Anda di halaman 1dari 18

PERAN PARTISIPAN CORPORATE GOVERNANCE

DALAM MENCEGAH FRAUD DI ORGANISASI


imam pokmun
Kamis, 17 September 2015
Bagikan :
Tweet

PERAN PARTISIPAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM MENCEGAH FRAUD


DI ORGANISASI

Oleh :
Ach Maulidi
100221100041
Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi
Universitas Trunojoyo Madura
2013

PERAN PARTISIPAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM MENCEGAH FRAUD


DI ORGANISASI

Abstrak
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui bagaimana peran partisipan
corporate governance dalam mencegah fraud di organisasi. Hasil penting dari
pembahasan artil ini adalah corporate governace yang efektif dapat mencegah
terjadinya fraud. Hasil penulisan ini memiliki implikasi untuk: (1) regulator dan pembuat
kebijakan dalam memerangi penipuan yang mengancam integritas, efisiensi dan
keamanan pasar modal, (2) perusahaan dan praktisi dalam merancang kebijakan dan
praktik antifraud yang eektif untuk mengurangi terjadinya fraud, dan (3) akademisi
dalam memajukan pemahaman kita tentang peran dan tanggung jawab partisipan
corporate gvernance dalam mencegah fraud.
Key word:fraud, partisipan, corporate governance

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada
satu periode akuntansi, yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja keuangan
tersebut (Tarmizi, 2012). Para investor dan calon investor dalam mengambil keputusan
sebagian besar menggunakan laporan keuangan perusahaan yang terkini. Akan tetapi,
tidak dapat dipungkiri bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh managemen
perusahaan terbebas dari salah saji material yang disebakan karena kecurangan atau
kekeliruan yang dilakukan oleh managemen.
The Association Of Certified fraud Examiners dalam Tuanakotta (2010:196-204)
membagi kecurangan dalam bentuk faud tree atau yang sering dikenal dengan pohon
kecurangan yaitu: (1) korupsi (corruption), adalah tindak kecurangan yang sulit untuk
dideteksi karena menyangkut kerjasama dengan pihak lain, dimana hal ini merupakan
jenis yang banyak terjadi di Negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya
lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor
integritasnya masih dipertanyakan. (2) penyalahgunaan aset (asset misappropriation),
kecurangan ini merupakan jenis kecurangan yang mencakup penyalahgunaan atau
pencurian aset untuk kepentingan pribadi. (3) kecurangan laporan keuangan (fraudulent
financial statement), yaitu suatu kecurangan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif
suatu perusahaan atau instansi pemerintah dalam menutupi kebenaran kondisi laporan
keuangan biasanya dengan cara merekayasa laporan keuangan (financial engineering)
yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Financial statement fraud (FSF) adalah faktor yang berkontribusi terhadap krisis
yang terjadi pada baru-bau ini dan memberikan ancaman terhadap efisiensi, likuiditas,
dan keamanan baik utang dan pasar modal (Black, 2010). Kecurangan laporan
keuangan dapat memberikan keuntungan bagi para pelaku bisnis dengan melebih-
lebihkan usahanya agar tampak cantik di depan para investor dan calon investor, akan
tetapi para investor dan calon investor akan dirugikan karena sebagian besar mereka
dalam mengambilan keputusan hanya bergantung pada laporan keuangan yang
disajkan oleh menejemen perusahaan. Selain itu, juga meningkatkan secara signifikan
terhadap ketidakpastian dan voladilitas di pasar keuangan.
Sebagai contoh dari dampak kecurangan laporan keuangan, Sorkin (2010)
melaporkan bahwa penegakan departemen kehakiman telah membawa kasus
sebanyak 343 pidana dan 189 terdakwa atas kegiatan penipuan mereka yang
merugikan lebih dari 120.000 korban atau lebih dari $ 8 miliar di ahir tahun di amerika
serikat. Dengan demikian, tata kelola perusahaan (corporate governance) yang efektif
sangat diperlukan untuk mencegah fenomena-fenomena ini.
Berdasarkan teori keagenan, Tata kelola perusahaan adalah suatu proses untuk
menyelaraskan kepentingan managemen dengan pemegang saham, sedangkan
persepektif regulasi yaitu sebagai proses untuk memastikan kepatuhan terhadap semua
hukum, aturan dan peraturan (Rezaee, 2007). Tata kelola perusahaan tidak lagi hanya
sebagai sebuah proses kepatuhan, melainkan strategi bisnis yang sangat penting untuk
kelangsungan usaha dan tanggung jawab sosial perusahaan. Permintaan terhadap
peningkatan keefektifan corporate governance dan akuntabilitas bagi organisasi bisnis
telah menjadi tren global dalam beberapa tahun terahir. Akan tetapi peran partisipan
corporate governance dalam mencegah terjadinya fraud belum di dikaji secara secara
memadai dalam berbagai literatur (Kedia et al, 2012).
Committee of sponsoring organization (2010) dalam Kedia et al (2012),
melaporkan akan poin-poin pentingnya penelitian tata kelola perusahaan (corporate
governance). Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa efektif
partisipan corporate governance dalam mencegah kecurangan yang terjadi di
organisas/perusahaan. Penelitian yang dilakukan Kedia,et al (2012) menjadi acuan
utama dalam penelitian ini. Implikasi dari hasil pembahasan ini adalah (1) regulator dan
pembuat kebijakan dalam memerangi kecurangan yang mengancam integritas,
efiisiensi dan keamanan pasar modal, (2) perusahaan dan praktisi dalam merancang
kebijakan anti-kecurangan yang efektif untuk mengurangi terjadinya kecurangan, dan
(3) akademisi dalam meningkatkan wawasan dan pengetahuan serta pemahamannya
terhadap peran dan tanggung jawab partisipan corporate governance dalam mencegah
fraud.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui bagaimana partisipan corporate governance dalam
mencegah kecurangan yang terjadi di organisas/perusahaan.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian


Berdasrkan latar belakan dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah
dapat menjadi acuan bagi partisipan corporate governance dalam menyusun program
anti-kecurangan (antifraud program).

II LANDASAN TEORI
2.1 Fraud
The Association Of Certified fraud Examiners dalam tuanakotta (2010),
kecurangan adalah suatu tindakan sengaja yang dilakukan oleh satu orang atau lebih
untuk menggunakan sumber daya dari suatu organisasi secara tidak wajar (tindakan
melawan hukum) dan salah menyajikan fakta (menyembunyikan fakta) untuk
memperoleh keuntungan pribadi. kecurangan atau yang sering disebut pula dengan
fraud dilakukan dengan beragam modus seiring dengan berkembangnya zaman baik di
organisasi pemerintah maupun di organisasi swasta.
Sedangkan pengertian kecurangan (fraud) dalam dunia keuangan menurut Kitab
Undang-undang Pidana (KUHP) tahun 2012 terdapat empat pasal, yaitu sebagai
berikut:
1. Pasal 362 ayat (1) tentang Pencurian : Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum.
2. Pasal 368 ayat (1) tentang Pemerasan dan Pengancaman : barang siapa dengan
maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum,
memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan
barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain atau
orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang.
3. Pasal 372 ayat tentang penggelapan : barang siapa dengan sengaja melawan hukum
memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain,
tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan.
4. Pasal 378 tentang perbuatan curang : barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan,
menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi hutang maupun menghapuskan piutang.

2.1.1 klasifikasi fraud


Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) dalam Tuanakotta (2010:195-
204) menggambarkan occupationat fraud dalam bentuk fraud tree. occupationat fraud
tree mempunyai tiga cabang utama, yakni corruption, asset misappropriation, dan
fraudulent statements. Masing-masing cabang tersebut, pembahasannya sebagai
berikut:
A.Corruption
Korupsi dalam pengertian ini terdiri atas konsep benturan kepentingan (conflic of
interest), penyuapan (bribery), pemberian hadiah yang melawan hukum (illegal
graduaties), dan pemerasan (economic extortion).
1. Benturan kepantingan (conflic of interest).
Ciri-ciri indikasinya:
a. Selama bertahun-tahun. Bukan saja selama pejabat tersebut berkuasa. Melalui kontrak
jangka panjang, bisnis berjalan terus meskipun pejabat tersebut sudah lengser.
b. Nilai kontrak-kontrak itu relatif mahal ketimbang kontrak yang dibuat at arms length.
Dalam bahasa sehari-hari praktik ini dikenal sebagai mark up atau penggelembungan.
c. Para rekanan ini, meskipun hanya segelintir, menguasai pangsa pembelian yang
relative sangat besar di lembaga tersebut.
d. Meskipun rekanan ini keluar sebagai pemenang dalam proses tender yang resmi,
namun kemenangannya dicapai dengan cara-cara tidak wajar.
e. Hubungan antara penjual dan pembeli lebih dari hubungan bisnis. Pejabat atau
penguasa bisa menggunakan sanak saudaranya (nepotisme) sebagai orang depan
atau ada persekongkolan (kolusi) yang melibatkan penyuapan (bribery)
2. penyuapan (bribery).
Penyuapan (bribery) merupakan bagian yang akrab dalam kehidupan bisnis dan
perpolitikan. Meliputi sumbangan, pemberian, penerimaan, dan persembahan sesuatu
yang bernilai untuk mempengaruhi suatu tindakan/official act. Istilah official act
mencakup penyuapan yang dilakukan dengan maksud mempengaruhi keputusan yang
dibuat oleh pegawai atau institusi pemerintah.
3. Pemberian Hadiah yang Melawan Hukum (illegal graduaties)
illegal graduaties adalah pemberian atau hadiah yang merupakan bentuk terselubung
dari penyuapan. Dalam kasus korupsi di Indonesia kita melihat hal ini dalam bentuk
hadiah perkawinan, adiah ulang tahun, hadiah perpisahan, hadiah kenaikan pangkat
dan jabatan, dan lain-lain yang diberikan kepada pejabat.
B.Pengambilan aset (asset misappropriation)
Penyalahgunaan aset dapat digolongkan kedalam kecurangan kas dan kecurangan
atas persediaan dan asset lainnya, serta pengeluaran-pengeluaran biaya curang
(fraudulent disbursement). asset misappropriation atau pengambilan asset secara
illegal dalam bahasa sehari-hari disebut mencuri. Namun, dalamistilah hukum,
mengambil asset secara illegal (tidak sah, atau melawan hokum) yang dilakukan oleh
seseorang yang diberi wewenang untuk mengelola atau mengawasi asset tersebut,
disebut menggelapkan. asset misappropriation dalam bentuk penjarahan cash atau
cash misappropriation dilakukan dalam tiga bentuk: skimming, larency, dan fraudulent
disbursement. Kalisfikasi penjarahan kas dalam tiga bentuk disesuaikan dengan arus
uang masuk.
C. fraudulent statements
kecurangan dalam laporan keuangan dapat difinisikan sebagai kecurangan yang
dilakukan oleh menejer dalam bentuk salah saji material laporan keuangan yang
merugikan investor dan kreditor, atau dapat didefinisikan dengan suatu kecurangan
yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah
dalam menutupi kebenaran kondisi laporan keuangan biasanya dengan cara
merekayasa laporan keuangan (financial engineering) yang bertujuan untuk
memperoleh keuntungan pribadi.

2.1.2 Faktor-Faktor Pemicu Fraud


Penelitian tradisional pertama kali tentang Fraud yang dilakukan oleh Donald R.
Cressey yang dikutip oleh Tuanakotta (2010) membuat suatu model klasik untuk
menjelaskan occupational offender atau pelaku fraud dalam hubungan kerja, dan
penelitian tersebut diterbitkan dengan judul Peoples Money: A Study in the Social
Physicology of Emblezzment dengan hipotesis terakhir:
Trusted person become trust violators when they conceive of themselves as having a
financial problems can be secretly resolved by violation of the position of financial trust,
and are able to apply to their own conduct in that situation verbalizations which enable
them to adjust their conception of themselves as trusted person with their
concendptions of themselves as users of the entrusted funds or property.
Yang berarti bahwa orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika
ia melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah keuangan yang tidak
dapat diceritakannya kepada orang lain, sadar bahwa masalah ini secara diam-diam
dapat diatasi dengan menyalahgunakan wewenangnya sebagai pemegang
kepercayaan di bidang keuangan, dan tindak tanduk sehari-hari memungkinkan
menyesuaikan pandangan mengenai dirinya sebagai seseorang yang bisa dipercaya
dalam menggunakan dana atau kekayaan yang dipercayakan.
Sedangkan berdasarkan dalam penelitian Cressey (2006), Penyebab atau pemicu
fraud dibedakan atas tiga hal yang dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Tekanan (Pressure/ Incentive) yang merupakan motivasi seseorang untuk melakukan
fraud. Motivasi melakukan fraud, antara lain motivasi ekonomi, alasan emosional (iri/
cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi), nilai (values) dan apa pula karena
dorongan keserakahan. Menurut SAS no. 99, terdapat empat jenis kondisi yang umum
terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut antara
lain adalah financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial
targets.
2. Adanya kesempatan / peluang (Opportunity) yaitu kondisi atau situasi yang
memungkinkan seseorang melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur. Biasanya hal
ini terjadi karena adanya internal control perusahaan yang lemah akibat kurangnya
pengawasan, kepercayaan yang berlebihan atas pegawai utaman, penyalahgunaan
wewenang, personil supervise yang tidak kompeten, jumlah pegawai yang tidak
memadai, kurangnya pelatihan, dan kebijakan perusahaan yang tidak jelas (Marshall,
2004:336). Di antara 3 elemen fraud triangle,opportunity merupakan elemen yang
paling memungkinkan untuk diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan
control dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
3. Rasionalisasi (Rationalization) menjadi elemen penting dalam terjadinya fraud, dimana
pelaku mencari pembenaran sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudah melakukan
tindakan tersebut. Para pelaku membuat rasionalisasi bahwa mereka sebenarnya tidak
benar-benar berlaku tidak jujur atau bahwa alasan mereka melakukan penipuan lebih
penting dari pada kejujuran dan integritas (Marshall, 2004:336). Rasionalisasi atau
sikap (attitude), yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam asset yang
dicuri dan alasan bahwa tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang
dicintainya.

2.2 Teori Agen (agency theory)


Teori keagenan pertama kalinya dicetukan oleh Jensen dan meckling (1976) yang
menyatakan bahwa teori keagenan merupakan teori ketiksamaan kepentingan antara
principal dan agen. Teori keagenan timbul disebabkan oleh perbedaan kepentingan,
diaman pihak principal menginginkan pihak agen untuk bertindak sesuai kehendaknya,
yaitu dengan menyajikan semua aktifitas menejemen yang terkait dengan investasi atau
dana perusahaan. Berdasarkan laporan yang disajikan pihak agen (menejemen)
principan dapat menilai kinerja dan alur dana/keuangan perusahaan, sedangkan pihak
agen ingin melakukan sesuatu untuk memaksimalkan utilitasnya dengan cara membuat
laporan yang nampak kelihatan bagus, sehingga kinerjanya dianggap baik.
Dalam hubungan keagenan, manajer memiliki asimetri informasi terhadap pihak
eksternal perusahaan seperti kreditu dan investor (Tarmizi, 2012). Asimetri informasi
terjadi ketika agen (manejemen) memiliki informasi internal perusahaan yang lebih
lengkap dan relative lebih cepat dibandingkan dengan pihak principal. Kondisi ini yang
memberikan kesempatan kepada manajer untuk menggunakan informasi yang
diketahuinya untuk memanipulasi laporan keuangan sebagai usaha untuk
memaksimalkan kepentingannya (Scott, 1997). Teori keagenan menggunakan tiga
asumsi sifat manusia, yaitu (Eisenhardt,1989 ; Tarmizi, 2012):
1. Manusia pada umumnya mementingkan kepentingan diri sendir.
2. Manusia memiliki daya piker terbatas mengenai persepsi masa mendatang, dan
3. Manusia selalu menghindari resiko.

2.3 Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governace)


Corporate governance telah mengundang banyak perhatian yang cukup besar
ditengah krisis keuangan global dan sekarang muncul sebagai isu sentral bagi regulator
dan perusahaan public (Kedia, 2012). Disebabkan karena adanya asimetri informasi
antara pihak agen dengan principal, maka muncullah corporate governace untuk
memastikan kepada pihak principal bahwa dana yang ditanamkan telah dialokasikan
dan digunakan secara tepat dan efisien. Forum For Corporate Governance in
Indonesia/FCGI (2001b) mendefinisikan Corporate Governance sebagai seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan
internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka,
sehingga menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders).
Sedangakan pengertian corporate governance menurut rezaee (2007) adalah
suatu proses yang dipengaruhi oleh undang-undang, mekanisme hukum, peraturan,
kontrak dan berbasis pasar, serta praktek-praktek terbaik untuk menciptakan dan
memperkuat nilai pemegang saham sekaligus melindungi kepentingan pemegang
saham lainnya. Sehingga, peran corporate governance adalah untuk melindungi
pemegang saham dan kepentingan stakeholders lainnya dengan membatasi prilaku
oportunistik manajer yang mengontrol kepentingan mereka (Kedia, 2012).
Penerapan corporate governance memberikan empat manfaat (FCGI, 2001),
yaitu: (1) meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan
keputusan yang lebih baik, meningkatkan efisiensi perusahaan, serta lebih
meningkatkan pelayanan kepada stakeholders, (2) mempermudah diperolehnya dana
pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigit (karena factor kepercayaan) yang pada
ahirnya akan meningkatkan corporate value, (3) mengembalikan kepercayaan investor
untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dan (4) pemegang saham akan merasa
puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholderss
value dan dividen.
Kedia (2012) dalam jurnalnya melaporkan bahwa corporate governance
berkenaan dengan kepemimpinan dan akuntabilitas digunakan untuk: (1) efisiensi dan
efektifitas operasi untuk bersaing di pasar global, dan (2) pengungkapan indikator
kinerja utama keuangan dan non keuangan yang akurat, lengkap, dan transparan
mengenai kinerja perusahaan, etika, kegiatan lingkunan dan sosial ekonomi. Salah satu
tanggung jawab utama partisipan corporate governance adalah untuk memastikan
kualitas, integritas, keandalan, transparansi laporan / informasi keuangan dan untuk
memberikan keyakinan yang memadai bahwa laporan yang disajikan terbebas dari
salah saji yang disebabkan oleh kesalahan atau kecurangan.
Dengan demikian, corporate governance yang efektif akan mempromosikan
berkenaan dengan akuntabilitas perusahaan/organisasi, meningkatkan keandalan dan
kualitas informasi keuangan, memperkuar integritas dan efisiensi pasar modal, dan
meningkatkan kepercayaan investor. Sedangkan corporate governance yang buruk
akan merugikan dan mempengaruhi terhadap potensi, kinerja, kualitas laporan
keuangan, akuntabilitas perusahaan/organisasi, inefisiensi di pasar modal dan
hilangnya kepercayaan investor.

III Metode Penelitian


3.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Menurut
Bogdan dan Taylor dalam Moleong (2011:4), metode kualitatif adalah sebagai prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang danprilaku yang dapat diamati. Dengan metode ini penulis berupaya untuk
memberikan gambaran dengan terperinci tentang fenomena yang menjadi
permasalahan tanpa melakukan hipotesa dan perhitungan statistik. Penelitian ini
menganalisis keefektivan peran partisipan corporate governance dalam mencegah
terjadinya fraud di organisasi.

3.2 Teknik pengumpulan data


3.2.1 Jenis data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,yaitu berupa
penjelasan mengenai pandangan dan pendapat corporate governace dari para ahli
(pakar), akademisi, maupun para praktisi melalui penulusuran buku-buku dan literature
lainnya yang relevan dengan permasalahan yang akan di bahas.
3.2.2 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder. Data
sekunder dalam penelitian ini berasal dari para ahli (pakar), akademisi, maupun para
praktisi melalui penulusuran buku-buku dan literature lainnya yang relevan dengan
permasalahan yang akan di bahas.
3.2.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan kajian pustaka (library research),
yaitu melakukan analaisis terhadap peran partisipan corporate governance dalam
mencegah kecurangan (fraud) di organisasi, serta mempelajari buku atau sumber-
sumber yang menghimpun pendapat-pendapat para ahli baik diperpustakaan maupun
melalui internet sesuai dengan issue yang di teliti.
3.3 Teknik analisis data
setelah data-data terkumpul peneliti menganalisis data dengan menggunakan Model
Mile and Huberman sebagai berikut:
1. Reduksi data (data reduction)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih ha-hal pokok, memfokuskan pada ha-hal
yang penting, dicari pola dan temanya. Dengan demikian data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya dila diperlukan. Peneliti
merangkum dan memilih hal-hal yang pokok dari hasil berbagai literature berkenaan
dengan corporate governance.
2. Display data (data display)
Mendisplay data adalah penyajian data yang dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dengan mendisplay data, maka akan
mempermudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
bersarkan apa yang telah dipahami tersebut.
3. Kesimpulan
Kesimpulan merukan hasil dari dari pembahasan. Setelah peneliti melakukan dua steps
sebelumnya, maka langkah selanjunya menyimpulkan hasil dari penelitian dan
menjawan permasalahan peneliti.

IV Hasil dan Pembahasan


4.1 Relevansi Corporate Governance dengan Fraud
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kadia, et al (2012) menunjukkan
bahwa permintaan di masa mendatang untuk peningkatan corporate governance
sangat tinggi yaitu sebesar 82 persen untuk memerangi kecurangan yang ada. hal ini
mengindikasikan bahwa tata kelola perusahaan yang baik akan mengurangi tindakan-
tindakan illegal yang dilakukan oleh pihak agen (manejemen) yang berkaitan dengan
kecurangan laporan keuangan perusahaan. Aspek-aspek dari corporate governance
yang efektif dalam memerangi kecurangan akan mempromosikan berkenaan dengan
akuntabilitas, meningkatkan keandalan dan kualitas informasi keuangan serta dapat
mengurangi kecurangan yang ada.
Menurut Iskander dan Chamlou (2000), elemen penting dalam corporate
governance adalah keterbukaan dan transparansi. Untuk menghindari kecurangan yang
dilakukan oleh pihak agen yang disebabkan karena adanya asimetri informasi antara
agen dan principal, maka diperlukannya keterbukaan dan transparansi informasi mulai
dari alur dana/keuangan perusahaan sampai dengan kegiatan agen (menejemen).
Keterbukaan dan transparansi tidak akan terjadi atau dilakukan apabila pihak agen
memiliki kepentingan dan informasi privat yang mendukung kepentingannya. Kondisi
seperti ini akan terjadi jika dalam perusahaan terdapat menejemen yang memiliki andil
sebagai pemilik. Semakin besar kepemilikan persentasenya, maka keterbukaan dan
transparansi semakin kecil.

4.2 Peran Antifraud Dewan Direksi


Dewan direksi memaikan peran penting dalam mencegah terjadinya kecurangan
yang ada, karena dewan direksi yang memastikan dan menjamin bahwa semua
rentetan kegiatan yang di organisasi telah memenuhi dan sesuai dengan peraturan-
peraturan yang berlaku secara umum, serta bertanggung jawab untuk melindungi
kepentingan investor perusahaan dan memastikan bahwa investasi mereka
dialokasikan dengan baik dan tepat untuk peningkatan laba perusahaan. Efektifitas
tidaknya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh dewan direksi tergantung pada
independensi, kewenangan, kualifikasi-nya.
Dalam mencegah dan memerangi fraud yang harus dilakukan oleh dewan direksi
adalah:
Pertama, aktif mengevaluasi kinerja manajemen, kompensasi dan hubungannya
dengan penilaian resiko. Artinya dewan direksi berkewajiban melakukan review
terhadap kinerja menejemen secara berkala karena berdasarkan teori keagenan,
menejemen (agen) dan pemilik modal (principal) memiliki kepentingan yang berbeda.
Dengan adanya perbedaan kepentingan dan asimetri informasi, maka pihak agen
memanfaatkannya untuk mencapai kepentingannya yaitu mendapatkan kompensasi
atas prestasinya, namun hal ini yang akan memicu para agen untuk menampilkan
laporan keuangan yang cantik kepada pihak principal agar kinerja dari pihak agen
(menejemen) nampak bagus di depan principal (pemilik modal).
Kedua, mengawasi pelaksanaan prosedur antifraud, menurut Zabihollah Rezaee
et al (2012) antifraud programs yang efektif harus dapat mengalangi, mencegah dan
mendeteksi semua tipe model kecurangan baik dari kesalahan penyajian informasi
laporan keuangan, penyalahgunaan aset, dan korupsi (employee fraud). Untuk
memastikan dan menjamin bahwa semua kegiatan perusahaan dan pengendalian
internalnya telah memadai, maka dewan direksi harus melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan prosedur antifraud yang ada di organisasi yang bersangkutan.
Apakah semua karyawan mulai dari tingkatan menejemen senior hingga karyawan telah
menjalankan prosedur antifraud atau belum.
Ketiga, melakukan pengawasan terhadap kefektifan proses pelaporan akuntansi,
artinya dewan direksi melakukan pengawasan terhadap kegiatan menejemen keuangan
dan akuntansi mulai pengumpulan bukti transaksi hingga pelaporan keuangan kepada
pihak stakeholders (publikasi laporan keuangan). Hal ini memiliki peranan penting
dalam mencegah fraud, karena sebagian besar para pelaku kecurangan bermain di
pelaporan keuangan, sebagai contoh atas kasus kecurangan laporan keuangan yang
disebabkan karena lemahnya pengawasan terhadap keefektifan pelaporan akuntansi,
yaitu sebagaimana yang dilaporkan oleh Sorkin (2010) bahwa penegakan departemen
kehakiman telah membawa kasus sebanyak 343 pidana dan 189 terdakwa atas
kegiatan penipuan mereka yang merugikan lebih dari 120.000 korban atau lebih dari $ 8
miliar di ahir tahun di amerika serikat.
Keempat, melakukan pengawasan terhadap pengendalian internal organisasi,
untuk menghindari kecurangan, baik kecurangan pada laporan keuangan,
penyalahahgunaan asset dan korupsi, maka dewan direksi memastikan bahwa
pengendalian internal organisasi berjalan dengan sebagaimana mestinya dan
memadai.

4.3 Peran Antifraud Menejemen


Tim manejemen puncak terdiri dari Chief Executive Officer (CEO) dan Chief
Financial Officer (CFO) yang bertanggung jawab untuk menjalankan perusahaan,
mengelola sumber daya dan mengoperasikan perusahaan, serta memverifikasi
keakuratan dan kelengkapan laporan keuangan. Efektifitas fungsi menejerial tergantung
pada penyelarasan kepentingan menejemen dengan pemegang saham. Menejemen
perusahaan bertanggung jawab untuk menyajikan laporan/informasi keuangan
perusahaan yang berkualitas tinggi, handal, transparan, akurat, seta terbebas dari salah
saji material yang disebabkan oleh kesalahaan dan penipuan.
Kebijakan antifraud, prosedur dan praktek menejemen harus membahas tanggung
jawab menejemen untuk: (1) Mengadopsi pendekatan proaktif terhadap pencegahan
fraud. Artinya menejemen perusahaaan harus proaktif dan responsif dalam mencegah
fraud sejak dini, (2) Merancang dan melaksanakan pengendalian intern, serta
memantau proses keuangan, artinya seorang menejemen di sisni harus memperhatikan
secara tepat dan betul berkenaan dengan pengendalian intern perusahaan/organisasi,
melalui : (a) adanya pemisahaan tugas yang tepat; (b) pengendalian aset secara fisik,
artinya seorang menejemen harus mengetahui dan mengatur gerak-gerik barang
(masuk, keluar, dan penyimpanannya) dan terdapat otorisasi yang tepat; (c)
pengendalian persediaan secara real-time, artinya seorang menejemen harus
mengetahui dan mengikuti dimana, berapa quantitas, dan bagaimana persediaan
perusahaan/organisasi secara on time. Untuk mengetahui persediaan secara real-time
dan atau on time melaui pemberian bar code atau ditanam dengan radio chip untuk
merekam keberadaannya; (d) melakukan pencocokan dokumen, artinya seorang
menejemen secara rajin dan tanggap dalam melakukan pencocokan dokumen-
dokumen mulai dari order pembelian, order penjualan,dokumen penerimaan barang,
dokumen pengiriman barang, dan nota tagihan, sedangkan untuk pengendalian proses
keuangan dengan melakukan: (a) peningkatan dan pengembangan sistem dan teknik
dokumentasi, (b) pengendalian sistem informasi akuntansi, (c) pengendalian terhadap
sumber data dan melakukan pemberian pre- numbered accountable forms; (3)
Menghasilkan laporan keuangan yang dapat diandalkan yang terbebas dari salah saji
material yang disebabkan oleh kesalahan maupun kecurangan, (4) Merancang dan
mengimplementasikan kebijakan dan prosedur antifraud secara efektif, (5) Menilai dan
melaporakan efektivitas pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
4.4 Peran Antifraud Auditor Internal
Auditor internal memberikan jasa layanan konsultasi kepada perusahaan dibidang
efisiensi operasional, menejemen resiko, pengendalian internal, pelaporan keuangan,
program dan kebijakan antifraud dan proses tata kelola perusahaan. Auditor internal
dalam memenuhi tanggung jawabnya sebagai antifraud harus:
1. Mengembangkan dan memelihara pengetahuan yang cukup untuk mengindentifikasi
indikator fraud. Artinya Mengembangkan dan memelihara pengetahuan yang cukup,
seorang auditor internal harus selalu me-upgrade dan me-update pengetahuannya
untuk bisa mengindentifikasi gejala-gejala kecurangan yang terjadi dengan mengikuti
pelatihan dan pembinaan berkenaan dengan tugas pokok seorang audito. Mengingat
SA seksi 210 dalam SPAP, 2001, Audit harus dilaksanakan oleh seseorang yang
memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup dan memadai untuk menjadi seorang
auditor dan SA seksi 230 dalam SPAP,2001 dalam pelaksanaan audit akan
penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan
cermat dan seksama (SA seksi 230 dalam SPAP,2001).
2. Melaksanakan dan memantau kebijakan dan prosedur antifraud yang dibuatnya/
didirikannya. Artinya seoarang auditor dituntut untuk berperan aktif dan ektra dalam
mengetahui apakah semua elemen sumberdaya yang ada di organisasi/perusahaan
telah mengikuti kebijakan dan prosedur antifraud yang dibuatnya sebelunya atau tidak
yaitu dengan cara melakukan penggunaan operasi penyamaran, maksudnya auditor
dalam melakukan pemantauan dilakukan dengan tertutup, terselubung atau diam-diam.
3. Mengadopsi pendekatan proaktif dalam mendeteksi korupsi, penyalahgunaan asset,
dan kecurangan laporan keuangan. Artinya seorang auditor lebih responsive ataupun
tanggap terhadap pencegahan dan pendeteksia kecurangan secara dini, melalui (a)
pemanfaatan teknik audit investigasi dalam kejahatan terorganisis, (b) penelusuran
terhadap jejak-jejak uang, (c) memanfaatkan penggunaan teknik interogasi.
4. Memeriksa dan menilai efektivitas sistem pengendalian intern.
5. Rencana audit sesuai dengan standar industri yang berlaku umum. auditor dalam
melakukan pengauditan untuk melakukan pencegahan dan pendeteksian kecurangan
diamana rencana audit yang digunakan harus yang terbaru dan berlaku umum.
6. Memberikan masukan ke dalam penilaian menejemen

V. Daftar Pustaka
Black, W. K. 2010. Epidemics of Control Fraud lead to Recurrent, Intensifying Bubbles
and
Crises, working paper, University of Missouri-Kansas City, SSRN-id 1590447.
B.Romney Marshall Paul John steinbart. 2004. Accounting information systems. Salemba
empat: Jakarta
Cressey, D. R. 1973. Other Peoples Money. Montclair: Patterson Smith. p. 30.
FCGI. 2001. Corporate Governance: Tata Kelola Perusahaan. Jilid I. FCGI,Edisi ke-3.
FCGI. 2001. Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate
Governance (Tata Kelola Perusahaan). Jilid II. FCGI. Edisi ke-2.
IAI. 2001. Standar Profesi Akuntan Publik. Jakarta. Salemba Empat.
Iskander, Magdi R. dan Nadereh Chamlou. 2000. Corporate Governance: A Framework for
Implementation. The International Bank for Reconstruction and Development. The
World bank.
Rezaee, Z. 2007. Corporate Governance Post-Sarbanes-Oxley. John Wiley & Sons,
Inc.,
Hoboken, New Jersey.
Sorkin, A.R. 2010. Pulling Back the Curtain on Fraud Inquiries, The New York Times
(december 6, 2010).
Scott, William R. 1997. Financial Accounting Theory. International Edition. New Jersey:
Prentice-Hall, Inc.
Theodorus M. Tuanakotta, 2010, Akuntansi Forensic Dan Audit Investigatife, Salemba
Empat: Jakarta.
Viva Yustitia Rini, Tarmizi Achmad. Analisis prediksi potensi risiko fraudulent financial
statement melalui fraud score model. Diponegoro journal of accounting.Volume 1
Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 1-15
Zabihollah Rezaee, Ben L. Kedia. Role of corporate governance participants in preventing
and Participants in preventing and detecting financial statement. Journal of Forensic &
Investigative Accounting Vol. 4, Issue 2, 2012

Anda mungkin juga menyukai