DISUSUN OLEH
TEAM KEAGAMAAN
BAB II PEMBAHASAN
3. Mengamalkannya .................................................................7
4. Sabar ...................................................................................9
Kesimpulan ..............................................................................................12
Sangat banyak sekali orang yang membaca Al-Quran, namun anda tidak menemukan
pengaruhnya pada prilaku, akhlak dan pergaulan mereka. Bahkan sebaliknya anda temui
sebagian mereka akhlaknya tidak terpuji, pergaulan dan mu`amalatnya kasar dan kaku, baik
terhadap keluarga, tetangga ataupun terhadap orang lain. Padahal, demi Allah..... itu bukan
akhlak dan prilaku yang patut dimiliki oleh seorang muslim yang suka membaca dan
menghayati Kitab Suci Al-Quran? Lalu dimana pengaruh Al-Quran terhadap jiwa
mereka??!
Jadi, kesalahan dan aib terdapat pada pandangan kita yang tidak dapat melihat cahaya
itu, disebabkan mata dan hati kita tertutup rapat dari petunjuk Al-Quran, cahaya dan
keutamaannya yang tersimpan di dalam Kitab Suci ini:
Itulah potret kondisi umat manusia yang hidup dan disaksikan oleh Ibnul Qayyim pada
paroh pertama dari abad kedelapan hijriyah. Lalu apa kiranya yang akan dikatakan oleh
Ibnul Qayyim jika ia melihat pada kondisi kita sekarang?! Sesungguhnya permasalahan
sangat rumit dan memprihatinkan sekali, memerlukan langkah-langkah renungan terhadap
etika, prilaku dan ibadah kita secara keseluruhan dan menimbangnya dengan neraca kitab
Suci Al-Quran. Dan setelah merenung dan memperhatikan tersebut, kita harus
berintrospeksi diri (muhasabah) lalu memaksanya untuk tunduk dan patuh kepada Kitab
Suci Al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam .
Untuk merealisasikan itu semua, kita harus mema-hami beberapa hikmah dari
diturunkannya Al-Quran Suci, yang jika kita telah mengetahui dan menga-malkannya,
maka urusan-urusan agama dan dunia kita niscaya menjadi baik.
Kita dapat menyimpulkan hikmah dan tuntutan Al-Quran tersebut menjadi lima, yaitu :
Ayat-ayat dan hadits-hadits di dalam masalah ini sangat banyak sekali, silakan
anda merujuk kepada sumbernya, agar semangat jiwa bertambah dan makin
mempunyai keinginan untuk selalu membaca Kitabullah.
`Amru bin Murrah berkata: Aku tidak suka kalau melewati sebuah
perumpamaan (matsal) di dalam Al-Quran, lalu aku tidak dapat memahaminya,
karena Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
Ibnul Qayyim juga mengatakan: Tidak ada sesuatu yang lebih berguna bagi
hati daripada membaca Al-Quran dengan pemahaman dan penghayatan.
Ringkasnya adalah, bahwa tidak ada yang lebih berarti dan lebih
berguna bagi hati daripada membaca Al-Quran dengan pemahaman dan
penghayatan, karena Al-Quran benar-benar mencakup manazil (tingkatan-
tingkatan) orang-orang yang meniti jalan menuju Allah, ahwal orang-orang
`amilin dan maqamat orang-orang yang mengenal Allah. Al-Quranlah yang
dapat melahirkan rasa kecintaan, kerinduan, rasa takut, pengharapan, kembali
(inabah), tawakkal, rela (ridha), berserah diri, rasa syukur dan segenap kondisi
batin yang hanya dengannya hati dapat hidup dan menjadi sempurna. Demikian
pula, Al-Quran melarang semua sifat dan perbuatan-perbuatan tercela yang
dapat menyebabkan hati menjadi rusak dan binasa. Seandainya manusia
mengetahui manfaat membaca Al-Quran yang mereka lakukan dengan
penghayatan dan pemahaman tentu mereka menyibukkan diri dengannya dari
hal yang lain apabila ia membacanya dengan pemahaman, lalu bila di suatu saat
ia membaca suatu ayat yang ia butuhkan untuk menyembuhkan hatinya- maka
hendak-nya ia membacanya secara berulang-ulang sekalipun sampai seratus
kali. Bahkan seandainya satu ayat itu saja ia baca dengan penghayatan dan
pemahaman selama satu malam, niscaya itu lebih baik baginya daripada
membacanya hingga tamat tetapi tanpa penghayatan dan pemahaman, dan lebih
berguna bagi hatinya serta lebih cepat untuk meraih keimanan dan merasakan
lezatnyaAl-Quran.
Itulah kebiasaan para pendahulu kita (salaf), bahkan ada salah seorang
di antara mereka yang mengulang-ulangi bacaan satu ayat hingga waktu Shubuh
tiba.
Pemahaman dan penghayatan terhadap Al-Quran itu ada dua macam: pertama,
pemahaman untuk menemukan maksud (kehendak) Allah Subhanahu wa Ta'ala
di dalam ayat yang dibaca; dan kedua, pemahaman terhadap makna-makna
ayat-ayat yang diperintahkan oleh Allah untuk merenungkannya. Jadi, yang
pertama adalah pema-haman tentang dalil Al-Quran (ayat-ayat yang tertulis),
sedangkan yang kedua adalah pemahaman tentang dalil yang dapat dilihat
dengan mata kepala (ayat-ayat yang dapat disaksikan). Maka Al-Quran
diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala agar difahami dan direnungkan
serta diamalkan, bukan hanya sekedar untuk dibaca lalu berpaling daripadanya.
3. Mengamalkannya
Ayat dan hadits di atas memberikan anjuran kepada kita semua untuk
bersungguh-sungguh dalam membaca dan mempelajari serta mengamalkan al-Quran,
Maka dari itu, seorang yang berlandaskan al-Quran akan benar perkataannya
dan yang mengamalkannya akan mendapat balasan yang besar. Begitu pula, orang yang
berhukum dengannya akan tegak di atas keadilan dan yang berdakwah mengajak
kepadanya akan menempuh jalan yang benar.
Kalau kita melihat kenyataan yang ada, maka kita akan mendapatkan bahwa
sebagian besar manusia di masa kini telah melalaikan al-Quran. Kaum tuanya banyak
yang tersibukkan dengan dunia sehingga lalai untuk membaca dan mempelajari al-
Quran. Sementara itu, kaum mudanya banyak yang disibukkan dengan mempelajari
ilmu dunia dan mengesampingkan belajar al-Quran. Akibatnya, tidak sedikit orang-
orang yang sudah mengenyam pendidikan tinggi namun belum bisa membaca al-
Quran.
Hal yang demikianlah yang diadukan oleh Rasulullah kepada Allah sebagaimana
disebutkan dalam ayat-Nya:
Di antara manusia juga ada yang berpaling dari al-Quran dan sama sekali tidak
berkeinginan untuk membacanya, apalagi mempelajari dan mengamalkannya. Mereka
adalah orang-orang yang terancam dengan firman Allah :
Dan barang siapa yang berpaling dari al-Quran, Kami adakan baginya setan (yang
Di antara manusia ada pula yang sudah bisa membaca al-Quran namun dia lalai dan
malas membacanya. Orang-orang yang demikian ini tentu akan terluput darinya pahala
yang besar dan akan menjadi sebab hilangnya hafalan yang dimilikinya dari ayat-ayat
al-Quran. Di antara manusia ada yang bisa dan selalu membacanya, namun dia tidak
mau mempelajarinya dan merenungkan makna yang terkandung di dalamnya. Orang
yang demikian keadaannya belum mewujudkan maksud diturunkannya al-Quran dan
keadaannya menyerupai orang-orang Yahudi, sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah :
Dan di antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui al-Kitab (Taurat),
kecuali dongeng bohong belaka dan mereka hanya menduga-duga. (al-Baqarah: 78)
4. Sabar
Sabar bersama Allah adalah kepatuhan seorang hamba kepada kehendak Allah
dan kepada hukum-hukum-Nya yang ia lakukan dengan penuh kesabaran, berjalan
menurut ketentuannya dan ikut ke mana saja hukum dan kehendak Allah membawanya
dan singgah di mana saja ia dipersinggahkan. Inilah makna sabar bersama Allah, yang
berarti menjadikan diri sebagai wakaf bagi perintah dan segala apa saja yang dicintai-
Nya. Inilah macam kesabaran yang paling sulit dan paling berat, dan inilah sabarnya
orang-orang siddiqin.
Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
Betapa banyak orang yang lalai terhadap keluarganya sendiri, bahkan terhadap
buah hatinya (anak-anaknya). Pendidikan dan pengajaran mereka serahkan kepada
sarana yang menghancurkan kenikmatan akhirat dan tidak membangun kenikmatan
dunia, yang terkadang alat-alat tersebut sengaja disediakan untuk anak-anaknya,
bahkan terserah mereka menggunakannya. Mengapa kita tidak memperhatikan
urusan agama mereka dan membina akhlak mereka, sebagai-mana kita perhatikan sisi
kelezatan dunia mereka dengan segala aneka ragamnya dan proses pendidikan
mereka di sekolah yang kita harapkan di masa yang akan datang mereka dapat
mencari rizki dan mendapatkan kedudukan!?
Kezhaliman seperti apa lagi yang lebih besar dari kezaliman ini?! Pertama, ia
menzalimi dirinya sendiri, lalu ia tidak melaksanakan tugas pembinaan yang menjadi
kewajibannya, ia menyia-nyiakan dirinya dari mempunyai anak yang shalih yang
akan mendo`akannya nanti apabila ia telah meninggal dunia, sebagaimana disebutkan
oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Sallam di dalam haditsnya yang bersumber
dari Abu HuraIrah Radhiallaahu anhu :
Apabila seseorang mati, maka terputuslah amalnya kecuali dari tiga perkara,
yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfa`at dan anak shalih yang selalu
mendo`kannya. ( Riwayat Muslim).
Kemudian kita seru dan kita ajak orang lain dari saudara-saudara kita, kaum
muslimin. Dan kita harus prihatin terhadap orang-orang yang lalai di antara mereka,
lalu bersikap ramah terhadap mereka di saat kita ingin menasihati, mengajak mereka
patuh dan memberlakukan hukum Al-Quran dan sunnah di dalam realitas kehidupan
mereka baik secara global maupun secara rinci, sebagai pengamalan kita terhadap
firman Allah: Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik.
Dan harus kita ketahui bahwa berda`wah itu tidak terbatas pada para ulama dan para
penuntut ilmu saja, tetapi berda`wah adalah kewajiban dan tugas setiap muslim yang
mempunyai pengetahuan agama sebesar apapun jua. Rasulullah Shallallaahu alaihi wa
Sallam telah bersabda: Sampaikanlah dariku sekalipun satu ayat. Masing-masing
berda`wah menurut kadar ilmu dan kemampuannya, seperti:
Mengajak saudara/teman untuk mengikuti pengajian atau ceramah agama di salah satu
masjid.
Memberi buku kecil atau kaset kepada saudara atau keluarga dekat agar ia membaca
atatu mendengarkannya.
Banyak lagi hal-hal yang dapat dilakukan yang tergolong dalam kegiatan da`wah,
tidak mungkin dimuat di dalam buku kecil ini. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada
Allah niscaya Allah akan memberinya ilmu. Firman Allah: Dan bertaqwalah kamu
kepada Allah, niscaya Allah memberikan ilmu kepadanya.