Oleh:
DWI INDRI OKTAFIANI
41888/2003
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam PP no.28 tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar, pasal 3 dikemukakan bahwa
pendidikan dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan dasar kepada siswa untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara dan
anggota umat manusia serta mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan menengah.
Berkaitan dengan hal itu, dalam kurikulum pendidikan dasar di kemukakan bahwa
pendidikan yang di selenggarakan Sekolah Dasar bertujuan memberikan bekal kemampuan
dasar baca-tulis dan berhitung, pengetahuan dan keterampilan dasar yang bermanfaat bagi
siswa sesuai dengan tingkat perkembanggannya, serta mempersiapkan mereka untuk
mengikuti pendidikan di SLTP.
Keterampilan baca-tulis, khususnya harus di kuasai oleh para siswa di SD. Keberhasilan
belajar mereka dalam mengikuti proses kegiatan belajar di sekolah sangat di tentukan oleh
penguasaan kemampuan membaca permulaan. Siswa yang tidak mamapu membaca dengan
baik akan mengalami kesulitan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran untuk semua mata
pelajaran, karena mereka akan mengalami kesulitan dalam menangkap dan memahami
informasi yang di sajikan dalam berbagai buku pelajaran, buku penunjang dan sumber-
sumber belajar tertulis yang lainnya. Dan siswa tersebut akan lamban sekali dalam menyerap
pelajaran. Akibatnya, kemajuan belajar juga lamban jika di bandingkan dengan teman-
temannya yang tidak mengalami kesulitan dalam membaca.(Imam 1992:2)
Pembinaan kemampuan membaca secara formal di laksanakan dalam mata pelajaran bahasa
indonesia. Menurut kurikulum berbasis kompetensi bahasa indonesia 2004, standar
kompetensi mata pelajaran bahasa indonesia khususnya membaca permulaan, siswa di tuntut
untuk mampu membaca huruf, suku kata dan kalimat. Pembelajaran di SD dilaksanakan
sesuai dengan perbedaan atas kelas rendah dan kelas tinggi. Pelajaran di kelas rendah
biasanya disebut sebagai pelajaran membaca permulaan (MMP), sedangkan di kelas tinggi di
sebut pelajaran membaca lanjut.
Pelajaran membaca permulaan bertujuan agar sisiwa mengenal huruf dan merangkai huruf
sehingga mereka dapat membaca dengan menggunakan kata tersebut. (Subarti dkk, 1991 /
1992 : 31)
Anak kesulitan belajar adalah anak yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas
akademik, baik disebabkan oleh adanya difusi neurologis, proses psikologis maupun oleh
sebab lain sehingga prestasi belajar yang dicapai jauh berada di bawah potensi yang
sebenarnya.(Depdikbud:1997)
Sebenarnya Anak kesulitan belajar sudah dikenal dalam dunia pendidikan. Namun demikian,
penanganan terhadap mereka belum seperti yang di harapkan. Banyak faktor yang
mempengaruhi keterlambatan perkembangan anak berkesulitan belajar. Salah satu di
antaranya adalah karena kurangnya keterampilan guru dalam mengidentifikasi terhadap
mereka, terutama kesulitan belajar membaca permulaan.
Kesulitan membaca permulaan menjadi penyebab utama kegagalan anak di sekolah. Hal itu
terjadi karena membaca permulaan merupakan satu bidang akademik dasar selain menulis
dan berhitung. Kemampuan membaca permulaan merupakan kebutuhan dasar, karena
sebagian informasi di sajikan dalam bentuk tertulis dan hanya di peroleh melalui membaca.
(Sunardi, 1997:1)
Adapun tujuan utama dari membaca permulaan adalah agar anak dapat mengenal tulisan
sebagai simbol dan lambang bahasa, sehingga anak-anak dapat menyuarakan tulisan tersebut.
Namun untuk dapat membaca permulaan seorang dituntut agar mampu:
1. Membedakan huruf
2. Mengucapkan tulisan yang sedang di baca dengan benar, menggerakan mata dengan cepat
dari kiri ke kanan sesuai dengan urutan tulisan yang di baca.
3. Menyuarakan tulisan yang di baca dengan benar
4. Mengenal arti tanda-tanda baca
5. Mengatur tinggi rendah suara sesuai dengan bunyi, makna kata yang di ucapakan, serta
tanda baca.
Berdasarkan study pendahuluan yang penulis lakukan pada bulan Agustus sampai November
2007 ini, penulis melihat anak kesulitan belajar (X) kelas satu di SD 09 Kecamatan Pauh
mengalami kesulitan belajar membaca permulaan. karena kesulitan belajar membaca yang di
milikinya sehingga ia juga memiliki kesulitan untuk mengikuti pelajaran yang lainnya. Sebab
kemampuan membaca yang di milikinya anak sangat minim.
Sebenarnya Anak Kesulitan Belajar (x) sudah mengenal huruf, khususnya huruf vokal seperti:
a, i, u, e, o. Anak sudah sangat hafal dan ingat sekali dengan huruf tersebut meskipun penulis
meletakkan tidak berurutan dan memintanya menunjukkan serta menyebutkan satu persatu..
Selain huruf vokal tersebut, anak juga sudah mengenal huruf-huruf lainnya seperti huruf: b, c,
f, g, j, m, n, p, q, r, s, t, k, w, z. Terbukti ketika penulis melakukan asesmen mengenal huruf a
sampai z. ketika penulis cobakan dengan cara berurutan anak sudah sangat lancar sekali,
namun ternyata anak menyebutkan huruf-huruf tersebut dengan hafalannya. Sebab ketika
penulis cobakan lagi dengan cara mengacak huruf a sampai z tadi, ternyata masih ada
beberapa huruf yang salah di sebutkan oleh anak seperti huruf d, l, y, h, x, dan v. Dari hasil
asesemen itu penulis melihat, sepertinya anak sering salah menyebutkan karna adanya
kemiripan bentuk antara beberapa huruf-huruf tersebut. Dimana kesalahan yang sering di
lakukan anak adalah ketika menyebutkan huruf d menjadi b. l menjadi i, x menjadi y, v
menjadi u dan h menjadi n. Sebab ketika penulis mengasesmen kemampuan dasar anak
mengenal huruf, anak masih suka terbalik dalam menyebutkan huruf huruf yang penulis
jelaskan di atas. Selain itu anak masih lamban dalam mengeja huruf menjadi kata. Sehingga
ketika anak membaca satu kata saja ia akan membutuhkan waktu yang cukup lama di
bandingkan teman-temannya yang lain.Padahal anak sudah mengenal huruf-huruf yang akan
di rangkaikan.. Dengan melihat kesulitan membaca anak yang anak sangat besar, maka disini
penulis ingin membantu anak agar dapat membaca lebih mudah dan tidak cepat jenuh.
Dengan cara meminta anak untuk menggabungkan huruf-huruf yang dikenal dengan
ditambahkan huruf vokal, sehingga huruf tersebut bisa di baca menjadi suku kata. Misalnya
anak sudah mengenal huruf b. Maka penulis membantu atau merubah metode membaca anak
sebelumnya dengan langsung mengenalkan suku katanya. Sebab secara latar belakang anak
tersebut sudah menggenal huruf vokal. Sehingga dengan huruf b anak jadi mampu membaca
atau menyebutkan menjadi suku kata, seperti ba, bi, bu, be, bo. Disini anak sudah cukup baik
dalam menyebutkannya. Meskipun penulis meminta anak menyebutkan dan menunjukkannya
dengan sistim acak. Seperti be, bi, bo, ba, bu. Anak sudah tau mana huruf ba, bi, bu, be, bo
dengan membacakan sambil menunjukkan, meski dengan cara berurutan atau acak. Selain itu
penulis juga mengasesmen anak dengan huruf-huruf konsonan lain, yaitu dengan huruf-huruf
konsonan yang sudah di kenal anak. Seperti huruf c, f, g, j, m, n, p, q, r, s, t, w, z.begitu juga
seterusnya untuk huruf-huruf yang lain dan meminta anak menggabungkan huruf konsonan
tersebut dengan huruf vocal. Disini penulis melihat anak sudah dapat membacanya cukup
baik, walau terkadang masih salah dalam skala yang kecil. Dari hasil asesmen tersebut
penulis dapat melihat anak mampu membaca suku kata yang penulis tunjuk sesuai dengan
huruf-huruf konsonan yang di ketahui anak. Untuk huruf-huruf d, l, h, v, y, dan x. anak masih
suka salah dan terbalik-balik dalam menyebutkannya. Dan ketika penulis cobakan dengan
menggabungkan huruf-huruf konsonan di atas dengan huruf vocal, kesalahan anak sedikit
berkurang. Sebab anak lebih tau membedakan antara huruf b dan d jika ditambahkan dengan
huruf vokal sehingga huruf b dibaca ba dan huruf d dibaca da sebagaimana yang terdapat
dalam teori membaca pada metode suku kata. Disini penulis lihat sepertinya anak lebih cepat
pemahaman membacanya jika di bantu dengan metoda suku kata yang penulis terapkan dari
pada metode eja yang selama ini di pakai anak selama belajar membaca di kelas.
Penulis sangat berharap metode suku kata yang berhasil membuat anak tunarungu yang
penulis bimbing menjadi mampu membaca, juga bisa penulis terapkan terhadap anak
kesulitan belajar (x) tersebut.
Berdasarkan study pendahuluan tersebut, maka penulis melakukan penelitian eksperimen
dengan subjek tunggal untuk memberikan intervensi terhadap kemampuan membaca anak
kesulitan belajar (x) melalui metode suku kata, dengan tujuan agar anak tersebut dapat
membaca dengan lancar dan untuk melihat apakah metode suku kata dapat meningkatkan
kemampuan membaca anak kesulitan belajar (x) tersebut.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan masalah yang telah penulis paparkan pada latar belakang di atas maka
identifikasi masalahnya dapat di uraikan sebagai berikut:
1. Anak belum mampu membaca.
2. Anak masih sering salah menyebutkan huruf. Seperti huruf: d, r, l, y, v. h, dan x.
3. Anak mengalami kesukaran dalam menggunakan metode eja dan lebih cepat membaca
dengan menggunakan metode suku kata.
4. Guru kelas kurang memperhatikan faktor penghambat belajar membaca pada anak.
5. Guru kelas tidak mencari metode yang tepat untuk di terapkan kepada anak.
C. Batasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah maka penulis membatasi masalah pada: meningkatkan
kemampuan membaca dengan menggabungkan beberapa suku kata untuk menjadi menjadi
kata, sehingga bisa di baca pada anak kesulitan belajar melalui metode suku kata.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka rumusan permasalahannya adalah:
apakah metode suku kata dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi anak
kesulitan belajar (x) kelas 1 SD 09 kecamatan Pauh.
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah metode suku kata dapat meningkat kemampuan membaca permulaan anak kesulitan
belajar (x) kelas 1 SD 09 kecamatan Pauh.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya di harapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
Terkhususnya bagi anak kesulitan belajar dan pendidikan luar biasa pada umumnya, antara
lain:
1. Anak kesulitan belajar, agar dapat meningkatkan kemampuan membaca permulaan.
2. Guru Kelas, agar lebih mudah dalam mengajar dan memilihkan metode yang sesuai
dengan karakteristik anak.
3. Peneliti, semoga dapat menambah wawasan peneliti tentang metode suku kata yang
digunakan untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan bagi anak kesulitan belajar.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Membaca
1. Hakekat Membaca
Pada hakekatnya membaca merupakan proses memhami dan merekonstruksi makna yang
terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan
merupakan interaksi timbal balik, interasi aktif, dan interasksi dinamais antara pengertahuan
dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat fakta dan informasi yang tertuang
dalam teks bacaan merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak/fikiran pembaca
atau dapat disebut dengan sumber informasi nonvisual, kedua macam sumber informasi
tersebut perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal
informasi viusual perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami
suatu teks bacaan.
Demikian pula sebaiknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu di lanjutkan dengan
kemampuan memahami informai visual yang ada pada teks bacaan, kemampuan penunjang
lain yangt perlu dimiliki pembaca yaitu kemampuan menghubungakn gagasan yang dimiliki
dengan menggabungkan materi bacaan. Dalam kaitannya dengan pemahaman dan
perkonstruksian pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan. Harirs, dan Sipay
(1980) menyatakan bahwa membaca merupakan proses menafsirkan makna bahasa tulis
secara tepat. Pengenalan makna kata sesuai dengan konteksnya merupakan prasyarat yang di
perlukan untuk memahami pesan yang terdapat pada bahan bacaan.
2. Membaca permulaan
Menurut Rita Wati (1996:43) membaca permulaan merupakan membaca awal yang diberikan
kepad anak di kelas I dan II sebagai dasar untuk pelajaran selanjutnya. seiring denganb itu
Sahari (1994:11) mengemukakan membaca adalah:
Kegiatan dalam menerapkan dalam kemampuan berbahasa (linguisti) dengan melibatkan
faktor biologis dan psikis yang di pengaruhi oleh lingkungan denagn huruf, suku kata, kata
dan kalimat sebagai objek bacaan sebagai tingkatan awal dalam belajar membaca
Pembelajaran membaca di kelas I dan kelas II merupakan pelajaran membaca tahap awal.
Kemampuan membaca yang di peroleh anak di kelas I dan kelas II tersebut akan menjadi
dasar pembelajaran membaca kelas-kelas berikutnya.
Supryadi (1993) mengemukakan bahwa kemampuan membaca yang di peroleh pada
membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut.
Sebagai kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya maka kemampuan membaca
permulaan benar-benar memerlukan perhataian guru, sebab jika dasar itu tidak kuat, pada
tahap membaca lanjut anak akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan
membaca yang memadai.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat di tegaskan keuntungan metode suku kata ini
adalah untuk membantu anak kesulitan belajar yang cepat bosan, sehingg metode uku kata ini
dapat di gunakan untuk meningkatkan motivasi belajar membaca anak kesuliatn belajar.
a. Kelemahan Metode suku kata
Bagi anak kesuliatan belajar yang kurang mengenal huruf, akan mengalami kesulitan
merangkaikan huruf menjadi suku kata.
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti yaitu Meningkatkan kemampuan membaca
permulaan anak kesulitan belajar dengan menggunakan metode suku katas di SD 09
KECAMATAN PAUH, maka peneliti memilih jenis penelitian adalah eksperimen dalam
bentuk Single Subject Research (SSR). Eksperimen merupakan suatu kegiatan percobaan
yang dilakukan untuk meneliti suatu peristiwa atau gejala yang muncul terhadap suatu
kondisi tertentu. Penelitian ini menggunakan bentuk desain A dan B, dimana A merupakan
Phase Baseline dan B merupakan fase intervensi. Desain ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
Menurut Juang (2005:57) phase baseline adalah phase saat variable terikat (target behaviour)
diukur secara priodik sebelum diberikan perlakuan tertentu. Dalam hal ini beberapa kali anak
dapat melakukan dengan benar sebelum perlakuan diberikan. Sedangkan phase Treatment
adalah phase saat target behavior di observasi atau diukur selama perlakuan tertentu
diberikan.
Menurut Edi (2005:222), Base-line merupakan rata kemunculan perilaku dalam periode
tertentu setelah diukur melalui pengamatan.
Pada penelitian ini mempunyai satu sub variable yang akan di capai yaitu memasang tali
sepatu. Yang menjadi phase A (baseline) yaitu kemampuan awal anak kesulitan belajar dalam
membaca permulaan sebelum menggunakan metode suku kata, sedangkan yang menjadi
phase B (intervensi) yaitu kemampuan membaca permulaan anak kesulitan belajar setelah
menggunakan metode suku kata.
B. Variabel Penelitian
Menurut Juang (2005:12), Variabel merupakan istilah dasar dalam penelitian eksperimen
termasuk penelitian dengan subjek tunggal. Dalam penelitian eksperimen. Variabel
merupakan suatu atribut atau ciri-ciri mengenai sesuatu yang diamati dalam penelitian.
Dengan demikian variable dapat berbentuk kejadian yang dapat diamati dan diukur, biasanya
menggunakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
terikat dalam penelitian kasus tunggal dikenal dengan target behavior (perilaku sasaran),
sedangkan variabel bebas dikenal dengan istilah intervensi (perlakuan). Adapun variabel
terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan membaca permulaan dan memiliki satu sub
variabel, sedangkan variabel bebasnya yaitu metode suku kata.
C. Defenisi Operasional Variabel
Defenisi operasional dari variabel-variabel yang akan peneliti teliti antara lain:
1. Kemampuan membaca permulaan
Kemampuan membaca yang di peroleh pada membaca permulaan akan sangat berpengaruh
terhadap kemampuan membaca lanjut. Oleh karena itu membaca permulaan benar-benar
memerlukan perhatian guru. Sebab jika dasar itu tidak kuat, pada tahap membaca lanjut anak
akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai. Disini
penulis melihat dari adanya bebrapa huruf yang belum di ketahui oleh anak sebelum di
berikan perlakuan.
Kemampuan membaca yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu kemampuan mengenal
huruf mulai dari huruf a samapai dengan z. Selanjutnya menggabungkan huruf-huruf yang di
kenal dengan huruf vokal sehingga menjadi suku kata. Dari suku kata tersebut di rangkai
menjadi kata dan yang terakhir dari kata disusun menjadi sebuah kalimat sedehana. Disini
yang penulis lihat adalah kemampuan anak kesulitan belajar dalam membaca dan
menyebutkan, baik huruf atau kata yang penulis tunjuk secara berurutan dan acak sebelum di
berikan perlakuan. Dan setelah itu melihat ketepatan anak setelah diberikan perlakuan berupa
penggunaan metode suku kata dalam membantu anak membaca.
Dalam penelitian ini peneliti tidak mengukur kecepatan membaca anak, akan tetapi
kemampuan anak dalam membaca suku kata, di mana peneliti melihat apakah kemampuan
membacanya dapat meningkat setelah dibantu dengan metode suku kata. Target penilaian
dalam penelitian ini adalah sesuai satu sub variabel tersebut, yaitu kemampuan dalam
membaca 2 samapai 3 suku kata. Peneliti mengukur banyaknya suku kata yang dapat di baca
anak menjadi kata, kemudian mengumpulkan data tersebut pada format penilaian. Membaca
dengan tepat adalah menyebutkan setiap suku kata dan kata tanpa ada kesalahan. Jika masih
ada suku kata atau kata yang di sebutkan dengan salah maka dinyatakan belum benar dan
harus mengulang membaca kembali.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah sesuatu yang dijadikan bahan atau sasaran dalam suatu penelitian.
Juang (2005:2) menyatakan penelitian single subject Research digunakan untuk subjek
tunggal, dalam pelaksanaannya dapat dilakukan pada seorang subjek atau sekelompok
subjek. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek adalah kesulitan belajar beridentitas X di
SD 09 KECAMATAN PAUH.. Secara fisik anak X sangat normal, dan memiliki anggota
tubuh yang lengkap. Hanya saja memiliki hambatan dalam membaca.
Menghitung Mean Level, yaitu semua skor dijumlahkan dan di bagi dengan banyak poin
data, Menentukan batas atas dengan cara mean level + setengah rentang stabilitas,
menentukan batas bawah dengan cara mean level setengah rentang stabilitas, tentukan
persentase stabilitas yang berada dalam rentang stabilitas dengan cara:.
Dengan kriteria stabilitas 85% sampai dengan 90% disebut stabil, jika kurang dari 85%
disebut variabel.
d. Menentukan jejak data
Juang (2005:114) mengemukakan untuk menentukan data path within trend hampir sama
dengan arah kecendrungan, yaitu dimasukan hasil yang sama seperti kecendrungan arah.
Apakah meningkat (+), menurun (-) atau sejajar dengan sumbu X (=).
e. Menentukan level stabilitas dan rentang
Tingkat stabilitas (level stability) menunjukkan derajat variasi atau besar dan kecilnya
rentang pada kelompok data tertentu. Jika rentang datanya kecil atau tingkat variasinya
rendah, maka data dikatakan stabil. Secara umum 85%-90% data dikatakan stabil, sedangkan
dibawah itu dikatakan tidak stabil (variabel). Untuk menentukan tingkat dan rentang stabilitas
yaitu dengan cara menentukan rata-rata tingkat yang dilakukan dengan cara menjumlahkan
nilai seluruh titik data dan membagi jumlahnya dengan jumlah titik data. Kemudian dengan
menggunakan Trend Stability Criterion Envelope disekitar rata-rata (bagian atas dan bagian
bawah). Range ditentukan dengan mengidentifikasi titik data pada ordinat dari ordinat yang
paling rendah dan nilai ordinat yang paling tinggi dengan rumus:
Setelah data analisis dalam kondisi didapat maka dimasukkan pada tabel rangkuman hasil
visual dalam kondisi.
DAFTAR PUSTAKA