Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma kolorektal (Colo Rectal Cancer) adalah keganasan yang berkembang pada
bagian usus besar dari kolon sampai rektum. Karsinoma ini dapat mengacu pada
karsinoma kolon maupun karsinoma rektum tergantung dari letak asal keganasan
tersebut (Rusell et.al, 2013). Karsinoma kolorektal merupakan keganasan ketiga
terbanyak di dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak (terlepas dari gender) di
Amerika Serikat. Dari data Globocan 2012, insiden karsinoma kolorektal di Indonesia
adalah 12,8 per 100.000 penduduk usia dewasa, dengan mortalitas 9,5% dari seluruh
kasus karsinoma. Di Indonesia, karsinoma kolorektal sekarang menempati urutan
nomor 3, kenaikan tajam yang diakibatkan oleh perubahan pada diet orang Indonesia,
baik sebagai konsekuensi peningkatan kemakmuran serta pergeseran ke arah cara
makan orang Barat (westernisasi) yang lebih tinggi lemak serta rendah serat
(Kemenkes, 2012).

Faktor risiko karsinoma kolorektal meliputi usia tua, faktor genetik, diet,
merokok, alkohol, gaya hidup dan kurangnya aktivitas fisik. Gejala klinis yang
muncul tidak spesifik dan berbeda sesuai dengan kolon yang terkena. Gejala yang
dapat muncul seperti melena, anoreksia, change bowel habit, dan adanya tanda-tanda
obstruksi usus (Shah et.al, 2014).

Kunci keberhasilan penanganan karsinoma kolorektal adalah ditemukannya


karsinoma dalam stadium dini, sehingga terapi dapat dilaksanakan secara bedah
kuratif karena ditemukannya karsinoma ini pada stadium dini, akan menurunkan
angka kematian 50%. Namun sebagian besar penderita di Indonesia datang dengan
stadium lanjut sehingga angka harapan hidup prendah, terlepas dari terapi yang
diberikan karena tidak jelasnya gejala awal yang muncul. Teknik skrining adalah
dengan FOBT (Fecal Occult Blood Test) dengan persiapan yang baik, rectal toucher,
dan flexible sigmoidoscopy (Manuaba, 2010).

1
Pembahasan mengenai Karsinoma kolorektal dipandang perlu dilakukan lebih
dalam, mengingat karsinoma ini menempati urutan ketiga di dunia dan di Indonesia.
Pengetahuan mengenai penyakit ini lebih dalam dapat membantu memberikan
penanganan lebih awal kepada pasien, sehingga kesejahteraan hidup pasien dapat
ditingkatkan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Karsinoma kolorektal (Colo Rectal Cancer) adalah keganasan yang berkembang
pada bagian usus besar dari kolon sampai rektum. Karsinoma ini dapat mengacu
pada karsinoma kolon maupun karsinoma rektum tergantung dari letak asal
keganasan tersebut (Rusell et.al, 2013).

2.2 Anatomi, Fisiologi, Histologi


Kolon merupakan salah satu organ dari sistem digestif yang terdiri dari caecum,
appendix veriformis, colon, rectum dan canalis analis. Caecum adalah bagian
pertama dari kolon dan beralih menjadi colon ascenden. Panjang dan lebarnya
kurang lebih 6cm dan 7,5cm, terletak pada fosa iliaca kanan diatas setengah
bagian lateralis ligamentum inguinale. Appendix Vermiformis berupa pipa buntu
yang berbentuk cacing dan berhubungan dengan caecum di sebelah kaudal
peralihan ileosekal. Colon ascendens panjangnya kurang lebih 15 cm, dan
terbentang dari caecum sampai ke permukaan visceral dari lobus kanan hepar
untuk membelok ke kiri pada flexura coli dextra untuk beralih menjadi colon
transversum. Pendarahan colon ascendens dan flexura coli dextra terjadi melalui
arteri ileocolica dan arteri colica dextra, cabang arteri mesenterica superior.
Vena ileocolica dan vena colica dextra, anak cabang mesenterika superior,
mengalirkan balik darah dari colon ascendens. Colon transversum merupakan
bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena
bergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya
antara 45-50 cm. Pendarahan colon transversum terutama terjadi melalui arteria
colica media, cabang arteria mesenterica superior, tetapi memperoleh juga darah
melalui arteri colica dextra dan arteri colica sinistra. Penyaluran balik darah dari
colon transversum terjadi melalui vena mesenterica superior. Colon descendens
panjangnya kurang lebih 25 cm. Colon descendens melintas retroperitoneal dari

3
flexura coli sinistra ke fossa iliaca sinistra dan disini beralih menjadi colon
sigmoideum Colon sigmoideum disebut juga colon pelvinum. Panjangnya kurang
lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S (Gambar 1). Rectum adalah bagian
akhir intestinum crassum yang terfiksasi. Ke arah kaudal rectum beralih menjadi
canalis analis (Gambar 2).

Gambar 1. Anatomi kolon

Gambar 2. Anatomi Rektum

4
Fungsi utama kolon adalah absorbsi air dan elektrolit dari kimus untuk
membentuk feses yang padat dan penimbunan bahan feses sampai dapat
dikeluarkan, kolon mengubah 1000-2000mL kimus isotonik yang masuk setiap
hari dari ileum menjadi tinja semipadat dengan volume sekitar 200-250mL.
Sebagian besar absorpsi dalam usus besar terjadi pada pertengahan proksimal
kolon, sehingga bagian ini dinamakan kolon pengabsorpsi, sedangkan kolon
bagian distal pada prinsipnya berfungsi sebagai tempat penyimpanan feses sampai
waktu yang tepat untuk ekskresi feses dan oleh karena itu disebut kolon
penyimpanan. Banyak bakteri, khususnya basil kolon, bahkan terdapat secara
normal pada kolon pengabsorpsi. Bakteri-bakteri ini mampu mencernakan
sejumlah kecil selulosa, dengan cara ini menyediakan beberapa kalori nutrisi
tambahan untuk tubuh.
Dinding usus besar terdiri dari empat lapisan yaitu mukosa, sub mukosa,
muskularis eksterna dan serosa. Mukosa terdiri atas epitel selapis silindris,
kelenjar intestinal, lamina propia dan muskularis mukosa. Usus besar tidak
mempunyai plika dan vili, jadi mukosa tampak lebih rata daripada yang ada pada
usus kecil. Submukosa di bawahnya mengandung sel dan serat jaringan ikat,
berbagai pembuluh darah dan saraf. Tampak kedua lapisan otot di muskulus
eksterna. Baik kolon tranversum maupun kolon sigmoid melekat ke dinding tubuh
oleh mesenterium, oleh karena itu, serosa menjadi lapisan terluar pada kedua
bagian kolon ini. Di dalam mesenterium terdapat jaringan ikat longgar, sel-sel
lemak, pembuluh darah dan saraf.

2.3 Epidemiologi
Karsinoma kolorektal menduduki peringkat ketiga dari jenis karsinoma paling
sering di dunia dan merupakan penyebab kematian akibat keganasan tertinggi
kedua di dunia (Shah et.al, 2014). Lebih dari satu juta orang terkena karsinoma
kolorektal setiap tahun, mengakibatkan sekitar 715.000 kematian pada tahun 2010
meningkat dari 490.000 pada tahun 1990. Pada tahun 2012, didunia terdapat 1,4
juta kasus baru dan 694.000 Kematian. Berdasarka data Globocan 2012, insiden

5
karsinoma kolorektal di Indonesia adalah 12,8 per 100.000 penduduk usia
dewasa, dengan mortalitas 9,5% dari seluruh kasus karsinoma. Di Indonesia,
karsinoma kolorektal sekarang menempati urutan nomor 3 (Kemenkes, 2012).
Insidensi puncak untuk karsinoma kolorektal adalah usia 60 hingga 70 tahun.
Kurang dari 20% kasus terjadi pada usia kurang dari 40 tahun, dan bila ditemukan
pada usia muda perlu dicurigai adanya kolitis ulseratif atau salah satu dari
sindrom poliposis.25 Sekitar 7075% karsinoma kolorektal terletak pada daerah
rektosigmoid.14,17 Keadaan ini sesuai dengan lokasi polip kolitis ulserativa di
mana hampir 95% lokasi polip kolitis ulseratif berada di daerah rektum (Tatuhey
& Nikijuluw, 2013).

2.4 Etiologi
Penyebab dan patogenesis yang pasti sampai sekarang belum jelas. Beberapa
faktor dianggap berperan dalam terjadinya karsinoma kolorektal adalah (Fazeli &
Keramati. 2015; Shah et.al, 2014):
a. Polyp-cancer sequence
b. Inflamatory bowel disease :
i. Risiko terjadinya karsinoma kolorektal meningkat > 40% pada pasien
dengan colitis ulseratif.
ii. Pasien dengan Crohns disease memiliki risiko tinggi terjadinya
karsinoma kolorektal pada populasi umum
c. Faktor genetik :
i. Insiden meningkat pada turunan pertama penderita karsinoma kolorektal
ii. FAP (familial adenomatous polyposis) terjadi transimisi genetik
iii. HNPCC (hereditary nonpolyposis colorectal carcinoma), tipe :
1. Lynch syndrome I (site-specific nonpolyposis colorectal carcinoma) :
Autosomal dominant inheritance
Predominance of proximal colon cancer
Increased synchronous colon cancer
Early age of onset (average age is 44 years)

6
Increased risk of metachronous cancer
2. Lynch syndrome II (cancer family syndrome) adalah Lynch syndrome I
ditambah dengan gejala-gejala :
Incresed incidence of other carcinomas, including endometrium,
ovary, breast, stomach, and lymphoma
Incresed incidence of mucinous or poorly differentiated
carcinomas
Increased incidence of skin cancer
3. Tumor suppressor genes, APC gene pada kromosom 5 dan p53 gene
pada kromosom 17
iv. Faktor diet : Lemak,Serat, Kalsium, Alkohol memiliki insiden karsinoma
tinggi.

2.5 Tipe-tipe Karsinoma Kolorektal


Karsinoma kolorektal mulai berkembang pada mukosa dan tumbuh menembus
dinding dan memperluas secara sirkuler ke arah cephalad dan caudal. Invasi
tumor cenderung sirkuler dari pada logitudinal dan cenderung kearah cephalad
dari pada caudal. Di daerah kolon, penyebaran caudal tidak pernah melebihi 5-6
cm sedangkan pada rektum, penyebaran kearah anal jarang melebihi 2 cm.
Penyebaran perkontinuitatum menembus jaringan atau organ sekitarnya.
Penyebaran limfogen ke kelenjar parakolika, mesenterikal & para aortal.
Penyebaran hematogen terutama ke hepar sedangkan bila tumor pada 1/3 distal
rektum dapat menyebar ke paru-paru.
Terdapat lima mekanisme penyebaran limfogen, hematogen, Menembus
dinding usus (intramural dissemination), Implantasi selama pembedahan
(intraoperative spreading), Melalui rongga peritoneal.
Terdapat 3 kelompok karsinoma kolorektal berdasarkan perkembangannya yaitu
(Peeters, et.al. 2014) :
1. Kelompok yang diturunkan (inherited colorectal cancer) (< 10 %). Dilahirkan
sudah dengan mutasi germline (germline mutation) pada salah satu allele dan

7
terjadi mutasi somatic (somatic mutation) pada allele yang lain. Contohnya
adalah Familial Adenomatous Polyposis (FAP) dan Hereditary Non-Polyposis
Colorectal Cancer (HNPCC). HNPCC terdapat pada sekitar 5 % karsinoma
kolorektal.
2. Kelompok sporadik (sporadic colorectal cancer) (70 %). Kelompok sporadik
membutuhkan 2 mutasi somatic, satu pada masing-masing allele-nya.
3. Kelompok familial (familial colorectal cancer) (20 %). Kelompok familial
tidak sesuai kedalam salah satu dari dominantly inherited syndromes di atas
(FAP & HNPCC) dan lebih dari 35 % terjadi pada usia muda.
Meskipun kelompok familial dari karsinoma kolorektal dapat terjadi karena
kebetulan saja, akan tetapi factor lingkungan, penetrant mutation yang lemah atau
currently germline mutation dapat berperan.
Secara Makroskopis Terdapat 3 tipe karsinoma kolon dan rektum :
1. Tipe Polopoid / Vegetative / Fungating yakni tumbuh menonjol ke lumen usus
dan berbentuk bunga kol. Sering ditemukan disekum dan kolon asendens
2. Tipe Skirus yang mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi gejala stenosis
dan obstruksi. Ditemukan terutama di kolon desendens, sigmoid dan rektum
3. Tipe Ulseratif dimana terjadi nekrosis sentralis. Ditemukan terutama pada
Rektum.
Secara histopatologi karsinoma kolorektal diapat diklasifikasfikasikan
menurut WHO yakni
- Adenocarcinoma
- Mucinous adenocarcinoma
- Signet Ring Cell Carcinoma
- Asuamous & adenosquamous carcinoma
- Small cell carcinoma
- Medullary carcinoma
- Undifferentiated carcinoma

8
Sebagian besar karsinoma kolorectal adalah adenocarcinoma (85-95%) tanpa
disebutkan mempunyai gambaran morfologis tertentu. Beberapa jenis primer
kolorektal yang lain adalah carcinoid, lymphoma, GIST.

2.6 Faktor Risiko


Beberapa hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya karsinoma kolorektal
meliputi:
1. Polip
Polip berpotensial untuk menjadi karsinoma kolorektal. Evolusi dari itu
sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai dari
hiperplasia sel mukosa, adenoma formation, perkembangan dari displasia
menuju transformasi maligna dan invasif karsinoma.
2. Idiopathic Inflammatory Bowel Disease/ Ulseratif
Kolitis Kolitis ulseratif merupakan merupakan faktor risiko yang jelas untuk
karsinoma kolon sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik kolitis
ulseratif Risiko perkembangan karsinoma pada pasien ini berbanding terbalik
pada usia terkena kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan
keaktifan dari kolitis ulseratif.
3. Faktor Genetik /Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh karsinoma kolon muncul pada pasien dengan riwayat
karsinoma kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga
terdekat mempunyai karsinoma kolorektal mempunyai kemungkinan untuk
menderita karsinoma kolorektal dua kali lebih tinggi.
4. Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
berkemungkinan besar untuk menderita karsinoma kolorektal pada
kebanyakan penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak
menunjukan adanya hubungan antara serat dan karsinoma kolorektal.
Sejumlah penelitian nutrisi dan epidemiologi telah mengidentifikasi diet tinggi

9
serat sebagai faktor protektif terhadap karsinoma kolorektal, namun hal ini
juga masih kontroversi.
5. Gaya Hidup
Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga
kali untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar .
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua
setengah kali untuk menderita adenoma yang berukuran besar.
6. Usia
Usia merupakan faktor paling relevan yang mempengaruhi risiko karsinoma
kolorektal pada sebagian besar populasi. Risiko dari karsinoma kolorektal
meningkat bersamaan dengan usia, terutama pada pria dan wanita berusia 50
tahun atau lebih (Depkes, 2006) dan hanya 3% dari karsinoma kolorektal
muncul pada orang dengan usia dibawah 40 tahun. Kebanyakan kasus
karsinoma kolorektal didiagnosis pada usia sekitar 50 tahun dan umumnya
sudah memasuki stadium lanjut sehingga prognosis juga buruk. Keluhan yang
paling sering dirasakan pasien karsinoma kolorektal diantaranya: perubahan
pola buang air besar, perdarahan per anus (hematokezia dan konstipasi).
Karsinoma kolorektal umumnya berkembang lambat, keluhan dan tanda-tanda
fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi seperti obstruksi, perdarahan
invasi lokal, kaheksia.

2.7 Manifestasi Klinis


Sekitar 5-20% kasus karsinoma adalah asimptomatik dan didiagnosa
selamaproses skrining (American Cancer Society, 2014). Karsinoma dengan
gejalaobstruksi dan perforasi mempunyai prognosis yang buruk. Karsinoma
kolorektal dini seringkali tidakmenunjukkan gejala, itulah sebabnya skrining
sangat penting (American CancerSociety, 2014).
Berdasarkan Oxford Desk Reference: Oncology tahun (2011) antara gejala
gejala karsinoma kolorektal adalah seperti berikut:
1. Perdarahan rektal

10
Perdarahan rektal adalah keluhan utama yang penting dalam 20-50% kasus
karsinoma kolorektal. Pasien dengan perdarahan yang diamati dengan satu atau
lebih gejala dibawah harus segera dirujuk untuk pemeriksaan selanjutya.
Usia lanjut (>50 tahun)
Perubahan pola buang air besar dan nyeri perut
Positif tes FOB
Feses dengan darah
Perubahan pola buang air besar
Perubahan pola BAB (Change Bowel Habbit) sering dijumpai pada banyak pasien
karsinoma kolorektal sekitar 39-85%. Gejala dibawah meningkatkan probabiliti
yang mendasari kejadian karsinoma kolorektal.
Perubahan pola BAB terutamanya pada pasien lanjut usia.
Riwayat mencret darah atau lendir harus segera merujuk pendapat
spesialis
Riwayat baru diare dengan frekuensi yang sering dan konsistensi cair
2. Nyeri perut
Nyeri perut pada pasien karsinoma kolorektal mungkin tanda dari obstruksi yang
akan terjadi. Nyeri kolik abdomen dengan gejala obstruksi lain seperti mual,
muntah harus segera diperiksa
3. Gejala lain
Gejala lain yang dapat muncul seperti :
Kehilangan darah kronis; anemia defiensi besi, kelelahan, lesu ; sering
dijumpai pada tumor sisi kanan
Massa abdomen
Pada pemeriksaan Digital Rectal Examination (DRE) mungkin dijumpai
massa yang dapat diraba pada karsinoma rektal
Penurunan berat badan, kehilangan nafsu makan

11
Tabel 1. Perbedaan Gejala dan Tanda Karsinoma Kolorektal berdasarkan lokasi
Karsinoma.
Gejala & Tanda Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum
Nyeri Nyeri perut sama- Gas pain cramps Nyeri pada stadium
samar lanjut
Konsistensi Feses>cair Lunak, cairan Padat cairan
Feses sedikit minimal
Frekuensi BAB Diare berkala Konstipasi progesif Tenesmus terus-
menerus
Darah dalam Mikroskopis Mikro/makro Makro
feses
Klinis Sering terjadi obstruksi Prokitis
kolitis, jarang
obstruksi

Terdapat 2 manifestasi Komplikasi Klinis:


Akut (Emergensi) : Komplikasi terjadi bila Obstruksi, Perforasi, Perdarahan.
Semakin distal letak tumor semakin besar resiko terjadi komplikasi karena
kaliber kolon kiri lebih sempit dan cairan lebih sedikit dari kolon kanan.
Kronik (Elektif) : Tergantung dari lokasi, ekstensi dan stadium tumor.
Pembagian lokalisasi tumor kolon: Kolon kanan mulai sekum sampai 1/3 tengah
kolon transversum, kolon kiri dimulai 1/3 kolon transversum sampai sigmoid,
dan rektum.

2.8 Diagnosis
Kanker Kolon
A. Anamnesis
Adanya faktor risiko, seperti riwayat polip usus besar misalnya keadaan
FAP (familial adenomatouis polyposis), HNPCC (hereditary non

12
polyposis colon cancer), Inflammatory Bowel Diseases, seperti chronic
ulcerative colitis, Crohn Disease.
Adanya perubahan pola defekasi yang bersifat kronis.
Adanya perununan berat badan secara bermakna.
Adanya nyeri yang tidak jelas lokasinya (pada umumnya di perut bagian
kanan)
Adanya melena.
Adanya tanda-tanda obstruksi usus.
Anoreksia dan muntah.
B. Pemeriksaan Fisik
Pada stadium awal, pemeriksaan klinis tidak spesifik.
Pada stadium lanjut, terdapat anemia.
Adanya massa tumor di abdomen.
Teraba metastasis di hati (hepatomegali)
Teraba adanya pembesaran KGB di supraklavikuler kiri (Virchow node)
ataupun pada umbilikus (Sister Marie Joseph node) yang merupakan
metastasis.
Tanda-tanda munculnya komplikasi ataupun metastasis seperti peritonitis
(perforasi), obstruksi (obstruksi letak rendah), nyeri pada tulang belakang.
C. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan marker tumor CEA (Carcino Embryonic Antigen), yang
penting guna kepentingan monitor pascaterapi.
D. Pemeriksaan Imaging
1. Barium Enema
Digunakan untuk diagnosis, lokasi, fiksasi dengan jaringan sekitar,
kanker sinkronos, ataupun lesi prakanker, seperti polips, chronic
ulcerative colitis.
2. CT Scan

13
Digunakan untuk melihat adanya metastasis pada hepar, KGB para-aorta,
ataupun infiltrasi langsung ke organ sekitar.
3. MRI
Digunakan untuk menggantikan CT Scan, terutama jika terdapat kontra
indikasi penggunaan kontras (enhancement contras material).
4. PET Scan terutama digunakan untuk melihat adanya metastasis dari
kanker kolon dan tidak digunakan untuk mendiagnosis tumor kolon
primer.
5. Foto Thoraks dan USG Hepar
Untuk mengetahui stadium M pada paru dan hepar
E. Kolonoskopi
Sebagai gold standard diagnosis
Digunakan untuk melihat gambaran makroskopis dan biopsi
Digunakan ntuk melihat lesi prakanker (FAP)
Digunakan untuk skrining

Kanker Rektum

A. Klinis
Gangguan defekasi berupannyeri, defekasi berulang, tenesmus, defekasi
darah dan lendir, diarrhea-konstipasi berulang.
B. Pemeriksaan Fisik
Serupa dengan kolon
C. Pemeriksaan Rectal Toucher
Dapat memeriksa tumor pada rectum sampai 8-9 cm dari anus.
Dapat diraba tumor padat baik yang fungating/protuberans, ataupun lesi
melingksr dengan ullserasi yang mudah berdarah.
Dapat ditentukan lokasi/jarak terhadap anus, mobilitas, bentuk, ukuran
dan konfigurasi
D. Pemeriksaan Imaging
CT scan, MRI

14
EUS (endo Ultra Sonogrphy) atau ERUS (Endo Rectal Ultra
Sonography).

2.9 Staging dan Grading


Sistem TNM (The American College of Surgeons Commission on Cancer)
Tumor Primer (T)
Tx : tumor primer tidak dapat dinilai
T0 : tidak ada tanda-tanda tumor primer
Tis : karsinoma in situ
T1 : tumor menginvasi submukosa
T2 : tumor menginvasi muskularis propria
T3 : tumor menginvasi muskularis propria sampai subserosa atau kedalam
jaringan nonperitoneal perikolon atau perirektal
T4 : tumor menginvasi langsung ke organ atau struktur lain atau perforasi
peritoneum visceral
Kelenjar Limfe Regional (N)
Nx : kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
N0 : tidak ada metastase kelenjar limfe regional
N1 : metastasis pada 1-3 kelenjar limfe regional
N2 : metastasis pada 4 atau lebih kelenjar limfe regional
Metastasis Jauh (M)
Mx : metastasi jauh tidak dapat dinilai
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh

15
Grading
Stage TNM Category
Stage 0 Tis, N0, M0
Stage I T1, N0, M0
T2, N0, M0
Stage II A T3, N0, M0
Stage II B T4, N0, M0
Stage III A T1-T2, N1, M0
Stage III B T3-T4, N1, M0
Stage III C Any T, N2, M0
Stage IV Any T, Any N, M1

2.10 Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindak bedah. Tujuan utama ialah
memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif maupun nonkuratif. Tindak
bedah terdiri atas reseksi luas karsinoma primer dan kelenjar limf regional. Bila
sudah terjadi metastasis jauh, tumor primer akan di reseksi juga dengan maksud
mencegah obstruksi, perdarahan, anemia, inkontinensia, fistel, dan nyeri
(Sjamsuhidajat & de Jong, 2011; Peeters M, et al. 2014; )
a. Kolon Kanan
Tumor pada kolon kanan dilakukan hemikolektomi kanan disertai dengan
ligasi arteri ileokolika, arteri kolika dekstra dan arteri kolika media pada
point of origin, dan ileum distal sepanjang 10 cm untuk mengangkat semua
station kelenjar limfe terutama hilar station pada arteri kolika media.
b. Kolon Kiri
Untuk tumor pada kolon desendens dan sigmoid dilakukan hemikolektomi
Kiri disertai dengan ligasi arteri mesenterika inferior pada point of origin.
c. Kolon Sigmoid

16
Sigmoid kolektomi atau Reseksi anterior
d. Rektum
Untuk penanganan karsinoma rektum dikenal rule of third yaitu :
a) Tumor dg jarak > 12 cm dari anal verge (1/3 proksimal) dilakukan reseksi
anterior
b) Tumor dg jarak < 12 cm dari anal verge, T1, terjangkau, derajat diferensiasi
baik diilakukan eksisi local
c) Tumor dengan jarak 6 12 cm dari anal verge (1/3 Tengah):
Stadium I : Reseksi Anterior Rendah + TME (Total Mesorectal Excisison)
Stadium II/III: Terapi kombinasi multiple (MCT)+Reseksi Anterior
Rendah+TME
d) Tumor dengan jarak < 6 cm dari anus (1/3 Distal):
Stadium I, derajat diferensiasi baik dilakukan reseksi abdominoperineal
(APR) + TME
Stadium II / III : MCT + APR + TME

2. Radiasi
Terapi radiasi merupakan penanganan karsinoma dengan menggunakan x-ray
berenergi tinggi untuk membunuh sel karsinoma. Terdapat 2 cara pemberian
terapi radiasi, yaitu dengan radiasi eksternal dan radiasi internal. Radiasi eksternal
(external beam radiation therapy) merupakan penanganan dimana radiasi tingkat
tinggi secara tepat diarahkan pada sel karsinoma. Terapi radiasi tidak
menyakitkan dan pemberian radiasi hanya berlangsung menit (American Cancer
Society, 2013).

3. Kemoterapi
Dalam beberapa tahun terakhir ini, sudah banyak kemajuan yang dicapai pada
kemoterapi terhadap karsinoma kolorektal. Beberapa dekade ini hanya
menggunakan 5-fluorouracil (5-FU) disusul oleh kehadiran asam folinat
/leukovorin (folinic acid/FA/LV) sebagai kombinasi. Selanjutnya, pemilihan obat

17
diperluas dengan diterimanya irinotecan sebagai terapi lini pertama pada tahun
1996, oxaliplatin pada tahun 2004 dan capecitabine (tahun 2004) sebagai
pengganti oral koombinasi 5-FU/FA.

2.11 Prognosis
Dinilai berdasarkan 5-year survival rate. Prognosis ditentukan berdasarkan :
1. Staging
2. Derajat histopatologi
3. Derajat diferensiasi
4. Ada tidaknya invasi vaskuler atau perineural
5. Ada tidaknya obstruksi atau perforasi
6. Aneuploidi sel-sel tumor
7. Mucin-producing dan signet cell tumors (intercytoplasmic mucin)
8. Peningkatan kadar CEA

18

Anda mungkin juga menyukai