PENDAHULUAN
Hernia berasal bahasa latin yang berarti ruptur. Hernia didefinisikan sebagai
penonjolan atau protrusi abnormal dari sebuah organ atau jaringan melalui sebuah
defek pada dinding sekitarnya. Bagian hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi
hernia. Meskipun hernia dapat terjadi di berbagai tempat pada tubuh, umumnya
hernia melibatkan dinding abdomen, khususnya regio inguinal. Hernia merupakan
salah satu kasus yang paling banyak ditemui oleh dokter bedah. Diperkirakan
sekitar 5% dari populasi akan mengalami hernia dinding abdomen, lebih dari
600.000 operasi hernia dilakukan di Amerika Serikat secara rutin. (Malangoni dan
Rosen, 2012) Pada tahun 2003 sekitar 800.000 kasus hernia inguinal (tidak
termasuk kasus rekuren dan hernia bilateral) dihadapi oleh dokter bedah. (Wagner
et al., 2015). Operasi darurat hernia inkarserata merupakan operasi terbanyak
nomor dua setelah operasi darurat apendisitis akut. Selain itu, hernia inkarserata
merupakan penyebab obstruksi usus nomor satu di Indonesia. (Luthfi dan Thalut,
2010)
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah
dari dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinya, hernia dibedakan
menjadi hernia kongenital dan hernia akuisita. Berdasarkan letaknya hernia diberi
nama sesuai lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikal,
femoralis, dan lain-lain. Sekitar 75% hernia terjadi di sekitar lipat paha, berupa
hernia inguinal direk, indirek, serta hernia femoralis; hernia insisional 10%, hernia
ventralis 10%, hernia umbilikalis 3%. Pada hernia di abdomen, isi perut menonjol
melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut.
(Luthfi dan Thalut, 2010)
Menurut American College of Surgeon (2013), operasi adalah satu-satunya
cara memperbaiki hernia sehingga seseorang dapat kembali pada aktivitas normal.
Penatalaksanaan secara konservatif memiliki kemungkinan hernia bertambah
besar dan menimbulkan nyeri, bahkan pada kondisi usus yang terperangkap dan
terjepit dapat menimbulkan nyeri mendadak diserta muntah yang mana kondisi ini
memerlukan operasi darurat. Dengan demikian perbaikan hernia melalui prosedur
operasi menghindarkan pasien dari nyeri kronik serta membantu meningkatkan
kualitas hidup. Meskipun prosedur operasi hernia telah sering dilakukan, tidak
menutup kemungkinan adanya komplikasi tindakan yang mungkin muncul, antara
lain seperti nyeri postoperasi, cedera saraf, infeksi, dan rekurensi hernia.
(Malangoni dan Rosen, 2012)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hernia Secara Umum
Hernia berasal bahasa latin yang berarti ruptur. Hernia didefinisikan sebagai
penonjolan atau protrusi abnormal dari sebuah organ atau jaringan melalui
sebuah defek pada dinding sekitarnya, ada juga yang mengatakan hernia
merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan. Bagian hernia terdiri atas cincin, kantong, dan
isi hernia. (Malangoni dan Rosen, 2012 ; Luthfi dan Thalut, 2010)
Hernia dapat terjadi di berbagai bagian pada tubuh manusia, namun
umumnya melibatkan dinding abdomen. Sekitar 75% hernia dinding
abdomen terjadi di area lipat paha atau daerah inguinal, 2/3 kasus
merupakan hernia indirect. Laki-laki 25 kali lebih berrisiko mengalami
hernia inguinal dibandingkan perempuan. Pada hernia femoral perempuan
lebih berrisiko 10 kali, begitu pula pada kasus hernia umbilikal perempuan
memiliki risiko 3 kali lebih besar. Insidensi hernia inguinal pada laki-laki
memiliki distribusi bimodal, yaitu puncak kejadian sebelum usia 1 tahun
dan setelah usia 40 tahun. Prevalensi hernia meningkat menurut usia,
khususnya pada hernia inguinal, umbilikal, dan femoral. Kejadian hernia
strangulasi dan kasus yang membutuhkan perawatan di rumah sakit juga
meningkat menurut usia. Strangulasi adalah komplikasi yang paling serius
dan umum terjadi pada kasus hernia, 1-3% pada kasus hernia inguinal,
khususnya pada hernia inguinal indirect. Pada hernia femoral, kejadian
strangulasi dapat mencapai 15-20%. (Malangoni dan Rosen, 2012; Wagner
et al., 2015)
Menurut sifatnya hernia disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat keluar
masuk. Usus keluar ketika berdiri atau mengedan, dan masuk lagi ketika
berbaring atau bila didorong masuk perut. Selama hernia masih reponibel,
tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus. Bila isi kantong tidak
dapat direposisi kembali ke dalam rongga perut, hernia disebut hernia
ireponibel, biasanya disebabkan pelekatan isi kantong kepada peritoneum
kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta. Masih tidak ada keluhan
nyeri dan tanda sumbatan usus. Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia
strangulata bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi kantong
teperangkap dan tidak dapat kembali dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi
gangguan pasase dan vaskularisasi. Secara klinis, istilah hernia inkarserata
lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel yang disertai gangguan pasase,
B. Hernia Inguinalis
1. Anatomi Regio Inguinal
Kanalis inguinalis merupakan saluran oblik yang menembus bagian
bawah dinding anterior abdomen dan terdapat pada kedua jenis
kelamin. Saluran ini merupakan tempat lewatnya struktur-struktur
yang berjalan dari testis ke abdomen dan sebaliknya pada laki-laki.
Pada perempuan, saluran ini dilalui oleh ligamentum teres uteri yang
berjalan dari uterus ke labium majus pudendi. Selain itu, saluran ini
dilewati oleh nervus ilioinguinalis baik pada laki-laki maupun
perempuan. Canalis inguinalis panjangnya sekitar 1,5 inci atau 4 cm
pada orang dewasa dan terbentang dari anulus inguinalis internus,
suatu lubang pada fasia transversalis, berjalan ke bawah dan medial
sampai anulus inguinalis eksternus, yaitu suatu lubang pada
aponeurosis oblikus eksternus abdominis (seperti yang terlihat pada
gambar 1). Canalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas
ligamentum inguinale. (Snell, 2006)
Batuk
PPOK
Obesitas
Konstipasi
Gangguan Prostat
Kehamilan
Berat badan lahir <1500 gr
Riwayat keluarga dengan hernia
Manuver valsava
Asites
Upright position
Kelainan jaringan ikat kongenital
Sintesis kolagen defektif
Insisi abdomen kuadran kanan bawah sebelumnya
Aneurisma arterial
Kebiasaan merokok
Mengangkat beban berat
Latihan yang menggunakan beban berat
3. Diagnosis
Gejala dan tanda klini hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi
hernia. Pada hernia reponible, keluhan satu-satunya adalah adanya
benjolan di lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin,
atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri
jarang dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium
atau paraumbilikal berupa nyeri viseral karena regangan pada
mesenterium sewaktu satu segmen usus halus masuk ke dalam
kantong hernia. Nyeri yang disertai mual dan muntah baru timbul
kalau terjadi inkaserasi karena ileu atau strangulasi karena nekrosis
atau gangren. Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi
hernia. Pada inspeksi saat pasien mengedan, dapat dilihat hernia
inguinalis lateralis yang muncul sebagai penonjolan di regio inguinalis
yang berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Kantong hernia yang
kosong kadang dapat diraba pada funikulus spermatikus dengan cara
menggesek dua lapis kantong yang memberikan sensasi gesekan dua
permukaan sutera, tanda ini disebut tanda sarung tangan sutera,
umumnya sukar ditemukan. Kalau kantong hernia berisi organ,
bergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum, atau
ovarium. Dengan jari telunjuk atau jari kelingking pada pasien anak,
dapat dicoba mendorong isi hernia dengan menekan kulit skrotum
melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah isi hernia
dapat direposisi atau tidak. Jika hernia tersebut dapat direposisi, pada
waktu jari masih di dalam anulus inguinalis eksternus, pasien diminta
mengedan. Jika ujung jari menyentuh hernia, berarti hernia inguinalis
lateral, jika sisi jari yang menyentuhnya berarti hernia inguinalis
medial. Diagnosis ditegakan atas dasar benjolan yang dapat direposisi,
atas dasar tidak adanya batas yang jelas di sebelah kranial dan adanya
hubungan kranial melalui anulus eksternus. Hernia ini harus
dibedakan dari hidrokel atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba
dapat dipakai sebagai pegangan untuk membedakannya. (Luthfi dan
Thalut, 2010).
Pada hernia yang sulit diidentifikasi ultrasonografi dapat membantu
penegakan diagnosis. Modalitas lain seperti CT scan dan MRI juga
dapat dipertimbangkan pada hernia yang tak biasa, yang sulit
dibedakan dengan massa di daerah inguinal. Biasanya, laparoskopi
digunakan untuk diagnosis sekaligus terapi pada kasus-kasus tertentu.
(Malangoni dan Rosen, 2012)
a. Hernia inguinalis medialis
Hernia inguinlais medialis atau hernia direct hampir selalu
disebabkan oleh peninggian tekanan intraabdomen kronik dan
kelemahan otot dinding di trigonum hasselbach. Oleh sebab itu,
hernia ini umumnya terjadi bilateral, khususnya pada lelaki tua.
Hernia ini jarang, bahkan hampir tidak pernah, mengalami
inkaserasi dan strangulasi. Mungkin terjadi hernia gelincir yang
mengandung sebagian dinding kandung kemih atau kolon. Kadang
ditemukan defek kecil di otot oblikus internus abdominis, pada
segala usia, dengan cincin yang kaku dan tajam yang sering
menyebabkan strangulasi. (Luthfi dan Thalut, 2010)
b. Hernia inguinalis lateralis
Hernia disebut lateralis karena menonjol dari lateral pembuluh
epigastrika inferior, dan disebut indirect karena keluar melalui dua
pintu dan saluran yaitu anulus dan kanalis inguinalis, berbeda
dengan hernia medialis yang langsung menonjol melalui segitiga
hasselbach dan disebut sebagai hernia direct. Pada pemeriksaan
hernia lateralis, akan tampak tonjolan berbentuk lonjong,
sedangkan hernia medialis berbentuk bulat. Pada bayi dan anak,
hernia lateralis disebabkan oleh kelainan bawaan berupa tidak
menutupnya prosesus vaginalis peritoneum sebagai akibat proses
turunnya testis ke skrotum. Hernia gelincir dapat terjadi di sebelah
kanan atau kiri. Hernia yang di kanan biasanya berisi sekum dan
sebagian kolon asendens, sedangkan yang di kiri berisi sebagian
kolon desendens. (Luthfi dan Thalut, 2010)
Pada umumnya, keluhan pada orang dewasa berupa benjolan di
lipat paha yang muncul pada waktu mengedan, batuk, atau
mengangkat beban berat dan menghilang waktu istirahat berbaring.
Pada bayi dan anak, adanya benjolan yang hilang timbul di lipat
paha, jika hernia mengganggu dan anak dan bayi sering gelisah,
banyak mengangis, dan perut kembung, harus dipikirkan
kemungkinan hernia strangulata. Pada inspeksi, diperhatikan
keadaan asimetri pada kedua sisi lipat paha, skrotum, atau labia
dalam posisi berdiri dan berbaring. Pasien diminta mengedan atau
batuk sehingga benjolan atau keadaan asimetri dapat dilihat.
Palpasi dilakukan dalam keadaan ada benjolan hernia, diraba
konsistensinya, dan dicoba mendorong apakah benjolan dapat
direposisi. Setelah benjolan tereposisi dengan jari telunjuk atau jari
kelingking pada anak, cincin hernia, berupa anulus inguinalis yang
melebar kadang dapat diraba. Pada hernia insipien, tonjolan hanya
dapat dirasakan menyentuh ujung jari di dalam kanalis inguinalis
dan tidak menonjol keluar. Pada bayi dan anak, kadang tidak
terlihat adanya benjolan sewaktu menangis, batuk, atau mengedan.
Dalam hal ini, perlu dilakukan palpasi funikulus spermatikus
dengan membandingkan sisi kiri dan kanan. Kadang didapatkan
tanda sarung tangan sutera. (Luthfi dan Thalut, 2010)
4. Diagnosis Banding
Malignansi
Primary testicular
Aneurisma arteri femoral atau pseudoaneurisma
Limfonodus
Kista sebasea
Hidradenitis
Varises saphenous
Abses psoas
Hematoma
Asites
5. Tatalaksana
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi
hernia yang telah direposisi. Reposisi tidak dilakukan pada hernia
inguinalis strangulata, kecuali pada pasien anak. Reposisi dilakukan
secara bimanual. Tangan kiri memegang isi hernia sambil membentuk
corong sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia
dengan sedikit tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi.
Pada anak-anak, ikarserasi lebih sering terjadi pada usia di bawah 2
tahun. Reposisi spontan lebih sering terjadi dan sebaliknya gangguan
vitalitas isi hernia jarang terjadi dibandingkan dengan orang dewasa.
Hal ini disebabkan oleh cincin hernia pada anak lebih elastis. Reposisi
dilakukan dengan menidurkan anak menggunakan sedatif dan
kompres es di atas hernia. Bila reposisi berhasil, anak disiapkan untuk
operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak berhasil,
operasi harus segera dilakukan dalam waktu enam jam. Pemakaian
bantalan penyangga hanya bertujuan untuk menahan hernia yang telah
direposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai
seumur hidup. Hal ini tidak dianjurkan karena menimbulkan
komplikasi, antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di
daerah yang tertekan sedangkan strangulasi tetap mengancam. Pada
anak cara ini dapat menimbulkan atrofi testis karena funikulus
spermatikus mengandung pembuluh darah testis tertekan. (Luthfi dan
Thalut, 2010)
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia
inguinalis yang rasional. Indikasi operasi suda ada begitu diagnosis
ditegakan. Prinsip dasar operasi hernia terdiri atas herniotomi dan
hernioplasti. Pemaparan regio inguinal anterior dilakukan dengan
insisi oblik atau horizontal pada daerah inguinal, dimulai dua jari
inferior dan medial dari spina iliaka anterior superior, kira-kira 6-8
cm. Hal ini dapat dilihat seperti pada gambar 3.
Kelemahan teknik Bassini dan teknik lain yang berupa variasi teknik
herniotomi Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan pada otototot yang dijahit. Untuk mengatasi masalah ini, dipopulerkan
pendekatan operasi bebas regangan, yaitu teknik hernioplasti bebas
regangan menggunakan mesh, dan sekarang teknik ini banyak dipakai.
Pada teknik ini, digunakan mesh prostesis untuk memperkuat fasia
transversalis yang membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa
menjahitkan otot-otot ke ligamentum inguinale. (Luthfi dan Thalut,
BAB III
KESIMPULAN
Hernia adalah penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga bersangkutan, meruapakan salah satu kasus yang paling umum
dijumpai oleh dokter bedah. Berdasarkan terjadinya, hernia dibedakan menjadi
hernia kongenital dan hernia akuisita. Berdasarkan letaknya hernia diberi nama
sesuai lokasi anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikal, femoralis,
dan lain-lain. Pada kebanyakan kasus hernia terjadi pada dinding abdomen,
dengan 75% kasus merupakan hernia inguinal (2/3 kasus merupakan hernia
inguinal indirect).
DAFTAR PUSTAKA
Malangoni MA, Rosen MJ. 2012. Hernias. Di dalam: Townsend CM. Sabiston
Textbook of Surgery Ed. 19. Philadelphia. Elsevier Saunders. 1114-1139
Wagner JP, Brunicardi C, Amid PK, Chen DC. 2015. Inguinal Hernias. Di dalam:
Brunicardi C. Schwartzs Principles of Surgery Ed. 10. New York. Mc Graw-Hill.
1495-1517
Snell RS. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta. EGC.
160-163