LATAR BELAKANG
Kekuasaan memiliki arti penting bagi hukum, sebab kekuasaan tidak saja merupakan
instrumen pembentukan hukum (law making), tetapi juga merupakan instrumen penegakan
hukum (law enforcement) dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hukum
juga memiliki arti penting bagi kekuasaan karena hukum dapat berperan sebagai sarana
legalisasi bagi kekuasaan formal lembaga-lembaga negara dan unit-unit pemerintahan, serta
pejabat negara dan pemerintahan. Legalisasi kekuasaan itu dilakukan melalui penetapan
landasan hukum bagi kekuasaan melalui aturan-aturan hukum, di samping hukum dapat pula
berperan mengontrol kekuasaan sehingga pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum. Dalam penegakan hokum asas negara hukum menghendaki kekuasaan kehakiman
yang merdeka terlepas dari pengaruh pemerintah atau kekuasaan lain.
Negara Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam
konstitusinya, yaitu Pasal 1 ayat (3) UndangUndang Dasar Tahun 1945, tentunya
memerlukan sebuah perangkat atau sistem penegakan hukum yang menjamin terwujudnya
rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam upaya mewujudkan itu, kebebasan
kekuasaan kehakiman menjadi faktor penting agar dapat terbebas dari segala interfensi dan
atau tekanan baik oleh pemerintah maupun oleh hal lainnya.
Kekuasaan kehakiman menurut UUD 1945 merupakan kekuasaan yang merdeka
yang dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, dan oleh
sebuah Mahkamah Konstitusi, untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan keadilan. Sebagai implementasi Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, Mahkamah
Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung,
seperti dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, dibentuk berdasarkan
Undang-undang Nomor 24 tahun 2004, tentang Mahkamah Konstitusi.
II. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut maka rumusan masalah yang akan dibahas yaitu prinsip-
prinsip dalam kekuasaan kehakiman.
Sejak awal kemerdekaan, the founding fathers (para pendiri) negara kesatuan Republik
Indonesia, telah memiliki komitmen kuat mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bebas
dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Komitmen ini secara tegas tercantum dalam
penjelasan pasal 24 UUD 1945 yang menyatakan, kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan
yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Begitupun dalam
penjelasan Pasal 1 UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman yang
menyebutkan bahwa Kekuasaan kehakiman yang merdeka dalam ketentuan ini mengandung
pengertian bahwa kekuasaan kehakiman bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan
ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana di sebut dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kebebasan dalam melaksanakan
wewenang yudisial bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakan hukum
dan keadlian berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan
rakyat Indonesia. Komitmen tersebut merupakan perwujudan tekad para pendiri negara
untuk menjadikan Indonesia sebagai negara hukum modern, yang menganut kaedah-kaedah
paham negara modern yang konstitusional.
Seorang hakim mengetahui prinsip-prinsip peradilan yang ada dalam peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan dunia peradilan, dalam hal ini Undang-Undang
Dasar 1945 Amandemen I sampai IV, Undang-Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.
Dari peraturan perundang-undangan tersebut di atas dapat ditemukan beberapa
prinsip sebagai berikut:
a) Putusan pengadilan adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
serta memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Prinsip ini diambil dari alinea keempat Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 yang berisi lima dasar negara yang disebut Pancasila. Prinsip ini
merupakan landasan filosofis setiap hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu
perkara.
b) Peradilan dilakukan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Asas atau prinsip ini terdapat dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.
48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang dalam penjelasannya dinyatakan
sesuai dengan pasal 29 Undang-Undang Dasar tahun 1945 Amandemen 1 sampai 4.
Dalam prakteknya kalimat Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
harus dijadikan kepala putusan (irah-irah) dalam setiap putusan Pengadilan, jika tidak
maka putusan tersebut tidak mempunyai daya eksekutorial. Irah-irah itu adalah suatu
rumusan sumpah, yaitu sumpah para hakim bahwa keadilan yang diucapkan
mengatasnamakan Tuhan kecuali menjadikan ia wakil Tuhan, juga sekaligus ia bertindak
dan berbuat dan bersumpah atas nama Tuhan.
e) Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Prinsip tersebut di atas dimaksudkan agar putusan hakim dapat sesuai dengan hukum
dan rasa keadilan bagi masyarakat berkaitan dengan prinsip putusan yang bersifat
keadilan restoratif. Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan
melibatkan pelaku, korban, keluarga, pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait
untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan
pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.
V. KESIMPULAN
Di Indonesia, prinsip kekuasaan kehakiman, sejak awak kemerdekaan telah
diniatkan sebagai cabang kekuasaan yang terpisah dari lembaga-lembaga politik lainnya.
Niatan tersebut kemudian dirumuskan dan dituangkan dalam Pasal 24 (1) UUD 1945.
Kemudian Pasal 3 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
telah mengamanatkan kepada hakim untuk menjaga kemandirian lembaga peradilan
dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk menegakkan hukum dan keadilan. Prinsip
kebebasan hakim dalam menjalankan tugasnya sebagai hakim, dapat dimaknai
bahwa hakim dalam menjalankan tugas kekuasaan kehakiman tidak boleh terikat dengan
apa pun dan/ atau tertekan oleh siapa pun, tetapi leluasa untuk berbuat apa pun namun
namun berlandaskan pada hukum yang berlaku sehingga keadilan dapat dicapai dengan
baik
SARAN
Di harapkan kedepannya semua hakim selalu memegang semua prinsip tersebut dalam
menangani semua perkara di peradilan agar bisa terwujudnya keadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Manan, Bagir, Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Bandung: LPPM-
UNISBA1995.
MD, Moh. Mahfud. Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Studi Politik dan
Kehidupan Ketatanegaraan, Yogyakarta: Liberty, 1993.