Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu aspek yang penting dalam
kehidupan manusia dan merupakan hak dasar manusia. Hal ini tercantum
dalam Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan yang
menyatakan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah
satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Saat ini
masyarakat semakin sadar untuk memilih layanan kesehatan yang
terbaik, sehingga membuat masyarakat semakin kritis terhadap mutu
pelayanan kesehatan yang ada.
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (2006), derajat kesehatan di Indonesia saat ini
telah mengalami kemajuan yang cukup bermakna, hal ini ditunjukkan
dengan makin menurunnya angka kematian bayi dan kematian ibu,
menurunnya prevalensi gizi buruk pada balita serta meningkatkan umur
harapan hidup. Namun Indonesia masih menghadapi beban ganda
karena munculnya penyakit menular baru sementara penyakit menular
lain belum dapat sepenuhnya dikendalikan dengan tuntas, salah satu
penyakit yang belum sepenuhnya dapat dikendalikan adalah kusta.
Kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri.
Terutama mempengaruhi kulit dan saraf. Hal ini berlangsung perlahan-
lahan dengan masa inkubasi rata-rata dalam jangka waktu 3 tahun. Kusta
dapat menular ke segala umur baik laki-laki maupun perempuan (World
Health Organization, 2000).
Menurut Rita Djupuri (Kasubdit Kusta dan Frambusia Direktorat
Penyakit Menular Langsung Direktorat PP dan PL Kemenkes RI) dalam
Tula (2015), menyatakan bahwa merujuk pada data yang dimiliki
Kementerian Kesehatan tahun 2013 Indonesia sampai saat ini
merupakan salah satu negara dengan beban penyakit kusta tertinggi
ketiga setelah India dan Brasil.

16
17

Jawa Timur termasuk wilayah endemis penyakit kusta atau lepra


(morbus hansen) di Indonesia. Setidaknya 30% penderita kusta di
Indonesia berasal dari Jawa Timur. Pada tahun 2010, sepertiga penderita
kusta di Indonesia ada di Jawa Timur, atau setara dengan 4.653
penderita (14% diderita anak-anak dan cacat permanen). Hingga
September 2011 ditemukan penderita baru sebanyak 4.142 penderita.
Angka itu menempatkan Indonesia di urutan ketiga terbesar dunia untuk
jumlah penderita setelah India dengan angka 126.800 penderita dan
Brasil di angka 34.894 penderita. Jumlah itu merupakan 30% dari jumlah
penderita Kusta di Indonesia yang jumlahnya mencapai 17.000 orang
(Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur, 2012).
Rumah sakit mempunyai peran penting dalam meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Oleh karena itu
rumah sakit dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu, hal ini
tercantum dalam Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit pasal 29 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban: (b) memberi pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit. Selain itu rumah
sakit juga merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna, meliputi
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Untuk meningkatkan mutu
pelayanan di rumah sakit maka rumah sakit perlu melakukan akreditasi.
Akreditasi Rumah Sakit merupakan salah satu cara untuk mendapatkan
gambaran seberapa jauh rumah sakit telah memenuhi berbagai standar
yang ditentukan. Selain untuk meningkatkan mutu pelayanan di rumah
sakit, akreditasi juga merupakan syarat untuk perpanjangan izin
operasional dan perubahan kelas. Hal ini tercantum dalam Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit yang berbunyi sebagai berikut, registrasi dan
akreditasi merupakan persyaratan untuk perpanjangan Izin Operasional
dan perubahan kelas. Selain itu, sertifikat akreditasi merupakan salah
satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan kerja sama
dengan BPJS Kesehatan, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri
18

Kesehatan RI No. 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada


Jaminan Kesehatan Nasional pasal 5 ayat 1, yang berbunyi untuk dapat
melakukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan, Fasilitas Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 harus memenuhi persyaratan.
Pasal 7 yang berbunyi persyaratan yang harus dipenuhi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1, bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat
lanjutan terdiri atas: b. untuk rumah sakit harus memiliki: 6. sertifikat
akreditasi.
Rekam medis berperan penting dalam pelaksanaan kegiatan di
rumah sakit karena rekam medis merupakan bukti tertulis mengenai
proses pelayanan yang diberikan dokter dan tenaga kesehatan lain
kepada pasien. Rekam medis yang lengkap dan benar juga dapat
melindungi pasien, tenaga kesehatan, dan institusi pelayanan kesehatan
dalam segi hukum (medikolegal). Rekam medis juga merupakan upaya
yang menunjang tertib administrasi dalam upaya peningkatan mutu
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu rekam medis dirancang
sedemikian rupa agar memuat informasi-informasi yang akurat dan
berkesinambungan.
Data rekam medis haruslah lengkap dan terperinci sehingga
dalam pengisian rekam medis harus diisi sebaik mungkin dan selengkap
mungkin. Mengingat proses pengisian rekam medis di rumah sakit
dilakukan oleh dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain mengakibatkan
pendokumentasian tidak seakurat dan selengkap yang diharapkan. Untuk
menjaga kelengkapan rekam medis perlu dilakukan analisis kuantitatif.
Hal ini dimaksudkan untuk membantu menemukan kekurangan-
kekurangan khusus yang berkaitan dengan pendokumentasian rekam
medis.
RS Kusta Kediri merupakan salah satu rumah sakit milik
pemerintah yang secara khusus menangani penyakit kusta. Saat ini RS
Kusta Kediri sedang mempersiapkan akreditasi rumah sakit versi KARS
2012. Berdasarkan hasil studi dokumentasi yang peneliti lakukan di Unit
Rekam Medis pada bulan Juni 2016 dari 10 berkas rekam medis rawat
inap pasien kusta diperoleh hasil presentase kelengkapan pengisian
komponen identifikasi sebanyak 75,81%, laporan yang penting sebanyak
19

94,68%, dan autentikasi sebanyak 83,58%. Untuk hasil keterisian tidak


lengkap pada komponen identifikasi sebanyak 10,07%, laporan yang
penting sebanyak 0% dan autentikasi sebanyak 20,15%. Hasil
ketidakterisian komponen identifikasi sebanyak 14,12%, laporan yang
penting sebanyak 5,32% dan autentikasi sebanyak 1,49%.
Pendokumentasian yang benar diperoleh hasil sebanyak 92,55% dan
yang tidak benar sebanyak 7,45%.
Dari hasil studi dokumentasi tersebut diketahui bahwa hasil
keterisian tidak lengkap pada komponen identifikasi sebanyak 10,07%
dan autentikasi sebanyak 20,15%, serta hasil ketidakterisian komponen
identifikasi sebanyak 14,12%, laporan yang penting sebanyak 5,32% dan
autentikasi sebanyak 1,49%. Angka ini masih kurang dari target
kelengkapan 100% yang merupakan standar kelengkapan pengisian
rekam medis di rumah sakit menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.129 tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Angka ini masih kurang dari target kelengkapan 100% yang merupakan
standar kelengkapan pengisian rekam medis di rumah sakit menurut
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.129 tahun 2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Berdasarkan hasil wawancara dengan
petugas rekam medis, di RS Kusta Kediri masalah ketidaklengkapan
pengisian berkas rekam medis masih sering muncul. Setiap hari berkas
rekam medis yang kembali ke Unit Rekam Medis di input ke dalam
komputer namun belum diolah dan dianalisis. Hal ini disebabkan karena
belum ada petugas khusus yang bertugas menganalisis pengisian berkas
rekam medis. Karena belum diolah dan dianalisis, laporan
ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis tidak dilaporkan ke
pihak manajemen rumah sakit. Ketidaklengkapan pengisian berkas rekam
medis membuat riwayat pasien menjadi tidak jelas dan menghambat
proses klaim BPJS atau asuransi.
Dengan demikian maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Faktor Penyebab Ketidaklengkapan Pengisian
Berkas Rekam Medis Rawat Inap Pasien Kusta di RS Kusta Kediri.
20

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan
masalah adalah Mengetahui kelengkapan dan ketidaklengkapan Berkas
Rekam Medis Rawat Inap Pasien Kusta di RS Kusta Kediri.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui sebab-akibat ketidaklengkapan berkas rekam
medis rawat inap pasien kusta berdasarkan analisis kuantitatif di RS
Kusta Kediri.

2. Tujuan Khusus
a. Menganalisis persentase ketidaklengkapan berkas rekam medis
rawat inap pasien kusta di RS Kusta Kediri.
b. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan ketidaklengkapan
pengisian berkas rekam medis rawat inap di RS Kusta Kediri.
c. Mengetahui akibat dari ketidaklengkapan pengisian berkas
rekam medis di RS Kusta Kediri.

D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara
lain:
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
masukan untuk evaluasi tentang kelengkapan rekam medis guna
meningkatkan dan mengembangkan mutu pelayanan Rumah Sakit
dimasa yang akan datang.

2. Bagi Peneliti
Penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
khususnya dalam hal menganalisis berkas rekam medis dan faktor
yang menyebabkan ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis
serta akibat dari ketidaklengkapan pengisian berkas rekam medis.
21

3. Bagi Peneliti Lain


Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya.

E. Keaslian
Ada beberapa penelitian serupa yang pernah dilakukan oleh
peneliti lain diantaranya yaitu :
1. Suryanto (2015) Analisis Keterisian dan Ketercapaian Elemen
Penilaian Formulir Rekam Medis Gawat Darurat Terkait Persiapan
Akreditasi Kars 2012 di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah
Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian Suryanto (2015) adalah untuk mengetahui
gambaran keterisian dan ketercapaian elemen penilaian formulir
rekam medis gawat darurat terkait persiapan akreditasi KARS 2012
di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.
Hasil dari penelitian Suryanto (2015) yaitu penelitian Suryanto (2015)
menunjukkan bahwa formulir gawat darurat tidak terdapat item
kondisi pulang. Dalam pelaksanaan pengisian formulir gawat darurat
diketahui keterisian lengkap jam kedatangan pasien sebesar 47,5%,
keterisian lengkap diagnosa akhir sebesar 10%, dan keterisian tindak
lanjut sebesar 94%.
Persamaan : penelitian Suryanto (2015) memiliki persamaan dengan
penelitian peneliti dalam hal menganalisis kelengkapan berkas rekam
medis.
Perbedaan : penelitian Suryanto (2015) bertujuan untuk
mengevaluasi keterisian rekam medis gawat darurat berdasarkan
standar akreditasi 2012, sedangkan penelitian peneliti bertujuan
untuk menganalisis berkas rekam medis rawat inap pasien kusta dan
mengetahui faktor-faktor ketidaklengkapan berkas rekam medis serta
mengetahui akibat dari ketidaklengkapan tersebut.
22

2. Apriamudita (2015) Pendokumentasian Rekam Medis Standar PP


2.3 Akreditasi KARS 2012 Diagnosis Diabetes Melitus Di RSUD Tidar
Kota Magelang.
Tujuan dari penelitian Apriamudita (2015) adalah untuk mengetahui
pelaksanaan pendokumentasian rekam medis berdasarkan standar
PP 2.3 akreditasi KARS 2012 diagnosis diabetes melitus di RSUD
Tidar Kota Magelang.
Hasil dari penelitian Apriamudita (2015) yaitu penelitian Apriamudita
(2015) menunjukkan bahwa pelaksanaan standar PP 2.3 akreditasi
KARS 2012 telah dilaksanakan di RSUD Tidar Kota Magelang karena
tindakan dan hasil tindakan telah di dokumentasi pada lembar yang
telah disediakan. Dan berdasarkan studi dokumentasi 100 berkas
rekam medis diperoleh angka keterisian tindakan terisi lengkap
sebanyak 77%, terisi tidak lengkap 3%, dan tidak terisi adalah 20%.
Sedangkan angka keterisian hasil tindakan adalah terisi lengkap
78%, terisi tidak lengkap 17%, dan tidak terisi 5%. Ketercapaian
standar PP 2.3 akreditasi KARS 2012 di RSUD Tidar Kota Magelang
adalah sebesar 77,5% yang berarti tercapai sebagian (TS).
Persamaan : penelitian Apriamudita (2015) memiliki persamaan
dengan penelitian peneliti dalam hal metode penelitian yang
digunakan sama yaitu metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif.
Perbedaan : penelitian Apriamudita (2015) bertujuan untuk
pelaksanaan pendokumentasian rekam medis berdasarkan standar
PP 2.3 akreditasi KARS 2012 diagnosis diabetes melitus, sedangkan
penelitian peneliti bertujuan untuk menganalisis berkas rekam medis
rawat inap pasien kusta dan mengetahui faktor-faktor
ketidaklengkapan berkas rekam medis serta mengetahui akibat dari
ketidaklengkapan tersebut.
3. Arumdani (2014) Telaah Rekam Medis Tertutup Terkait Consent
Berdasarkan Standar Akreditasi Rumah Sakit 2012 Di RSUP Dr.
Sardjito Yogyakarta.
Tujuan dari penelitian Arumdani (2014) adalah untuk mengetahui
persentase kelengkapan pengisian consent berdasarkan telaah
23

rekam medis tertutup standar akreditasi rumah sakit 2012 serta


mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan ketidaklengkapan
pengisiannya dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi
ketidaklengkapan pengisian consent tersebut.
Hasil dari penelitian Arumdani (2014) yaitu penelitian Arumdani
(2014) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil telaah rekam medis
tertutup terhadap 100 berkas rekam medis pasien rawat inap yang
didalamnya terdapat formulir consent diperoleh hasil persentase
kelengkapan pengisian consent untuk standar HPK 6.3 terkait
persetujuan umum sebesar 80%, standar HPK 6.4 terkait persetujuan
operasi dan tindakan invasif sebesar 92%, standar HPK 6.4 terkait
persetujuan transfusi darah dan produk darah sebesar 89%, standar
PAB 7.1 terkait risiko, keuntungan, komplikasi dan alternatif operasi
sebesar 96%. Faktor yang menyebabkan ketidaklengkapan pengisian
adalah kesibukan individu yang mengisikan lembar tersebut
dikarenakan banyaknya pekerjaan sehingga menyebabkan
ketidaktelitian dan belum tersosialisasinya standard operating
procedure (SOP) secara menyeluruh. Upaya yang telah dilakukan
untuk mengatasi ketidaklengkapan pengisian adalah dengan menjalin
komunikasi dan juga sosialisasi.
Persamaan : penelitian Arumdani (2014) memiliki persamaan dengan
penelitian peneliti dalam hal metode penelitian yang digunakan sama
yaitu metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Perbedaan : penelitian Arumdani (2014) letak fokus penelitian pada
persentase ketidaklengkapan informed consent dan faktor
penyebabnya, sedangkan penelitian peneliti faktor penyebab
ketidaklengkapan berkas rekam medis rawat inap pasien kusta dan
mengetahui akibat dari ketidaklengkapan tersebut.
24

F. Gambaran Umum RS Kusta Kediri


Berdasarkan Buku Profil UPT. Rumah Sakit Kusta Kediri (2016),
gambaran RS Kusta Kediri adalah sebagai berikut:
1. Sejarah Berdirinya Rumah Sakit Kusta Kediri
Rumah Sakit Kusta Kediri (RSKK) dibangun pada tahun 1956
dan beroperasi sejak tahun 1958. Pada awal kegiatannya berupa
Poliklinik Pengobatan bagi penderita Kusta, yang dikelola oleh tenaga
Perawat. Sejak tahun tersebut sampai saat ini telah mengalami
perubahan/pergantian 8 (delapan) kali pimpinan berturut-turut :
a. dr. Sosrodoro, tahun 1958 s/d tahun 1964.
b. dr. R. Hidayat, tahun 1964 s/d tahun 1988.
c. dr. Sutikno, tahun 1988 s/d tahun 2004.
d. dr. Bambang Ermanadji, MM., tahun 2005 s/d tahun 2008.
e. dr. Adi Wirachyanto, M.Kes., Januari 2009 s/d Agustus 2009.
f. dr. Tuty Satrijawati, M.Kes., September 2009 s/d 2012.
g. drg. Ansarul Fahrudda, M.Kes., 2012 s/d 25 Februari 2013.
h. dr. Nur Siti Maimunah, M.Si., 25 Februari 2013 s/d sekarang.
Rumah Sakit Kusta Kediri merupakan Unit Pelaksana Teknis
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Peraturan Pemerintah RI
No. 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007
tentang Pedoman Teknis Pengolahan Keuangan Badan Layanan
Umum Daerah, memberikan fleksibilitas kepada Instansi Pemerintah
yang mempunyai tugas dan fungsi memberikan pelayanan umum
kepada masyarakat dalam Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD).
Rumah Sakit Kusta Kediri (RSKK) merupakan salah satu
instansi pemerintah yang dipandang sesuai untuk melakukan PPK-
BLUD apabila bisa memenuhi persyaratan yang meliputi persyaratan
substantif, teknis dan administratif. Pada tanggal 23 Desember 2009
berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Timur No.
188/529/KPTS/013/2009 menetapkan 9 (sembilan) UPT. pada Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai BLUD Unit Kerja.
25

Pencapaian kinerja Rumah Sakit Kusta sampai dengan saat


ini antara lain menambah jenis pelayanan non kusta atau pelayanan
umum kemudian membuat pelayanan rawat inap umum dan poli
penyakit dalam. Dengan adanya perkembangan saat ini Rumah Sakit
Kusta merubah nomenklatur dari Rumah Sakit Khusus menjadi
Rumah Sakit Umum Kediri. Review Master Plan Rumah Sakit Kusta
Kediri tahun 2014 dengan adanya renovasi Gedung hingga lantai 3
(tiga) dan bertambahnya beberapa jenis layanan. Rumah Sakit Kusta
Kediri (RSKK) merupakan rumah sakit bertipe C dengan status
akreditasi lulus paripurna pada akreditasi rumah sakit versi 2007.
2. Lokasi Bisnis
Rumah Sakit Kusta Kediri (RSKK) adalah Rumah Sakit
Khusus bagi penderita kusta milik Provinsi Jawa Timur,
melaksanakan tugas sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Rumah Sakit Kusta Kediri
mempunyai dua lokasi yang terpisah. Lokasi untuk Kegiatan
Pelayanan pasien Kusta terletak di Jalan Veteran No. 48 Kediri
dengan luas tanah 7.701 m2 dan luas bangunan 4.385 m2 telp. (0354)
771062, No. Fax (0354) 773479, email : kustakediri@yahoo.co.id.
Lokasi Kegiatan Pelayanan pasien non Kusta (umum) untuk
sementara terletak di Jalan Veteran No. 10-12 Kediri dengan luas
tanah 3.904 m2 dan luas bangunan 747 m2 telp. (0354) 774266.
Secara keseluruhan Rumah Sakit Kusta Kediri memiliki luas
16.737 m2, terdiri dari luas tanah 11.605 m2 dan luas bangunan 5.132
m2. Kedua tanah tersebut diatas terletak di Desa Mojoroto,
Kecamatan Mojoroto Kota Kediri yang berada disebelah barat aliran
sungai Brantas.
3. Tugas Pokok dan Fungsi
Sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 32 tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Rumah Sakit Kusta mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas Dinas Kesehatan di bidang promotif, preventif, kuratif,
26

rehabilitatif dan penelitian pengembangan penyakit kusta serta


melaksanakan UKM Strata II di Wilayah Kerjanya.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud,
Rumah Sakit Kusta mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana dan program rumah sakit;
b. Pelaksanaan ketatausahaan;
c. Pengawasan dan pengendalian operasional rumah sakit kusta;
d. Pelayanan medis penyakit kusta;
e. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan non medis;
f. Pelaksanaan pelayanan kesehatan umum masyarakat;
g. Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan;
h. Penyelenggaraan pelayanan rujukan pasien, spesimen, IPTEK
dan program;
i. Penyelenggaraan koordinasi dan kemitraan kegiatan rumah sakit
kusta;
j. Penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan diklat;
k. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi program;
l. Pelaksanaan pembinaan wilayah di bidang teknis;
m. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat (promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif) baik UKP maupun UKM di
dalam gedung maupun di luar gedung di wilayah kerjanya; dan
n. Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Kepala Dinas.

Susunan Organisasi UPT Rumah Sakit Kusta, terdiri atas :


a. Kepala UPT;
b. Sub Bagian Tata Usaha;
c. Seksi Pelayanan Medis;
d. Seksi UKM dan Litbang.
27

Gambar 1. Struktur Organisasi UPT Rumah Sakit Kusta Kediri

Sub Bagian dipimpin oleh Kepala Sub Bagian yang berada di


bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala UPT. Seksi Pelayanan
Medis dan Seksi UKM dan Litbang dipimpin oleh Kepala Seksi yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala UPT.
Kepala UPT mempunyai tugas, memimpin dan membina,
mengkoordinasi, mengawasi serta melaksanakan pengendalian
terhadap pelaksanaan tugas rumah sakit kusta sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Visi, Misi dan Motto Rumah Sakit Kusta Kediri
a. Visi Rumah Sakit Kusta Kediri :
Menjadi Rumah Sakit dengan Pelayanan Kesehatan Berkualitas
terjangkau dan Paripurna.
b. Misi Rumah Sakit Kusta Kediri :
1) Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas,
terpadu, murah dan mudah diakses oleh masyarakat.
2) Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3) Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana
pelayanan di semua bidang secara berkesinambungan.
4) Meningkatkan kerja sama dalam pendidikan, pelatihan dan
penelitian di bidang kesehatan.
c. Motto Rumah Sakit Kusta Kediri :
Melayani dengan Sepenuh Hati.
28

5. Fasilitas Pelayanan
a. Instalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Kusta Kediri memiliki kapasitas 68 tempat
tidur, sesuai dengan Keputusan Kepala UPT Rumah Sakit Kusta
Kediri No. 445/176/101.15/2015 tanggal 01 April 2015 tentang
Kapasitas Tempat Tidur Rumah Sakit Kusta Kediri Tahun 2015.
Pelayanan Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Kusta Kediri
terdiri dari :
1) Pelayanan Kusta
a. Ruangan Pelayanan Kusta
b. Ruangan Intensif
c. Ruangan Laki-Laki
d. Ruangan Perempuan
2) Pelayanan Umum
a. Ruangan Anak
b. Ruangan Obgyn
c. Ruangan Pelayanan Umum
e. Ruangan Laki-Laki
d. Ruangan Perempuan
b. Instalasi Rawat Jalan
1) Poli Kusta
2) Poli Kulit dan Kelamin
3) Poli Akupuntur
4) Poli Mata
5) Poli Gigi
c. Instalasi Gawat Darurat
d. Instalasi Laboratorium
e. Instalasi Gizi
f. Instalasi Rehabilitasi Medik :
1) Fisioterapi
2) Ortotik Prostetik
3) Okupasi Terapi
g. Pelayanan Radiologi
h. Instalasi Farmasi
29

i. Pelayanan Rekam Medis


j. Pelayanan Pemeliharaan Sarana Rumah Sakit (IPS)
k. Pelayanan Kesehatan Lingkungan
l. Beberapa pelayanan kesehatan spesialis yang sedang
dikembangkan oleh UPT Rumah Sakit Kusta Kediri antara lain :
1) Pelayanan Poli Penyakit Dalam
2) Pelayanan Poli Anak
3) Pelayanan Poli Kandungan
4) Pelayanan Poli Bedah
5) Pelayanan Patologi Klinik.

6. Kapasitas tempat tidur Rumah Sakit Kusta Kediri Tahun 2015


Tabel 1. Kapasitas TT Rumah Sakit Kusta Kediri Tahun 2015
No. Ruangan Kelas Jumlah Keterangan
TT
I PELAYANAN KUSTA
Ruangan Pelayanan 1 4 TT 2 ruangan
Kusta
Ruangan Insentif - 3 TT
Ruangan Laki-laki 2 2 TT
Ruangan Perempuan 2 2 TT
Ruangan Laki-laki 3 15 TT
Ruangan Perempuan 3 13 TT
Sub Total 39 TT
II PELAYANAN UMUM
Ruangan Anak - 3 TT
Ruangan Obgyn - 4 TT
Ruangan Pelayanan 1 4 TT 2 ruangan
Umum
Ruangan Laki-laki 2 2 TT
Ruangan Perempuan 2 2 TT
Ruangan Laki-laki 3 7 TT
Ruangan Perempuan 3 7 TT
Sub Total 29 TT
TOTAL 68 TT
Sumber: Buku Profil UPT. RS Kusta Kediri
30

7. Tingkat Efisiensi dan Mutu Pengelolaan Rumah Sakit Tahun 2015


Tabel 2. Tingkat Efisiensi dan Mutu Pengelolaan Tahun 2015
No. Uraian Rerata Standar
1. Bed Occupancy Rate (BOR) 22,18% 60-85
2. Length of Stay (Av LOS) 8,26 6-9
3. Turn of Interva (TOI) 28,45 1-3
4. Bed Turn Over (BTO) 10,00 40-50
5. Gross Death Rate (GDR) 4,92 < 45
6. Net Death Rate (NDR) 4,92 < 25
Sumber: Buku Profil UPT. RS Kusta Kediri

Anda mungkin juga menyukai