Anda di halaman 1dari 35

Peran Dokter dalam Membantu Pihak Kepolisian Mengungkap Kasus

Kelompok E1
Beatrice Elian Thongantoro 10201216
David Christian Ronaldtho 102012210
Patricia Renata 102013055
Dian Roshita 102013147
Ozzy Alberto Nainggolan 102013255
Dameria Purba 102013295
Anggelina Tania Woda Lado 102013316
I Made Marshall Handisurya 102013353
Ignasia Raisha Rizky O. 102013361

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta


Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731
___________________________________________________________________________

Skenario
Seorang dokter (kapten) yang bekerja di kesatuan khusus militer dipanggil oleh atasannya
(kolonel). Sang kolonel memberitahukan tentang situasi politik dan keamanan akhir-akhir ini yang
telah dipenuhi dengan banyaknya kasus pengeboman. Suatu informasi intilejen juga menyatakan
bahwa orang itu telah menempatkan bom di suatu mall, tapi tidak tahu dimana. Tentu saja apabila
bom tersebut meledak akan mengancam hidup banyak orang tak berdosa. Sang kolonel
mengatakan kepada si kapten agar membantu anak buahnya dalam melakukan pemeriksaan
terhadap tersangka yang mungkin akan cukup keras. Dokter diharapkan dapat menilai kesehatan
tersangka dan memantau jalannya pemeriksaan. Dokter tersebut tahu bahwa dokter sebagai
profesional dibidang perikemanusiaan mestinya tidak boleh berpartisipasi dalam suatu
pemeriksaan yang keras ( penyiksaan untuk memperoleh pengakuan ). Tapi disisi lain banyak
orang tak berdosa bisa menjadi korban.

Pendahuluan

Suatu profesi memiliki 3 syarat utama, yaitu: diperoleh melalui pelatihan yang ekstensif, memiliki
komponen intelektual yang bermakna dalam melakukan tugasnya, dan memberikan pelayanan
yang penting kepada masyarakat. Selain itu juga memiliki 3 syarat umum, yaitu: sertifikasi,

1
organisasi profesi, otonomi dalam bekerja. Pemberian sertifikasi dilakukan. Otonomi
mengakibatkan kelompok profesi ini menjadi eksklusif dan memerlukan self regulation dalam
rangka menjaga tanggung jawab moral dan tanggung jawab profesinya kepada masyarakat.
Mereka umumnya memiliki etika profesi dan standar profesi serta berbagai tatanan yang
menunjang adanya upaya self regulation tersebut.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerahNya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi
kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun
1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM). Penyiksaan (Torture)
sebuah kejahatan di bawah hukum internasional. Dilihat dari semua instrumen yang ada,
penyiksaan adalah hal yang dilarang dan tidak bisa dibenarkan dalam keadaan apapun.
Hak untuk tidak disiksa merupakan salah satu HAM yang bersifat pokok (core right) yang telah
diatur dalam Pasal 5 UDHR, yaitu: No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or
degrading treatment or punishment. Pengaturan mengenai hal itu juga terdapat dalam Pasal 7
ICCPR, yaitu: No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman or degrading treatment or
punishment. In particular, no one shall be subjected without his free consent to medical or
scientific experimentation. 1 Hak dan kewajiban dokter suatu tindakan yang dilakukan dokter
secara material tidak bersifat melawan hukum, apabila memenuhi syarat-syarat berikut secara
komulatif. Tindakan itu mempunyai indikasi medis dengan tujuan perawatan konkrit; dan
dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di dalam bidang ilmu kedokteran; serta di
izinkan oleh pasien.

Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan pengatahuan lebih lanjut mengenai hak dan
kewajiban dokter dan publik, dalam hal ini juga menyangkut hak asasi manusia dan peran dokter
dalam masalah peradilan.

Aspek Hukum Kepolisian

Dalam kasus ini, petugas meminta dampingan untuk menjaga kesehatan seorang tersangka teroris
yang akan diinterogasi secara keras, kami sebagai dokter kepolisian berada disituasi yang menarik
kedudukan dari kedua sisi, yaitu sebagai dokter yang memiliki kode etik dan sebagai anggota
kepolisian yang memiliki peraturan dan hukum kepolisian. Dari sisi kepolisian, tentu diutamakan

2
untuk melaksanakan tugas dan diberikan wewenang untuk melakukan kewajiban sebagai
pelindung dan pengayom masyarakat. Setiap tersangka yang dicurigai melakukan tindak pidana,
tidak serta merta ditahan dan diinterogasi oleh pihak polisi namun memiliki langkah-langkah yang
harus diikuti dan sesuai hukum.

1. Penangkapan

Menurut Pasal 1 KUHAP ayat 20, penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti
guna kepentingan penyidikan atau penuntutan atau pe radilan dalam hal serta cara yang diatur
dalam undang-undang ini. Maka perlu diperhatikan bahwa seorang dapat ditangkap apabila
melanggar suatu peraturan pidana dengan ada dugaan kuat yang didasarkan atas bukti permulaan
yang cukup. Berdasarkan Pasal 19 KUHAP ayat 1, batas waktu penangkapan adalah satu hari. Lalu
menurut Pasal 28 KUHAP, penyidik dapat menangkap seorang yang diduga telah melakukan
kejahatan terorisme berdasar bukti awal yang cukup sebagaimana dimaksud pasal 26 ayat 2 UU
no. 15 tahun 2003 paling lama untuk 7x24 jam. Jadi, pada kasus ini yang merupakan kasus dugaan
terorisme, dapat digunakan pasal 28 KUHAP mengenai penangkapan tersangka ini.

Yang dimaksudkan pada pasal 28 KUHAP tersebut mengenai bukti awal yang cukup tertera dalam
pasal 26 UU no. 15 tahun 2003 yaitu bukti awal yang cukup dapat berupa laporan intelijen, dan
pada ayat 2 disebutkan bahwa penentuan apakah bukti awal sudah cukup harus diproses oleh ketua
atau wakil ketua pengadilan negeri dan proses pemeriksaan dilakukan tertutup dalam waktu paling
lama 3 hari. Setelah pemeriksaan selesai dilakukan dan diputuskan bahwa bukti telah cukup maka
dapat dilakukan penyidikan. Pada kasus ini, sesuai dengan undang-undang, kepolisian telah
mendapat laporan dari badan intelijen mengenai kecurigaan pelaku pengeboman. Maka setelah
didapat bukti laporan, pemeriksaan bukti awal kemudian dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri
setempat dan setelah itu polisi melakukan penangkapan. Selain pasal 26 UU no. 15 tahun 2003,
terdapat pula penjelasan mengenai alat bukti pada kasus terorisme yang diatur dalam pasal 27 UU
no. 15 tahun 2003, yaitu:

Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hukum acara pidana.


Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan
secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan itu dan
Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang
dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas

3
kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada: tulisan, simbol, atau perforasi yang memiliki
makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.
2. Penahanan

Setelah ditangkap, pelaku kemudian ditahan dan diinterogasi. Penahanan, menurut pasal 1 butir 21
KUHAP, adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini. Penahanan dapat dilakukan setelah memenuhi kedua syarat yaitu syarat
subjektif dan objektif. Syarat subjektif adalah alasan terkait dengan pribadi tersangka misalnya
tersangka yang ditahan dengan adanya bukti yang cukup namun dikhawatirkan tersangka akan
melakukan hal melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi
tindak pidana. Syarat objektif berlaku pada pemenuhan ketentuan pasal 21 KUHAP yaitu
melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman 5 tahun atau lebih atau tindak pidana lain
yang diatur oleh undang-undang. Pada penahanan, polisi juga terikat pada ketentuan peraturan
kepala kepolisian negara republik Indonesia no 8 tahun 2009 dalam pasal 15 sampai 21 bahwa
seorang polisi wajib menghormati hak-hak asasi manusia termasuk milik tersangka atau terdakwa.

3. Interogasi

Setelah tersangka teroris ini ditahan dengan bukti-bukti awal yang dinilai cukup, maka dilakukan
upaya interogasi oleh pihak kepolisian. Interogasi adalah sebuah fungsi penyidikan. Tujuan dari
dilakukannya interogasi adalah untuk mendapatkan dan mengumpulkan semua informasi tentang
kejadian yang diselidiki serta tentang pelaku kejadian yang diselidiki serta tentang pelaku
kejahatannya dan membuat si terdakwa mengakui kejahatannya. Di dalam kasus disebutkan bahwa
pihak polisi berencana melakukan upaya kekerasan untuk mendapatkan informasi. Hal ini tidak
dapat serta merta dilakukan. Untuk melakukan kekerasan ini akan disebut penyiksaan.

Penyiksaan adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa
sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk memperoleh
pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga, dengan menghukumnya atas suatu
perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh orang itu atau orang ketiga, atau
untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau
penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari dengan persetujuan, atau sepengetahuan
pejabat publik. Berbeda dengan penganiayaan yang dapat dilakukan siapa saja, penyiksaan

4
biasanya dilakukan oleh pejabat pemerintah termasuk kepolisian. Melakukan kekerasan dalam
interogasi diperbolehkan, dengan syarat tertentu yaitu apabila:

Upaya persuasif tidak berhasil Hanya untuk tujuan perlindungan dan penegakan HAM
secara proporsional dengan tujuan yang sah
Diarahkan untuk memperkecil terjadinya kerusakan dan luka baik bagi petugas
maupun bagi masyarakat
Digunakan apabila diperlukan dan untuk penegakan hukum
Penggunaan kekerasan harus sebanding dengan pelanggaran dan tujuan yang hendak
dicapai
Harus meminimalisasi kerusakan dan cedera serta memelihara kehidupan manusia
Harus memastikan bahwa bantuan medis dan penunjangnya diberikan kepada orang-
orang yang terluka atau terkena dampak pada waktu sesegera mungkin
Harus memastikan bahwa sanak keluarga atau teman dekat yang terluka atau terkena
dampak diberitahu sesegera mungkin.

Namun sebaiknya kekerasan ditempuh sebagai jalan terakhir ketika sudah tidak dapat dihindari
lagi dan dengan masih berpegang pada prinsip-prinsip keadilan dan kemanusiaan. Kekerasan tidak
ditempuh sebagai jalan pertama dan sebisa mungkin dihindari. Ada banyak cara untuk
mendapatkan informasi misalnya dengan menginterogasi secara verbal dengan menilik sisi
psikologis dan lingkungan tersangka. Maka sebagai seorang dokter polisi yang terikat kewajiban
dan hukum polisi dan memiliki keterikatan dengan hukum dan etika kedokteran, merupakan suatu
kewajiban untuk menasehati mendahulukan prosedur interogasi secara persuasif terlebih dahulu.

Introgasi dan Penyiksaan


Dasar Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Terorisme2,3
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia ( PERPU ) no. 1 Tahun 2002
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Pasal 6
1. Setiap orang
2. Dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
3. Menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau, menimbulkan
korban yang bersifat massal.
Dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau

5
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau
lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional.
Pasal 9
1. Setiap orang yang secara melawan hukum,
2. Memasukan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau
mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan
atau mengeluarkan ke dan atau dari Indonesia;
3. Sesuatu senjata api amunisi atau sesuatu bahan peledak dan bahan - bahan lainnya yang
berbahaya;
4. Dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme;
5. Dipidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun;

Pasal 10
1. Dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 6;
2. Setiap orang;
3. Dengan sengaja menggunakan;
4. Senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikro organisme, radio aktif atau komponennya;
5. Sehingga menimbulkan suasana teror/rasa takut terhadap orang secara meluas atau,

menimbulkan korban yang bersifat massal, membahayakan kesehatan, terjadi kekacauan

terhadap kehidupan, keamanan, dan hak-hak orang atau terjadi kerusakan, kehancuran
terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas pubKc atau fasilitas
Internasional;
Pasal 11
1. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas)
tahun;
2. Setiap orang;
3. Dengan sengaja menyediakan atau mengumpuican dana;
4. Dengan tujuan akan digunakan atau patut diketahui akan digunakan;

5. Sebagian atau seluruhnya untuk melakukan tindak pidana terorisme;

6. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6, pasal 7, pasal 8. dan pasal 10


Pasal 12

6
1. Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (fima belas) tahun;
2. Setiap orang;
3. Dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan harta kekayaan;
4. Dengan tujuan akan digunakan atau patut diketahui akan digunakan;
5. Sebagian atau seluruhnya untuk melakukan :
a. Tindakan secara melawan hukum menerima, memiliki, menggunakan, menyerahkan,
mengubah, membuang bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikro
organisme, radio aktif atau komponennya yang mengakibatkan atau dapat
mengakibatkan kematian atau Tuka berat atau menimbulkan kerusakan harta benda
b. Merampas atau mencuri bahan sebagaimana tersebut pada huruf a diatas;
c. Penggelapan atau memperoleh bahan sebagaimana tersebut pada nuruf a diatas;
d. Meminta secara paksa atau ancaman kekerasan atau dengan segala bentuk intimidasi
bahan sebagaimana tersebut pada huruf a diatas;
e. Mengancam menggunakan untuk menimbulkan kematian atau luka oerat atau
kerusakan benda atau melakukan tindak pidana tersebut;
f. Mencoba melakukan tindak pidana tersebut;
g. Ikut serta melakukan tindak pidana tersebut;
Pasal 13
1. Setiap orang;
2. Dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan ;
3. Terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan ;

a. Memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya
kepada pelaku tindak pidana terorisme ;

b. Menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme ;

c. Menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.


4. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun paling lama 15 (lima belas)
tahun.
Pasal 14
1. Setiap orang ;
2. Yang merencanakan dan / atau ;
3. Menggerakan orang lain ;
4. Untuk melakukan tindak pidana terorisme ;

7
5. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6,pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11
dan pasal 12;
6. Dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup.
Pasal 15
1. Setiap orang;
2. Yang melakukan pemufakatan jahat, atau
3. Percobaan, atau
4. Pembantuan;
5. Untuk melakuakan tindak pidana terorisme ;
6. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6,pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11 dan
pasal 12.
7. Dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidananya.
Pasal 16
1. Setiap orang diluar wilayah negara Republik Indonesia ;
2. Yang memberikan bantuan, kemudahan, sarana atau keterangan;
3. Untuk terjadinya tindak pidana terorisme;
4. Dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana pelaku tindak pidana, sebagaimana
dimaksud dalam 6,pasal 7, pasal 8, pasal 9, Pasal 10, pasal 11 dan pasal 12.
Pasal 22
1. Setiap orang ;
2. Yang dengan sengaja mencegah,merintangi, atau menggagalkan;
3. Secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan
disidang pengadilan;
4. Dalam perkara tindak pidana terorisme ;
5. Dipidana dengan pidana penjara paling sedikit 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun.
Pasal 27
Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi:
a. Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam hap ;
b. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan
secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan alat itu;

8
c. Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau/sarana, baik yang
tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1) Tulisan, suara atau gambar;
2) Peta, rancangan, foto atau gambar;
3) Huruf, tanda, angka, symbol atau perforsi yang memiliki makna atau dapat
dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya.

Pasal 28
Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan
tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam
pasal 26 ayat (2) untuk paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam.

Dasar hukum Polri dalam bidang penegakan hukum4


Dalam penyelidikan
a) Memberikan perlindungan hukum kepada setiap orang yang melaporkan dan
mengadukan tentang adanya tindak pidana
b) Memberikan rasa aman kepada korban dan saksi dalam rangka mendapatkan
keterangan dan barang bukti
c) Menganggap tidak bersalah kepada setiap orang yang ditangkap dan ditahan atas
perintah penyidik
d) Menjaga informasi peka secara hati-hati dan rahasia
e) Menghindari pemaksaan untuk mengaku atau bersaksi kepada setiap orang
f) Menghindari penyiksaan dan perlakuan yang tidak manusiawi atau merendahkan
martabat seseorang
g) Menjamin hak atas keamanan pribadi

Dalam penyidikan
a) Memberi perlindungan hukum kepada setiap orang yang melaporkan dan mengadukan
tentang adanya tindak pidana termasuk kepada orang yang dilaporkan dan diadukan.
b) Melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana
harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Perlihatkan Surat Tugas dan Surat
Perintah Penangkapan kepada tersangka, kecuali dalam hal tertangkap tangan.

9
Dalam penahanan
a) Melakukan penahanan hanya dilakukan terhadap tersangka yang telah diduga keras
melakukan tindak pidana. Berdasarkan bukti permulaan yang cukup dalam hal keadaan
yang menimbulkan bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak, menghilangkan
barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
b) Memberikan Surat Perintah Penahanan kepada tersangka dan mencantumkan identitas
dan menyebutkan alasan penahanan, uraian singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan, dan tempat ia ditahan serta memberi tembusan Surat Perintah
Penahanan kepada keluarga dan penasehat hukumnya.

Prosedur Interogasi
Dasar Hukum5
PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 8 TAHUN 2009
TENTANG
IMPLEMENTASI PRINSIP DAN STANDAR HAK ASASI MANUSIA DALAM
PENYELENGGARAAN TUGAS KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Paragraf 5
Tindakan Pemeriksaan

Pasal 27
1. Setiap petugas yang melakukan tindakan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau
terperiksa wajib:
a. memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa untuk menghubungi
dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai.
b. segera melakukan pemeriksaan sesuai dengan waktu yang telah direncanakan;
c. memulai pemeriksaan dengan menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang akan
diperiksa;
d. menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan;
e. mengajukan pertanyaan secara jelas, sopan dan mudah dipahami oleh terperiksa;
f. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan pemeriksaan;
g. memperhatikan dan menghargai hak terperiksa/saksi untuk memberikan keterangan
secara bebas;
h. menghormati hak saksi/terperiksa untuk menolak memberikan informasi mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan rahasia jabatannya;

10
i. melaksanakan pemeriksaan dalam waktu yang secukupnya dengan memperhatikan
kondisi dan kesediaan yang diperiksa;
j. memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat, melaksanakan ibadah,
makan, dan keperluan pribadi lainnya sesuai peraturan yang berlaku;
k. membuat berita acara pemeriksaan semua keterangan yang diberikan oleh
saksi/terperiksa sesuai dengan tujuan pemeriksaan;
l. membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa dengan bahasa yang
dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri;
m. membubuhkan tanda tangan pemeriksa, terperiksa/saksi dan/atau orang yang
menyaksikan jalannya pemeriksaan; dan
n. memberikan kesempatan saksi atau tersangka untuk memberikan keterangan tambahan
sekalipun pemeriksaan sudah selesai.
2. Dalam melakukan pemeriksaan terhadap saksi, tersangka atau terperiksa, petugas dilarang:
a. memeriksa saksi, tersangka atau terperiksa sebelum didampingi oleh penasihat
hukumnya, kecuali atas persetujuan yang diperiksa;
b. menunda-nunda waktu pemeriksaan tanpa alasan yang sah, sehingga merugikan pihak
terperiksa;
c. tidak menanyakan keadaan kesehatan dan kesiapan yang diperiksa pada awal
pemeriksaan;
d. tidak menjelaskan status keperluan terperiksa dan tujuan pemeriksaan;
e. mengajukan pertanyaan yang sulit dipahami terperiksa, atau dengan cara membentak-
bentak, menakuti atau mengancam terperiksa;
f. mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan tujuan pemeriksaan;
g. melecehkan, merendahkan martabat dan/atau tidak menghargai hak terperiksa;
h. melakukan kekerasan atau ancaman kekerasanan baik bersifat fisik atau psikis dengan
maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi atau pengakuan;
i. memaksa saksi, tersangka/terperiksa untuk memberikan informasi mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan rahasia jabatannya;
j. membujuk, mempengaruhi atau memperdaya pihak yang diperiksa untuk melakukan
tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan hak-hak yang diperiksa;
k. melakukan pemeriksaan pada malam hari tanpa didampingi oleh penasihat hukum dan
tanpa alasan yang sah;

11
l. tidak memberikan kesempatan kepada terperiksa untuk istirahat, melaksanakan ibadah,
makan, dan keperluan pribadi lainnya tanpa alasan yang sah;
m. memanipulasi hasil pemeriksaan dengan cara tidak mencatat sebagian keterangan atau
mengubah keterangan yang diberikan terperiksa yang menyimpang dari tujuan
pemeriksaan;
n. menolak saksi atau tersangka untuk mengajukan saksi yang meringankan untuk
diperiksa;
o. menghalangi-halangi penasehat hukum untuk memberikan bantuan hukum kepada
saksi/ tersangka yang diperiksa;
p. melakukan pemeriksaan ditempat yang melanggar ketentuan hukum;
q. tidak membacakan kembali hasil pemeriksaan kepada yang diperiksa dengan bahasa
yang dimengerti, sebelum pemeriksaan diakhiri; dan
r. melalaikan kewajiban tanda tangan pemeriksa, terperiksa dan/atau orang yang
menyaksikan jalannya pemeriksaan.

Pemeriksaan tersangka / saksi / tahanan4


o Ucapkan salam
o Tanyakan kesehatan yang bersangkutan atau apakah yang bersangkutan sudah makan atau
belum. Kalau perlu tawarkan minuman atau makanan
o Ciptakan suasana yang menyenangkan dengan sikap yang ramah dan tidak menekan
o Tepati waktu yang dijanjikan
o Siapkan pertanyaan-pertanyaan, pandang wajah orang yang sedang diperiksa, jangan
menunduk atau melihat ke arah lain.

Penggunaan kekerasan4
o Hanya boleh dilakukan setelah upaya persuasif tidak berhasil
o Hanya untuk tujuan-tujuan perlindungan dan penegakan HAM secara proporsional dengan
tujuan yang sah
o Diarahkan untuk memperkecil terjadinya kerusakan dan luka, baik bagi petugas maupun
bagi masyarakat
o Digunakan hanya apabila benar-benar diperlukan dan untuk penegakan hukum
o Penggunaan kekerasan harus sebanding dengan pelanggaran dan tujuan yang hendak
dicapai
o Harus meminimalisasi kerusakan dan cedera serta memelihara kehidupan manusia.

12
o Harus memastikan bahwa bantuan medis dan penunjangnya diberikan kepada orang-orang
yang terluka atau terkena dampak pada waktu sesegera mungkin.
o Harus memastikan bahwa sanak keluarga atau teman terdekat yang terluka atau terkena
dampak diberitahu sesegera mungkin.

Reserse
Dasar Hukum Tehnis Reskrim4

1. Undang-undang Republik Indonesia no 8. Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, L.N.
tahun 1981 no. 76 T.LN. no. 3209.
2. Undang-undang Republik Indonesia no 2. Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
3. Peraturan Pemerintah tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
4. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1674/XI/1998 tanggal 23 November 1998 tentang
Naskah Sementara Buku Petunjuk Induk Reserse Polri.
5. Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/1205/IX/2000, tentang Revisi Himpunan Juklak dan
Jugnis Proses Penyidikan Tindak Pidana.

Kewajiban dan Kode Etik Penegak Hukum Dalam Melakukan Interogasi4


Terdapat delapan (8) pasal, yaitu :
a) Petugas Penegak Hukum selalu memenuhi kewajiban yang diberikan kepada mereka sesuai
dengan hukum dengan semua anggota masyarakat dan tindakan pelanggaran hukum, konsisten
dengan tanggung jawabnya sebagaimana disyaratkan profesinya.
b) Dalam melaksanakan kewajiban mereka, Petugas Penegak Hukum harus menghormati dan
melindungi harkat dan martabat manusia dan memelihara dan menegakkan hak-hak asasi
setiap orang.
c) Petugas Penegak Hukum dapat menggunakan kekuatan hanya jika sangat diperlukan dan
sejauh diperlukan untuk melakukan kewajibannya.
d) Masalah-masalah bersifat rahasia yang diketahui oleh Petugas Penegak Hukum harus tetap
dijaga kerahasiaannya kecuali pelaksanaan kewajiban atau kebutuhan peradilan mengharuskan
sebaliknya.
e) Setiap Petugas Penegak Hukum tidak diperbolehkan terlihat melakukan atau mentolerir setiap
tindakan penyiksaan atau tindak kekerasan lainnya, perlakuan atau hukuman yang tidak

13
dibenarkan memberikan alasan perintah atasan atau kondisi terpaksa seperti situasi perang atau
ancaman perang, ancaman terhadap keamanan nasional, ketidakstabilan politik dalam negeri,
atau keadaan darurat masyarakat lainnya sebagai pembenaran tindakan penyiksaan atau
kekerasan lainnya. Perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau merendahkan harkat
dan martabat manusia.
f) Petugas Penegak Hukum harus menjamin perlindungan penuh, kesehatan orang-orang yang
ada dalam perlindungannya dan secara khusus harus mengambil tindakan segera untuk
mendapatkan bantuan medis jika diperlukan.
g) Petugas Penegak Hukum tidak dibenarkan melakukan korupsi. Mereka juga harus melawan
dan memberantas tindakan tersebut.
h) Petugas Penegak Hukum harus menghormati undang-undang dan kode etik. Mereka harus
mencegah dan menentang setiap pelanggaran hukum dan kode etik.

Tugas Pokok dan Fungsi Reserse4


Tugas Pokok
Tugas pokok Reserse Polri adalah melaksanakan penyelidikan, penyidikan dan koordinasi serta
pengawasan terhadap Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) berdasarkan UU no 8 tahun 1981 dan
peraturan perundangan lainnya.
Fungsi Reserse
Menyelenggarakan segala usaha, kegiatan dan pekerjaan yang berkenaan dengan pelaksanaan
fungsi Reserse Kepolisian dalam rangka penyidikan tindak pidana sesuai dengan UU yang berlaku,
dan sebagai korwas PPNS serta pengelolaan Pusat Informasi Kriminil.

Dokter Polisi
Kedokteran Kepolisian atau lebih dikenal sebagai DOKPOL adalah penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi kedokteran untuk kepentingan tugas kepolisian. Banyak yang mengira bahwa
DOKPOL identik dengan Kedokteran Forensik, namun sebenarnya berbeda, oleh karena
Kedokteran Forensik adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang diterapkan di dalam
DOKPOL, sehingga Kedokteran Forensik merupakan bagian dari penerapan DOKPOL. Ilmu-ilmu
lain yang juga merupakan bagian terapan dari DOKPOL selain Kedokteran Forensik adalah
Forensik Klinik, Psikiatri Forensik, Kedokteran Gigi Forensik, Biomolekuler Forensik,
Medikolegal, Toksikologi Kedokteran Forensik, Kedokteran Gawat Darurat, Kesehatan Lapangan,
Kedokteran Lalu Lintas dan sebagainya.

14
Adapun dasar hukum bahwa DOKPOL berperan dalam tugas kepolisian adalah tercantum dalam
Bab III Pasal 14 ayat 1 butir (h) UU No. 2 tahun 2002 yang berbunyi menyelenggarakan
identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian
untuk kepentingan tugas kepolisian. Disini berarti mengungkapkan bahwa DOKPOL merupakan
salah satu pengemban tugas atau fungsi teknis kepolisian harus dapat berperan dalam
penyelenggaraan tugas-tugas pokok Kepolisian sebagaimana yang diamanatkan pada UU No.2
tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia tersebut.

Kewajiban Moral Dokter

Kewajiban moral seorang dokter ialah kewajiban seorang dokter yang mem- pertimbangkan nilai-
nilai kemanusiaan. Beberapa dasar dalam kewajiban moral seorang dokter akan diuraikan berikut
ini. Beuchamp and Childress (1994) menguraikan bahwa untuk mencapai suatu keputusan etik
diperlukan 4 kaidah dasar moral (moral principle). Ke-4 kaidah dasar moral tersebut adalah:

1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama
hak otonomi pasien.
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang
ditujukan ke kebaikan pasien.
3. Prinsip non-maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien.
4. Prinsip justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya.

Sedangkan rules derivatnya adalah veracity (berbicara benar, jujur, terbuka), privacy (menghormati
hak privasi pasien), confidentiality (menjaga kerahasiaan pasien), dan fidelity (loyalitas dan
promise keeping). Selain prinsip atau kaidah dasar moral, profesional kedokteran juga mengenal
etika profesi sebagai panduan bersikap dan berperilaku. Nilai-nilai dalam etika profesi tercermin di
dalam sumpah dokter dan kode etik kedokteran. Sumpah dokter berisikan suatu kontrak
kewajiban moral antara dokter dengan Tuhannya, sedangkan kode etik kedokteran berisikan
kontrak kewajiban moral antara dokter dengan peer-groupnya, yaitu masyarakat profesinya.

Baik sumpah dokter maupun kode etik kedokteran berisikan sejumlah kewajiban moral yang
melekat kepada para dokter. Meskipun kewajiban tersebut bukanlah kewajiban hukum sehingga
tidak dapat dipaksakan secara hukum, namun kewajiban moral tersebut haruslah menjadi

15
pemimpin dari kewajiban dalam hukum kedokteran. Jika meninjau kasus dari segi kewajiban
moral berdasarkan hal-hal yang telah dibahas di atas, seharusnya sebagai dokter, tidak
memperkenankan para polisi melakukan tindak penyiksaan kepada tersangka, yang mana, dalam
kasus juga disebutkan bahwa tujuan dokter ikut menginterogasi adalah untuk menjaga kesehatan
tersangka, artinya disini telah terjadi hubungan dokter-pasien pada dokter dan tersangkanya.

Jika dokter mendukung adanya penyiksaan terhadap tersangka, artinya dokter telah melanggar
sumpah dan kode etik kedokterannya. Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran
etika kedokteran (tanpa melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggungjawaban (etik dan
disiplin) profesinya.

Peran dan Fungsi DOKPOL


Biddokpol Pusdokkes Polri yang merupakan unsur pembantu pimpinan dan pelaksana pada
Pusdokkes Polri berkedudukan di bawah Kapusdokkes Polri dan bertugas menyelenggarakan
pembinaan penelitian pengembangan dan pelatihan, sebagi pusat rujukan ilmu dan teknologi di
bidang DOKPOL serta melaksanakan kegiatan operasional DOKPOL di tingkat pusat maupun
back up Kewilayahan. Kini, fungsi DOKPOL meliputi bagian-bagian yang terdiri dari :
1. Unit Kedokteran Forensik (Doksik), meliputi : Disaster Victim Identification (DVI),
Patologi Forensik, Forensik Klinik, Odontologi Forensik, DNA Forensik, Psikiatri
Forensik, Pusat Pelayanan Terpadu (PPT), Kesehatan Tahanan (Kestah), Medikolegal dan
Forensik Lingkungan.
2. Unit Kesehatan, Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Keskamtibmas), meliputi :
Kedokteran Lalu Lintas (Doklantas), Kesehatan Lapangan (Keslap) dan Nuklir Biologi dan
Kimia (Nubika)
3. Unit Intel Pengamanan Medik (Intelpammedik), meliputi: Food Security (Pengamanan
Makanan), Geomedicine dan Narkoba.
4. Laboratorium DOKPOL, meliputi: Laboratorium DNA Forensik, Laboratorium Patologi
Forensik, Laboratorium Odontologi Forensik, Laboratorium Doklantas dan Laboratorium
Intel Pam Medik.
Dalam kepentingan tugas-tugas operasional peran Dokpol cukup dikenal di dunia terutama sejak
terjadinya peristiwa Bom Bali dimana DOKPOL memberikan kontribusinya yang nyata dalam
rangka mengidentifikasi korban mati akibat bencana berupa bom dan turut serta dalam membantu
merekontruksi penyebab bencana tersebut. Sejak itu tugas-tugas identifikasi terhadap korban mati

16
akibat bencana massal (DVI) di Indonesia merupakan salah satu peran DOKPOL yang penting dan
dikenal hingga dunia baik aktivitasnya maupun organisasinya.
Keberhasilan DOKPOL hingga ke dunia ini juga diikuti dengan mengembangkan sumber daya
manusianya yaitu dengan memberikan kesempatan memperdalam pendidikan berkelanjutan antara
lain dalam bidang DNA Forensik yang diselenggarakan di Australia. Selain itu pula melakukan
kerjasama dan membangun networking dengan intitusi-institusi dan organisasi-organisai nasional
dan internasional terkait seperti Interpol, AFP, JCLEC, Victoria University, ICOFM, ADVIC,
ITMA dan sebagainya. Peran dan fungsi DOKPOL ini juga diwujudkan dalam keaktifan mengikuti
pertemuan ilmiah tahunan atau symposium atau pertemuan formal tahunan lainnya seperti Meeting
of The Standing Committee on Disaster Victim Identification setiap tahun di Lyon, Perancis,
International DNA users Conference for Investigative Officers setiap tahun di Lyon, Perancis dan
kegiatan World Congress of International Traffic Medicine Association yang diadakan setiap 2
tahun sekali di negara anggota serta kegiatan-kegiatan internasional lainnya yang diadakan secara
insidentil.
Kegiatan-kegiatan operasional DOKPOL yang sering kali dilaksanakan oleh Biddokpol Pusdokkes
Polri antara lain: Kegiatan Disaster Victim Identification (DVI) pada kejadian bencana baik yang
bersifat alam/natural ataupun man made disaster seperti kasus terorisme ; Kegiatan back up
wilayah berupa otopsi dan ekhumasi (gali jenazah) ; Kegiatan Pengamanan Makanan berupa Food
Security untuk VVIP dan VIP ; Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan berupa pengajaran DVI di
JCLEC, Dibangspes Dokpol dan mengajar Kedokteran Forensik untuk mahasiswa-mahasiswa
kedokteran yang menjalani kepaniteraan forensik di Rumkit Puspol RS Sukanto dan Odontologi
Forensik bagi mahasiswa FK Universitas Indonesia ; serta Kegiatan pemeriksaan DNA oleh
Laboratorium DNA Forensik Pusdokkes Polri.

Tersangka6
KITAB UNDANG-UNDANG
HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)
NOMOR 8 TAHUN 1981
BAB VI
TERSANGKA DAN TERDAKWA

Pasal 50
1. Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat
diajukan kepada penuntut umum.
2. Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum.
3. Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan.

17
Pasal 51
Untuk rnempersiapkan pembelaan:
a. tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai,
b. terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang didakwakan kepadanya
Pasal 52
Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak
memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim.
Pasal 53
a. Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa
berhak untuk setiap waktu mendapat bantuan juru bahasa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 177.
b. Dalam hal tersangka atau terdakwa bisu dan atau tuli diberlakukan ketentuan sebagainiana
dimaksud dalam Pasal 178.
Pasal 54
Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari
seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan,
menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini.
Pasal 55
Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam Pasal 54, tersangka atau terdakwa berhak
memiih sendiri penasihat hukumnya.
Pasal 56
(1) Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang
diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi
mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak
mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
(2) Setiap penasihat hukum yang ditunjuk untuk bertindak sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), memberikan bantuannya dengan cuma-cuma.

18
Pasal 57
(1) Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat
hukumnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini.
(2) Tersangka atau terdakwa yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak
menghubungi dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses
perkaranya.
Pasal 58
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak meng hubungi dan menerima
kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan
proses perkara maupun tidak.
Pasal 59
Tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas
dirinya oleh pejabat yang berwenang pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan,
kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka atau terdakwa ataupun orang
lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka atau terdakwa untuk mendapatkan bantuan
hukum atau jaminan bagi penangguhannya.
Pasal 60
Tersangka atau terdakw berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang
mempunyai hubungn kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka atau terdakwa guna
mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan
hukum.
Pasal 61
Tersangka atau terdakwa berhak secara Iangsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya
dengan perkara tersangka atau terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan
kekeluargaan.
Pasal 62
(1) Tersangka atau terdakwa berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan
menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan
olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka atau terdakwa disediakan alat tulis menulis.
(2) Surat menyurat antara tersangka atau terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak
keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah

19
tahanan negara kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu
disalahgunakan.
(3) Dalam hal surat untuk tersangka atau terdakwa ditilik atau diperiksa oleh penyidik,
penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara, hal itu diberitahukan kepada
tersangka atau terdakwa dan surat tersebut dikirim kembali kepada pengirimnya setelah
dibubuhi cap yang berbunyi "telah ditilik".
Pasal 63
Tersangka atau terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan.
Pasal 64
Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
Pasal 65
Tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan diri mengajukan saksi dan atau seseorang
yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.
Pasal 66
Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian.
Pasal 67
Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat
pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut
masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.

Pasal 68
Tersangka atau terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 95.

Hak Tersangka
Pasal 36
Tersangka mempunyai hak-hak sebagai berikut:
a. segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada
penuntut umum;
b. untuk mempersiapkan pembelaan, tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas
dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada
waktu pemeriksaan dimulai;
c. dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak memberikan keterangan
secara bebas kepada penyidik;

20
d. dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan, tersangka berhak untuk setiap waktu
mendapat bantuan juru bahasa, dalam hal tersangka bisu dan/atau tuli diberlakukan
ketentuan Pasal 178 KUHAP;
e. guna kepentingan pembelaan, tersangka berhak mendapat bantuan hukum dari seorang
atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan,
menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang;
f. untuk mendapatkan penasihat hukum tersangka berhak memilih sendiri penasehat
hukumnya;
g. dalam hal tersangka disangka melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak
mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasihat hukum yang ditunjuk sendiri, pejabat yang bersangkutan wajib menunjuk
penasihat hukum bagi mereka dan setiap penasihat hukum yang
h. ditunjuk tersebut memberikan bantuannya dengan cuma-cuma; tersangka yang
dikenakan penahanan berhak menghubungi penasihat hukumnya sesuai dengan
ketentuan undang-undang;
i. tersangka yang berkebangsaan asing yang dikenakan penahanan berhak menghubungi
dan berbicara dengan perwakilan negaranya dalam menghadapi proses perkaranya;
j. tersangka yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan
dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan
proses perkara maupun tidak;
k. tersangka yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas
dirinya oleh pejabat yang berwenang, kepada keluarganya atau orang lain yang
serumah dengan tersangka ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh
tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya;
l. tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai
hubungan kekeluargaan atau lainnya dengan tersangka guna mendapatkan jaminan
bagi penangguhan penahanan ataupun untuk usaha mendapatkan bantuan hukum;
m. tersangka berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya
menghubungi dan menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada
hubungannya dengan perkara tersangka untuk kepentingan pekerjaan atau untuk
kepentingan kekeluargaan;

21
n. tersangka berhak mengirim surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari
penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk
keperluan itu bagi tersangka disediakan alat tulis menulis;
o. surat ..33 surat menyurat antara tersangka dengan penasehat hukumnya atau sanak
keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah
tahanan negara, kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat
itu disalahgunakan;
p. dalam hal surat untuk tersangka itu ditilik atau diperiksa oleh penyidik hal itu
diberitahukan kepada tersangka dan surat tersebut dikirim kembali kepada
pengirimnya setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah ditilik";
q. tersangka berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari rohaniwan;
r. tersangka berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang
memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi
dirinya;
s. tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian; dan
t. tersangka berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan

Peran Dokter
Kewajiban Dokter7
KODE ETIK KEDOKTERAN INDONESIA
KEWAJIBAN UMUM
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi
yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu
yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat
menimbulkan keresahan masyarakat.

22
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter
atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan
lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan
memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10
Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya
untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wa jib menujuk pasien kepada dokten yang
mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan
dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien,
bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali
bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT


Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan persetujuan
atau berdasarkan prosedur yang etis.

23
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan.

Hak Asasi Manusia4


Dasar Hukum
Undang- undang no. 39 tahun 1999 tentang HAM yang berupa :
a) Hak untuk hidup
b) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
c) Hak mengembangkan diri
d) Hak memperoleh keadilan
e) Hak atas kebebasan pribadi
f) Hak atas rasa aman
g) Hak atas kesejahteraan
h) Hak turut serta dalam pemerintahan
i) Hak wanita
j) Hak anak
KUHAP Pasal 1 No. 14
Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
KUHAP Pasal 1 No. 14
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.

UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ASASI MANUSIA


BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Asasi Manusia adalah seprearangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai mahluk Tugas Yang Mha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib

24
dihormati,dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara hukun, Pemerintahan, dan setiap
orang demikehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak
dilaksanakan, tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
3. Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
ataupun taklangsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras,
etnik, kelompok,golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa,
keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan
pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hakasasi manusia dan kebebasan dasar dalam
kehidupan baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, social,
budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
4. Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga
menimbulkan rasasakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani pada
seseorang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang atau dari orang
ketiga, denganmenghukumnya atas suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga
telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa
seseorang atau orang ketiga, atauuntuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk
diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan
dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik.
5. Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
menikah,termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya.
6. Pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang
secara melawan hokum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak
asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang ini,
dan tidak mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum yang
adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
7. Komisi Nasional Hak Asasi yang selanjutnya disebut Komnas HAM adalah lembaga
mandiri yang berkedudukan setingkat dalam negara lainya yang berfungsi melaksanakan
pengkajian,penelitian, penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.

25
BAB II
ASAS-ASAS DASAR
Pasal 2
Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan dari manusia,
yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peringatan martabat kemanusiaan,
kesejahteraan, kebahagiaan,dan kecerdasan serta keadilan.
Pasal 3
(1) Setiap orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang sama dan
sederajat serta dikaruniai akal dan hati nurani untuk hidup bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara dalam semangat persaudaraan.
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum
yang adil serta mendapat kepastian hukum dalam semangat di depan hukum.
(3) Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan manusia,
tanpadiskriminasi.
Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak
beragama,hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan
hukum, dan hakuntuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia
yang tidak dapatdikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.

Pasal 5
(1) Setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh
perlakuan sertaperlindungan yang samasesuai dengan martabat kemanusiaanya di
depan hukum.
(2) Setiap orang berhak mendapat bantuan dan perlindungan yang adil dari pengadilan
yang objektif dantidak berpihak.
(3) Setiap orang yang termasuk kelompok masyarakat yang rentan berhak memperoleh
perlakuan danperlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.

26
BAB III
HAK ASASI MANUSIA DAN KEBEBASAN DASAR MANUSIA
Bagian Kesatu Hak untuk Hidup

Hak Asasi Manusia

HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal
dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun. Sebagai warga
negara yang baik kita mesti menjunjung tinggi nilai hak azasi manusia tanpa membeda-bed akan
status, golongan, keturunan, jabatan, dan lain sebagainya. Melanggar HAM seseorang
bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah
organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus
pelanggaran ham di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan / tuntas sehingga
diharapkan perkembangan dunia ham di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah
satu tokoh ham di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju
Belanda dari Indonesia. Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :

1. Hak asasi pribadi/Personal Right


- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan
kepercayaan yang diyakini masing-masing.
2. Hak asasi politik/Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan-hak ikut serta dalam
kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol/partai politik dan organisasi politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi.
3. Hak azasi hukum/Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil/pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum.

27
4. Hak azasi Ekonomi/Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak.
5. Hak Asasi Peradilan/Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadila
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan
penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya/Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.

Pasal 9
(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya.
(2) Setiap orang berhak hidup tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Bagian Keempat
Hak Memperoleh Keadilan
Pasal 17
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan,pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi
serta diadili melaluiproses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara
yang menjaminpemerikasaan yang objektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh
putusan yang adil dan benar.
Pasal 18
(1) Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu
tindakpidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara
sah dalam suatusidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang

28
diperlakukan untuk pembelaannya,sesuai dengan ketentuan peraturan perundnag-
undangan.
(2) Setiap orang tidak boleh dituntut untuk dihukum atau dijatuhi pidana, kecuali
berdasarkan suatuperaturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum tindak
pidana itu dilakukannya.
(3) Setiap ada perubahan dalam peraturan perudang-undangan maka beralaku ketentuan
yang palingmenguntungkan bagi tersangka.
(4) Setiap orang yang diperiksa berhak mendapatkan bantuan hukum sejak saat penyidikan
sampaiadanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(5) Setiap orang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama atas
suatu perbutanyang telah memperoleh putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap.
Bagian Kelima
Hak Atas Kebebasan Pribadi

Pasal 33
(1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang
kejam, tidakmanusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas sari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
Pasal 34
Setiap orang tidak boleh ditangkap, dittahan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang
secarasewenag-wenang.
BAB IV
KEWAJIBAN DASAR MANUSIA
Pasal 69
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata
tertib kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab
untukmenghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas
Pemerintah untukmenghormati, melindungi, meneggakan, dan memajukannya.
Pasal 70
Dalam menjalankan dah dan kewajiban, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkanoleh Undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta penghormatan

29
atas hak dankebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adli sesuai dengan
pertimbangan moral,keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

BAB V
PEMBATASAN DAN LARANGAN
Pasal 73
Hak dan kebebasan yang diatur dalam Undang-undang ini hanya dapat dibatasi oleh dan
berdasarkanundang-undang, semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap
hak asasi manusiaserta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan
bangsa.
Pasal 74
Tidak satu ketentuanpun dalam Undang-undang ini boleh diartikan bahwa Pemerintah, partai,
golongan,atau pihak manapun dibenarkan mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi
manusia ataukebebasan dasar yang diatur dalam Undang-undang ini
HAM sesuai undang-undang no 26 tahun 2000

HAM dan Kebebasan Dasar Manusia.


Pasal 9
(1) Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf
kehidupannya.
(2) Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.
(3) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Hak Mengembangkan Diri


Pasal 11
Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara
layak.
Pasal 12
Setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembang pribadinya, untuk memperoleh
pendidikan, mencerdaskan dirinya, dan meningkatkan kualitas hidupnya agar menjadi manusia
yang beriman, bertakwa, bertanggungjawab, berakhlak mula, bahagia, dan sejahtera sesuai dengan
hak asasi manusia.
Pasal 15

30
Setiap orang berhak untuk memperjuangkan hak mengembangkan diri, baik secara pribadi maupun
kolektif, untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

Hak Memperoleh Keadilan.


Pasal 16
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dan dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak
pidana berhak dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya secara sah dalam suatu
sidang pengadilan dan diberikan segala jaminan hukum yang diperlukan untuk pembelaannya,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17
Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan
permohonan, pengaduan, dan gugatan, baik dalam perkara pidana, perdata, maupun administrasi
serta diadili melalui proses peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara
yang menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk memperoleh
putusan yang adil dan benar.

Hak Atas Kebebasan Pribadi.


Pasal 24
(1) Setiap orang berhak untuk berkumpul, rapat, dan berserikat untuk maksud-maksud
damai.
(2) Setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak mendirikan partai politik,
lembaga swadaya masyarakat atau organisasi lainnya untuk berperan serta dalam
jalannya pemerintahan dan penyelenggaraan negara sejalan dengan tuntutan
perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- undangan
Pasal 25
Setiap orang berhak untuk menyampaikan pendapat dimuka umum, termasuk hak untuk mogok
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Hak Atas Rasa Aman.


Pasal 29
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga. Kehormatan martabat,
dan hak miliknya.

31
(2) Setiap orang berhak atas pengakuan didepan hukum sebagai manusia pribadi dimana
saja ia berada.
Pasal 30
Setiap orang berhak atas rasa aman dan tentram serta perlindungan terhadap ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak Berbuat sesuatu.
Pasal 33
(1) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang
kejam, tidak manusiawi, merendahkan derajat dan martabat kemanusiannya.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penghilangan paksa dan penghilangan nyawa.
Pasal 34
Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, disiksa, diasingkan atau dibuang secara
sewenang-wenang.

Hak Wanita.
Pasal 49
(1) Wanita berhak untuk memilih, dipilih, diangkat dalam pekerjaan, jabatan, dan profesi
sesuai dengan persyaratan dan peraturan perundang-undangan.
(2) Wanita berhak untuk mendapatkan perlindungan dalam pelaksanaan pekerjaan atau
profesinya terhadap hal-hal yang dapat mengancam keselamatan dan atau
kesehatannya berkenaan dengan fungsi reproduksi wanita.
(3) Hak khusus yang melekat pada diri wanita dikarenakan fungsi reproduksinya dijamin
dan dilindungi oleh hukum.
Pasal 51
(1) Seorang istri selama dalam ikatan perkawinan mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama dengan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan kehidupan
perkawinannya, hubungan dengan anak-anaknya, dan hak pemilikan serta
pengelolaan harta bersama.
(2) Setelah putusnya perkawinan seorang wanita mempunyai hak dan tanggung jawab
yang sama dengan mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan anak-
anak, dengan memperhatikan kepentingan baik bagi anak.
(3) Setelah putusnya perkawinan, seorang wanita mempunyai hak yang sama dengan
mantan suaminya atas semua hal yang berkenaan dengan harta bersama tanpa
mengurangi hak anak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

32
Hak Anak.
Pasal 52
(1) Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat, dan
negara.
(2) Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui
dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.
Pasal 65
Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan ciri kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual,
penculikan, perdagangan anak, serta berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan
zat adiktif lainnya.

Kewajiban Dasar Manusia.


Pasal 67
Setiap orang yang ada diwilayah negara Republik Indonesia wajib patuh pada peraturan
perundang-undangan, hukum tak tertulis, dan hukum internasional mengenai hak asasi manusia
yang telah diterima oleh Negara Republik Indonesia.
Pasal 69
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain, moral, etika, dan tata
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggungjawab
untuk menghormati hak asasi orang lain secara timbal balik serta menjadi tugas
Pemerintah untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukannya.

Partisipasi Masyarakat.
Pasal 100
Setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat,
atau lembaga kemasyarakatan lainnya, berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakkan, dan
pemajuan hak asasi manusia.

Hak dan Kewajiban Masyarakat Umum

Sesuai dengan dasar hukum Undang-undang RI no.23 tahun 1997 tentang Pengelolaan

33
Lingkungan Hidup4,7
Hak , Kewajiban dan Peran Masyarakat.
Pasal 5
1. Setiap orang mempunyai hak yang sama atas fingkungan hidup yang baik dan sehat.
2. Setiap orang mempunyai hak atas informasi fingkungan hidup yang berkaitan dengan peran
dalam pengelolaan fingkungan hidup.
3. Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangga pengelolaan lingkungan hidup
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang RI No 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka
Umum.
Pasal 1
Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran
dengan lisan, tulisan dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Warga Negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk:
a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
b. menghormati aturan atau moral yang diakui umum;
c. mentaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum ; dan
e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 7
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga Negara, aparatur
pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
a. melindungi hak asasi manusia.
b. menghargai asas legalitas.
c. menghargai prinsip praduga tak bersalah ; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.

BAB VI KESIMPULAN

Kesimpulan kelompok kami bahwa, dokter polisi adalah dokter yang bekerja dibawah institusi
yang secara tidak langsung harus mengedepankan kewajiban dari institusi tersebut dalam upaya

34
penyidikan (walaupun penyidikan menggunakan metode interogasi yang agak keras). Karena
undang-undang, dokter seharusnya pro pasien dan mendahulukan pasien tetapi karena undang-
undang pula dokter akan terbebas dari hukum.

Kelompok kami percaya, bahwa prosedur penahanan tersangka telah mencukupi persyaratan, dan
telah terpenuhnya syarat akan dilakukan daya paksa pada tersangka demi mendapatkan informasi
untuk menghindari dalam berbagai bentuk pengerusakan. Dan sebagai dokter polisi, dokter akan
memastikan kesiapan pasien dalam menerima daya paksa dalam interogasi, maupun memastikan
adanya bantuan medis untuk tersangka setelah daya paksa oleh penyelidik selesai.

BAB VII PENUTUP DAN UCAPAN TERIMA KASIH


Sekian penjelasan kami mengenai hasil diskusi kasus kedua modul forensik. Akhir kata kami
ucapkan terima kasih tutor pembimbing dan para narasumber yang kemudian akan menilai
makalah dan presentasi kami. Kritik dan saran akan kami jadikan pembelajaran untuk diskusi,
pembuatan makalah, ataupun seminar selanjutnya. Semoga ilmu yang dipelajari dapat bermanfaat.

Daftar Pustaka
1. Bagian Kedokteran Forensik fakultas kedokteran universitas indonesia. Ilmu Kedokteran
Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1997. hlm.1.
2. Dr.H.Yudhoyono, Susilo Bambang 2007. KUHP Kitab Undang Undang Hukum Pidana,
Jakarta. Permata Press.
3. Hak Asasi Manusia. Diunduh dari www.scribd.com/doc/.../UU-Nomor-39-tentang-Hak-
Asasi-Manusia tanggal 11 Januari 20116
4. Sunaryo Edy. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana dan Penjelasannya. 2006.
Jakarta: Kepolisian Negara Republik Indonesia Markas Besar.
5. Mularno R. Kasat Serse dan Dokter Polisi . Diunduh dari www.polri.go.id/ tanggal 11
Januari 2016
6. Sulastri M. KUHP. Diunduh dari
www.jsmp.minihub.org/English/webpage/reso/KUHP%20indo..pdf tanggal 11 Januari
2016
7. Budi S. Syamsy. dkk. Bioetik dan Hukum Kedokteran, Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007.

35

Anda mungkin juga menyukai