PENDAHULUAN
melimpah, sehingga memiliki banyak kali tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat
(Maulana, dkk, 2011). Tumbuhan obat sudah sejak lama dimanfaatkan oleh
(kuratif). Ramuan obat bahan alam hampir dimiliki oleh setiap suku bangsa di
Indonesia dan digunakan secara turun temurun sebagai obat (Listyari, 2006).
tradisional tersebut ialah tidak ada efek samping yang ditimbulkan seperti yang
satu tanaman obat yang terdapat di Indonesia yaitu daun puding hitam
tanaman liar, tanaman pagar atau tanaman hias. Tanaman ini tersebar hampir
(Isnawati, 2003).
1
Tanaman ini mudah dijumpai di pingir-pingiran jalan atau juga sengaja
mencapai 2 meter dan daunnya bewarna ungu. Meskipun ada beberapa warna
1999). Menurut Hutapea daun puding hitam berkhasiat sebagai obat wasir
(Hutapea, 1993).
dan mutu daun puding hitam sebagai obat. Salah satu teknologi yang dapat
digunakan dalam peningkatan nilai guna daun puding hitam sebagai obat
tradisional adalah dalam bentuk ekstrak. Ekstrak adalah sedian kental yang
diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir pelarut
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi
baku yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi
2
Publikasi tentang sifat fisikokimia dan fitokimia ekstrak kental daun
puding hitam belum banyak ditemukan. Sedangkan daun puding hitam telah
diatas maka peneliti tertarik untuk mengetahui sifat fisikokimia dan fitokimia dari
daun puding hitam dan cara pembuatan ekstrak kental sehingga dapat dijadikan
bahan acuan mutu kandungan daun puding hitam serta meningkatkan nilai
hitam.
3
1.4 Hipotesis
Daun puding hitam dapat dibuat menjadi ekstrak kental dan memiliki Sifat-
sifat fisikokimia dan fitokimia yang sesuai dengan standar mutu ekstrak kental
Penelitian ini bagian dari cara untuk mendapatkan ekstrak kental daun
puding hitam yang akan diketahui sifat fisikokimianya seperti kadar abu total,
kadar abu tidak larut asam, kadar abu larut air, kadar senyawa larut air, kadar
4
1.6 Kerangka Konsep
Daun Puding Hitam
(Graptophyllum pictum Griff)
1. Pemanenan
2. Sortasi Basah
3. Pencucian
4. Perajangan
5. Pengeringan
6. Sortasi kering
Simplisia kering
1. Penetapan susut pengeringan
2. Penetapan kadar abu
3. Penetapan kadar abu tidak larut
asam
4. Penetapan kadar abu yang larut air
Ekstraksi dengan maserasi
Maserat
Rotary evaporator
Ekstrak kental
Pengujian
Analisis data
Hasil
Kesimpulan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. Sinonim
b. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyiledoneae
Bangsa : Solanales
Famili : Acanthaceae
Genus : Graptophylum
(Hutapea, 1993).
c. Nama Lokal
Karaton (Madura)
Bali : Temen
(Hutapea, 1993).
6
2.1.2 Deskripsi tumbuhan puding hitam
tanaman liar, tanaman pagar atau tanaman hias. Tanaman ini tersebar hampir di
atas permukaan laut, tempat-tempat terbuka dengan iklim kering atau lembab
(Isnawati, 2003).
tinggi 2 meter. Bentuk batang tegak, beruas, permukaan batang licin, bewarna
panjang 15-25 cm, lebar 5-11 cm dan ungu. Bunganya majemuk, diujung batang,
pangkal kelopak berlengkatan, bagian ujung berbagi lima, ungu, benang sari
empat, melekat pada mahkota bunga, tangkai sari ungu, kepala sari ungu
kehitaman, putik bentuk tabung, ujung bertanjuk lima dan ungu. Akarnya berupa
Kandungan kimia daun puding hitam ini terdiri dari alkaloid, flavonoid,
fenolik, saponin, tanin, kalsium oksalat dan asam formik (Lukas, 2008).
batang daun tumbuhan puding hitam mengandung kalsium oksalat, asam formik
7
sedangkan bunganya berkhasiat sebagai pelancar haid (Dalimartha, 1999).
Menurut Hutapea daun puding hitam berkhasiat sebagai obat wasir (Hutapea,
1993).
Simplisia ialah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat dan belum
mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang
telah dikeringkan.
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
(mineral) yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana
1. Simplisia nabati harus bebas dari serangga, fragmen hewan atau kotoran
pengotoran lain, tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun dan
berbahaya.
8
2. Simplisia hewani harus bebas dari fragmen hewan asing atau kotoran
baik.
matahari sempurna.
9
c. Tanaman yang diambil bunga
2. Waktu panen
minyak atsiri yang optimal, pemanenan dilakukan pada pagi hari dan
segera setelah mekar, buah dipanen ketika sudah masak, dan biji
yang dilakukan sewaktu daun masih muda atau ketika tunas seperti
pada daun teh atau saat pertumbuhan daun maksimal seperti pada daun
sirih dan daun salam. Kondisi khusus lain juga berlaku ketika
10
2.3.2 Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan pada saat simplisia segar. Proses ini untuk
bahan asing lainnya dari simplisia. Misalnya simplisia yang dibuat dari akar suatu
tanaman obat. Maka bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang,
daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang. Hal tersebut
2.3.3 Pencucian
serta bebas dari kotoran yang mungkin tidak terikut saat pemanenan atau
dilakukan pada air yang mengalir sehingga kotoran yang lepas tidak menempel
2.3.4 Perajangan
tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama satu hari. Perajangan dapat dilakukan
dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga diperoleh irisan tipis
11
2.3.5 Pengeringan
dengan cara mengurangi kadar air sehingga pembusukkan dapat terhambat dalam
proes ini. Kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam simplisia akan berkurang, air
yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat menjadi
pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel masih
dapat bekerja menguraikan senyawa aktif saat setelah sel mati dan selama bahan
terkandung dalam organ yang dikeringkan, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
mengeringkan simplisia relatif keras (kayu, kulit kayu, biji, dan sebagainya)
Cara ini untuk pengeringan organ tumbuhan lunak (bunga, daun dan
sebagainya) dan yang mengandung kandungan zak aktif yang mudah menguap
adan pengotor-pengotoran lain yang masih tertinggal pada simplisia kering setelah
12
2.4 Ekstrak
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
2.5 Ekstraksi
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut
cair. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke
dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan senyawa
aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dalam cara
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
demikian senyawa tersebut dapat terpisah dari bahan dan dari kandungan senyawa
kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut yang
(Anonim, 2000).
13
2.5.2 Metoda ekstraksi (Anonim, 2000)
a. Cara dingin
1. Maserasi
2. Perkolasi
(ruangan).
b. Cara panas
1. Refluks
2. Soklet
14
terjadi eksraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
3. Digesti
4. Infus
5. Dekokta
Dekokta adalah infus pada waktu yang lebih lama ( 300C) dan
(minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan
peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari
ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap
(Anonim, 2000).
15
2.6 Evaluasi Organoleptis (Anonim, 2000)
A. Identitas
Nama ekstrak
senyawa identitas.
B. Organoleptis
menit atau sampai berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Tujuan
16
2.7.2 Kadar abu
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
(Anonimb, 1995).
2.7.3 Kadar senyawa yang larut dalam pelarut tertentu (Anonim, 2000)
jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan ekstrak secara
jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan
residu pada suhu 1050C hingga bobot tetap. Hitung kadar persen senyawa yang
17
Kadar senyawa larut etanol
dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu
1050 C hingga bobo tetap. Hitung kadar pada persen senyawa yang larut dalam
kimia yang dapat dikembangkan dan ditetapkan metodenya antara lain : Golongan
1. Alkaloid
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari senyawa siklik.
kegiatan fisiologi yang menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang
18
2. Flavonoid
sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas.
3. Saponin
menghemolisis sel darah. Saponin yang bermanfaat untuk sumber anti bakteri
(Harbone, J. B, 1987).
4. Tanin
19
BAB III
METEDEOLOGI PENELITIAN
kopertis Wilayah X.
Alat :
Bahan :
Daun puding hitam segar, aquadest, etanol 70%, etanol 96%, HCl pekat,
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun puding hitam
20
1. Pemanenan
pagi hari. Pemanenan dilakukan secara manual. Pada proses ini bagian
2. Sortasi basah
3. Pencucian
4. Perajangan
pengeringan.
5. Pengeringan
cahaya matahari langsung atau pada suhu kamar. Pengeringan ini berlangsung
6. Sortasi kering
21
3.3.2 Pengujian simplisia
menit dan telah ditara. Ratakan bahan dalam botol timbang dengan
W2 - W0
Rumus susut pengeringan = x 100%
W1 - W0
Keterangan :
arang habis, dinginkan dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak
dapat hilang, tambahkan air panas, saring melalui kertas saring bebas
W2 - W0
Rumus kadar abu = W1 - W0 x 100%
Keterangan :
22
W0 = Berat krus porselen kosong
larut dalam asam. Saring melalui krus kaca masir atau kertas saring
bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot rata, timbang.
Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap bahan yang
W2 - W0
Rumus kadar abu yang tidak larut asam = x 100%
W1 - W0
Keterangan :
melalui krus kaca masir atau kertas saring bebas abu, cuci dengan air
panas selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 4500 C, hingga bobot
tetap, timbang. Perbedaan bobot sesuai dengan jumlah abu yang larut
dalam air. Hitung kadar abu yang larut dalam air terhadap bahan yang
23
3.3.3 Pembuatan ekstrak kental daun puding hitam (Anief, 1997)
diaduk. Ampas dicuci dengan cairan penyari hingga diperoleh 100 bagian.
Maserat dipisahkan dan proses diulangi 2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut
yang sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum
1. Bentuk
bentuknya.
2. Warna
warna putih.
3. Bau
4. Rasa
dan dirasakan.
24
3.3.5 Karateristik fisikokimia ekstrak kental
ditimbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air
panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa dan kertas
saring dalam krus yang sama. Masukkkan filtrat ke dalam krus, uapkan,
pijarkan hingga bobot tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap bahan
tidak larut dalam asam. Saring melalui krus kaca masir atau kertas
saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan hingga bobot tetap,
timbang. Hitung kadar abu yang tidak larut asam terhadap bahan yang
Dengan Rumus :
%Kadar abu larut air = %kadar abu total - %kadar abu tidak larut asam
25
Kadar senyawa larut air
berdasar rata yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 1050C
hingga bobot tetap. Hitung kadar persen senyawa yang larut dalam air,
W2 - W0
Rumus kadar senyawa yang larut air = x P x 100%
W1
Keterangan :
P = Faktor pengencer
yang telah ditara, panaskan residu pada suhu 1050 C hingga bobo tetap.
Hitung kadar pada persen senyawa yang larut dalam etanol 96%,
26
W2 - W0
Rumus kadar senyawa yang larut air = x P x 100%
W1
Keterangan :
P = Faktor pengencer
beberapa tetes H2SO4 2N biarkan memisah. Ambil lapisan asam lalu uji
endapan putih dengan pereaksi meyer, dan endapan coklat dengan pereaksi
aquadest didihkan, dan saring. Lalu tambahkan HCl P dan sedikit serbuk
27
c. Uji saponin
Setelah dingin kocok dengan kuat. Terbentuknya busa yang stabil selama
lebih stabil.
d. Pemeriksaan tanin
pereaksi FeCl3 1%. Timbul warna biru kehitaman atau hijau kecoklatan
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil yang diperoleh dari pembuatan simplisia kering yaitu 2500 g dari daun
Griff) adalah 64,637 g dengan rendemen sebesar 21,545 % dari simplisia kering
a. Bentuk = Kental
d. Rasa = Pahit
29
2. Hasil pengujian fisikokimia ekstrak kental daun puding hitam (Graptophyllum
30
4.2 Pembahasan
tanaman hias. Namun ada juga masyarakat yang memanfaatkan daun puding
hitam sebagai obat tradisional. Publikasi tentang sifat fisikokimia dan fitokimia
ekstrak kental daun puding hitam (Graptophyllum pictum Griff) belum banyak
ditemukan. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui cara pembuatan
ekstrak kental daun puding hitam dan mengetahui sifat fisikokimia dan
fitokimianya agar dapat dijadikan bahan acuan mutu kandungan daun puding
Daun puding hitam yang diambil adalah yang masih muda karena
kandungan senyawa aktifnya masih banyak dan dipanen pada pagi hari sebelum
daun segar dengan pengotor. Jumlah daun segar yang digunakan yaitu 13000 g.
31
mempercepat pengeringan. Setelah kering digiling sampai halus dan diperoleh
1. Susut pengeringan
parameter dimana hasilnya tidak lebih dari 10%. Ini bearti jamur tidak mudah
2. Kadar abu
tereduksi dan menguap sampai tinggal unsur anorganik saja. Kadar abu yang
Suplemen I, untuk simplisia kering daun puding hitam kadar abunya tidak lebih
dari 15,6 %. Ini bearti kadar abu yang diperoleh sudah sesuai parameter dan dapat
hitam kadar abunya tidak lebih dari 0,8 %. Ini bearti kadar abu tidak larut asam
yang diperoleh sudah sesuai parameter dan juga menunjukkan bahwa sisa
32
anorganik yang tidak larut asam dalam simplisia sebesar 0,233 % 0,068 %
(Anonim,2010).
Ini menunjukkan sisa anorganik yang larut air dalam simplisia sebesar 13,022 %
0,039 %.
pelarut etanol 70%. Metoda ini dipilih karena prosedur dan peralatannya lebih
sederhana. Pemilihan etanol 70% sebagai pelarut, jika tidak dikatakan lain untuk
simplisia kering digunakan pelarut etanol 70% dan juga pelarut yang digunakan
adalah etanol, air, atau campuran keduanya. Selain itu etanol tidak toksik terhadap
peneliti, bersifat universal yang dapat melarutkan hampir semua jenis senyawa
yang terkandung dalam sampel. Etanol juga dapat memecah dinding sel tumbuhan
sehingga senyawa yang terkandung dalam simplisia dapat larut dalam pelarut.
sesekali-sekali diaduk. Saring dan lalu ampas dicuci dengan cairan penyari
secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Maserat dipisahkan dan proses diulangi
2 kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Semua maserat dikumpulkan
dan diuapkan dengan penguap vakum (rotary evaporator) pada suhu dibawah
50oC. Hal ini bertujuan agar ekstrak tidak rusak, hingga diperoleh ekstrak kental.
33
Dari 300 g simplisia kering daun puding hitam (Grptophyllum pictum Griff)
fitokimia. Standarisasi ini dilakukan agar dapat menjamin bahwa ekstrak kental
Pada pengujian organoleptis ekstrak meliputi bentuk, warna bau dan rasa.
Dari pengamatan didapatkan hasil yaitu ekstrak berbentuk kental, berwarna hijau
kehitaman, berbau khas dan terasa pahit. Penentuan organoleptis ini bertujuan
tereduksi dan menguap sampai tinggal unsur anorganik saja. Kadar abu yang
Suplemen I, untuk ekstrak kental daun puding hitam, kadar abu totalnya tidak
lebih dari 0,4 %. Ini bearti kadar abu total yang diperoleh tidak sesuai dengan
34
parameter. Ini terjadi kemungkinan banyak faktor pengotor pada saat pembuatan
Farmakope Herbal Indonesia Suplemen I, untuk ekstrak kental daun puding hitam,
kadar abu tidak larut asam yang diperoleh tidak lebih dari 0,08 %. Ini bearti kadar
abu tidak larut asam yang diperoleh tidak sesuai dengan parameter. Ini terjadi
kemungkinan banyak faktor pengotor pada saat pembuatan simplisia dan ekstrak
(Anonim, 2010).
bahwa sisa anorganik yang larut air dalam ekstrak sebesar 15,622 % 0,207 %.
larut air yang diperoleh cukup tinggi. Ini bearti ektrak kental daun puding hitam
larut etanol yang diperoleh rendah. Ini bearti ekstrak kental daun puding hitam
35
Setelah itu dilanjutkan dengan pengujian karakterisasi secara fitokimia
antara lain :
a. Uji alkaloid
ion I3- yang berwarna coklat. Pada pengujian alkaloid dengan bouchardat,
36
3) Hasil positif (+) dengan drogendroft
nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena
Agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam
hitam Bismut (III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida
b. Uji flavonoid
Hasil positif (+) dengan Sianidin Test. Uji flavonoid dengan penambahan
HCl dan serbuk magnesium untuk mendeteksi senyawa yang mengandung inti
37
c. Uji saponin
Hasil positif (+) dengan uji busa. Uji saponin diketahui dengan
membentuk buih dalam air Senyawa glikosida dihidrolisis menjadi glukosa dan
d. Uji tanin
Hasil positif (+) dengan FeCl3. Perubahan warna yang terjadi karena
penambahan FeCl3 yaitu terbentuknya Fe3+ tanin. Atom oksigen tanin mempunyai
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
2. Hasil uji organoleptis daun puding hitam sesuai dengan parameter yaitu :
a. Bentuk = Kental
d. Rasa = Pahit
Dari hasil tersebut diketahui bahwa nilai kadar abu total dan kadar
39
4. Hasil uji fitokimia Ekstrak kental daun puding hitam sesuai dengan
5.2 Saran
2. Mengisolasi senyawa alkaloid, flavonoid, dan tanin dari ekstrak kental dan
40
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A. 1986. Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam. Universitas
Terbuka, Depdikbud, Jakarta.
Anief, M. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Anonim. 1980. Materia Medika Indonesia, Jilid IV. Jakarta : Depkes RI.
Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Depkes RI, Ditjen POM.
Anonim. 1989. Materia Medika Indonesia, Jilid V. Jakarta : Depkes RI.
Anonim. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta :
Depkes RI.
41
Lukas, T.A. 2008. Tanaman Obat dan Jus. Jakarta : P.T Agromedia.
Marliana, dkk. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis KromatografiLapis Tipis
Komponen kimia Buah Labu Siam (Sechium Edulejacq. Swartz) Dalam
Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3(1):26-31.
Maulana, dkk. 2011. Konsep Herbal Indonesia : Pemastian Mutu Produk Herbal.
Program Studi Magister Ilmu Herbal. UI.
Rusdi. 1990. Tetumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat Padang : Pusat Penelitian
UNAND.
Soetarno, K dan Iwang, Soediro. 1997. Cara Pembuatan Jamu Yang Terbaik.
Bandung : Prosiding Temu Ilmiah Bidang Farmasi.
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro.
Edisi kelima. Penerjemah : Setiono, L. dan A.H. Pudjaatmaka. Jakarta : PT
Kalman Media Pusaka.
42