Anda di halaman 1dari 4

Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa
penyusun dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat
menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel, (3) menginaktivasi enzim,
dan (4) destruksi atau kerusakan fungsi material genetik.

1. Menggangu pembentukan dinding sel

Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang


terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan
komposisi penyusun dinding sel. Terjadinya akumulasi senyawa antimikroba
dipengaruhi oleh bentuk tak terdisosiasi. Pada konsentrasi rendah molekul-
molekul phenol yang terdapat pada minyak thyme kebanyakan berbentuk tak
terdisosiasi, lebih hidrofobik, dapat mengikat daerah hidrofobik membran protein,
dan dapat melarut baik pada fase lipid dari membran bakteri.

Beberapa laporan juga meyebutkan bahwa efek penghambatan senyawa


antimikroba lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada dengan bakteri
Gram negatif. Hal ini disebabkan perbedaan komponen penyusun dinding sel
kedua kelompok bakteri tersebut. Pada bakteri Gram posiitif 90 persen dinding
selnya terdiri atas lapisan peptidoglikan, selebihnya adalah asam teikoat,
sedangkan bakteri Gram negatif komponen dinding selnya mengandung 5-20
persen peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein, lipopolisakarida, dan
lipoprotein.

2. Bereaksi dengan membran sel

Komponen bioaktif dapat mengganggu dan mempengaruhi integritas membran


sitoplasma, yang dapat mengakibatkan kebocoran materi intraseluler, seperti
senyawa phenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan deaturasi
protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, dan
menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel.

3. Menginaktivasi enzim

Mekanisme yang terjadi menunjukkan bahwa kerja enzim akan terganggu dalam
mempertahankan kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga mengakibatkan
enzim akan memerlukan energi dalam jumlah besar untuk mempertahankan
kelangsungan aktivitasnya. Akibatknya energi yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan menjadi berkurang sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat
atau jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan
mikroba terhenti (inaktif).

Efek senyawa antimikroba dapat menghambat kerja enzim jika mempunyai


spesifitas yang sama antara ikatan komplek yang menyusun struktur enzim
dengan komponen senyawa antimikroba.
Corner (1995) melaporkan bahwa pada konsentrasi 0,005 M alisin (senyawa aktif
dari bawang putih) dapat menghambat metabolisme enzim sulfhidril. Minyak
oleoresin yang dihasilkan dari kayu manis, cengkeh, thyme, dan oregano dapat
menghambat produksi ethanol, proses respirasi sel, dan sporulasi khamir dan
kapang.

4. Menginaktivasi fungsi material genetik

Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA dan


DNA), menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya
akan menginaktivasi atau merusak materi genetik sehingga terganggunya proses
pembelahan sel untuk pembiakan.

Sumber bacaan:

1. Corner, DE. 1995. Naturally occuring compounds in Antimicrobial in Food.


Eds., by Davidson PM & Branen AL, Eds. Marcell Dekker, Inc., New York, pp.
441-468.

2. Palmer, SA., Stewart J., Fyfe, L. 1998. Antimikrobial properties of plant


essential oils and essences againts five important food-borne pathogen. Letters
Appl. Microbiol. 26: 118-122.

3. Ting, EWT & Deibel, KE. 1992. Sensitivity of Listeria monocytogenes to spices
at two temperature. J. Food Safety 12: 19-137.

Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran akan
mengalami lisis. Seperti senyawa antimikroba lainnya, mekanisme kerja fenol
adalah menghambat pertumbuhan dan metabolisme bakteri dengan cara
merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi protein sel. Sehingga
senyawa tersebut dapat bersifak bakterisidal atau bakteriostatis, bergantung
dosis yang digunakan (Parwata dan F.Feny,2008).

Menurut Corn dan Stumpf (1976) dalam Pudjiarti (2000) menyatakan bahwa
fenol merupakan suatu alkohol yang bersifat asam lemah sehingga disebut juga
asam karbolat. Sebagai asam lemah senyawa-senyawa fenolik juga dapat
terionisasi melepaskan ion H dan meninggalkan gugus sisanya yang bermuatan
negatif. Kondisi yang bermuatan negatif ini akan ditolak oleh dinding sel bakteri
garam positifyang secara alami juga bermuatan negatif. Kondisi yang asam pada
senyawa tersebut menyebabkan fenol dapat bekerja menghambat pertumbuhan
bakteri.

Alkaloid dari ekstrak bawang putih mengandung racun yang mampu


menghambat pertumbuhan bakteri atau dapat menyebabkan sel bakteri menjadi
lisis bila terpapar oleh zat tersebut. Selanjutnya tannin yang juga terkandung
dalam ekstrak akan mengganggu sel bakteri dalam penyerapan protein oleh
cairan sel. Hal ini dapat terjadi karena tannin menghambat proteolitik yang
berperan menguraikan protein menjadi asam amino (Harborne, 1996).

ekstrak air bawang putih dan ekstrak murni bawang putih yang dilarutkan dalam
air dengan konsentrasi 75% menunjukkan pembentukan diameter hambat
terbesar terhadap Streptococcus yaitu masing-masing sebesar 28,25 mm dan
28,5 mm serta terhadap Clostridium yaitu masing-masing sebesar 27.5 mm dan
27.75 mm. Pada bakteri uji lain, ekstrak bawang putih dengan pelarut air dan
ekstrak air bawang putih hanya memberikan pada semua tingkat konsentrasi
hanya memberikan ukuran antara 6,5 mm hingga 9.75 mm.

Ektrak murni bawang putih dengan pelarut etanol dan ekstrak etanol bawang
putih pada konsentrasi 75 % ternyata menunjukkan diameter hambat yang
terbesar pada Clostridium yaitu masing-masing sebesar 27.5 mm dan 23 mm.
Pada Streptococcus, kedua jenis ekstrak ini juga masih memberikan diameter
hambat yang cukup besar yaitu sebesar masing-masing 19.5 mm. Ekstrak
bawang putih dengan pelarut etanol pada konsentrasi 75 % ternyata
berpengaruh juga terhadap Pleisomonas, yaitu memberikan diameter hambat
sebesar 22,25 mm.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous a. 2007. Lengkuas Pengganti Formailin.


http://rempahspice.wordpress.com/

Anonymous. 2004. Garlic A(llium sativum). Diakses dari http://www.

Dietsite.com/dt/alternativenutrition/Herbs/garlic.asp. akses tanggal 29 Maret


2010

Asman, A. M. Tombe dan D. Manohara, 1997. Peluang produk cengkeh sebagai

pestisida nabati. Monograf Tanaman Cengkeh. Balai Penelitian Tanaman


Rempah dan Obat. Hal 90 102.

Astawan, made. 2010. Makan Rendang Dapat Protein dan Mineral.


http://web.ipb.ac.id/~tpg/de/pubde_ntrtnhlth_rendang.php

Elistina, M. D., 2005, Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Dari Daun

Sirih (Piper betle L), Skripsi, Jurusan Kimia, FMIPA,

Harborne. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Terbitan Kedua. Terjemahan : K. Padmawinata dan I. Soediro.
Bandung : Penerbit ITB
Heyne K., 1987, Tumbuhan Berguna Indonesia II, Badan Litbang Kehutanan,
Jakarta

Pamungkas, Ratih Nila. 2010. jurnal : Pemanfaatan Lengkuas Sebagai pengganti


Formalin. Universitas Negeri Malang

Parwata, Oka Adi dan F. Fanny Sastra Dewi. Jurnal : Isolasi dan Uji Aktivitas
Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas. Jurusan Kimia FMIPA.
Universitas Udayana

Rahayu, Winiati Pudji. 2000. Pustaka Pangan.


http://www.iptek.net.id/ind/pustaka_pangan/index.php

Robinson, T., 1991, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, a.b. Kosasih

Padmawinata, ITB, Bandung, h.132-136

Anda mungkin juga menyukai