Anda di halaman 1dari 20

Tuberkulosis Paru

Definisi

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit


parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius
yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan
menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).

Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang


disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Epidemiologi TB Paru

WHO menyatakan bahwa dari sekitar 1,9 milyar manusia, sepertiga penduduk dunia
ini telah terinfeksi oleh kuman tuberkulosis. Pada tahun 1993 WHO juga menyatakan bahwa
TB sebagai reemerging disease. Angka penderita TB paru di negara berkembang cukup
tinggi, di Asia jumlah penderita TB paru berkisar 110 orang penderita baru per 100.000
penduduk. Hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka
prevalensi TB BTA positif secara nasional 110 per 100.000 penduduk. Secara regional
prevalensi TB BTA positif di Indonesia dikelompokkan dalam 3 wilayah, yaitu:

1. wilayah Sumatera angka prevalensi TB adalah 160 per 100.000 penduduk

2. wilayah Jawa dan Bali angka prevalensi TB adalah 110 per 100.000 penduduk

3. wilayah Indonesia Timur angka prevalensi TB adalah 210 per 100.000 penduduk.

Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah 68 per 100.000
penduduk. Berdasar pada hasil survey prevalensi tahun 2004, diperkirakan penurunan insiden
TB BTA positif secara Nasional 3-4 % setiap tahunnya.

Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini bersifat


aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki konsentrasi tinggi
seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini
cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam
di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur
lama) selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002; Aditama, 2002).

Gejala-gejala Tuberkulosis

Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008), adalah :

- Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.

- Dahak bercampur darah.

- Batuk berdarah.

- Sesak napas.

- Badan lemas.

- Nafsu makan menurun.

- Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.

- Demam meriang lebih dari satu bulan.

Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment shortcourse) gejala
utamanya adalah batuk berdahak dan/atau terus-menerus selama tiga minggu atau lebih.
Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat ditetapkan sebagai tersangka. Gejala
lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa dengan pemeriksaan
mikroskopis.(Widoyono, 2008)

Patofisiologi

M. tuberculosis umumnya ditularkan dari seseorang dengan infeksi TB paru atau TB


laringeal kepada orang lain melalui droplet nuclei, yang ter-aerosolisasi oleh batuk, bersin
atau berbicara. Ada sebanyak 3000 nuclei infeksius per batukan. Droplet yang terkecil (<5-
10mm dalam diameter) dapat bertahan tersuspensi di udara selama beberapa jam dan
mencapai aliran udara terminal ketika terinhalasi. Ada dua pengecualian lain yang dilaporkan
adalah prosector's wart (kutil pada orang yang mendiseksi mayat) disebabkan inokulasi pada
kulit dari instrumen tajam yang terkontaminasi dan penularan orang-ke-orang
melaluibronkoskop yang terkontaminasi. Resiko penularan dari pasien sumber infeksi ke
pejamu dihubungkan dengan konsentrasi potensial dari basil yang hidup terus di ruang udara.
Resiko penularan menjadi lebih besar pada ruangan yang kekurangan volume udara, udara
segar, dan cahaya alami atau cahaya ultraviolet (Fitzpatrick & Braden, 2000; Raviglione &
OBrien, 2005).

Sedangkan menurut Karnadihardja (2004), ada dua macam mikobakteria penyebab


TB, yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita
mastitis tuberkulosa, dan bila diminum, dapat menyebabkan TB usus. Basil tipe human bisa
berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TB terbuka. Orang yang
rentan dapat terinfeksi TB bila menghirup bercak ini, ini merupakan cara penularan
terbanyak. Selanjutnya, dikenal empat fase dalam perjalanan penyakitnya. Pertama adalah
fase TB primer. Setelah masuk ke paru, basil berkembang biak tanpa menimbulkan reaksi
pertahanan tubuh. Sarang pertama ini disebut afek primer. Basil kemudian masuk ke kelenjar
limfe di hilus paru dan menyebabkan limfadenitis regionalis. Reaksi yang khas adalah
terjadinya granuloma sel epiteloid dan nekrosis pengejuan di lesi primer dan di kelenjar limfe
hilus. Afek primer dan limfadenitis regionalis ini disebut kompleks primer yang bisa
mengalami resolusi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat, atau membentuk fibrosis dan
kalsifikasi (95%) (Karnadihardja, 2004).

Sekalipun demikian, kompleks primer dapat mengalami komplikasi berupa


penyebaran milier melalui pembuluh darah dan penyebaran melalui bronkus. Penyebaran
milier menyebabkan TB di seluruh paru-paru, tulang, meningen, dan lain-lain, sedangkan
penyebaran bronkogen langsung ke bronkus dan bagian paru, dan menyebabkan
bronkopneumonia tuberkulosis. Penyebaran hematogen itu bersamaan dengan perjalanan TB
primer ke paru merupakan fase kedua. Infeksi ini dapat berkembang terus, dapat juga
mengalami resolusi dengan pembentukan jaringan parut dan basil selanjutnya tidur
(Karnadihardja, 2004).

Fase dengan kuman yang tidur ini yang disebut fase laten, fase 3. Basil yang tidur ini
bisa terdapat di tulang panjang, vertebra, tuba fallopii, otak, kelenjar limfe hilus dan leher,
serta di ginjal. Kuman ini bisa tetap tidur selama bertahun tahun, bahkan seumur hidup
(infeksi laten), tetapi bisa mengalami reaktivasi bila terjadi perubahan keseimbangan daya
tahan tubuh, misalnya pada tindak bedah besar, atau pada infeksi HIV (Karnadihardja, 2004).
TB fase keempat dapat terjadi di paru atau di luar paru. Dalam perjalanan selanjutnya,
proses ini dapat sembuh tanpa cacat, sembuh dengan meninggalkan fibrosis dan kalsifikasi,
membentuk kavitas (kaverne), bahkan dapat menyebabkan bronkiektasis melalui erosi
bronkus (Karnadihardja, 2004).

Frekuensi penyebaran ke ginjal amat sering. Kuman berhenti dan bersarang pada
korteks ginjal, yaitu bagian yang tekanan oksigennya relatif tinggi. Kuman ini dapat langsung
menyebabkan penyakit atau tidur selama bertahun-tahun. Patologi di ginjal sama dengan
patologi di tempat lain, yaitu inflamasi, pembentukan jaringan granulasi, dan nekrosis
pengejuan. Kemudian basil dapat turun dan menyebabkan infeksi di ureter, kandung kemih,
prostat, vesikula seminalis, vas deferens, dan epididimis (Karnadihardja, 2004).

Penyebaran ke kelenjar limfe paling sering ke kelenjar limfe hilus, baik sebagai
penyebaran langsung dari kompleks primer, maupun sebagai TB pascaprimer. TB kelenjar
limfe lain (servikal, inguinal, aksial) biasanya merupakan TB pascaprimer (Karnadihardja,
2004).

Penyebaran ke genitalia wanita melalui penyebaran hematogen dimulai dengan


berhenti dan berkembang biaknya kuman di tuba fallopii yang sangat vaskuler. Dari sini basil
bisa menyebar ke uterus (endometritis), atau ke peritoneum (peritonitis) (Karnadihardja,
2004).

Penyebaran ke tulang adalah daerah metafisis tulang panjang dan ke tulang spongiosa
yang menyebabkan TB tulang ekstraartikuler. Penyebaran lain dapat juga ke sinovium dan
menjalar ke tulang subkondral. Penyebaran ini menyebabkan TB sendi. Penyebaran dari
metafisis ke epifisis tidak pernah terjadi karena sifat cakram epifisis yang avaskular
(Karnadihardja, 2004).

Penyebaran ke otak dan meningen juga melalui penyebaran hematogen setelah


kompleks primer. Berbeda dengan penyebaran di atas, penyebaran ke perikardium terjadi
melalui saluran limfe atau kontak langsung dari pleura yang tembus ke perikardium
(Karnadihardja, 2004).

Kekebalan terhadap TB sebagian besar diperantarai sel limfosit T yang atas


rangsangan basil TB dapat mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan basil dengan cara
lisis (bakteriolisis) (Karnadihardja, 2004)
CA Paru

Definisi

Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari salurannapas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan selyang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal.Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra kanker. Perubahanpertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yangditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.

Epidemiologi

Pada awal Abad ke-20, kanker paru menjadi masalah global. Kanker paru
merupakan kanker yang paling sering di dunia. Saat ini, 1,2 juta orang meninggal karena
kanker paru-paru setiap tahun dan kejadian global kanker paru-paru semakin meningkat
(Hansen, 2008).

WHO World Report 2000 melaporkan, PMR kanker paru pada tahun 1999 di dunia
2,1%. Menurut WHO, Cause Specific Death Rate (CSDR) kanker trakea, bronkus, dan paru
di dunia 13,2 per 100.000 penduduk dengan PMR 2,3% (WHO, 2004).

World Health Organisation (WHO) tahun 2007 melaporkan bahwa insidens penyakit
kanker di dunia mencapai 12 juta penduduk dengan PMR 13 %. Di negara maju seperti
Amerika Serikat dan Inggris, kematian akibat kanker menduduki peringkat kedua setelah
penyakit kardiovaskuler. Salah satu penyakit kanker yang menyebabkan kematian tertinggi di
dunia adalah kanker paru.

Prevalensi kanker paru di Jawa Tengah tahun 2006 sebesar 0,01%. Pada tahun 2007
mengalami penurunan menjadi 0,004%, dan pada tahun 2008 menjadi 0,005%. Prevalensi
tertinggi adalah di Kabupaten Kudus sebesar 0,026% (Dinprov Jateng, 2008).

Atmanto (1992) menyatakan kanker paru merupakan penyakit dengan keganasan


tertinggi diantara jenis kanker lainnya di Jawa Timur dengan angka Case Fatality Rate (CFR)
sebesar 24,1%. Pada Tahun 1998 di RS Kanker Dharmais, kanker paru menem-pati urutan
kedua terbanyak setelah kanker payudara, yaitu sebanyak 75 kasus (Nasar, 2000).
Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat Je nderal PPM & PL di5 rumah
sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera
Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan angka kesakitan disebabkan oleh kanker paru
sebesar 30%. (Depkes RI, 2004).

Etiologi

Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain (Amin, 2006). Dibawah ini akan diuraikan mengenai faktor risiko
penyebab terjadinya kanker paru :

a. Merokok

Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting, yaitu
85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia,
diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada
perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari,
lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).

b. Perokok pasif

Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau
mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko
terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang
yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru
meningkat dua kali (Wilson, 2005). Diduga ada 3.000 kematian akibat kanker paru tiap
tahun di Amerika Serikat terjadi pada perokok pasif (Stoppler,2010).

c. Polusi udara

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya
kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua
kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik
juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas
tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang
lebih tinggi.Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial
ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka,
tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang
ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren
(Wilson, 2005).

d. Paparan zat karsinogen

Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006).

e. Diet

Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene,


selenium, dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru (Amin, 2006).

f. Genetik

Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa
mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul
dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk
juga gen-gen K-ras dan myc) dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb,
p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).

g. Penyakit paru

Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat
sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan
(Stoppler, 2010).

Gejala Klinis

Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila
sudah menampakkan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.
Gejala-gejala dapat bersifat :

Lokal (tumor tumbuh setempat) :

Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

Hemoptisis

Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran nafas

Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

Ateletaksis

Invasi lokal :

Nyeri dada

Dispnea karena efusi pleura

Invasi ke perikardium terjadi tamponade atau aritmia


Sindrom vena cava superior

Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakhialis dan saraf

simpatis servikalis

Gejala Penyakit Metastasis :

Pada otak, tulang, hati, adrenal

Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai metastasis)

Sindrom Paraneoplastik : terdapat 10% kanker paru dengan gejala :

Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam


Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

Hipertrofi osteoartropati

Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

Neuromiopati

Endokrin : sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)

Dermatologik : eritema multiform, hiperkeratosis, jari tabuh

Renal : syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

Asimtomatik dengan kelainan radiologis

Sering terdapat pada perokok dengan COPD yang terdeteksi secara

radiologis.

Kelainan berupa nodul soliter (Amin, 2006).

Patofisiologi

Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut, penurunan
berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati. Kanker paru
dapat bermetastase ke struktur struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka.
Faringitis (Infeksi Faring)

Definisi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus
(40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-lain.

Virus dan bakteri melakukan invasi ke faring dan menimbulkan reaksi inflamasi lokal.
Penyakit ini banyak menyerang anak usia sekolah, orang dewasa dan jarang pada anak umur
kurang dari 3 tahun. Penularan infeksi melalui sekret hidung dan ludah (droplet infection)
(Rusmarjono et al, 2007).

Epidemiologi
Faringitis merupakan penyakit umum pada dewasa dan anak-anak. National
Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital Ambulatory Medical Care Survey
telah mendokumentasikan antara 6,2-9,7 juta kunjungan anak-anak dengan faringitis ke klinik
dan departemen gawat darurat setiap tahun, dan lebih dari 5 juta kunjungan orang dewasa per
tahun (Mary T. Caserta, 2009). Menurut National Ambulatory Medical Care Survey, infeksi
saluran pernafasan atas, termasuk faringitis akut, dijumpa 200 kunjungan ke dokter per 1000
penduduk per tahun di Amerika Serikat (Alan L. Bisno, 2001).
Frekuensi munculnya faringitis lebih sering pada populasi anak-anak. Kira-kira 15-
30% kasus faringitis pada anak-anak usia sekolah dan 10% kasus faringitis pada orang
dewasa terjadi pada musim sejuk adalah akibat dari infeksi Group A Streptococcus. Faringitis
jarang terjadi pada anak-anak kurang dari 3 tahun (John R Acerra, 2013).

Etiologi
1. Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh
virus, termasuk virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau
HIV. Bakteri yang menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A,
korinebakterium, arkanobakterium, Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia
pneumoniae.
2. Virus, 80 % sakit tenggorokan disebabkan oleh virus, dapat menyebabkan demam.
3. Batuk dan pilek. Dimana batuk dan lendir (ingus) dapat membuat tenggorokan
teriritasi.
4. Virus coxsackie (hand, foot, and mouth disease).
5. Alergi. Alergi dapat menyebabkan iritasi tenggorokan ringan yang bersifat kronis
(menetap).
6. Bakteri streptokokus, dipastikan dengan Kultur tenggorok. Tes ini umumnya
dilakukan di laboratorium menggunakan hasil usap tenggorok pasien. Dapat
ditemukan gejala klasik dari kuman streptokokus seperti nyeri hebat saat menelan,
terlihat bintik-bintik putih, muntah muntah, bernanah pada kelenjar amandelnya,
disertai pembesaran kelenjar amandel.

Gejala Klinis

Pada stadium awal, terdapat hiperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat.
Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus, dan kemudian
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemia,
pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna putih,
kuning, abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid Baik pada infeksi virus maupun
bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Selaput lendir yang
melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang
berwarna keputihan atau mengeluarkan nanah. Gejala lainnya adalah:

1. Demam
2. Pembesaran kelenjar getah bening di leher
3. Peningkatan jumlah sel darah putih.

Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri, tetapi lebih
merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri. Kenali gejala umum radang tenggorokan
akibat infeksi virus sebagai berikut:

1. Rasa pedih atau gatal dan kering


2. Batuk dan bersin
3. Sedikit demam atau tanpa demam
4. Suara serak atau parau
5. Hidung meler dan adanya cairan di belakang hidung (George L. Adams, 1997).

Patofisiologi
Organisme yang menghasilkan eksudat saja atau perubahan kataral sampai yang
menyebabkan edema dan bahkan ulserasi dapat mengakibatkan faringitis.Pada stadium awal,
terdapat hiperemia, kemudian edema dan sekresi yang meningkat.Eksudat mula-mula serosa
tapi menjadi menebal atau berbentuk mukus dan kemudian cenderung menjadi kering dan
dapat melekat pada dinding faring.
Dengan hiperemia, pembuluh darah dinding faring menjadi melebar. Bentuk sumbatan
yang berwarna putih, kuning atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tidak
adanya tonsilia, perhatian biasanya difokuskan pada faring dan tampak bahwa folikel limfoid
atau bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral, menjadi
meradang dan membengkak. Tekanan dinding lateral jika tersendiri disebut faringitis lateral.
Hal ini tentu saja mungkin terjadi, bahkan adanya tonsilia, hanya faring saja yang terkena.

Bronkiektasis

Definisi

Definisi Bronkiektasis adalah penyakit paru dengan:Dilatasi patologis bronkus


Disertai obliterasi percabangan selanjutnya Disertai banyak sekret & radang kronis setempat
dimana di tandai dengan perusakan dan pelebaran (dilatasi) abnormal dari saluran pernafasan
yang besar.

Epidemiologi
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat sangat penting pada negara-
negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS,bronkiektasis mengalami penurunan
sering dengan kemajuan pengobbatan. Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk
dengan golongan sosio ekonomi yang renddah. 1,5 data terakhir yang diperoleh dari RSUD
DR. Soetomo tahun 1990 menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan
kata lain didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1.01%) pasien raat inap
Etiologi

1. Infeksi pernapasan

Campak

Pertusis
Infeksi adenovirus

Infeksi bakteri contohnya Klebsiella, Staphylococcus atau Pseudomonas br>-


Influenza

Tuberkulosa

Infeksi jamur

Infeksi mikoplasma

2. Penyumbatan bronkus

Benda asing yang terisap

Pembesaran kelenjar getah bening

Tumor paru

Sumbatan oleh lendir

3. Cedera penghirupan

Cedera karena asap, gas atau partikel beracun

Menghirup getah lambung dan partikel makanan

4. Keadaan genetik

Fibrosis kistik

Diskinesia silia, termasuk sindroma Kartagener

Kekurangan alfa-1-antitripsin

5. Kelainan imunologik

Sindroma kekurangan imunoglobulin

Disfungsi sel darah putih

Kekurangan koplemen

Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa
6. Keadaan lain

Penyalahgunaan obat (misalnya heroin)

Infeksi HIV

Sindroma Young (azoospermia obstruktif)

Sindroma Marfan.

Patofisiologi
Infeksi merusakkan dinding bronkial, sehingga akan menyebabkan hilangnya struktur
penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan mengobstruksi
bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke
jaringan peribronkial, pada kondisi ini timbullah saccular bronchiectasis. Setiap kali dilatasi,
sputum kental akan berkumpul dan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui
bronkus. Bronkiektasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru.
Lobus bawah merupakan area yang paling sering terkena.
Retensi dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan
kolaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi
peradangan akan menggantikan fungsi dari jaringan paru. Pada saat ini kondisi klien
berkembang ke arah insufisiensi pernapasan yang ditandai dengan menurunnya kapasitas
vital (vital capacity), penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terhadap
kapasitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas di mana gas inspirasi saling bercampur
(ventilasi-perfusi imbalance) dan juga terjadi hipoksemia.

Gambaran klinis
1. Batuk-batuk sudah bertahun-tahun, biasanya berawal dari masa kanak-kanak. Dahak
Jumlah dahakmakin lama makin banyak, terutama pagi hari sewaktu bangun tidur
Dahak berkisar antarabisa sampai sekitar 1 gelas atau lebih setiap pagi mukopurulen
(saat remisi) sampai purulen (saat eksaserbasi akut)
2. Dahak 24 jam (tidak diencerkan/dikocok/diaduk):
lapis bawah: nanah kental dg gumpalan2 => sisa2 jaringan bronkus yg nekrotis
lapis tengah: agak keruh, keatas semakin jernih
Dahak lapis atas: berbusa. Penderita sering mengeluh sesak (tanpa suara, berbau
nanah atau berbau busuk) kalau bekerja sdkt saja
3. Hemoptoe (dari sedikit sampai banyak) pada separuh penderita Suhu badan agak
hangat-hangat sedikit (tanda infeksi kronis). Suhu badan akan meninggi kalau sedang
eksaserbasi akut

Secara umum gambaran klinis pada kasus bronkiektasis antara lain:


jari tabuh (clubbing fingers) = kuku gelas arloji (hour glass nails) gejala ini
menunjukkan adanya hipoksemia kronis
Palpasi toraks (daerah bronkus yang terserang): vibrasi di dekat hilus, saat gumpalan
dahak melintasi cincin tulang rawan dinding bronkus. Auskultasi (daerah bronkus
yang terserang): ronki basah sedang sampai kasar para-hiler dan/atau parakardial
(tergantung letak bronkus yang terserang)

Gejala
batuk menahun dengan banyak dahak yang berbau busuk
batuk darah
batuk semakin memburuk jika penderita berbaring miring
sesak napas yang semakin memburuk jika penderita melakukan aktivitas
penurunan berat badan
lelah
clubbing fingers (jari-jari tangan menyerupai tabuh genderang)
wheezing (bunyi napas mengi/bengek)
warna kulit kebiruan
pucat
bau mulut.

Cystic Fibrosis

Definisi
Fibrosis kistik adalah kelainan genetik yg bersifat resesis heterogen(dari ayah dan ibu
keduanya harus punya) dengan gambaran patobiologik yang mencerminkan mutasi pada gen
regulator transmembran fibrosis kistik
Fibrosis Kistik adalah suatu penyakit keturunan yang menyebabkan kelenjar tertentu
menghasilkan sekret abnormal, abnormal dan akhirnya yang mempengaruhi saluran
pencernaan dan paru-paru.
Fibrosis kistik adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan infeksi
endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi pankreas dengan
gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal.
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi
exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi
urogenital.
Umumnya pasien-pasien dengan fibrosis kistik datang pada ahli THT karena penyakit
sinonasal yang dikeluhkannya. Kemajuan perkembangan bidang THT saat ini juga menduga
bahwa penyakit otitis media dan adenotonsiler dapat muncul atau merupakan komplikasi
fibrosis kistik, dimana secara prevalensi dan patofisiologis sama dengan pasien-pasien yang
tanpa fibrosis kistik. Otitis media sebenarnya prevalensinya lebih jarang terjadi pada pasien
dengan fibrosis kistik dibanding pasien tanpa fibrosis kistik sehingga masih terdapat
kontoversial.
Cystic fibrosis merupakan gangguan monogenic yang ditemukan sebagai penyakit
multisistem. Penyakit ini ditandai dengan adanya infeksi bakteri kronis pada saluran napas
yang pada akhirnya akan menyebabkan bronciectasis dan bronchiolectasis, insufisiensi
exokrin pancreas, dan disfungsi intestinal, fungsi kelenjar keringat abnormal, dan disfungsi
urogenital.
Cystic fibrosis adalah suatu gangguan kronik multisistem yang ditandai dengan
infeksi endobronkial berulang, penyakit paru obstruktif progresif dan insufisiensi pankreas
dengan gangguan absorbsi/malabsorbsi intestinal. Kelainan ini merupakan kelainan genetik
yang bersifat resesif heterogen dengan gambaran patobiologis yang mencerminkan mutasi
pada gen-gen regulator transmembran fibrosis kistik (cystic fibrosis transmembrane
conductance regulator/CFTR).
Epidemiologi
Dari data statistik di Amerika, frekwensi angka kejadian fibrosis kistik terbanyak pada
ras kulit putih sekitar 1 per 3500 kelahiran hidup, sedang ras negro berkisar 1 per 17000
kelahiran hidup. Secara internasional insiden bervariasi antara 1 per 377 perkelahiran hidup
di Inggris sampai dengan 1 per 90000 perkelahiran hidup di Asia. Tidak ada predileksi angka
kejadian ini antara pria dan wanita.
Mortalitas dan mordibitas angka survival secara median bervariasi antara negara satu
dan negara yang lain. Data tertinggi didapatkan di Amerika dan Kanada yaitu antara usia 28
dan 32 tahun, sedang angka median survival umur penderita di Amerika latin adalah 6 tahun.
Penyebab kematian umumnya adalah kegagalan sistem pernafasan dan cor pulmonale.
Dengan pengobatan dan tindakan pembedahan yang berkembang, data statistik diatas
sudah mulai bergeser. Saat ini penderita dengan fibrosis kistik di Amerika dapat bertahan
hidup lebih dari 40 tahun.
Diagnosis dapat ditegakkan rata-rata pada usia 6 8 bulan. Pasien dengan fibrosis
kistik dua per tiganya dapat didiagnosis pada usia satu tahun.
Etiologi
Cystic fibrosis merupakan penyakit yang diwariskan secara resesive autosomal. Gen
yang bertanggung jawab terhadap terjadinya CF telah diidentifikasi pada tahun 1989
sebagai cystic fibrosis transmembrane-conductance regulator glycoprotein (CFTR gene)
yang terletak pada lengan panjang kromosom no 7.
Protein CFTR merupakan rantai polipeptida tunggal, mengandung 1480 asam amino,
yang sepertinya berfungsi untuk cyclic AMPregulated Cl channel dan dari namanya,
mengatur channel ion lainnya. Bentuk CFTR yang terproses lengkap ditemukan pada
membran plasma di epithelial normal. Penelitian biokimia mengindikasikan bahwa mutasi
F508 menyebabkan kerusakan proses dan degradasi intraseluler pada protein CFTR.
Sehingga alpanya CFTR pada membrane plasma merupakan pusat dari patofisiologi
molecular akibat mutasi F508 dan mutasi kelompok I-II lainnya. Namun, mutasi kelompok
III-IV menghasilkan protein CFTR yang telah diproses lengkap namun tidak berfungsi atau
hanya sedikit berfungsi pada membrane plasma.
Gen CFTR ini membuat protein yang mengontrol perpindahan garam dan air di dalam
dan di luar sel di dalam tubuh. Orang dengan cystic fibrosis, gen tersebut tidak bekerja
dengan efektif. Hal ini menyebabkan kental dan lengketnya mucus serta sangat asinya
keringat yang dapat menjadi cirri utama dari cystic fibrosis.
Mekanisme terjadinya malfungsi sel pada cystic fibrosis tidak diketahui secara pasti.
Sebuah teori menyebutkan bahwa kekurangan klorida yang terjadi pada protein CFTR
menyebabkan akumulasi secret di paru-paru yang mengandung bakteri yang tidak terdeteksi
oleh system imun. Teori yang lain menyebutkan bahwa kegagalan protein CFTR
menyebabkan peningkatan perlawanan produksi sodium dan klorida yang menyebabkan
pertambahan reabsorbsi air, menyebabkan dehidrasi dan kekentalan mucus. Teori-teori
tersebut mendukung sebagian besar observasi tentang terjadinya kerusakan di cystic fibrosis
yang menghambat jalanya organ yang dibuat dengan secret yang kental. Hambatan ini
menyebabkan perubahan bentuk dan infeksi di paru-paru, kerusakan pada pancreas karena
akumulasi enzim digestive, hambatan di usus halus oleh kerasnya feses dll.
Manifestasi Klinis
Manifestasi cystic fibrosis yang umum pada tahun pertama atau kedua kehidupan
pada traktus respiratorius yang paling sering batuk dan/atau infiltrate pulmoner. Sebagian
besar gejala dari cystic fibrosis adalah disebabkan oleh banyaknya mucus. Gejala umumnya
adalah:
1. Batuk persisten yang disertai sputum dan semakin memburuk
2. Batuk dari efek bronkitis dan pneumonia yang dapat menimbulkan inflamasi dan
kerusakan permanen paru
3. Peningktan volume sputum
4. Penurunan fungsi pulmoner
5. Obstruksi hidung
6. Dispnea
7. Nasal discharge yang makin memburuk
8. Demam
9. Dehidrasi
10. Diare
11. Nafsu makan besar tetapi tidak menambah berat badan dan pertumbuhan (cenderung
menurun). Ini hasil dari malnutisi kronik karena tidak mendapatkan cukup nutrisi dari
makanan
12. Nyeri dan ketidaknyamanan pada perut karena terlalu banyak gas dalam usus. Hal ini
bisa disebabkan oleh disfungsi intestinal.

Pada saluran napas bagian bawah, gejala pertama dari CF adalah batuk. Seiring dengan
waktu, batuk menjadi persisten dan menghasilkan sputum kental, purulen, dan berwarna
kehijauan. Tak dapat dihindari, masa dari stabilitas klinis diinterupsi oleh eksaserbasi,
didefinisikan oleh peningkatan batuk, berat badan menurun, demam subfebris, peningktan
volume sputum , dan penurunan fungsi pulmoner. Dalam beberapa tahun perjalanan penyakit,
eksaserbasi menjadi semakin sering dan penyembuhan dari hilangnya fungsi paru tidak
sempurna, pada akhirnya menyebabkan kegagalan pernapasan.
Patofisiologi
Fibrosis kistik merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi gen yang terletak
pada kromosom 7. Mutasi geb ini menyebabkan hilangnya fenilalanin pada rantai asam
ammino 508 yang dikenal sebagai regulator transmembran fibrosis kistik (CF T R)
Protein CF T R merupakan rantai asam amino yang berfungsi sebagai saluran Cl-
diatur AMP siklik. Proses pembentukan CF T R seluruhnya ditemukan pada membran plasma
epitel normal. Mutasi DF 508 menyebabkan proses yang tidak benar dan pemecahan protein
CF T R intraseluler sehingga tidak ditemukannya protein CF T R pada lokasi selluler.
Disfungsi epitel adalah epitel yang dirusak oleh fibrosis kistik memperlihatkan fungsi
yang berbeda, misalnya bersifat volume sekretoris atau pankreas dan bersifat garam absorbsi
tetapi tidak volime absorbsi atau saluran keringat dmana pada kelenjar keringat konsentrasi
Na+ dan Cl- yang disekresikan tinggi.
Pada paru manusia, sekret yang tebal dan lengket menyumbat saluran nafas distal dan
kelenjar submukosa sehingga menutupi permukaan saluran nafas dan sekret yang tebal dan
kental ini adalah media yang baik untuk tumbuhnya kuman patogen yang tidak mudah untuk
dieradikasi seprtipseudomonas aureginosa, staphy lococcus aureus dan lain-lain, sehingga
terjadi infiltrasi banyak neutrofil.
Tanda biofisika diagnostic pada CF epitel saluran napas yaitu adanya peningkatan
perbedaan potensi listrik transepitelial (Potential difference/PD). Transepitelial PD
menunjukkan jumlah transport ion aktif dan resistensi epithelial terhadap aliran ion. CF
saluran napas memperlihatkan ketidaknormalan pada absorbsi Na+dan Sekresi Cl- aktif .
Defek sekresi Cl memperlihatkan alpanya cyclic AMPdependent kinase dan protein kinase
Cregulated Cl transport yang dimediasi oleh CFTR. Suatu pemeriksaan yang penting
mengatakan bahwa adanya perbedaan molekul pada Ca2+-activated Cl channel (CaCC) yang
terlihat pada membrane apical. Channel ini dapat menggantikan CFTR dengan imbas pada
sekresi Cl- dan dapat menjadi target terapeutik berpotensial.
Regulasi abnormal dari absorbsi Na+ merupakan gambaran inti pada CF di epitel
saluran napas. Abnormalitas ini menunjukkan fungsi kedua dari CFTR, yaitu sebagai tonic
inhibitor pada channel Na+. Mekanisme molekuler yang memediasi aksi CFTR belum
diketahui.
Klirens mucus merupakan pertahanan innate primer saluran napas terhadap infeksi
bakteri yang terhisap. Saluran napas mengatur jumlah absorbsi aktif Na+dan sekresi Cl- untuk
mengatur jumlah cairan (air), misal hidrasi, pada permukaan saluran napas untuk klirens
mucus yang efisien. Hipotesis utama tentang patofisiologi CF saluran napas adalah adanya
regulasi yang salah terhadap absorbsi Na+ dan ketidakmampuan untuk mengsekresi Cl-
melalui CFTR, mengurangi volume cairan pada permukaan saluran napas, baik penebalan
mucus, maupun deplesi cairan perisiliar mengakibatkan adhesi mucus pada permukaan
saluran napas. Adhesi (tarik-menarik benda yang sejenis) mucus menyebabkan kegagalan
untuk membersihkan mucus dari saluran napas baik melalui mekanisme siliar dan batuk.
Tidak ditemukannya keterkaitan yang tegas antara mutasi genetic dan keparahan penyakit
paru-paru menyimpulkan adanya peran penting dari gen pemodifikasi dan interaksi antara
gen dan lingkungan.
Infeksi yang terdapat pada CF saluran napas cenderung melibatkan lapisan mukosa
dibandingkan invasi epitel atau dinding saluran napas. Predisposisi dari CF saluran napas
terhadap infeksi kronis Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa selaras dengan
kegagalan membersihkan mucus. Sekarang ini, telah didemonstrasikan bahwa tekanan
O2 sangat rendah pada mucus CF, dan adaptasi terhadap hypoxia merupakan penentu penting
fisiologi bakteri pada paru-paru CF. Ditekankan bahwa, baik stasis mucus dan hypoxia mucus
dapat berkontribusi terhadap kecenderungan Pseudomonas untuk dapat tumbuh pada koloni
biofilm didalam plak mucus disekitar permukaan saluran napas dengan CF.

Anda mungkin juga menyukai