Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN RETENSI URINE

DI IGD RSUD.MOCH.ANSARI SALEH BANJARMASIN

A. Pengertian
Retensi urine adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urine. (Brunner and Suddarth. (2010). Text
Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. Hal 1370 ).
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan
tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensio
urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria. (Kapita
Selekta Kedokteran).
Retensio urine adalah tertahannya urine di dalam kandung kemih, dapat terjadi
secara akut maupun kronis. (Depkes RI Pusdiknakes, 1995).

B. Etiologi
Penyebab dari retensi urine antara lain diabetes, pembesaran kelenjar prostat,
kelainan uretra ( tumor, infeksi, kalkulus), trauma, melahirkan atau gangguan
persyarafan ( stroke, cidera tulang belakang, multiple sklerosis dan parkinson).
Beberapa pengobatan dapat menyebabkan retensi urine baik dengan menghambat
kontraksi kandung kemih atau peningkatan resistensi kandung kemih. (Karch, 2008)

C. Patofisiologi dan Patoflow


Patofisiologi penyebab retensi urin dapat dibedakan berdasarkan sumber penyebabnya
antara lain :
1. Gangguan supravesikal adalah gangguan inervasi saraf motorik dan sensorik.
Misalnya DM berat sehingga terjadi neuropati yang mengakibatkan otot tidak mau
berkontraksi.
2. Gangguan vesikal adalah kondisi lokal seperti batu di kandung kemih, obat
antimuskarinik/antikolinergik (tekanan kandung kemih yang rendah) menyebabkan
kelemahan pada otot detrusor..
3. Gangguan infravesikal adalah berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor
pada leher vesika, fimosis, stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma
uretra, batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).
D. Tanda dan Gejala
1. Diawali dengan urine mengalir lambat.
2. Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
4. Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.

E. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan specimen urine.
2. Pengambilan: steril, random, midstream
3. Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, Keton dan Nitrit.
4. Sistoskopi ( pemeriksaan kandung kemih )
5. IVP ( Intravena Pielogram ) / Rontgen dengan bahan kontras
.
F. Penatalaksanaan Medis
1. Kateterisasi urethra.
2. Dilatasi urethra dengan boudy.
3. Drainase suprapubik.

G. Komplikasi
1. Urolitiasis atau nefrolitiasis
2. pielonefritis
3. hydronefrosis
4. Pendarahan
5. Ekstravasasi urine

H. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Kaji kapan klien terakhir kali buang air kecil dan berapa banyak urin yang keluar.
b. Kaji adanya nyeri pada daerah abdomen.
c. Perkusi pada area supra pubik, apakah menghasilkan bunyi pekak yang
menunjukkan distensi kandung kemih.
d. Kaji pola nutrisi dan cairan.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a. Retensi urin berhubungan dengan ketidakmampuan kandung kemih untuk
berkontraksi dengan adekuat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah retensi urine
dapat teratasi.
Kriteria hasil : - Berkemih dengan jumlah yang cukup
- Tidak teraba distensi kandung kemih
Intervensi :
1) Dorong pasien utnuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-tiba dirasakan.
R : Meminimalkan retensi urin dan distensi berlebihan pada kandung kemih.
2) Awasi dan catat waktu dan jumlah tiap berkemih.
R : Retensi urin meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan atas.
3) Perkusi/palpasi area suprapubik
R: Distensi kandung kemih dapat dirasakan diarea suprapubik.

b. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi pada kandung kemih.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah nyeri
dapat teratasi.
Kriteria hasil : - Menyatakan nyeri hilang / terkontrol
- Menunjukkan rileks, istirahat dan peningkatan aktivitas
dengan tepat
Intervensi :
1) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas nyeri.
R : Memberikan informasi untuk membantu dalam menetukan
intervensi.
2) Plester selang drainase pada paha dan kateter pada abdomen.
R : Mencegah penarikan kandung kemih dan erosi pertemuan penis-
skrotal.
3) Pertahankan tirah baring bila diindikasikan nyeri.
R : Tirah baring mungkin diperlukan pada awal selama fase retensi
akut.
4) Berikan tindakan kenyamanan
R : Meningktakan relaksasi dan mekanisme koping.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring, nyeri, kelemahan otot.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 X 24 jam masalah
intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan tidak adanya dispnea, kelemahan, tanda vital dalam
rentang normal.
Intervensi :
1) Evaluasi respon klien terhadap aktivitas.
R : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai
indikasi.
R : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R : Tirah baring dapat menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat
energi untuk penyembuhan.
4) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
R : Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons individual pasien
terhadap aktivitas.

I.
Daftar Pustaka

Brunner and Suddarth. (2010). Text Book Of Medical Surgical Nursing 12th Edition. China : LWW.
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai