Anda di halaman 1dari 22

Clinical Science Session

ABORTUS

oleh :
Randa Hayudha 1110312116
Kharisma Putra Darmawan 1210312049

Preseptor:
dr. Pom Harry Satria, Sp.OG (K)

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUD SUNGAI DAREH DHARMASRAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Clinical Science Session (CSS) yang

berjudul Abortus. CSS ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam

mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Andalas.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Pom Harry Satria, Sp.OG (K)

selaku pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak

yag telah membantu dalam penulisan CSS ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa CSS ini masih memiliki banyak

kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga

CSS ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Dharmasraya, April 2017

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyebab utama kematian maternal adalah disebabkan oleh 3 hal, yaitu

pendarahan dalam kehamilan, pre-eklamspsia atau eklampsia, dan infeksi.

Pendarahan selama kehamilan dapat dianggap sebagai keadaan akut yang dapat

membahayakan ibu dan anak, dan sampai dapat menimbulkan kematian. Sebanyak

20% wanita hamil pernah mengalami pendarahan pada awal kehamilan dan

sebagian mengalami abortus.1

Abortus merupakan berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di

dunia luar tanpa mempersoalkan penyebabnya. Anak baru hidup di dunia luar kalau

beratnya telah mencapai lebih dari 500 gram atau umur kehamilan lebih dari 20

minggu. Abotus dibagi kedalam abortus spontan, yaitu abortus yang terjadi dengan

sendirinya, kurang lebih 20% dari semua abortus, sedangkan abortus buatan

(provocatus), yaitu abortus yang terjadi disengaja, digugurkan, dan 80% dari semua

abortus adalah abortus provocatus.1

Sebagian besar studi mengatakan kasus abortus spontan antara 15-20 % dari

semua kehamilan. Jika dikaji lebih jauh kejadian abortus sebenarnya bisa mendekati

50%. Kejadian abortus habitualis sekitar 3-5%. Data dari beberapa studi

menunjukkan bahwa setelah satu kali abortus spontan, pasangan punya risiko 15

% untuk mengalami keguguran lagi, sedangkan bila pernah 2 kali, risikonya

meningkat 25 %. Beberapa studi meramalkan bahwa risiko abortus setelah 3 kali

abortus berurutan adalah sekita 30-45 %.1

2
Kejadian abortus di Indonesia setiap tahun terjadi 2 juta kasus. Ini artinya

terdapat 43 kasus abortus per 100 kelahiran hidup. Menurut sensus penduduk tahun

2000, terdapat 53.783.717 perempuan usia 15 49 tahun, dan dari jumlah tersebut

terdapat 23 kasus abortus per 100 kelahiran hidup.1

Penyebab abortus sendiri multifaktorial dan masih diperdebatkan,

umumnya terdapat lebih dari satu penyebab. Penyebabnya seperti Faktor genetik,

kelainan kongenital uterus, autoimun, infeksi, defek luteal.1

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat bertahan

hidup di luar kandungan. Sebagai batasannya, aborsi didefinisikan sebagai

pengeluaran hasil konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu atau berat badan

janin kurang dari 500 gram.2

Secara umum, abortus diklasifikasikan menjadi abortus spontan dan abortus

provokatus.Abortus spontan merupakan abortus yang berlangsung tanpa tindakan

sedangkan yang terjadi dengan sengaja dilakukan tindakan disebut abortus

provokatus. Abortus provokatus ini juga dibagi menjadi 2 yaitu abortus provokatus

medisinalis apabila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk menyelamatkan

ibu dan abortus provokatus kriminalis.1

2.2 Epidemiologi

Abortus merupakan kasus yang sangat sering terjadi. Sebuah data

menyebutkan bahwa hanya 62,5% kehamilan yang menghasilkan kelahiran hidup,

21,9% aborsi legal, 13,8% abortus spontan, 1,3% kehamilan ektopik, dan 0,5%

kematian janin. Data lain menyebutkan bahwa abortus spontan terjadi sekitar 15-

40%. Abortus spontan sering terjadi pada usia kehamilan yang lebih awal, sekitar

75% terjadi sebelum usia kehamilan 16 minggu dan kurang lebih 60% terjadi

sebelum 12 minggu.

Mortalitas yang diakibatkan oleh abortus spontan jarang terjadi (0,7 per

100.000), factor risikonya meliputi: wanita usia lebih 35 tahun, ras selain kulit

4
putih, dan aborsi pada trimester kedua. Penyebab langsung dari kematian meliputi:

infeksi 59%, perdarahan 18%, emboli 13%, dan komplikasi dari anesthesia 5%.3

2.3 Etiologi dan Patologi

Lebih dari 80% kasus abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan

dan sedikitnya hampir setengah dari kasus tersebut disebabPatkan oleh kelainan

kromosom. Setelah trimester pertama, angka abortus maupun insiden kelainan

kromosom menurun.2

a. Faktor Janin2

- Perkembangan Zigot Abnormal

Abortus spontan dini biasanya disebebkan oleh abnormalitas perkembangan

zigot, embrio, early fetus, atau plasenta. Analisis yang pernah dilakukan pada 1000

kasus abortus spontan menyebutkan bahwa hampir setengahnya disebabkan oleh

ketiadaan embrio atau blighted ovum.

- Abortus Aneuploidi

Trisomi autosom merupakan anomaly kromosom yang paling sering terjadi

pada trimester pertama. Trisomi autosom 13,16, 18, 21, dan 22 merupakan yang

paling sering terjadi. Kelainan lain seperti monosom X (45X), triploidi, dan

tetraploidi.

- Abortus Euplodi

b. Faktor Maternal

- Infeksi

Patogen yang dapat menyebabkan abortus antara lain:

o Bakteri: Listeria monositogenes, Klamidia trakomatis, Ureaplasma

urealitikum, Mikoplasma hominis, Bakterial vaginosis

5
o Virus: CMV, Rubela, HSV, HIV, Parvovirus

o Parasit: Toksoplasma gondii, Plasmodium falciparum

o Spiroketa: Treponema pallidum

Beberapa teori diajukan untuk menerangkan peran infeksi terhadap

terjadinya abortus, antara lain:

o Adanya metabolic toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang

berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta

o Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat

sehingga janin sulit bertahan hidup

o Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta

o Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah

dapat mengganggu proses implantasi

o Amnionitis

o Adanya hal yang dapat memacu perubahan genetic dan anatomic

embrio.1,2

- Penyakit Kronik

Pada awal kehamilan, janin dapat mengalami abortus akibat penyakit kronis

seperti TB atau carcinomatosis. Celiac sprue juga pernah dilaporkan dapat

menyebabkan infertilitas baik pada pria maupun wanita dan juga dapat

menyebabkan abortus berulang.2

- Kelainan Endokrin

o Hipotiroidisme. Defisiensi iodium berat dapat berkaitan dengan

keguguran. Defisiensi hormone tiroid sering terjadi pada wanita,

6
biasanya disebabkan oleh penyakit autoimun, tetapi efek

hipotiroidisme pada abortus dini belum diteliti secara mendalam.2

o Diabetes mellitus. Angka abortus spontan dan malformasi

congenital mayor meningkat pada wanita dengan diabetes

bergantung insulin. Risiko tampaknya berkaitan dengan derajat

kontrol metabolic pada awal kehamilan.2

o Kadar progesterone yang rendah (defek fase luteal). Progesteron

memiliki peran penting dalam penerimaan endometrium terhadap

implantasi embrio, sehingga kadar progesterone yang rendah

berhubungan dengan risiko abortus. Support fase lutel memiliki

peran kritis pada kehamilan sekitar 7 minggu, yaitu saat trofoblas

harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang kehamilan.1,2

- Nutrisi

Defisiensi salah satu nutrient dalam makanan atau defisiensi moderat semua

nutrient tampaknya bukan merupakan penyebab penting abortus.2

- Pemakaian Obat dan Faktor Lingkungan2

o Alkohol

o Kafein

o Radiasi

o Kontrasepsi

o Toksin lingkungan

- Faktor Imunologi

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dengan penyakit

autoimun. Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan

7
Antiphospolipid Antibodies (aPA). Antiphospolipid Antibodies merupakan antibody

spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE yang akan berikatan dengan

sisi negative dari fosfolipid. Antiphospolipid Syndrome (APS) juga sering

ditemukan pada beberapa keadaan seperti preeclampsia, IUGR, dan

prematuritas.Pada kejadian abortus berulang ditemukan infark plasenta yang luas

akibat adanya atherosis dan oklusi vascular.Trombosis plasenta pada APS diawali

adanya peningkatan rasio tromboksan terhadap prostasiklin, selain itu juga akibat

dari peningkatan agregasi trombosit, penurunan c-reaktif protein dan peningkatan

sintesis platelet-activating factor.Secara klinis lepasnya kehamilan pada pasien

APS sering terjadi pada usia kehamilan di atas 10 minggu.2

- Faktor Hematologik

Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan defek plasentasi dan

adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta.Berbagai komponen koagulasi

dan fibrinolitik memengang peran penting dalam implantasi embrio, invasi

trofoblas, dan plasentasi. Pada kehamilan terjadi keadaan hiperkoagulasi

dikarenakan:

o Peningkatan kadar factor prokoagulan

o Penurunan factor antikoagulan

o Penurunan aktivitas fibrinolitik1

- Trauma Fisik

Trauma abdomen dapat mencetuskan terjadinya abortus.2

8
- Defek pada Uterus

o Kelainan Uterus Didapat

Kelainan seperti leiomioma uterus, Asherman syndrome dapat

menyebabkan abortus.Asherman syndrome, dikarakteristikan dengan

adanya sinekia pada uterus, yang biasanya dihasilkan dari destruksi area

endometrium yang luas oleh tindakan kuretase sehingga endometrium tidak

cukup kuat untuk mendukung terjadinya kehamilan.1

o Kelainan Perkembangan Uterus

Anomali congenital yang mendistorsi atau mengurangi ukuran

kavum uterus, seperti uterus unikornu, bikornu, atau septa berisiko 25-50%

terjadi abortus.4

Pada abortus spontan, perdarahan ke dalam desidua basalis sering

terjadi.Nekrosis dan inflamasi terlihat di daerah implantasi.Adanya kontraksi uterus

dan dilatasi serviks menghasilkan ekspulsi pada seluruh hasil konsepsi.4

2.4 Klasifikasi Abortus

Dikenal berbagai macam abortus sesuai dengan gejala, tanda, dan proses

patologi yang terjadi.1

a. Abortus Iminens

Abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman terjadinya abortus,

ditandai oleh perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup, dan hasil

konsepsi masih baik di dalam kandungan.

Pasien mengeluh mulas sedikit atau tidak ada keluhan sama sekali kecuali

perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup, besar uterus masih sesuai

dengan umur kehamilan, dan tes kehamilan urin masih positif.

9
b. Abortus Insipien

Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah

mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih di

dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.

Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,

perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur

kehamilan. Besar uterus masih sesuai dengan umur kehamilan dan tes urin

kehamilan masih positif.

c. Abortus Komplit

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang

dari 20 atau berat janin kurang 500 gtam.Ostium uteri telah menutup dan uterus

sudah mengecil sehingga perdarahan sedikit.Besar uterus tidak sesuai dengan umur

kehamilan.

Gambar 1 Abortus komplit.4

10
d. Abortus Inkomplitus

Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan sebagian masih

tertinggal. Kanalis servikasil masih terbuka dan akan teraba jaringan dalam kavum

uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi

jumlahnyapun masih bisa banyak atau sedikit tergantung pada jaringan yang tersisa,

yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga perdarahan

berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik

sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan.

Gambar 2 Abortus inkomplit.4

e. Missed Abortion

Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam

kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih

tertahan dalam kandungan.

11
Pasien missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali

merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Kadang

missed abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa

sembuh tetapi pertumbuhan janjin terhenti.

f. Abortus Habitualis

Abortus yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turun. Salah satu penyebab

yang sering dijumai adalah inkompetensia serviks atau keadaan serviks uterus tidak

dapat menerima beban untuk bertahan menutup setelah kehamilan melewati

trimester pertama, dimana ostium serviks akan membuka tanpa disertai kontraksi

rahum dan akhirnya terjadi pengeluaran janin. Kelainan ini sering disebabkan oleh

trauma serviks pada kehamilan sebelumnya, misalnya pada tindakan usaha

pembukaan serviks yang berlebuhan, robeknya serviks yang luas sehingga diameter

kanalis servikalis sudah melebar.

g. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik

Abortus infeksiosus adalah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia

sedangkan abortus septic adalah abortus yang disertai penyebaran infeksi pada

peredaran darah tubuh atau peritoneum (septicemia atau peritonitis).Kejadian ini

merupakan salah satu komplikasi tindakan abortus yang paling sering terjadi

apalagi bila dilakukan kurang memperhatikan asepsis dan antiseptic.

h. Kehamilan Anembrionik (Blighted Ovum)

Merupakan kehamilan patologi dimana mudigah dan yolk sac tidak

terbentuk sejak awal walaupun kantong gestasi tetap terbentuk.

12
2.5 Diagnosis Abortus

Perlu ditanamkan bahwa pada wanita usia reproduktif dengan perdarahan

spontan pervaginam yang aktif, sebaiknya dianggap hamil sebelum terbukti

lainnya. Abortus yang terjadi secara spontan memiliki risiko jika tidak ditatalaksana

dengan baik. Sedangkan untuk abortus yang diinduksi secara medis biasanya

bersifat lebih aman khususnya jika dilakukan pada 2 bulan pertama kehamilan.5

Berikut poin-poin diagnosis pada kasus abortus spontan;

1. Abortus iminens

Abortus iminens dicurigai terjadi ketika terdapat vaginal discharge atau

darah dari vagina yang muncul pada awal kehamilan.Biasanya perdarahan

dikeluhkan terlebih dahulu, yang kemudian diikuti nyeri kram abdomen beberapa

jam atau hari setelah perdarahan tersebut. Abortus iminens sangat sering dijumpai,

dimana satu dari empat sampai 5 perempuan mengalami perdarahan atau keluar flek

pada saat kehamilannya. Hampir sekitar setengah dari perempuan yang mengalami

ini akan berlanjut pada abortus. Perempuan yang tidak aborsi setelah ini bisanya

memiliki risiko terjadinya hasil kehamilan yang tidak optimal seperti melahirkan

preterm, berat lahir rendah, dan kematian perinatal.5

Diagnosis banding pada perempuan dengan perdarahan seperti itu ialah

seperti perdarahan normal pada saat mens, lesi servikal, polip serviks, servisitis,

dan reaksi desidual dari serviks.Selain itu juga harus dipertimbangkan adanya

keadaan hamil ektopik pada abortus iminens ini.

Pada pemeriksaan biasanya ditemukan ukuran uterus yang masih sesuai usia

kehamilan, dan juga ostium uteri yang masih tertutup. Selain itu juga perlu

13
dilakukan pencarian terhadap penyulit seperti kehamilan ektopik atau adanya torsi

dari kista ovarium yang tidak diketahui sebelumnya.

2. Abortus insipiens

Abortus insipiens biasanya ditandai dengan rupture membran sekaligus

adanya dilatasi dari serviks. Pada keadaan ini hampir dapat dipastikan bahwa

abortus terjadi. Kontraksi uterus akan segera terjadi supaya tidak terjadi infeksi.

Dengan adanya rupture dari membrane dan dilatasi dari serviks yang

signifikan, maka tindakan untuk menyelamatkan janinnya sudah tidak

memungkinkan lagi. Jika sudah tidak ada nyeri atau perdarahan lagi, maka

perempuan tersebut diobservasi untuk melihat perdarhan, nyeri keram, atau demam.

Jika setelah 48 jam sudah tidak ada tanda tersebut maka perempuan tersebut dapat

kembali beraktivitas seperti biasa, kecuali tindakan penetrasi ke dalam vagina

dalam bentuk apapun. Namun jika masih terdapat keluarnya cairan atau darah yang

disertai nyeri, ataupun pasien mengeluhkan adanya demam, maka uterus kemudian

harus dikosongkan.

3. Abortus inkomplit

Abortus inkomplit didiagnosis ketika plasenta, baik seluruhnya ataupun

sebagian, tertinggal dalam uterus tetapi janin telah keluar. Perdarahan biasanya

lebih banyak pada abortus inkomplit dan dapat sangat signifikan jika usia

kehamilan sudah lebih tua. Embrio-fetus dan plasenta mungkin dikeluarkan

bersama sama jika usia kehamilan masih kurang dari 10 minggu.

4. Missed aborsi

Missed aborton didefinisikan sebagai retensi dari sisa konsepsi yang telah

mati di dalam uterus selama beberapa minggu. Setelah kematian janin,

14
mungkindapat terjadi perdarahan atau tidak sama sekali ataupun tidak

menimbulkan gejala. Ukuran dari uterus biasanya tidak bertambah, dan perubahan

pada payudara biasanya malah kembali ke seperti semula. Kebanyakan dari missed

abortion dapat keluar sendiri, akan tetapi, jika retensi dari janin yang mati tersebut

telah berlangsung lama, maka mungkin dapat terjadi gangguan koagulasi.

2.6 Penatalaksanaan2,6,7,8

a. Abortus imminens

Karena ada harapan bahwa kehamilan dapat dipertahankan, maka

dianjurkan pasien diminta untuk melakukan tirah baring sampai perdarahan

berhenti. Bisa diberi spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberi

tambahan hormon progesteron atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.

Bila perdarahan berlanjut dan jumlahnya semakin banyak, atau jika timbul

gangguan lain seperti tanda infeksi, pasien harus dievaluasi ulang dengan segera.

Pasien boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus

tidak boleh berhubungan seksual dulu sampai lebih kurang 2 minggu.

b. Abortus incipiens.

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi uterus dilakukan

dengan aspirasi vakum manual. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan maka,

Ergometrin 0,2 mg IM atau Misopristol 400mcg per oral dapat diberikan. Kemudian

persediaan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus dilakukan dengan segera.

Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, ekpulsi spontan hasil konsepsi

ditunggu, kemudian sisa-sisa hasil konsepsi dievakuasi. Jika perlu, infus 20 unit

oxytoxin dalam 500cc cairan IV (garam fisiologik atau larutan Ringer Laktat)

15
dengan kecepatan 40 tetes per menit diberikan untuk membantu ekspulsi hasil

konsepsi. Setelah penanganan, kondisi ibu tetap dipantau.

c. Abortus incompletes

Pengelolaan pasien abortus inkomplit harus diawali dengan memperhatikan

keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk

kemudian disiapkan tindakan kuretase. Pemeriksaan usg hanya dilakukan bila kita

ragu dengan diagnosis secara klinis. Besar uterus sudah kecil dari umur kehamilan

dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri tampak massa hiperkoik

yang bentuknya tidak berarturan.

Bila terjadi perdarahan hebat, dianjurkan untuk segera melakukan

pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal

keluar, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa berhenti.

Selanjutnya dilakukan tindakan kuretase. Tindakan kuretase harus dilakukan secara

hati-hati sesuai dengan keadaan umum ibu dan besarnya uterus. Tindakan yang

dianjurkan ialah dengan karet vakum menggunakan kanula dan plastik. Pasca

tindakan perlu diberikan uretrotonika parenteral ataupun per oral dan antibiotik

d. Abortus komplit

Pada kasus ini, evakuasi tidak perlu dilakukan lagi.Observasi untuk melihat

adanya perdarahan yang banyak perlu diteruskan dan kondisi ibu setelah

penanganan tetap dibuat. Apabila terdapat anemia sedang, tablet sulfas ferrosus

600mg/hari selama 2 minggu diberikan, jika anemia berat diberikan transfusi darah.

Seterusnya lanjutkan dengan konseling asuhan pascakeguguran dan pemantauan

lanjut jika perlu.

16
e. Abortus infeksiosa/septik

Pengelolaan pasien pada abortus septik harus mempertimbangkan

keseimbangan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang mencukupi

sesuai dengan hasil kultur dan sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan

cairan flour yang keluar pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan

Penisillin 4x 1juta unit atau ampicillin 4x 1gram ditambah gentamisin 2x80mg dan

metronidazol 2x1gram. Selanjutnya, antibiotik dilanjutkan dengan hasil kultur.

Tindakan kuretase dilaksanakan bila tubuh dalam keadaan membaik

minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat telah diberikan. Pada saat tindakan,

uterus harus dilindungi dengan uterotonik untuk mengelakkan

komplikasi.Antibiotik harus dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam

waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respons harus diganti dengan antibiotik

yang lebih sesuai dah kuat.Apabila ditakutkan terjadi tetanus, injeksi ATS harus

diberikan dan irigasi kanalis vagina/uterus dibuat dengan larutan peroksida H2O2.

Histerektomi harus dibuat secepatnya jika indikasi.

f. Missed abortion

Pengelolaan missed abortion perlu diutrakan kepada pasien dan keluraganya

secara baik karena resiko tindakan operasi dan kuretase ini dapat menibulkan

komplikasi perdarahan atau tidak bersihnya evakuasi/kuretase dalam sekali

tindakan. Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat

dilakukan secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks

uterus memungkinkan. Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20

minggu dengan keadaan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk

17
melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan

kanalis servikalis.

Beberapa cara dapat dilakukan anatara lain dengan pemberian infus

intravena cairan oksitosin dimulai dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose

5 % tetesan 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit

dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh. Jika

tidak berhasil pasien diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi

biasanya maksimal 3 kali. Setelah janin atau jaringan konsepsi berhasil keluar

dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin.

g. Abortus Habitualis

Pengobatan sesuai dengan penyebab, bila abortus habitualis akibat reaksi

imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen Lymphocyte trophoblast cross

reactive dapat diobati dengan tranfusi leukosit atau heparinisasi.

Salah satu penyebeb yang sering ditemukan ialah inkompetensia serviks

untuk pengelolaan penderita inkompetensia serviks dianjurkan untuk periksa hamil

seawal mungkin dan bila dicurigai adanya inkompetensia serviks harus dilakukan

tindakan untuk memberikan fiksasi serviks agar dapat menerima beban dengan

berkembangnya kehamilan. Operasi dilakukan pada umur kehamilan 12-14 minggu

dengan cara SHIRODKAR atau McDONALD dengan melingkari kanalis

servikaslis dengan benang mersilene yang tebal dan simpul baru dibuka setelah

umur kehamilan aterm dan bayi siap dilahirkan .

h. Kehamilan anembrionik (Blighted Ovum)

Bila pada saat USG pertama tidak ditemukan gambaran gamabaran mudigah

maka perlu dievaluasi dengan USG 2 minggu kemudian. Bila tetap tidak dijumpai

18
struktur mudigah dan diamater kontong gestasi sudah mencapai 25 mm maka dapat

dinyatakan sebagai kehamilan anembrionik. Pengelolaan kehamilan anembrionik

dilakukan terminasi kehamilan dengan dilatasi dan kuretase secara elektif.

2.7 Komplikasi9

a. Perdarahan.

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil

konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan

dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan. Perdarahan yang berlebihan

sewaktu atau sesudah abortus bisa disebabkan oleh atoni uterus, laserasi cervikal,

perforasi uterus, kehamilan serviks, dan juga koagulopati.

b. Perforasi.

Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam

posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim, misalnya abortus provokatus

kriminalis. Dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi

harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya perlukaan pada uterus dan

apakah ada perlukan alat-alat lain. Pasien biasanya datang dengan syok hemoragik.

c. Syok.

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan

karena infeksi berat. Vasovagal syncope yang diakibatkan stimulasi canalis

sevikalis sewaktu dilatasi juga boleh terjadi namum pasien sembuh dengan segera.

d. Infeksi.

Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang

merupakan flora normal. Khususnya pada genitalia eksterna yaitu staphylococci,

streptococci, Gram negatif enteric bacilli, Mycoplasma, Treponema (selain T.

19
paliidum), Leptospira, jamur, Trichomonas vaginalis, sedangkan pada vagina ada

lactobacili,streptococci, staphylococci, Gram negatif enteric bacilli, Clostridium

sp., Bacteroides sp, Listeria dan jamur. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi

terbatas padsa desidua. Pada abortus septik virulensi bakteri tinggi dan infeksi

menyebar ke perimetrium, tuba, parametrium, dan peritonium.

Organisme-organisme yang paling sering bertanggung jawab terhadap infeksi

paska abortus adalah E.coli, Streptococcus non hemolitikus, Streptococci anaerob,

Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolitikus, dan Clostridium perfringens.

Bakteri lain yang kadang dijumpai adalah Neisseria gonorrhoeae, Pneumococcus

dan Clostridium tetani. Streptococcus pyogenes potensial berbahaya oleh karena

dapat membentuk gas.

2.8 Prognosis9

Prognosis keberhasilan kehamilan tergantung dari etiologi aborsi spontan

sebelumnya. Perbaikan endokrin yang abnormal pada wanita dengan abortus yang

rekuren mempunyai prognosis yang baik sekitar >90 %. Pada wanita keguguran

dengan etiologi yang tidak diketahui, kemungkinan keberhasilan kehamilan sekitar

40-80 %. Sekitar 77 % angka kelahiran hidup setelah pemeriksaan aktivitas jantung

janin pada kehamilan 5 sampai 6 minggu pada wanita dengan 2 atau lebih aborsi

spontan yang tidak jelas.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. 2010.
2. Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. Abortion. In: Williams
obstetrics. 21st ed, New York: Appleton & Lange. 2006
3. Pernoll ML. Handbook of Obstetrics & Gynecology 10th edition. New York:
McGraw-Hill. 2001
4. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Current Diagnosis &
Treatment Obstetrics & Gynecology 10th edition. New York: McGraw-Hill.
2007
5. Leveno KJ, Alexander JM, Casey BM, Dashe JS, Roberts SW, Sheffield JS,
et al. Williams Manual of Pregnancy Complications, 23rd Ed. New York:
McGraw-Hill. 2013
6. Saifudin, Bari. Editor, Perdarahan pada kehamilan muda. Dalam. Acuan
nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta. Yayasan
BPSP. 2001. 146-151.
7. Winknjosastro H. Kelainan dalam lamanya kehamilan- Abortus. Dalam :
Ilmu kebidanan. Edisi III. Yayasan BPSP. Jakarta. 1996, 302-312.
8. Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. 2010.
9. Gaufberg F, Abortion Treatened, Available at
http://emedicine.medscape.com/article/795359-overview, accessed on
April 7, 2017

21

Anda mungkin juga menyukai