada bagian bibir yang
berwarna sampai pada pemisahan komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir
ke hidung. Faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya kelainan ini adalah
kekurangan nutrisi, stres pada kehamilan, trauma dan faktor genetic (Reksoprodjo S,
1995; Marzoeki, 2001).

3.1.2 Embriologi
Secara embriologik rangka dan jaringan ikat pada wajah (kecuali kulit dan otot),
termasuk palatum, berasal dari sel-sel neural crest di cranial, sel-sel inilah yang
memberikan pola pada pertumbuhan dan perkembangan wajah. Pertumbuhan fasial
sendiri dimulai sejak penutupan neuropore (neural tube) pada minggu ke-4 masa
kehamilan; yang kemudian dilanjutkan dengan rangkaian proses kompleks berupa
migrasi, kematian sel terprogram, adhesi dan proliferasi sel-sel neural crest neural (Quin
FB, 2011).
Ada 3 pusat pertumbuban fasial, yaitu :
1) Sentra prosensefalik,
Bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan lobus frontal otak, tulang
frontal. dorsum nasal dan bagian tengah bibir atas, premaksila dan septum nasal (regio
fronto-nasal).
2) Rombensefalik
Membentuk bagian posterior kepala, lateral muka dan sepertiga muka bagian bawah
(regio latero posterior). Ada bagian-bagian yang mengalami tumpang tindih akibat
impuls-impuls pertumbuhan yang terjadi, disebut diacephalic borders.

13
3. Diasefalik
Diacephalik borders pertama yaitu sela tursika, orbita dan ala nasi, selanjutnya ke arah
filtrum; dan filtrum merupakan penanada (landmark) satu-satunya dari diacephalic
borders yang bertahan seumur hidup. Diacephalic borders kedua adalah regio spino-
kaudal dan leher.

Gambar 3.1. Embrio berusia 2 minggu dengan sentra pertumbuhan

Gangguan pada pusat-pusat pertumbuhan maupun rangkaian proses kompleks


sel-sel neural crest menyebabkan malformasi berupa aplasi, hipoplasi dengan atau tanpa
displasi, normoplasi dan hiperplasi dengan atau tanpa displasi.

3.1.3 Insiden
Insiden celah bibir dan palatum terbanyak dalam suatu populasi sekitar 1 diantara
700 kelahiran. Paling banyak ditemukan sekitar 86% untuk dua celah, 68% untuk satu
celah. Seperti yang kita ketahui ada 14 jenis cacat bawaan pada celah muka, namun celah
bibir dan palatum yang paling sering dijumpai. Pada tipe unilateral, lebih banyak terjadi
pada kiri daripada kanan dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan pada
anak perempuan, Pada populasi orang kulit putih ditemukan 1 diantara 1000 kelahiran
celah pada bibir dan palatum atau tanpa palatum. Pada orang Asia, dua kali lebih banyak
dari orang kulit putih, setengah dari orang Asia ditemukan pada orang Afrika dan
Amerika (Debra, 2011)

14
3.1.4 Etiologi
Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan
ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi faktor
genetik dan faktor-faktor lingkungan.
Beberapa hipotesis yang dikemukakan dalam perkembangan kelainan ini antara
lain :
- Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal
kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam
folat, vitamin C, dan Zn).
- Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal.
- Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
- Faktor genetik (Debra, 2011)

3.1.5 Patofisiologi
Gejala patologis pada celah bibir mencakup kesulitan pemberian makanan dan
nutrisi, infeksi telinga yang rekuren, hilangnya pendengaran, perkembangan pengucapan
yang abnormal dan kelainan pada perkembangan wajah. Adanya hubungan antara saluran
mulut dan hidung menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk mengisap pada bayi.
Cacat terbentuk pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena tak
terbentuk mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah menyatu (prosesus
nasalis dan maksilaris) pecah kembali, Semua yang mengganggu pembelahan sel dapat
rnenyebabkan ini: defisiensi, bahan-bahan obat sitostatik, radiasi.
Problem yang ditimbulkan akibat cacat ini adalah psikis, fungsi dan estetik
Ketiganya saling berhubungan, Problem psikis yang mengenai orang tua dapat diatasi
dengan penerangan yang baik. Bila cacat terbentuk lengkap sampai langit-langit, bayi tak
dapat mengisap. Karena sfingter muara tuba Eustachii kurang normal lebih mudah terjadi
infeksi ruang telinga tengah. Sering ditemukan hipolplasia pertumbuhan maksilla
sehingga gigi geligi depan atas/rahang atas kurang maju pertumbuhannya.
Insersi yang abnormal dari tensor veli palatini menyebabkan tidak sempurnanya
pengosongan pada telinga tengah. Infeksi telinga rekuren menyebabkan hilangnya
pendengaran yang dapat rnernperburuk pengucapan yang abnormal. Mekanisme
veloparingeal yang utuh penting dalam menghasilkan suara non nasal dan sebagai
modulator aliran udara dalarn produksi fonem lainnya yang membutuhkan nasal
coupling, Maniputasi anatomi yang kompleks dan sulit dari mekanisme veloparingeal, jika
15
tidak sukses dilakukan pada awal perkernbangan pengucapan, dapat menyebabkan
berkurangnya pengucapan normal yang dapat dicapai (Karmacharya J, 2010).

3.1.6 Klasifikasi
Berdasarkan lengkap atau tidaknya celah yang terbentuk:
1. Inkomplit
2. Komplit
Berdasarkan lokasi/jumlah kelainan :
1. Unilateral
2. Bilateral
Pembagian berdasarkan International Classification of the Diseases (ICD),
mencakup celah anatomis organ terlibat, lengkap atau tidaknya celah, unilateral atau
bilateral; digunakan untuk sistem pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh World
Health Organization (WHO).
Celah pada bibir dapat ditemukan tipe unilateral (saiu sisi ) atau bilateral (dua
sisi), tipe komplit atau inkomplit. Kerusakan terjadi hingga pada daerah alveolar sehingga
menjadi sebuah perencanaan dalam pembedahan sebagai perbaikan. Umumnya kelainan
celah pada kelahiran terbagi dalam 2 kategori yaitu:
1. Unilateral komplit. Jika celah sumbing yang terjadi hanya di salah satu sisi bibir dan
memanjang hingga ke hidung atau dengan kata lain unilateral komplit memberikan
gambaran keadaan dimana te1ah terjadi pemisahan pada salah satu sisi bibir, cuping
hidung dan gusi. Unilateral komplit memiliki dasar dari palatum durum yang
merupakan daerah bawah daripada kartilago hidung.

Gambar 3.2 . Tipe unilateral komplit


(Sumber: Thorne CH, 2007).

16
2. Unilateral Inkomplit. Jika celah sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan tidak
memanjang hingga ke hidung atau dengan kata lain bahwa unilateral inkomplit
memberikan gambaran keadaan dimana terjadi pemisahan pada salah satu sisi bibir,
namun pada hidung ridak rnengalami kelainan (Thorne CH, 2007).

Gambar 3.3. Tipe unilateral inkomplit


(Sumber: Thorne CH, 2007).

3. Bilateral Komplit. Jika celah sumbing terjadi di kedua sisi bibir dan memanjang
hingga ke hidung. Dapat terlihat adanya penonjolan pada daerah premaxilla, Oleh
karena terjadi ketidakadaannya hubungan dengan daerah lateral daripada palatum
durum kelainan (Thorne CH, 2007).

Gambar 3.4. Tipe bilateral komplit


(Sumber: Thorne CH, 2007).

4. Bilateral Inkomplit. Jika celah ini terjadi secara inkomplit dimana kedua hidung dan
daerah kedua premaxilla tidak mengalarni pemisahan dan hanya menyertakan dua sisi
bibir kelainan (Thorne CH, 2007).
17
Gambar 3.5. Tipe bilateral inkomplit
(Sumber: Thorne CH, 2007).

3.1.7 Diagnosa
Pada saat dalam kehamilan, pemeriksaan celah dini pada janin dapat kita lihat
dengan menggunakan transvagina ultrasonografi pada minggu ke-l1 masa kehamilan dan
bisa juga dideteksi dengan menggunakan transabdominal ultrsonografi pada usia
kehamilan minggu ke-16. Jika celah pada bibir dapat dideteksi, maka janin kemungkinan
mengalami malformasi, gangguan kromosom atau kedua-duanya. Kurang dari 25% celah
pada bibir dapat teridentifikasi melalui ultrasonografi. Bagaimanapun seorang dokter ahli
dapat mendiagnosa sekitar 80% dari pemeriksaan prenatal jika mereka menggunakan 3-
dimensi ultrasonografi. Untuk mendeteksi celah pada langit-langit sepertinya agak sulit
jika menggunakan ultrasonografi. MRI lebih memiliki ketelitian lebih baik dibandingkan
ultrasonografi (Mulliken JB, 2004).

3.1.8 Penatalaksanaan
Bayi yang baru lahir dengan CLP segera dipertemukan dengan pekerja sosial untuk
diberi penerangan agar keluarga penderita tidak mengalami stress dan menerangkan
harapan yang bisa didapatkan dengan perawatan yang menyeluruh bagi anaknya, Selain
itu dijelaskan juga masalah yang akan dihadapi kelak pada anak. Menerangkan
bagaimana memberi minum bayi agar tidak banyak yang tumpah. Pekerja sosial
membuatkan suatu record psicososial pasien dari sini diambil sebagai bagian record CLP
pada umumnya. Pekerja sosial akan mengikuti perkembangan psikososial anak serta
keadaan keluarga dan lingkungannya.

18
3.2 Mikropenis
3.2.1 Perkembangan Penis
Perkembangan penis secara umum dibagi dalam dua tahap, yaitu intra dan ekstra
uterin. Sampai dengan minggu kedelapan di dalam kehidupan fetus, genitalia eksterna
dari kedua jenis kelamin masih sama. Diferensiasi ke arah kelamin laki-laki tergantung
pada pengaruh testosteron dan terutama dihidrotestosteron. Pada fetus laki-laki usia 8-12
minggu, testosteron disekresi oleh sel Leydig secara otonom, kemudian dipengaruhi oleh
hCG plasenta, dan oleh rangsangan LH pituitari fetus pada trimester ke dua. Pada tahapan
ini penis sudah lengkap terbentuk. Pituitari fetus mengambil alih fungsi kontrol dengan
melepaskan LH dan FSH (Supriatmo, 2004).
Proses stimulasi berkelanjutan ini bertanggung jawab atas perkembangan penis.
Mikropenis terjadi akibat gangguan atau defek hormonal pada trimester ke dua. Jika
defek terjadi pada kehamilan di bawah 14 minggu, yang mungkin terjadi adalah
pembentukan penis yang tidak sempurna dan terjadi ambigus. Sekresi testosteron juga
berpengaruh pada perkembangan penis pada masa ekstra uterin. Pada masa neonatal
kadar testosteron meningkat hingga usia 2 sampai 3 bulan, kemudian turun perlahan dan
berlanjut hingga prapubertas. Pada masa ini terjadi penambahan panjang penis walaupun
sedikit (Supriatmo, 2004).

3.2.2 Standar Ukuran Panjang Penis


Tabel 3.1. Rerata ukuran panjang penis dalam keadaan stretched (Sumber: Supriatmo,
2004).

19
Gambar 3.6. Diagram distribusi ukuran penis berdasarkan usia
(Sumber: Supriatmo, 2004).

3.2.3 Etiologi
Secara umum, etiologi mikropenis (Supriatmo, 2004) :
1. Defisiensi sekresi testosteron
a. Hipogonadotropik hipogonadisme. Keadaan ini disebut juga gangguan gonad
sekunder, sehingga diperlukan terapi pengganti (replacement therapy) yang
menetap (irreversible
b. Hipergonadotropik hipogonadisme. Hipergonadotropik hipogonadisme disebut
juga dengan gangguan gonad primer. Pada gangguan gonad primer terjadi produksi
androgen yang tidak adekuat karena defisiensi salah satu enzim sintesis testosteron.
Ditandai dengan peningkatan konsentrasi gonadotropin yang disebabkan tidak
adanya umpan balik negatif dari steroid seks gonad
2. Defek pada aksis testosteron. Kelainan yang termasuk defek aksis testeron adalah
defisiensi growth hormone/insulin like growth factor I, defek reseptor androgen,
defisiensi 5 a - reduktase, sindrom fetal hidantoin.
3. Anomali pertumbuhan
4. Idiopatik
20
3.2.4 Diagnosis
Diagnosis mikropenis ditegakkan jika hasil pengukuran penis di bawah rerata
2.5 SD (Supriatmo, 2004).

3.2.5 Tatalaksana
Pasien mikropenis harus diperiksa secara cermat menyangkut masalah
endokrinologi secara umum, dan dievaluasi apakah terdapat kelainan pada susunan saraf
pusat. Ritzen dan Hintz29 membuat algoritme tata laksana mikropenis berdasarkan
kelompok umur, untuk bayi baru lahir dan anak di atas 1 tahun hingga pubertas.
Dilakukan pemeriksaan terhadap faktor androgen dan di luar androgen. Tata laksana
mikropenis dibagi dalam terapi hormonal dan pembedahan (Supriatmo, 2004).

21

Anda mungkin juga menyukai