Anda di halaman 1dari 14

MASALAH ORTODONTIK YANG LAZIM : EPIDEMI MALOKLUSI

Oklusi normal Angle lebih tepat dipandang sebagai oklusi ideal.


Memang, gigi-gigi yang terinterdigitasi dengan sempurna yang tersusun
sepanjang sebuah garis oklusi yang benar-benar teratur cukup langka kejadiannya.
Selama bertahun-tahun, kajian epidemiologis maloklusi terhambat akibat adanya
perbedaan pendapat atau ketidaksepahaman di antara para peneliti tentang
seberapa besar deviasi dari bentuk ideal yang dapat diterima dalam batas-batas
normal. Pada tahun 1970-an, serangkaian kajian yang dilakukan berbagai
kelompok peneliti kesehatan umum atau kelompok peneliti universitas di negara-
negara paling maju memberikan gambaran berskala dunia yang jelas tentang
prevalensi berbagai hubungan oklusal atau malrelationship (hubungan yang
salah).
Di Amerika Serikat, dua survei berskala besar yang dilakukan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat Amerika Serikat mencakup anak-anak yang berusia 6
hingga 11 tahun antara tahun 1963 hingga 1965 dan anak-anak usia remaja 12
hingga 17 tahun antara tahun 1969 hingga 1970. Sebagai bagian dari survei
berskala nasional tentang masalah dan kebutuhan perawatan kesehatan di Amerika
Serikat pada kurun waktu 1989-1994 (Survei Kesehatan Nasional dan Taksiran
Nutrisi III [NHANES III]), taksiran tentang maloklusi didapat kembali. Kajian
atas 14.000 individu ini dirancang secara statistik untuk menyuguhkan taksiran
berbobot tentang sekitar 150 juta orang dalam kelompok-kelompok rasial/etnis
dan kelompok usia yang dijadikan sampel. Data ini memberikan informasi yang
akurat tentang anak-anak dan remaja Amerika Serikat dan mencakup kumpulan
data bagus pertama tentang maloklusi pada orang dewasa, dengan taksiran-
taksiran terpisah untuk masing-masing kelompok rasial/etnis utama.
Karakteristik maloklusi yang dievaluasi dalam NHANES III mencakup
indeks ketidakteraturan, yang merupakan ukuran kerapian gigi seri (incisor
alignment) (Gambar 1-4); prevalensi midline diastema yang lebih besar daripada 2
mm (Gambar 1-5); dan prevalensi posterior crossbite (Gambar 1-6). Disamping
itu, overjet (Gambar 1-7) dan overbite/open bite (Gambar 1-8) diukur pula.
Overjet mencerminkan hubungan geraham Kelas II dan Kelas III Angle. Oleh

9
10

karena overjet dapat dievaluasi secara jauh lebih cermat ketimbang hubungan
geraham dalam pemeriksaan klinis, maka hubungan geraham tidak dievaluasi
secara langsung.
Data mutakhir tentang karakteristik maloklusi untuk anak-anak (usia 8
11), remaja (12-17 tahun), dan orang dewasa (usia 18 50 tahun) dalam penduduk
Amerika Serikat, yang diambil dari NHANES III, disajikan dalam bentuk grafik
dalam Gambar 1-9 hingga 1-11.

Gambar 1-5. Ruang antara gigi-gigi yang berdekatan disebut diastema. Sebuah
maxillary midline diastema relatif lazim, terutama selama mixed dentition pada
kanak-kanak, dan menghilang atau berkurang lebarnya setelah gigi taring
permanen muncul. Koreksi spontan diastema anak-anak paling dimungkinkan
ketika lebarnya tidak lebih daripada 2 mm.

Gambar 1-6. Posterior crossbite muncul saat gigi posterior maxillary secara
lingual ditempatkan berhubungan dengan gigi rahang bawah, seperti pada pasien
ini. Posterior crossbite paling sering mencerminkan maxillary dental arch yang
sempit namun bisa pula timbul karena sebab-sebab yang lain. Pasien ini juga
memiliki anterior crossbite satu gigi, dengan gigi seri lateral terperangkap secara
lingual.
11

Gambar 1-8. Overbite didefinisikan sebagai tumpang tindih vertikal gigi seri.
Biasanya, tepi-tepi pemotong bawah bersentuhan dengan permukaan lingual gigi
seri atas pada atau di atas cingulum (biasanya terdapat overbite selebar 1 hingga 2
mm ). Dalam open bite, tidak ada tumpang tindih vertikal, dan jarak pisah gigi seri
diukur untuk mengkuantifikasi tingkat keparahannya.

Gambar 1-9. Perubahan-perubahan dalam prevalensi tipe maloklusi pada


kehidupan anak-anak hingga orang dewasa di Amerika Serikat, 1989-1994.
Perhatikan peningkatan ketidakteraturan gigi seri dan penurunan tingkat
keparahan overjet seiring dengan pertambahan usia anak-anak, yang mana
keduanya berhubungan dengan pertumbuhan rahang bawah.

Gambar 1-10. Ketidakteraturan gigi seri pada penduduk Amerika Serikat, 1989-
1994. Sepertiga dari total penduduk memiliki gigi seri dengan tingkat
ketidakteraturan moderat, dan hampir 15% memiliki ketidakteraturan yang parah
atau ekstrim. Perhatikan bahwa ketidakteraturan pada arch bawah lebih sering
terjada pada semua tingkat keparahan.
12

Gambar 1-11. Ketidakteraturan gigi seri berdasarkan kelompok rasial/etnis.


Persentase penduduk Hispanik dengan keteraturan gigi yang ideal lebih kecil
daripada kelompok-kelompok rasial yang lain, dan persentase dengan crowding
yang moderat dan parah lebih tinggi. Ini mungkin mencerminkan rendahnya
jumlah keturunan Hispanik yang mendapat perlakuan ortodontik pada saat
dilakukannya survei NHANES III.

Perhatikan dalam Gambar 1.9 bahwa pada kelompok usia 8 11 tahun,


lebih daripada separuh anak-anak Amerika Serikat memiliki gigi seri yang rapi.
Sisanya memiliki derajat (tingkat) ketidakteraturan dan crowing yang bervariasi.
Persentase anak-anak dengan keteraturan gigi yang sangat bagus menurun pada
kelompok usia 12 hingga 17 tahun ketika gigi-gigi permanen tumbuh, kemudian
pada usia berikutnya relatif tetap stabil pada deretan gigi bagian atas namun
memburuk pada deretan gigi bawah untuk orang dewasa. Hanya 34% orang
dewasa memiliki gigi seri rahang bawah yang rapi dan teratur. Hampir 15%
remaja dan orang dewasa memiliki gigi seri yang parah atau sangat tidak teratur,
sehingga ekspansi arch (deretan) utama atau ekstraksi (pencabutan) sejumlah gigi
perlu dilakukan untuk merapikannya (Gambar 1-9).
Midline diastema (lihat Gambar 1-5) terlihat pada masa kanak-kanak (26%
memiliki ruang/jarak > 2mm). Walaupun jarak ini cenderung mengecil, namun
lebih dari 6% remaja dan orang dewasa masih memperlihatkan diastema yang
tampak jelas yang mengurangi keindahan senyum. Keturunan kulit hitam yang
memiliki midline diastema dua kali lebih tinggi daripada keturunan Hispanik yang
memiliki hal serupa (p < 0,001).
Hubungan oklusal harus diperhitungkan ketiga bidang ruang ini. Crossbite
posterior menunjukkan penyimpangan dari oklusi ideal pada bidang transversal
ruang tersebut. Crossbite posterior relatif jarang terjadi pada semua usia. Overjet
atau overjet terbalik mengindikasikan deviasi antero-posterior pada arah Kelas
13

II/Kelas III, dan overbite/open bite mengindikasikan deviasi vertikal dari bentuk
ideal. Overjet sebesar 5 mm atau lebih, yang mengindikasikan maloklusi Kelas II
Angle, terjadi 23% pada anak-anak, 15% remaja, dan 13% orang dewasa (Gambar
1-12). Overjet terbalik, yang merupakan indikator maloklusi Kelas III, jauh lebih
jarang kejadiannya. Overjet terbalik dialami sekitar 3% anak-anak Amerika
Serikat dan meningkat hingga mencapai 5% pada remaja dan orang dewasa.
Masalah-masalah Kelas II dan Kelas III yang berat dan ekstrim, pada koreksi
ortodontik yang terbatas atau yang terlalu parah untuk koreksi non-bedah, terjadi
pada sekitar 4% penduduk, masalah kelas II dan III yang parah memiliki
prevalensi lebih tinggi pada kelompok hispanik daripada kelompok ras putih dan
hitam.

Berdasarkan data survei, menarik untuk menghitung persentase anak-anak


dan remaja Amerika Serikat yang termasuk ke dalam ke empat kelompok Angle.
Dari persentase ini, 30% memperlihatkan oklusi normal Angle. Maloklusi Kelas I
(50% hingga 55%) sejauh ini merupakan kelompok terbesar; terdapat sekitar
separuh maloklusi Kelas II (kira-kira 15%) dari oklusi normal; dan Kelas III
(kurang daripada 1%) merupakan proporsi yang sangat kecil.

Gambar 1-12. Overjet (Kelas II) dan reverse overjet (Kelas III) dalam populasi
penduduk Amerika Serikat, 1989-1994. Hanya sepertiga penduduk yang memiliki
hubungan gigi incisif yang ideal dalam arah antero posterior, namun overjet hanya
meningkat secara moderat dalam kelompok sepertiga penduduk yang lain.
14

Peningkatan overjet pada maloklusi kelas II prevalensinya lebih tinggi daripada


overjet terbalik pada maloklusi kelas III.

Gambar 1-13. Hubungan open bite/deep bite pada penduduk Amerika Serikat,
1989-1994. Separuh penduduk memiliki hubungan vertikal gigi incisif yang ideal.
Deep bite lebih sering kejadiannya daripada open bite, namun hubungan vertikal
bisa sangat bervariasi antar golongan rasial.

Deviasi vertikal dari overbite ideal yang berukuran 0 2 mm jauh lebih


jarang pada orang dewasa daripada anak-anak namun terjadi pada separuh
penduduk dewasa, yang mayoritasnya mengalami overbite berlebihan (Gambar 1-
13). Deep bite yang parah (overbite 5 mm) terjadi pada hampir 20% anak-anak
dan 13 % penduduk dewasa, sementara open bite yang parah (overbite negatif 2
mm) terjadi kurang dari 1%. Terdapat perbedaan nyata antar kelompok rasial/etnis
dalam hal hubungan dental secara vertikal. Prevalensi deep bite yang parah
hampir dua kali lebih tinggi pada kaum kulit putih jika dibandingkan dengan
prevalensinya pada kaum kulit hitam dan keturunan Hispanik (p < 0,001),
sementara open bite yang > 2 mm memiliki prevalensi lima kali lebih tinggi pada
kaum keturunan kulit hitam jika dibandingkan dengan prevalensinya pada
golongan kulit putih dan keturunan Hispanik (p < 0,001). Ini hampir pasti
mencerminkan proporsi craniofacial yang agak berbeda dari kelompok penduduk
keturunan kulit hitam (lihat Bab 5 untuk pembahasan yang lebih lengkap).
Meskipun prevalensi masalah anteropsteriornya lebih tinggi, namun masalah-
masalah vertikal jauh lebih kecil prevalensinya pada kelompok keturunan
Hispanik ketimbang pada kelompok keturunan kulit putih dan kulit hitam.
15

Berdasarkan data survei, menarik untuk menghitung persentase anak-anak


dan remaja Amerika Serikat yang termasuk ke dalam salah satu dari keempat
kelompok Angle. Dipandang dari perspektif ini, hampir 30% memperlihatkan
oklusi normal Angle. Maloklusi Kelas I (50% hingga 55%) sejauh ini merupakan
kelompok terbesar; terdapat sekitar separuh maloklusi Kelas II (15%) dari oklusi
normal; dan Kelas II (kurang daripada 1%) mewakili sebuah kelompok yang amat
kecil dari keseluruhan.
Perbedaan-perbedaan dalam karakteristik maloklusi antara Amerika
Serikat dan negara-negara lain sudah diduga ada karena adanya perbedaan-
perbedaan komposisi rasial dan etnis. Walaupun data yang tersedia tidak
selengkap data yang ada untuk penduduk Amerika Serikat, namun tampak jelas
bahwa masalah-masalah Kelas II paling tinggi kejadiannya pada kalangan kulit
putih yang merupakan keturunan Eropa Utara (misalnya, 25% anak-anak
Denmark memiliki Kelas II), sementara masalah Kelas III paling sering dialami
penduduk Asia (3-5% di Jepang, hampir 2 % di Cina, dengan 2-3% pseudo-Kelas
III [pergeseran menuju anterior crossbite dikarenakan interferensi gigi seri]).
Penduduk Afrika pun tidak homogen, namun dari perbedaan-perbedaan yang
ditemukan di Amerika Serikat antara keturunan kulit hitam dan keturunan kulit
putih, besar kemungkinan bahwa Kelas III dan open bite lebih sering terjadi di
kalangan penduduk Afrika ketimbang penduduk Eropa dan deep bite lebih rendah
frekuensinya.

MENGAPA MALOKLUSI BEGITU MELUAS?


Walaupun dewasa ini maloklusi timbul dalam mayoritas anggota sebuah
populasi, itu tidak berarti bahwa maloklusi adalah hal yang normal. Sisa-sisa
(fosil) rangka manusia mengindikasikan bahwa prevalensinya dewasa ini
beberapa kali lebih tinggi daripada prevalensinya beberapa ratus tahun yang
lampau. Crowding dan malalignment gigi tidak lazim hingga belakangan ini
namun relatif bukan tidak dikenal (Gambar 1-14). Karena rahang (bawah)
cenderung terpisah dari tulang-tulang tengkorak ketika skeletal yang lama
terkubur tidak digali, maka lebih mudah mengetahui hal-hal yang terjadi terhadap
16

kesejajaran gigi ketimbang mengetahui atau mengidentifikasi hubungan oklusal.


Sisa-sisa rangka manusia menunjukkan bahwa semua anggota sebuah golongan
mungkin cenderung menuju Kelas III atau, yang kurang lazim, hubungan rahang
Kelas II. Temuan-temuan serupa terlihat pada kelompok-kelompok penduduk
masa kini yang masih tetap belum terpengaruh oleh perkembangan modern:
crowding dan malalignment gigi tidak lazim, namun mayoritas
kelompok/golongan mungkin memperlihatkan kesenjangan (diskrepansi)
anteroposterior atau transversal, seperti dalam kecenderungan Kelas III pada
penduduk pulau-pulau Pasifik dan buccal crossbite (oklusi X) pada golongan
aborigin Australia.

Gambar 1-14. Deretan gigi rahang bawah dari spesimen yang diambil dari goa
Krapina di Yugoslavia, yang ditaksir berusia 100.000 tahun. A. perhatikan
keteraturan yang sangat bagus dalam spesimen ini. Keteraturan yang hampir
sempurna atau crowding yang minimal merupakan temuan yang lazim dalam
kelompok ini. B. Crowding dan malalignment (ketidakteraturan) terlihat dalam
spesimen ini, yang memiliki gigi-gigi terbesar dalam temuan rangka ini yang
diambil dari kira-kira 80 individu. (Dari Wolpoff WH. Paleoanthropology, New
York, Alfred A. Knopf, 1998).

Gambar 1-15. Penurunan (secara umum) ukuran gigi manusia dapat dilihat
dengan membandingkan ukuran gigi dari situs-situs antropologis di Oafzeh, yang
berusia 100.000 tahun; gigi manusia Neanderthal, 10.000 tahun yang lampau; dan
populasi manusia modern. (Digambar ulang dari Kelly MA, Larsen CS, eds.
Advances ini Dental Anthropology, New York: Wiley-Liss, 1991).
17

Walaupun 1.000 tahun merupakan waktu yang panjang jika dikaitkan


dengan usia manusia, namun itu merupakan waktu yang amat singkat jika
dipandang dari perspektif evolusioner. Data-data fosil mendokumentasikan
kecenderungan evolusioner selama ribuan tahun yang mempengaruhi keadaan gigi
masa kini, termasuk penurunan ukuran gigi, jumlah gigi, dan ukuran rahang.
Sebagai contoh, terdapat penurunan yang cukup besar dalam hal ukuran gigi
depan dan gigi belakang dalam 100.000 tahun terakhir ini (Gambar 1-15). Jumlah
gigi pada primata yang lebih tinggi telah berkurang dari pola gigi mammalia
umumnya (Gambar 1-16). Gigi seri ketiga dan geraham ketiga telah hilang,
demikan pula geraham keempat. Dewasa ini, geraham ketiga manusia, pra-
geraham kedua, dan gigi seri kedua sering tidak berhasil tumbuh, yang
mengindikasikan bahwa gigi-gigi ini mungkin sedang dalam proses menghilang.
Dibanding dengan primata yang lain, manusia modern memiliki rahang yang
kurang berkembang.

Gambar 1-16. Penurunan jumlah gigi menandai evolusi primata. Pada populasi
manusia masa kini, geraham ketiga begitu sering tidak tumbuh sehingga diduga
bahwa gigi ini sedang mengalami proses eliminasi, dan variabilitas gigi seri lateral
dan pra-geraham kedua mengindikasikan tekanan evolusioner gigi-gigi ini.

Mudah terlihat bahwa penurunan progresif ukuran rahang, jika tidak


disesuaikan dengan baik dengan penurunan ukuran dan jumlah gigi, dapat
menimbulkan crowding dan malalignment. Juga mudah diketahui mengapa
crowding gigi meningkat akhir-akhir ini, namun hal ini agaknya sejalan dengan
transisi dari masyarakat agraris primitif menuju masyarakat perkotaan modern.
Penyakit jantung dan masalah-masalah kesehatan yang terkait meningkat dengan
18

pesat. Tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes, dan beberapa masalah
medis yang lain sudah begitu meluas di negera-negara maju jika dibandingkan
dengan negara-negara berkembang, dan lazim disebut penyakit peradaban.
Ada sejumlah bukti bahwa maloklusi meningkat dalam penduduk yang
lebih mapan setelah mengalami transisi dari pola hidup pedesaan menuju pola
perkotaan. Sebagai contoh, Corrucini melaporkan prevalensi yang lebih tinggi
untuk crowding, posterior crossbite, dan kesenjangan buccal segment pada remaja
perkotaan jika dibandingkan dengan remaja pedesaan Punjab, India Utara. Kita
bisa menyimpulkan bahwa maloklusi merupakan kondisi lain yang memburuk
akibat berubahnya kondisi-kondisi kehidupan modern, yang barangkali akibat
berkurangnya penggunaan perkakas kunyah dengan makanan-makanan yang lebih
lunak dewasa ini. Tentu saja, dalam kondisi-kondisi primitif, fungsi yang baik dari
rahang dan gigi merupakan prediktor penting dari kemampuan untuk bertahan
hidup dan bereproduksi. Sebuah perkakas kunyah yang baik sangat diperlukan
untuk mengunyah daging dan makanan dari tumbuhan yang dimasak setengah
matang atau tidak dimasak sama sekali. Menyaksikan dan mengamati seorang pria
aborigin Australia yang menggunakan semua otot bagian atas badannya untuk
mencabik-cabik sepotong daging kanguru dari seekor kanguru yang direbus
seadanya, misalnya, membuat kita dapat mengapresiasi menurunnya kebutuhan
akan perkakas kunyah yang menyertai kemajuan peradaban manusia (Gambar 1-
17). Satu usulan yang menarik yang diajukan para antropolog adalah bahwa
diperkenalkannya kebiasaan memasak, sehingga tidak dibutuhkan banyak upaya
dan tenaga untuk mengunyah makanan, adalah kunci bagi pertumbuhan dan
perkembangan otak manusia yang lebih besar. Tanpa makanan yang dimasak,
tidak ada kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan energi yang dibutuhkan untuk
memperbesar otak. Dengan makanan yang dimasak, energi berlebih tersedia untuk
perkembangan otak dan rahang yang besar dan kuat tidak dibutuhkan lagi.
Penentuan tentang apakah perubahan fungsi rahang telah meningkatkan
prevalensi maloklusi diperrumit oleh kenyataan bahwa baik karies gigi maupun
penyakit periodontal, yang jarang terjadi pada diet primitif, meningkat pesat
ketika diet (pola makan) berubah. Patologi gigi yang dibawanya menyebabkan
19

sukar menentukan jenis oklusi yang akan timbul dalam keadaan tidakadanya
kehilangan gigi terdahulu, gingivitis, dan pecah periodontal. Meningkatnya
maloklusi pada masa modern ini tentunya sejalan dengan perkembangan
peradaban modern, namun penurunan ukuran rahang yang berkaitan dengan
disuse atrophy sulit didokumentasikan, dan hal ini sejalan dengan penyakit-
penyakit yang disebabkan stress yang bisa timbul sejauh ini. Walaupun sulit
mengetahui dengan pasti penyebab maloklusi spesifik tertentu, namun kita sudah
mengetahui kemungkinan-kemungkinan etiologis dan hal ini dibahas secara lebih
rinci pada Bab 5.

SIAPA YANG MEMBUTUHKAN TREATMENT?


Gigi-gigi yang tidak beraturan, gingsul, atau yang mengalami maloklusi
dapat menimbulkan tiga tipe masalah bagi pasien: (1) diskriminasi akibat
penampilan wajah (yang kurang menarik); (2) masalah-masalah yang berkaitan
dengan fungsi mulut, termasuk kesulitan dalam pergerakan rahang (ikoordinasi
atau nyeri otot), disfungsi sendi TM (TMD), dan masalah-masalah yang berkaitan
dengan mengunyah, menelan, atau berbicara; dan (3) kerentanan yang lebih tinggi
terhadap trauma, penyakit periodontal, atau pembusukan gigi.

Masalah-Masalah Psikososial
Sejumlah kajian akhir-akhir ini telah mengkonfirmasi hal yang intuitif
sudah jelas: bahwa maloklusi parah cenderung menjadi cacat sosial. Karikatur
yang lazim tentang individu yang tidak terlalu cerdas dicirikan dengan gigi seri
bagian atas yang menonjol ke depan. Seorang perempuan sihir bukan hanya
menunggang sepotong gagang sapu, namun rahang bawahnya juga digambarkan
menonjol ke depan yang mencirikan maloklusi Kelas III. Gigi yang teratur dan
rapi dan senyum yang menawan mendatangkan status positif pada semua jenjang
sosial dan usia, sedangkan gigi yang menonjol atau tidak beraturan mendatangkan
status negatif. Anak-anak yang mengantisipasi perlakuan ortodontik biasanya
mengharapkan peningkatan dalam kesejahteraan sosial dan psikologis mereka dan
membutuhkan peningkatan dalam hal fungsi sebagai keuntungan sekunder
20

perlakuan. Penampilan dapat dan memang menimbulkan perbedaan-perbedaan


ekspektasi guru dan, karena itu, berpengaruh pada kemajuan sistem di sekolah,
dalam peluang untuk memenangkan lowongan pekerjaan, dan dalam persaingan
untuk mendapatkan kekasih. Tidak diragukan lagi bahwa respons sosial yang
dikondisikan oleh penampilan wajah dan gigi dapat berpengaruh buruk terhadap
adaptasi menyeluruh seseorang terhadap kehidupan.
Hal ini menempatkan konsep maloklusi yang mencacatkan dalam suatu
konteks yang lebih luas dan lebih penting. Jika cara anda berinteraksi dengan
orang lain dipengaruhi terus-menerus oleh gigi anda, maka cacat gigi anda tidak
boleh dianggap remeh lagi. Data-data terbaru menunjukkan bahwa dalam segmen
penduduk berpenghasilan rendah (Medicaid), perlakuan parsial dini untuk
meningkatkan (bukan mengoreksi secara total) maloklusi nyata terbukti
mendatangkan manfaat psikososial.
Yang menarik, distress psikis yang timbul akibat gambaran yang tidak
menarik tentang gigi atau kondisi wajah tidak berbanding lurus dengan keparahan
anatomis masalah. Seseorang yang secara kasar digambarkan sebagai orang yang
berwajah jelek dapat mengantisipasi suatu respons yang konsisten negatif.
Seseorang yang menderita masalah yang kurang parah (misalnya dagu yang
menonjol dan gigi seri yang tidak beraturan) terkadang mendapat perlakuan yang
diskriminatif, namun terkadang tidak demikian. Tampaknya lebih mudah
menghadapi suatu cacat jika respons orang lain terhadap cacat itu konsisten
ketimbang tidak konsisten. Respons yang tidak dapat diduga menimbulkan rasa
cemas dan dapat menimbulkan efek-efek yang buruk.
Dampak suatu cacat fisik terhadap seseorang juga sangat dipengaruhi oleh
harga-diri orang yang bersangkutan. Akibatnya adalah bahwa tingkat abnormalitas
anatomis yang sama dapat menjadi suatu kondisi yang tidak besar konsekuensinya
terhadap seseorang namun bisa menjadi kondisi yang amat menyusahkan bagi
individu yang lain. Tampaknya sudah cukup jelas bahwa alasan utama seseorang
mencari perlakuan atau penanganan ortodontik adalah untuk meminimalkan
masalah-masalah psikososial yang berkaitan dengan penampilan gigi dan
21

wajahnya. Masalah ini bukan sekedar kosmetik. Masalah ini bisa menimbulkan
efek yang besar terhadap kualitas kehidupan.

Fungsi Oral
Walaupun maloklusi parah jelas-jelas mempengaruhi fungsi oral, namun
fungsi oral sangat bagus beradaptasi dengan bentuk. Maloklusi ternyata biasanya
mempengaruhi fungsi bukan dengan membuat fungsi itu mustahil melainkan
dengan membuatnya menjadi sulit, sehingga dibutuhkan upaya tambahan untuk
mengkompensasi deformitas anatomis. Sebagai contoh, setiap orang
menggunakan gerakan mengunyah sebanyak yang diperlukan untuk mereduksi
food bolus ke dalam konsistensi yang memuaskan untuk ditelan, sehingga jika
gerakan mengunyah kurang efisien akibat adanya maloklusi maka individu yang
bersangkutan akan mengerahkan lebih banyak upaya untuk mengunyah atau
melunakkan makanan yang keras sebelum menelannya. Postur lidah dan bibir
beradaptasi terhadap posisi gigi sehingga aktivitas menelan jarang terpengaruh
(lihat Bab 5). Demikian pula, hampir setiap orang dapat menggerakkan rahang
sehingga hubungan lidah yang pas terbentuk untuk keperluan berbicara, sehingga
ucapan jarang terdistorsi walaupun orang yang bersangkutan mungkin harus
melakukan upaya keras untuk menghasilkan ucapan yang normal. Karena metoda
untuk mengkuantifikasi adaptasi fungsional sejenis ini sudah berkembang, ada
kemungkinan bahwa efek maloklusi terhadap fungsi akan lebih diapresiasi
ketimbang di masa lampau.
Hubungan maloklusi dan fungsi adaptif terhadap TMD, yang
termanifestasi sebagai rasa nyeri di dalam dan di sekitar persendian TM, jauh
lebih dipahami dewasa ini ketimbang beberapa tahun yang lampau. Rasa nyeri itu
bisa diakibatkan perubahan-perubahan patologis didalam persendian namun hal
itu lebih sering disebabkan kelelahan dan kejang otot. Nyeri otot hampir selalu
berkorelasi dengan suatu riwayat penekanan (clenching) atau pengkeretakan gigi
sebagai respons terhadap suatu situasi yang membawa stress atau penonjolan
rahang bawah secara terus-menerus ke posisi anterior atau posterior.
22

Sejumlah dokter (ahli) gigi menegaskan bahwa bahkan ketidaksempurnaan


ringan pun dalam oklusi dapat memicu aktivitas-aktivitas pengkeretakan dan
penekanan. Jika benar demikian, itu mengindikasikan adanya suatu kebutuhan riil
untuk mengoreksi oklusi pada semua orang untuk menghindari kemungkinan
berkembangnya nyeri otot wajah. Karena jumlah orang yang mengalami
maloklusi tingkat minimal (50% hingga 75% dari total penduduk) jauh melampaui
jumlah penduduk yang mengalami TMD (5% hingga 30%, bergantung pada
gejala-gejala yang diperiksa), tampaknya kecil kemungkinan bahwa oklusi gigi
saja sudah cukup untuk menimbulkan hiperaktivitas otot-otot mulut. Di sini,
biasanya timbul reaksi terhadap stress. Beberapa individu bereaksi dengan
menekan gigi atau mengkeretakkannya, sementara yang lain memperlihatkan
gejala-gejala dalam sistem-sistem organ yang lain. Seseorang juga hampir tidak
pernah mengalami ulcerative colitis (suatu gejala yang biasanya disebabkan
stress).
Beberapa tipe maloklusi (khususnya posterior crtossbite dengan suatu
pergeseran pada closure) berkorelasi secara positif dengan masalah-masalah
persendian TM, sementara tipe maloklusi yang lain tidak demikian, namun
koefisien korelasi tertinggi pun hanya 0,3 hingga 0,4. Ini berarti bahwa untuk
mayoritas pasien, tidak ada kaitan antara maloklusi dan TMD. Karena itu
ortodontika sebagai perlakuan utama bagi TMD hampir tidak pernah
diindikasikan, tetapi dalam keadaan tertentu (lihat Bab 18) hal itu dapat menjadi
penghubung yang baik dengan perlakuan yang lain untuk menyembuhkan nyeri
otot.

Anda mungkin juga menyukai