Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 25-40% remaja putri di
Asia Tenggara menderita anemia tingkat ringan sampai berat. Beberapa negara
dunia, prevalensi anemia remaja putri menunjukkan masalah kesehatan masyarakat,
terutama Negara berkembang (Handayani dkk, 2014).
Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia
ditambah masa remaja merupakan suatu masa transisi dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa. Pada masa ini terjadi pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan
zat-zat yang relative besar jumlahnya. Remaja putri mudah terserang anemia karena
pada umunya masyarakat Indonesia termasuk remaja putri lebih banyak
mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan
dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi,
remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan makanan,
remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi 1,3 mg per
hati, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria (Tartowo dkk, 2012).
Anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah eritrosit (sel darah merah) atau
kadar Hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Jenis anemia yang paling sering
timbul adalah kekurangan zat besi, bila kadar hemoglobin < 12 g% (Andriani dan
Bambang, 2012).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), tahun 2013, menunjukkan anemia
gizi besi pada remaja putri 13 18 tahun masih merupakan masalah kesehatan
dengan prevalensi sebesar 22,7% (Kemenkes RI, 2013).
Anemia pada remaja dapat berdampak pada menurunnya produktivitas kerja
ataupun kemampuan akademis di sekolah, karena tidak ada gairah belajar dan
konsentrasi. Anemia juga dapat mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan berat
badan menjadi tidak sempurna. Selain itu, daya tahan tubuh akan menurun sehingga
2

mudah terserang penyakit dan juga dapat menyebabkan menurunnya produksi energi
dan akumulasi laktat dalam otot (Tartowo dkk, 2012).
Faktor yang menyebabkan remaja putri lebih beresiko menderita anemia
adalah setiap bulan remaja putri mengalami menstruasi, remaja putri yang
mengalami menstruasi yang banyak selama lebih dari lima hari dikhawatirkan akan
kehilangan zat besi (membutuhkan zat besi pengganti) lebih banyak dari pada remaja
putri yang menstruasinya hanya tiga hari dan sedikit. Remaja putri sering kali
menjaga penampilan, ingin kurus sehingga berdiet dan mengurangi makan. Diet
yang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan
zat penting seperti zat besi (Andriani dan Bambang, 2012).
Masalah yang sering terjadi pada remaja adalah kurangnya asupan gizi yang
mengakibatkan menderita kurang gizi dan dapat terkena anemia karena kekurangan
zat besi (Waryana, 2010).
Mencegah anemia pada remaja menjadi sangat penting, karena nantinya
wanita yang menderita anemia dan hamil akan menghadapi banyak risiko, yaitu
abortus, melahirkan bayi dengan berat lahir rendah, mengalami penyulit lahirnya
bayi karena rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik ataupun karena tidak
mampu meneran, perdarahan setelah persalinan yang sering berakibat kematian
(Tartowo dkk, 2012).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan jumlah
remaja putri usia 15 18 tahun yang mengalami anemia pada tahun 2014 sebanyak
571 orang, jumlah jumlah remaja putri yang mengalami anemia tertinggi di
Kabupaten Ogan Komering Ulu sebesar 197 orang dan terendah di Kota Pagar Alam
sebesar 3 orang dan tahun 2015 sebanyak 1.060 orang, jumlah remaja putri yang
mengalami anemia tertinggi di Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 438 orang dan
terendah di Kota Pagar Alam sebesar 5 orang (Dinas Provinsi Sumsel, 2016).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Palembang jumlah remaja putri
yang mengalami anemia pada tahun tahun 2013 sebanyak 343 orang dan tahun 2014
sebanyak 118 orang (Dinkes Kota Palembang, 2016).
3

Penelitian ini dilakukan di SMK Bina Cipta Palembang, dengan


pertimbangan sebagian besar muridnya adalah remaja putri. Berdasarkan data dari
pihak pendidikan jumlah siswa kelas X sebanyak 109 orang, kelas XI sebanyak 90
orang dan kelas XII sebanyak 85 orang.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang
berjudul Gambaran Lama Menstruasi dan Status Gizi dengan Kejadian Anemia
Pada Remaja Putri di SMK Bina Cipta Palembang Tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana gambaran lama menstruasi dan status gizi dengan kejadian
anemia pada remaja putri di SMK Bina Cipta Palembang tahun 2016 ?

1.3 Tujuan Penelitian


Diketahuinya gambaran lama menstruasi dan status gizi dengan kejadian
anemia pada remaja putri di SMK Bina Cipta Palembang tahun 2016.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Dapat menambah informasi tentang hubungan antara siklus menstruasi
dan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dapat memberikan konseling informasi dan edukasi kepada remaja putri
dan keluarga serta guru-guru di sekolah tentang hubungan antara pola menstruasi
dan status gizi dengan kejadian anemia pada remaja putri, karena dampak dari
anemia pada remaja putri dapat menurunnya produktivitas kerja ataupun
kemampuan akademis di sekolah, mengganggu pertumbuhan di mana tinggi dan
berat badan menjadi tidak sempurna, daya tahan tubuh akan menurun sehingga
mudah terserang penyakit dan juga dapat menyebabkan menurunnya produksi
energi dan akumulasi laktat dalam otot.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia
2.1.1 Definisi Anemia
Anemia adalah penurunan kuantitas sel-sel darah merah dalam
sirkulasi, abnormalitas kandungan hemoglobin sel merah atau keduanya
(Corwin, 2009).
Anemia adalah kekurangan kadar hemoglobin (Hb) dalam darah yang
disebabkan kekurangan zat gizi yang diperlukan untuk pembentukan
hemoglobin (Proverawati dan Asfuah, 2009).

2.1.2 Kriteria Anemia


Menurut Tarwoto (2013), penentuan anemia pada seseorang tergantung
pada usia, jenis kelamin dan tempat tinggal. Kriteria anemia menurut WHO
adalah:
1. Laki-laki dewasa : Hemoglobin < 13 g/dl
2. Wanita dewasa tidak hamil : Hemoglobin < 12 g/dl
3. Wanita hamil : Hemoglobin < 11 g/dl
4. Anak umur 6 bulan-6 tahun : Hemoglobin < 11 g/dl
5. Anak umur 6-14 tahun : Hemoglobin < 12 g/dl
Derajat anemia berdasarkan kadar Hemoglobin menurut WHO:
1. Ringan sekali : Hb 10 g/dl Batas normal
2. Ringan : Hb 8 g/dl 9,9 g/dl
3. Sedang : Hb 6 g/dl 7,9 g/dl
4. Berat : Hb < 6g/dl
5

2.1.3 Gejala Anemia


Menurut Proverawati (2011), gejala anemia adalah sebagai berikut :
1. Lesu
2. Lemah
3. Letih
4. Lelah
5. Pusing dan mata berkunang-kunang

2.1.4 Penyebab Anemia


Menurut Tarwoto dan Wasnidar (2013), secara umum penyebab anemia
adalah sebagai berikut :
1. Kekurangan zat gizi dalam makanan yang dikonsumsi. Faktor kemiskinan
dan perubahan pola makan, kebudayaan, ketimpangan gender menjadi
penyebab hal ini.
2. Penyerapan zat besi yang tidak optimal, misalnya karena diare, pembedahaan
saluran pencernaan, sebagian zat besi diabsorpsi di usus halus bagian
pangkal (duodenum), penyerapan zat besi juga dipengaruhi oleh hormon
intriksik faktor yang dihasilkan di lambung.
3. Kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi yang banyak,
perdarahan akibat luka, perdarahan karena penyakit tertentu, kanker.
Sedangkan etiologi dan faktor resiko anemia defisiensi besi adalah
sebagai berikut :
1. Tidak adekuatnya diet besi dan intake makanan. Menurut Muhilal dalam
Sandra salah satu penyebab terjadinya anemia gizi besi adalah akibat
ketidak-seimbangan pola makan dalam mengkonsumsi makanan yang
mengandung zat besi dengan kebutuhan dalam tubuh. Kebutuhan zat besi
yang berasal dari makanan belum tentu menjamin kebutuhan tubuh zat besi
yang memadai karena jumlah zat besi yang diabsorpsi sangat dipengaruhi
6

oleh jenis makanan, sumber zat besi serta ada atau tidaknya zat penghambat
maupun yang meningkatkan absorpsi besi dalam tubuh.
2. Gangguan absorpsi besi pada usus, dapat disebabkan oleh karena infeksi
peradangan, neoplasma pada gaster, duaodenum maupun jejunum. Absorpsi
besi dipengaruhi oleh folattannin dan vitamin C. kehilangan darah perhari 1
sampai 2 mg besi yang disebabkan karena erosit esofagitis, gastritis dan ulser
duodenaln, adenoma kolon dan kanker.
3. Kehilangan darah oleh sebab perdarahan saluran cerna, neoplasma, gastritis,
hemoroid dan lain-lain. Pada wanita kurangan zat besi dapat diakibatkan
karena menstruasi. Untuk menjaga simpanan besi yang adekuat, wanita yang
menstruasi sangat banyak harus menyerap 3-4 mg besi dari diet setiap
harinya.
4. Kebutuhan sel darah merah meningkat. Pada wanita hamil dan menyusui
kebutuhan besi sangat besar sehingga memerlukan asupan yang besar pula.
Selanjutnya menurut Arisman (2010), secara umum ada tiga penyebab
anemia defisiensi zat besi, yaitu :
1. Kehilangan darah secara kronis sebagai dampak pendarahan kronis, seperti
pada penyakit ulkus peptikum, hemorois, infestasi parasit dan proses
keganasan;
2. Asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat;
3. Peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah
yang lazim berlangsung pada masa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa
kehamilan dan menyusui.

2.1.5 Pencegahan Anemia


Menurut Achadi (2013), tingginya prevalensi anemia pada remaja putri
maka pencegahan anemia dan defisiensi besi perlu ditarget secara khusus.
Berbagai intervensi untuk mengatasi masalah anemia dan defisiensi besi dalam
merupakan intervensi tunggal atau kombinasi dari intervensi di bawah ini.
7

1. Minum suplemen mikronutrien. Prevalensi anemia yang masih tinggi di


Indonesia, terutama di kelompok ibu hamil dan remaja putri, mengharuskan
diaplikasinya suplementasi mikronutrien. Walaupun dampak suplementasi
besi terhadap kematian ibu belum jelas, berbagai studi menunjukkan bahwa
suplementasi besi mempunyai dampak positif terhadap outcome kehamilan.
Dampak suplementasi besi mungkin akan lebih besar bila diberikan pada
pertama usia kehamilannya.
2. Mengurangi konsumsi diet penghambat absorpsi besi dan menambah
konsumsi diet yang memfasilitasi absorpsi besi. Oleh karena itu sangat sulit
untuk menganjurkan konsumsi makanan yang kaya besi heme, dan karena
pola makanan pendudukan Indonesia yang umumnya kaya besi non-heme
yang sulit diabsorpsi, maka dianjurkan agar mempromosikan mengurangi
konsumsi makanan penghambat absorpsi besi (nabati) dan meningkatkan
konsumsi makanan yang memfasilitasi absorpsi besi (hewani).
3. Pengobatan berbagai penyakit yang merupakan faktor penyebab anemia dan
defisiensi besi, yaitu :
a. Kecacingan. Oleh karena pada umumnya infeksi cacing terjadi secara
berulang, perlu dipertimbangkan pemberian obat secara periodik.
b. Malaria. Di daerah endemis, malaria merupakan salah satu penyebab
anemia defisiensi besi. Oleh karena itu perlu ditanggulangi lebih dahulu,
sebelum memberikan suplementasi besi.
Selanjutnya menurut Tartowo, dkk (2012), upaya-upaya untuk mencegahan
anemia pada remaja, antara lain sebagai berikut :
1. Makan-makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan hewani
(Daging, ikan, ayam, hati dan telur) dan dari bahan nabati (sayuran yang
berwarna hijau tua, kacang-kacangan dan tempe)
2. Banyak makan makanan sumber vitamin C yang bermanfaat untuk
meningkatkan penyerapan zat besi, misalnya jambu, jeruk, tomat dan nanas
8

3. Minum 1 tablet penambah darah setiap hari, khususnya saat mengalami haid/
menstruasi.
4. Bila merasakan adanya tanda dan gejala anemia, segera konsultasi ke dokter
untuk dicari penyebabnya dan diberikan pengobatan.

2.1.6 Dampak Anemia


Menurut Tartowo dkk, (2012), anemia pada remaja dapat berdampak
pada menurunnya produktivitas kerja ataupun kemampuan akademis di sekolah,
karena tidak ada gairah belajar dan konsentrasi. Anemia juga dapat mengganggu
pertumbuhan di mana tinggi dan berat badan menjadi tidak sempurna. Selain itu,
daya tahan tubuh akan menurun sehingga mudah terserang penyakit dan juga
dapat menyebabkan menurunnya produksi energi dan akumulasi laktat dalam
otot.

2.1.7 Pengobatan Anemia


Menurut Proverawati (2011), pengobatan harus ditujukan pada penyebab
anemia, dan mungkin termasuk:
1. Transfusi darah
2. Kortikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menekan sistem kekebalan
tubuh
3. Erythropoietin, obat yang membantu sumsum tulang membuat sel-sel darah.
4. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat atua vitamin dan mineral lainnya.

2.2 Remaja Putri


2.2.1 Definisi Remaja
Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa Latin
adolescere yang berarti tumbuh ke arah kematangan, kematangan yang
dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan
sosial dan psikologis (Widyastuti, Anita, dan Yuliasti, 2009).
9

2.2.2 Perkembangan Fisik Pada Remaja Putri


Menurut Sarwono (2007), perkembangan fisik pada remaja putri adalah
sebagai berikut :
1. Pertumbuhan tulang-tulang (badan menjadi tinggi, anggota badan menjadi
panjang).
2. Pertumbuhan payudara.
3. Tumbuh bulu yang halus dan lurus berwarna gelap di kemaluan.
4. Mencapai pertumbuhan ketinggian badan yang maksimal setiap tahunnya.
5. Bulu kemaluan menjadi keriting.
6. Haid.
7. Tumbuh bulu-bulu ketiak.
Berbeda dengan pria remaja putri mengalami haid, efek haid atau
menstruasi pada diri remaja putri dilaporkan oleh sejumlah responden sebagai
berikut :
1. Fisik
a. Lemas;
b. Keputihan;
c. Sakit perut;
d. Sakit pinggang;
e. Jerawatan.
2. Emosi
a. Mudah marah;
b. Malu;
c. Tidak Percaya Diri (PD);
3. Perilaku
a. Tidak semangat;
b. Malas;
c. Terbatas;
10

d. Nafsu makan;
e. Cegah bau badan.

2.3 Faktor Risiko Anemia Pada Remaja Putri


Faktor yang menyebabkan remaja putri lebih beresiko menderita anemia
adalah setiap bulan remaja putri mengalami menstruasi, remaja putri yang
mengalami menstruasi yang banyak selama lebih dari lima hari dikhawatirkan akan
kehilangan zat besi (membutuhkan zat besi pengganti) lebih banyak dari pada remaja
putri yang menstruasinya hanya tiga hari dan sedikit. Remaja putri sering kali
menjaga penampilan, ingin kurus sehingga berdiet dan mengurangi makan. Diet
yang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh akan menyebabkan tubuh kekurangan
zat penting seperti zat besi (Andriani dan Bambang, 2012).
1. Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus,
disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Wiknjosastro, 2010).
Menurut Wiknjosastro (2010), gangguan menstruasi khususnya dalam
masa reproduksi dapat digolongkan menjadi:
a. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada
menstruasi:
1) Hipermenorea atau menoragia
Hipermenorea ialah perdarahan menstruasi yang lebih banyak dari
normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari).
Lama menstruasi 7 hari atau jumlah darah yang keluar selama
menstruasi sangat banyak atau melebihi 80 cc akan menyebabkan
anemia. Lama hari menstruasi berpengaruh terhadap banyaknya darah
yang hilang selama menstruasi. Apabila darah yang keluar saat
menstruasi cukup banyak berarti jumlah besi yang hilang dari tubuh
juga cukup besar. Semakin lama menstruasi berlangsung, maka
semakin banyak pengeluaran dari tubuh, sehingga keseimbangan zat
11

besi dalam tubuh terganggu, maka wanita dengan lama menstruasi


terlalu lama sangat mungkin terkena anemia (Fauziah dkk, 2012).
2) Hipomenorea
Hipomenorea ialah perdarahan menstruasi yang lebih pendek dan atau
kurang dari biasa.
b. Kelainan siklus
1) Polimenorea
Pada polimenorea siklus menstruasi lebih pendek dari biasa (kurang
dari 21 hari). Perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari
menstruasi biasa. Hal yang terakhir ini diberi nama polimenoragia atau
epimenoragia.
2) Oligomenorea
Di sini siklus menstruasi lebih panjang, lebih dari 35 hari. Apabila
panjangnya siklus lebih dari 3 bulan, hal ini sudah mual dinamakan
amenorea. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang.
3) Amenorea
Amenorea ialah keadaan tidak adanya menstruasi untuk sedikitnya 3
bulan berturut-turut. Lazim diadakan pembagian antara amenorea
primer dan amenorea sekunder.
c. Perdarahan di luar menstruasi
1) Metroragia
Metroragia adalah perdarahan di luar menstruasi bentuknya bercak dan
terus menerus atau perdarahan menstruasi berkepanjangan.
2. Diet dan mengurangi makan
Diet adalah berpantangan makanan (Hizair, 2013). Remaja putri sering
mempraktikkan diet dengan cara yang kurang benar seperti melakukan
pantangan-pantangan, membatasi atau mengurangi frekuensi makan untuk
mencegah kegemukan (Arisman, 2010).
12

3. Kekurangan Zat Besi


Zat besi (Fe) adalah bagian penting dari hemoglobin, mioglobin, enzim,
namun zat ini tergolong esensial sehingga harus disuplai dari makanan (Sudiarti,
2013).
Zat besi diperlukan untuk memproduksi hemoglobin (Hb) dan
pembentukan sel-sel darah merah dalam tubuh, butiran sel darah merah berfunsi
untuk mengangkut oksigen diantarkan ke sel-sel otak untuk membuat energi.
Pembentukan hemoglobin (Hb) sangat memerlukan adanya besi yang cukup di
dalam tubuh. Jumlah zat besi yang dibutuhkan setiap hari digunakan untuk
mempertahankan kadar hemoglobin (Hb), kebutuhan meningkat pada waktu
menstruasi. Apabila jumlah simpanan zat besi berkurang dan jumlah besi yang
diperoleh dari makanan juga rendah, maka akan terjadi ketidak-seimbangan zat
besi dalam tubuh kadar hemoglobin (Hb) terus menurun di bawah batas normal
sehingga terjadi anemia (Fauziah dkk, 2012).
Kebutuhan zat besi ada remaja juga meningkat karena pertumbuhan yang
cepat. Kebutuhan zat besi pada remaja laki-laki karena ekspansi volume darah
dan peningkatan konsentrasi hemoglobin (Hb) setelah dewasa serta kebutuhan
zat besi menurun. Pada perempuan kebutuhan yang tinggi akan zat besi terutama
disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi. Dengan demikian,
perempuan lebih rawan terhadap anemia dibandingkan laki-laki. Perempuan
dengan konsumsi zat besi yang kurang atau mereka dengan kehilangan zat besi
yang meningkat akan mengalami anemia gizi besi (AGB). AKG zat besi untuk
remaja dan dewasa muda perempuan 19-26 mg/hari, sedangkan untuk laki-laki
adalah 13-23 mg/hari. Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah hati;
daging merah (sapi, kambing, domba); daging putih (ayam, ikan); kacang-
kacangan dan lain-lain (Maryam, 2016).
Menurut Nurhayati (2014), pola makan tidak hanya mengartikan
keteraturan jadwal tetapi juga kualitas, menu makanan dan porsinya. Di dalam
makanan yang berkualitas, tentu saja sangat dianjurkan mengandung suplemen
13

bagi tubuh kita untuk bisa menjalankan tugas semua organ tanpa terkecuali,
karena itu pola makan yang sehat dan teratur sangat penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan serta mencegah terjadinya penyakit seperti anemia.
Masalah yang sering terjadi pada remaja adalah kurangnya asupan gizi
yang mengakibatkan menderita kurang gizi dan dapat terkena anemia karena
kekurangan zat besi (Waryana, 2010).
Antropometri merupakan cara penentuan status gizi yang paling mudah
dan murah, Indeks Massa Tubuh (IMT) direkomendasikan sebagai indikator
yang baik untuk menentukan status gizi remaja (Waryana, 2010). Status gizi
dapat mempengaruhi kejadian anemia, apabila asupan gizi dalam tubuh kurang,
hal ini menyebabkan kebutuhan gizi dalam tubuh tidak terpenuhi terutama
kebutuhan gizi seperti zat besi dimana zat besi merupakan salah satu komponen
terpenting dalam pembentukan hemoglobin. Berkurangnya asupan nutrisi dan
zat besi dalam tubuh seseorang akan menyebabkan berkurangnya bahan
pembentuk sel darah merah, sehingga sel darah merah tidak dapat melakukan
fungsinya dalam mensuplai oksigen keseluruh tubuh sehingga mengakibatkan
terjadinya anemia (Naristasari, 2015).
Sedangkan menurut Tarwoto dkk (2012), remaja putri mudah terserang
anemia karena:
1. Pada umumnya masyarakat Indonesia (termasuk remaja putri) lebih banyak
mengkonsumsi nabati yang kandungan zat besinya sedikit, dibandingkan
dengan makanan hewani, sehingga kebutuhan tubuh akan zat besi tidak
terpenuhi;
2. Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan
makanan;
3. Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khususnya
melalui feses (tinja);
14

4. Remaja putri mengalami haid atau menstruasi setiap bulan, di mana


kehilangan zat besi 1,3 mg per hari, sehingga kebutuhan zat besi lebih
banyak dari pada pria;
5. Aktifitas fisik yang meningkat. Peningkatan aktivitas fisik juga
membutuhkan vitamin dan mineral yang lebih tinggi seperti thiamin,
riboflavin dan natrium, ini bisa tercapai dengan mengkonsumsi diet yang
seimbang (gisi seimbang) dan suplemen zat besi diperlukan.
Pola tidur normal remaja adalah sekitar 7 sampai 8,5 jam per hari (Mubarak
dan Nurul, 2007).

2.4 Penelitian Terkait


Hasil penelitian Febrianti dkk (2010), dengan judul Lama Haid dan
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri. Menyimpulkan kejadian anemia pada
penelitian ini berhubungan bermakna dengan lama haid. Empat puluh persen siswi
Madrasah Aliyah Negeri 2 Bogor dalam penelitian ini mengalami haid lebih dari 7
hari. Haid lebih dari 7 hari merupakan salah satu dari gejala menorraghia.
Hasil penelitian Yulaeka (2015), dengan judul Hubungan Status Gizi Dan
Lama Menstruasi Dengan Kejadian Anemia Pada Siswi Di SMK Perintis 29
Ungaran Kabupaten. Menyimpulkan siswa yang mengalami anemia dan status gizi
kurus lebih banyak dari pada yang normal dan gemuk dan siswa yang mengalami
menstruasi tidak normal lebih banyak yang mengalami anemia yang terjadi
disebabkan oleh kehilangan darah yang berlebihan saat menstruasi sehingga
mengakibatkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin di dalam darah.
Hasil penelitian Fauziah (2012), dengan judul Hubungan Antara Pola
Menstruasi dan Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di
SMA Informatika Ciamis. Menyimpulkan kejadian anemia lebih banyak
didapatkan pada responden dengan lama menstruasi panjang dibandingkan yang
lama menstruasinya normal dan kejadian anemia lebih banyak didapatkan pada
15

responden dengan konsumsi zat besi tidak baik dibandingkan yang konsumsi zat besi
baik.
Hasil penelitian Abidin, dkk (2012), dengan judul Hubungan Indeks Massa
Tubuh (IMT) Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMA Kifayatul
Achyar Wilayak Kec. Cibiru Bandung. Menyimpulkan sebagian besar remaja putri
tergolong dalam IMT kurus mengalami anemia ringan.

2.5 Kerangka Konsep


2.1 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Lama Menstruasi
Kejadian Anemia Pada
Remaja Putri
Status Gizi
16

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan reproduksi kejadian
anemia pada remaja putri di SMK Bina Cipta Palembang tahun 2016. Desain
penelitian ini adalah studi kasus yang bersifat kualitatif, dimana penelitian dilakukan
dengan cara meneliti permasalahan sekelompok remaja putri yang mengalami
anemia secara mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan
kejadian anemia pada remaja putri atau faktor-faktor yang mempengaruhi.
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 sampai 22 April 2016, di SMK Bina Cipta
Palembang.

3.2 Data dan Tehnik atau Cara Pengumpulan


3.2.1 Data
1. Data Primer
Penelitian ini menggunakan data primer yaitu hasil pemeriksaan
kadar hemoglobin dengan bantuan sahli haemometer dan pedoman
wawancara mendalam serta observasi.
2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari data di Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, Dinas Kesehatan Kota Palembang,
Pihak Pendidikan SMK Bina Cipta Palembang, media Elektronika berupa
internet, dan buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.2.2 Cara Pengumpulan Data


Cara pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan
data yang akan dilakukan dalam penelitian. Sebelum mengumpulkan data, perlu
17

dilihat alat ukur pengumpulan data tersebut antara lain dapat berupa kuesioner/
angket, observasi, wawancara atau gabungan ketiganya (Hidayat, 2007).
Cara pengumpulan data dilakukan secara manual, dengan melakukan
pencatatan data dari pihak pendidikan SMK Bina Cipta Palembang sebagai
sumber data sekunder serta memeriksa kadar Hb dengan bantuan sahli
haemometer, melakukan wawancara mendalam dan observasi sebagai sumber
data primer.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SKM Bina Cipta
Palembang.
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian adalah sebagian siswi SMK Bina Cipta Palembang.
Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling yaitu pengambilan
sampel atas pertimbangan peneliti. Sampel penelitian adalah responden yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, yaitu :
Kriteria inklusi adalah siswi yang bersedia menjadi responden, mau
dilakukan pengambilan sampeldarah dan penimbangan berat badan. Sedangkan
kriteria ekslusi adalah siswi yang tidak hadir pada saat penelitian berlangsung.

3.4 Teknik Analisis


Teknik analisis pada penelitian ini adalah mendengarkan hasil rekaman
wawancara yang dilakukan berdasarkan pedoman wawancara mendalam dengan
informan atau partisipan kemudian dibuat berbentuk transkrip kemudian dibaca
kembali berulang-ulang dan dilanjutkan dengan menyusun kalimat-kalimat dalam
transkrip menjadi teks berbentuk narasi yang mendeskripsikan atau menggambarkan
hasil penelitian yang telah dilakukan pada kasus tersebut ditambah dengan susunan
narasi yang buat berdasarkan hasil observasi, dimana hasil observasi yang telah
18

direkam berupa video dimaknai dengan cermat agar dapat disusun menjadi
rangkaian cerita. Setelah hasil wawancara dan hasil observasi disusun rapi
menggunakan kalimat yang mudah dicerna dan dipahami oleh pembaca maka akan
disajikan secara keseluruhan menjadi sebuah hasil penelitian yang selanjutnya akan
dibahas dan dirangkum menjadi sebuah kesimpulan dari sebuah studi kasus.

3.5 Definisi Istilah


1. Kejadian anemia pada remaja adalah kekurangan kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah yang disebabkan kekurangan zat gizi pada remaja putri.
2. Lama menstruasi adalah waktu yang dibutuhkan saat mengalami perdarahan
secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi)
endometrium.
3. Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara
berat badan (BB) dengan tinggi badan (TB) yang digunakan untuk menentukan
status gizi seseorang.
19

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Gambaran Umum Responden
Penelitian ini melibatkan responden sebanyak 52 orang siswi SMK Bina
Cipta Palembang Tahun 2016. Adapun data umum responden adalah sebagai
berikut.
Tabel 4.1
Distribusi Responden berdasarkan Umur
No Umur Jumlah Persentase
1 15 Tahun 15 28,8
2 16 Tahun 28 53,9
3 17 Tahun 9 17,3
Jumlah 52 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2016
Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berumur
16 tahun sebanyak 53,9%.

4.1.2 Hasil Wawancara


Tabel 4.2
Distribusi Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMK
Bina Cipta Palembang Tahun 2016
No Anemia Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Tidak 9 17,3
2 Ringan Sekali 28 53,8
3 Ringan 8 15,4
4 Sedang 7 13,5
52 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2016

Dari Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden


mengalami anemia ringan sekali sebanyak 53,8%.
20

Tabel 4.3
Distribusi Lama Menstruasi di SMK Bina Cipta
Palembang Tahun 2016
No Lama Menstruasi Frekuensi (f) Persentase (%)
1 3 hari 8 15,4
2 4 hari 5 9,6
3 5 hari 6 11,5
4 6 hari 1 1,9
5 7 hari 32 61,6
52 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2016

Dari Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dengan
lama menstruasi 7 hari sebanyak 61,6%.

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Kejadian Anemia Berdasarkan Lama
Menstruasi di SMK Bina Cipta Palembang Tahun 2016
Anemia
No Lama Tidak Ringan Ringan Sedang Total
Menstruasi Sekali
f % f % f % f % f %
1 3 hari 0 0,0 5 17,9 3 37,5 0 0,0 8 15,4
2 4 hari 1 11,1 3 10,7 1 12,5 0 0,0 5 9,6
3 5 hari 1 11,1 3 10,7 1 12,5 1 14,3 6 11,5
4 6 hari 0 0,0 1 3,6 0 0 0 0,0 1 1,9
5 7 hari 7 77,8 16 57,1 3 37,5 6 85,7 32 61,5
9 100 28 100 8 100 7 100 52 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2016

Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari kelompok responden yang
mengalami anemia baik ringan sekali, ringan dan sedang sebagian besar adalah
responden dengan lama menstruasi 7 hari yaitu 57,1%, 37,5% dan 85,7%.
21

Tabel 4.5
Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) di SMK Bina Cipta
Palembang Tahun 2016
No IMT Frekuensi (f) Persentase (%)
1 Kurang < 18,5 17 32,7
2 Normal 18,5 25,0 35 67,3
52 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2016

Dari Tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden IMT
pada kategori normal sebanyak 67,3%.

Tabel 4.6
Distribusi Frekunesi Kejadian Anemia Berdasarkan Indeks Massa Tubuh
di SMK Bina Cipta Palembang Tahun 2016
Anemia
No Tidak Ringan Ringan Sedang Total
IMT Sekali
f % F % f % f % f %
1 Kurang < 18,5 0 0 8 28,6 5 62,5 4 57,1 17 32,7
2 Normal 18,5
9 100 20 71,4 3 37,5 3 42,9 35 67,3
25,0
9 100 28 100 8 100 7 100 52 100
Sumber: Hasil Penelitian, 2016

Dari Tabel 4.6 dapat diketahui bahwa dari kelompok responden yang
mengalami anemia ringan sekali, sebagian besar adalah responden dengan IMT
normal yaitu 71,4%, dan dari kelompok responden yang mengalami anemia
ringan dan sedang, sebagian besar adalah responden dengan IMT kurang yaitu
62,5% dan 57,1%.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Kejadian Anemia
Berdasarkan hasil pemeriksaan kadar Hb menggunakan alat bantu Sahli
haemometer, ditemukan sebagian besar responden mengalami anemia ringan
sekali sebanyal 53,8%.
22

Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar responden


ya tahu mengalami anemia dan dari 42 responden tahu mengalami anemia
terdapat 66,7% yang mengalami anemia ringan sekali.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar responden
merasakan gejala anemia dan dari 41 responden merasakan gejala anemia
terdapat 65,9% yang mengalami anemia ringan sekali. Hasil penelitian ini sesuai
dengan pernyataan Proverawati (2011), gejala anemia adalah sebagai berikut,
lesu, lemah, letih, lelah, pusing dan mata berkunang-kunang.

4.2.2 Lama Menstruasi


Berdasarkan hasil wawancara diketahui sebagian besar lama menstruasi
responden 7 hari dan dari 32 responden dengan lama menstruasi 7 hari terdapat
50% yang mengalami anemia ringan sekali. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan Fauziah dkk (2012), lama menstruasi 7 hari atau jumlah darah yang
keluar selama menstruasi sangat banyak atau melebihi 80 cc akan menyebabkan
anemia.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 16 orang menderita anemia
ringan sekali dan 2 orang responden menderita anemia ringan serta 3 orang
responden menderita anemia sedang diduga penyebabnya adalah mengalami
menstruasi dalam jumlah banyak selama 5-7 hari, hal ini sesuai dengan
pernyataan Andriani dan Bambang (2012), remaja putri lebih beresiko menderita
anemia adalah setiap bulan remaja putri mengalami menstruasi, remaja putri
yang mengalami menstruasi yang banyak selama lebih dari lima hari
dikhawatirkan akan kehilangan zat besi (membutuhkan zat besi pengganti) lebih
banyak dari pada remaja putri yang menstruasinya hanya tiga hari dan sedikit.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Febrianti dkk (2010),
dengan judul Lama Haid dan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri.
Menyimpulkan kejadian anemia pada penelitian ini berhubungan bermakna
dengan lama haid. Empat puluh persen siswi Madrasah Aliyah Negeri 2 Bogor
23

dalam penelitian ini mengalami haid lebih dari 7 hari. Haid lebih dari 7 hari
merupakan salah satu dari gejala menorraghia.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Yulaeka (2015),
dengan judul Hubungan Status Gizi Dan Lama Menstruasi Dengan Kejadian
Anemia Pada Siswi Di SMK Perintis 29 Ungaran Kabupaten. Menyimpulkan
siswa yang mengalami menstruasi tidak normal lebih banyak yang mengalami
anemia yang terjadi disebabkan oleh kehilangan darah yang berlebihan saat
menstruasi sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin di
dalam darah.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Fauziah (2012),
dengan judul Hubungan Antara Pola Menstruasi dan Konsumsi Zat Besi dengan
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMA Informatika Ciamis.
Menyimpulkan kejadian anemia lebih banyak didapatkan pada responden
dengan lama menstruasi panjang dibandingkan yang lama menstruasinya
normal.

4.2.3 Indeks Massa Tubuh


Berdasarkan hasil wawancara diketahui berat badan dan tinggi badan
responden kemudian dilakukan perhitungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
didapatkan sebagian besar IMT responden pada kategori normal dan dari 35
responden dengan IMT pada kategori normal terdapat 57,1% yang mengalami
anemia ringan sekali. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan pernyataan
Waryana (2010), Indeks Massa Tubuh (IMT) direkomendasikan sebagai
indikator yang baik untuk menentukan status gizi remaja dan pernyataan
Naristasari (2015), status gizi dapat mempengaruhi kejadian anemia.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 4 orang responden menderita
anemia ringan sekali dan 3 orang responden menderita anemia ringan diduga
disebabkan oleh status gizi yang kurang dimana hasil perhitungan IMT < 18,5,
hal ini sesuai pernyataan Naristasari (2015), status gizi dapat mempengaruhi
24

kejadian anemia, apabila asupan gizi dalam tubuh kurang, hal ini menyebabkan
kebutuhan gizi dalam tubuh tidak terpenuhi terutama kebutuhan gizi seperti zat
besi dimana zat besi merupakan salah satu komponen terpenting dalam
pembentukan hemoglobin. Berkurangnya asupan nutrisi dan zat besi dalam
tubuh seseorang akan menyebabkan berkurangnya bahan pembentuk sel darah
merah, sehingga sel darah merah tidak dapat melakukan fungsinya dalam
mensuplai oksigen keseluruh tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya anemia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yulaeka (2015),
dengan judul Hubungan Status Gizi Dan Lama Menstruasi Dengan Kejadian
Anemia Pada Siswi Di SMK Perintis 29 Ungaran Kabupaten. Menyimpulkan
siswa yang mengalami anemia dan status gizi kurus lebih banyak dari pada yang
normal dan gemuk.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Abidin, dkk
(2012), dengan judul Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT) Dengan Kejadian
Anemia Pada Remaja Putri di SMA Kifayatul Achyar Wilayak Kec. Cibiru
Bandung. Menyimpulkan sebagian besar remaja putri tergolong dalam IMT
kurus mengalami anemia ringan.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 4 orang responden menderita
anemia ringan sekali dan 2 orang responden menderita anemia ringan serta 4
orang responden menderita anemia sedang diduga disebabkan 2 faktor yaitu
jumlah darah menstruasi yang banyak 7 hari dan perhitungan IMT < 18,5 yang
mengkategorikan status gizi yang kurang, hal ini sesuai dengan pernyataan
Tarwoto dkk (2012), remaja putri mudah terserang anemia karena remaja putri
mengalami haid atau menstruasi setiap bulan, di mana kehilangan zat besi 1,3
mg per hari dan pernyataan Naristasari (2015), status gizi dapat mempengaruhi
kejadian anemia, apabila asupan gizi dalam tubuh kurang, hal ini menyebabkan
kebutuhan gizi dalam tubuh tidak terpenuhi terutama kebutuhan gizi seperti zat
besi dimana zat besi merupakan salah satu komponen terpenting dalam
pembentukan hemoglobin. Berkurangnya asupan nutrisi dan zat besi dalam
25

tubuh seseorang akan menyebabkan berkurangnya bahan pembentuk sel darah


merah, sehingga sel darah merah tidak dapat melakukan fungsinya dalam
mensuplai oksigen keseluruh tubuh sehingga mengakibatkan terjadinya anemia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yulaeka (2015),
dengan judul Hubungan Status Gizi Dan Lama Menstruasi Dengan Kejadian
Anemia Pada Siswi Di SMK Perintis 29 Ungaran Kabupaten. Menyimpulkan
siswa yang mengalami anemia dan status gizi kurus lebih banyak dari pada yang
normal dan gemuk dan siswa yang mengalami menstruasi tidak normal lebih
banyak yang mengalami anemia yang terjadi disebabkan oleh kehilangan darah
yang berlebihan saat menstruasi sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
kadar hemoglobin di dalam darah.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Fauziah (2012),
dengan judul Hubungan Antara Pola Menstruasi dan Konsumsi Zat Besi dengan
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMA Informatika Ciamis.
Menyimpulkan kejadian anemia lebih banyak didapatkan pada responden
dengan lama menstruasi panjang dibandingkan yang lama menstruasinya normal
dan kejadian anemia lebih banyak didapatkan pada responden dengan konsumsi
zat besi tidak baik dibandingkan yang konsumsi zat besi baik.
26

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di SMK Bina Cipta Palembang, pada
bulan April 2016, mengenai Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMK Bina
Cipta Palembang Tahun 2016, menunjukkan sebagian besar responden mengalami
anemia ringan sekali sebanyak 53,8%, sebagian besar responden dengan lama
menstruasi 7 hari sebanyak 61,6%, dan sebagian besar responden IMT pada kategori
normal sebanyak 67,3%. Dari kelompok responden yang mengalami anemia baik
ringan sekali, ringan dan sedang sebagian besar adalah responden dengan lama
menstruasi 7 hari yaitu 57,1%, 37,5% dan 85,7%. Dari kelompok responden yang
mengalami anemia ringan sekali, sebagian besar adalah responden dengan IMT
normal yaitu 71,4%, dan dari kelompok responden yang mengalami anemia ringan
dan sedang, sebagian besar adalah responden dengan IMT kurang yaitu 62,5% dan
57,1%.

5.2 Saran
Diharapkan pihak sekolah dapat berkerjasama dengan pihak terkait seperti
dari Puskesmas atau Dinas Kesehatan untuk memberikan penyuluhan kepada siswi-
siswi nya mengenai anemia yang terjadi pada remaja putri, baik tanda dan gejala,
cara pencegahan maupun pengobatannya bila sudah menderita anemia.
27

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Imam, Supriyadi dan Sumbara. 2012. Hubungan Indeks Massa Tubuh Degnan
Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMA Kifayatul Achyar Wialayak Kec.
Cibiru Bandung Tahun 2012. Jurnal Bhakti Kencana Medika, Volume 2, No. 4,
September 2012.

Achadi, Endang L. 2013. Gizi dan Kesehatan Masyarakat Edisi Revisi. Jakarta:
RajaGrafindo Persada.

Andiani, Merryana dan Bambang Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus
Kehidupan. Jakarta : Prenad Media Group.

Arisman. 2010. Buku Ajar Ilmu Gisi Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC.

Azwar, Saifuddin. 2014. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fauziah, Desi, Nurliana dan Kiki Korneliani. 2012. Hubungan Pola Menstruasi Dan
Konsumsi Zat Besi Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMA
Informatika Ciamis. Jurnal Poltekkesjogja Tahun 2012.

Hastono, Sutanto Priyo. 2007. Analisis Data Kesehatan. Jakarta: Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.

Hizair. 2013. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Tamer.

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesda 2013).

Kusmiran, Eny. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan wanita. Jakarta: Salemba
Medika.

Liza Nur, Irianton Aritonang dan Tri Siswati. 2013. Pola Menstruasi Tidak Teratur Dan
Kurang Energi Kronik Meningkatkan Risiko Anemia Remaja Putri. Jurnal
Teknologi Kesehatan, Volume 10, Nomor 1, Maret 2014.

Manuaba, Ida Ayu, Ida Bagus Gde Fajar Manuaba, dan Ida Bagus Gde Manuaba. 2009.
Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita Edisi 2. Jakarta: EGC.

Maryam, Siti. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika. 2015.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia
Teori dan Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC.
28

Naristasari, Anindya Ayu Dewi dan Dewi Rokhanawati. 2015. Hubungan status Gizi
Dengan Kejadian Anemia Pada Siswi Kelas XI Di Tiga SMA Kota Yogyakarta
Tahun 2015.

Nurhayati. 2014. Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Anemia Pada Remaja Putri
Pondok Pesantren Wahid Hasyim Kecamatan Bangil Kabupaten Pasuruan. at
akbidarrahma.ac.id/download/Jurnal/NUR%20HAYATI.pdf.

Proverawati, Atikah, dan Siti Misaroh. 2009. Menarche Menstruasi Pertama Penuh
Makna. Yogyakarta: Nuha Medika.

Sarwono, Sarlito Wirawan. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Setiawan, Ari & Saryono. 2011. Metodologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri dan Ibnu Fajar. 2012. Penilaian Status Gizi.
Jakarta: EGC.

Suyanto. 2011. Metodologi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Tartowo, et al. 2012. Kesehatan Remaja Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba
Medika.

Tarwoto, Wasnidar. 2013. Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil Konsep dan
Penatalaksanaan. Jakarta: Trans Info Media.

Wibowo, Cahya Daris Tri, Harsoyo Notoatmojo dan Afiana Rohmani. 2013. Hubungan
Antara Status Gizi Dengan Anemia Pada Remaja Putri di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) Muhammadiyah 3 Semarang. Jurnal Kedokteran
Muhammadiyah Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013.

Widyastuti, Yani, Anita Rahmawati dan Yuliasti Eka Purnamaningrum. 2009.


Kesehatan Repoduksi. Yogyakarta : Fitramaya.

Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Pustaka Sarwono


Prawirohadjo. 2010.

WHO. 2014. Infordatin Situasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Yulaeka, 2015. Hubungan Status Gizi Dan Lama Menstruasi Dengan Kejadian Anemia
Pada Siswi Di SMK Perintis 29 Ungaran Kabupaten. Jurnal STIKES NWU, No.
03, October 2015.
29

PERSETUJUAN MENJADI PARTISIPAN PENELITIAN

Yang bertanda tanda dibawah ini:


Nama (Inisial) :
Umur :

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa setelah mendapatkan penjelasan


penelitian dan memahami informasi yang diberikan oleh peneliti serta mengetahui
tujuan dan manfaat penelitian maka dengan ini saya sukarela bersedia menjadi
partisipan dalam penelitian dengan judul Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMK
Bina Cipta Palembang tahun 2016, dan mengizinkan peneliti melakukan rekaman
video terhadap kegiatan penelitian yang melibatkan saya sebagai partisipan sebagai
dokumentasi guna mendukung hasil penelitian ini.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun.

Palembang, 2016
Disetujui oleh Orangtua, Yang menyatakan,

(..................................) (........................................)

Saksi:
1. (................................)

2. (................................)

Anda mungkin juga menyukai