Anda di halaman 1dari 209

PERANCANGAN LIFESTYLE CENTER SUMMARECON

BANDUNG
(PERANCANGAN RUANG PARKIR, STRUKTUR
PERKERASAN, MANAJEMEN LALU LINTAS, DAN
STRUKTUR GEDUNG PARKIR)

TUGAS AKHIR
Karya tulis sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh

MEDINA WINANDYANI
NIM : 15013098

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2017
PERANCANGAN LIFESTYLE CENTER SUMMARECON
BANDUNG

TUGAS AKHIR
Oleh

Pas Foto
2x3 cm

MEDINA WINANDYANI
NIM : 15013098

Program Studi Teknik Sipil


Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung

Menyetujui
Pembimbing Tugas Akhir,

Tanggal .............................

Aine Kusumawati, S.T., M.T., Ph.D


NIP. 197307291995122001
Mengetahui,
Koordinator Tugas Akhir Program Studi Teknik Sipil
Ketua,

Ir. Biemo W. Soemardi, M.Sc., Ph.D. Ir. Muhamad Abduh, M.T., Ph.D
NIP. 196104091992031001 NIP. 196908151995121002
ABSTRAK

PERANCANGAN LIFESTYLE CENTER


SUMMARECON BANDUNG

Oleh:

Medina Winandyani
NIM: 15013098
(Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil)

Summarecon Bandung adalah sebuah kawasan mandiri yang terletak di wilayah


Bandung Timur yang terdiri dari area residensial, komersial, dan Summarecon
Teknopolis yang berpadu harmonis sebagai tempat untuk tinggal, bekerja, dan
rekreasi. Seiring dengan perkembangan dan pembangunannya, kawasan tersebut
akan menimbulkan perubahan tata guna lahan menjadi tempat pusat kegiatan, salah
satunya adalah mall. Perubahan struktur ruang menjadi mall akan memengaruhi
pola pergerakan yang kemudian akan membebani jaringan jalan di suatu wilayah
sehingga diperlukan manajemen lalu lintas kawasan. Selanjutnya, perubahan tata
guna lahan tersebut menimbulkan tarikan dan bangkitan perjalanan yang harus
diakomodasi oleh Lifestyle Center Summarecon Bandung. Besarnya demand harus
dihitung berdasarkan fungsi Lifestyle Center Summarecon Bandung yakni sebagai
mall. Selanjutnya, demand yang ada digunakan untuk perhitungan dan perencanaan
sirkulasi parkir, ruang parkir, dan fasilitas parkir yang mengacu pada Pedoman
Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir 1998. Demand yang telah dihitung
juga digunakan untuk perencanaan dan perancangan struktur perkerasan jalan akses
menuju Lifestyle Center Summarecon Bandung yang mengacu pada Pedoman
Perencanaan Perkerasan Lentur Pt-T-01-2002-B. Selain itu, dilakukan juga
perancangan struktur gedung parkir yang harus disediakan pada Lifestyle Center
Summarecon Bandung agar tercipta pergerakan yang aman di area Lifestyle Center
yang mengacu pada PPIUG 1983, SNI 1726:2012, dan SNI 2847:2013.

Kata Kunci: gedung parkir, lifestyle center, manajemen lalu lintas, perkerasan

i
ABSTRACT

DESIGN OF LIFESTYLE CENTER


SUMMARECON BANDUNG

Author:

Medina Winandyani
NIM: 15013098
(Faculty of Civil and Environmental Engineering, Department of Civil Engineering)

Summarecon Bandung is a self-contained area located in East Bandung area


consisting of residential, commercial, and Summarecon Teknopolis harmonious
places to live, work, and recreation. Along with the development, the area will cause
a change of land use into a center of activity, one of which is a mall. Changing the
space structure into a mall will affect the movement pattern that will burden the
road network in a region that required a local traffic area management. Furthermore,
the land use change is causing the trip attraction and trip generation that must be
accommodated by Lifestyle Center Summarecon Bandung. The amount of demand
must be calculated based on the function Lifestyle Center Summarecon Bandung
as a mall. Furthermore, the existing demand is used for the calculation and planning
of parking circulation, parking space, and parking facilities that refer to Pedoman
Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir 1998. The calculated demands are
also used for planning and designing pavement structure access to Summarecon
Bandung Lifestyle Center refer to Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur Pt-T-
01-2002-B. In addition, the design of the structure of the parking building should
be provided at the Lifestyle Center Summarecon Bandung in order to create a safe
movement in the area of Lifestyle Center which refers to PPIUG 1983, SNI 1726:
2012, and SNI 2847: 2013.

Keyword: lifestyle center, multi-storey car park, pavement, traffic management

ii
PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR DESAIN

Tugas Akhir Desain yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di


Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan
ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang
berlaku di Institut Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan
dicatat, tetapi pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang
dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh Tugas Akhir Desain


haruslah seizin Dekan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi
Bandung.

iii
LEMBAR DEDIKASI

Didedikasikan untuk orang-orang terkasih:


Papa, Mama, Kakek, dan Gita (Adik)

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
pengharapan dan kekuatan yang diberikan kepada penulis selama pengerjaan tugas
akhir ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Tugas akhir ini disusun sebagai
salah satu syarat kelulusan Mata Kuliah SI-4099 Tugas Akhir untuk menyelesaikan
studi dan memperoleh gelar sarjana dari Program Studi Teknik Sipil, Institut
Teknologi Bandung.

Tugas Akhir ini berisi tentang perancangan Lifestyle Center Summarecon Bandung.
Perancangan tersebut meliputi perancangan ruang parkir, struktur perkerasan jalan
akses, manajemen lalu lintas kawasan, dan perancangan elemen struktur gedung
parkir.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan selama penyusunan tugas akhir ini. Terima kasih yang
mendalam penulis sampaikan kepada:

1. Ir. Muhamad Abduh, M.T., Ph.D sebagai Ketua Program Studi Teknik Sipil
yang memberikan arahan mengenai Tugas Akhir Terpadu dan memberikan
bantuan dana untuk kelancaran pengerjaan Tugas Akhir ini.
2. Aine Kusumawati, S.T., M.T., Ph.D. selaku dosen pembimbing tugas akhir atas
semua waktu dan arahan yang diberikan selama pengerjaan tugas akhir.
3. Prof. Adang Surahman, M.Sc., Ph.D., selaku Ketua Team Teaching 1 atas
semua waktu dan arahan yang diberikan selama pengerjaan tugas akhir.
4. Orang tua penulis dan teman-teman kelompok Tugas Akhir Terpadu (Marlon
sebagai pemegang tanggung jawab pengerjaan struktur, Kasyfu sebagai
pemegang tanggung jawab pengerjaan geoteknik, Agatha sebagai pemegang
tanggung jawab dalam pengerjaan sumber daya air, dan Silvia sebagai
pemegang tanggung jawab dalam pengerjaan manajemen rekayasa konstruksi)
atas motivasi dan bantuannya selama pengerjaan tugas akhir berlangsung.

v
Akhir kata, penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna.
Namun, dibalik ketidaksempurnaannya, semoga laporan tugas akhir ini bermanfaat
dan dapat digunakan sebagaimana mestinya.

Bandung, Juni 2017

Penulis

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK ............................................................................................................... i

ABSTRACT ............................................................................................................ ii

PEDOMAN PENGGUNAAN TUGAS AKHIR DESAIN.................................... iii

LEMBAR DEDIKASI ........................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................ v

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii

Bab I Pendahuluan .................................................................................................. 1

I.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

I.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 2

I.3 Tujuan ..................................................................................................... 2

I.4 Ruang Lingkup ........................................................................................ 2

Bab II Dasar Perancangan ....................................................................................... 6

II.1 Ruang Parkir ........................................................................................... 6

II.1.1 Pengertian Parkir ............................................................................... 6

II.1.2 Satuan Ruang Parkir .......................................................................... 6

II.1.3 Desain Gedung Parkir ....................................................................... 8

II.1.4 Metode Perhitungan Kebutuhan Parkir ........................................... 15

II.1.5 Karakteristik Parkir ......................................................................... 17

II.1.6 Tarif Parkir ...................................................................................... 18

II.1.7 Teori Antrean .................................................................................. 19

II.2 Struktur Perkerasan ............................................................................... 23

II.2.1 Tanah Dasar (Subgrade) ................................................................. 23

vii
II.2.2 Lapis Fondasi Bawah (Subbase) ..................................................... 24

II.2.3 Lapis Fondasi Atas (Base) .............................................................. 25

II.2.4 Lapis Permukaan (Surface) ............................................................. 25

II.2.5 Kriteria Perancangan ....................................................................... 26

II.2.6 Perhitungan Tebal Perkerasan ......................................................... 35

II.3 Manajemen Lalu Lintas pada Kawasan Lokal ...................................... 37

II.3.1 Vertical Deflection .......................................................................... 39

II.3.2 Horizontal Deflection ...................................................................... 41

II.3.3 Rambu ............................................................................................. 44

II.3.4 Marka .............................................................................................. 49

II.4 Struktur Gedung Parkir ......................................................................... 53

II.4.1 Perencanaan Gedung ....................................................................... 53

II.4.2 Kriteria Perancangan ....................................................................... 55

Bab III Metodologi ................................................................................................ 59

III.1 Umum.................................................................................................... 59

III.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data ...................................................... 60

III.3 Ruang Parkir ......................................................................................... 61

III.4 Struktur Perkerasan ............................................................................... 62

III.5 Manajemen Lalu Lintas Kawasan ......................................................... 63

III.6 Struktur Gedung Parkir ......................................................................... 64

Bab IV Perancangan Ruang Parkir ....................................................................... 65

IV.1 Kebutuhan Ruang Parkir ....................................................................... 65

IV.2 Supply Parkir ......................................................................................... 83

IV.2.1 Sirkulasi Parkir ................................................................................ 83

IV.2.2 Geometri Parkir ............................................................................... 85

IV.3 Pelayanan Pintu Parkir .......................................................................... 87

viii
IV.4 Kajian Perancangan Ruang Parkir ........................................................ 89

Bab V Perancangan Struktur Perkerasan .............................................................. 90

V.1 Perencanaan Struktur Perkerasan .......................................................... 90

V.2 Data Volume Kendaraan ....................................................................... 90

V.3 Indeks Permukaan ................................................................................. 91

V.4 Daya Dukung Tanah ............................................................................. 91

V.5 Modulus Resilient (MR) ........................................................................ 94

V.6 Reliabilitas ............................................................................................ 94

V.7 Analisis Lalu Lintas dan Perhitungan Kekuatan Struktur Perkerasan .. 94

V.8 Perhitungan Tebal Struktur Perkerasan Lentur Jalan Baru ................... 96

Bab VI Manajemen Lalu Lintas Kawasan ............................................................ 99

VI.1 Denah Manajemen Lalu Lintas Kawasan ............................................. 99

VI.2 Perancangan Vertical Deflection ......................................................... 102

VI.2.1 Perancangan Vertical Deflection Entrance Kawasan Summarecon


Bandung ...................................................................................................... 102

VI.2.2 Perancangan Vertical Deflection pada Ruas Jalan Kawasan


Summarecon Bandung ................................................................................ 105

VI.2.3 Perancangan Vertical Deflection pada Simpang di Kawasan


Summarecon Bandung ................................................................................ 108

VI.3 Rambu Jalan ........................................................................................ 111

VI.4 Marka Jalan ......................................................................................... 115

BAB VII Perancangan Struktur Gedung Parkir .................................................. 117

VII.1 Preliminary Design ........................................................................... 117

VII.1.1 Pembebanan ................................................................................... 117

VII.1.2 Perencanaan Awal Struktur ........................................................... 122

VII.2 Analisis Struktur ............................................................................... 131

VII.2.1 Perioda Fundamental Struktur ....................................................... 131

ix
VII.2.2 Penyekalaan Beban Gempa Dinamik ............................................ 133

VII.2.3 Pengecekan Efek P-Delta .............................................................. 135

VII.2.4 Pengecekan Simpangan Antarlantai.............................................. 137

VII.2.5 Pengecekan Ketidakberaturan ....................................................... 139

VII.2.6 Pengecekan Lendutan akibat Beban Gravitasi .............................. 147

VII.3 Detailing Elemen Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus .......... 149

VII.3.1 Detailing Balok............................................................................... 149

VII.3.2 Detailing Pelat ................................................................................ 166

VII.3.3 Detailing Ramp dan Tangga ........................................................... 167

VII.3.4 Detailing Kolom ............................................................................. 171

VII.3.5 Detailing Joint (Hubungan Balok-Kolom) ..................................... 180

Bab VIII Simpulan dan Saran ............................................................................. 182

VIII.1 Simpulan ............................................................................................... 182

VIII.2 Saran ..................................................................................................... 183

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 184

LAMPIRAN ........................................................................................................ 185

x
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A Faktor Ekuivalen Beban......................................................... 185


LAMPIRAN B Momen Envelope Seluruh Bentang Balok ............................. 186
LAMPIRAN C Kapasitas Momen Ujung-Ujung Balok.................................. 186
LAMPIRAN D Diagram Interaksi Kolom ...................................................... 186
LAMPIRAN E Gambar Hasil Perancangan .................................................... 186

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar I. 1 Jalan akses kawasan Gedung Lifestyle Center Summarecon Bandung


................................................................................................................................. 3
Gambar I. 2 Peta kawasan Summarecon Bandung ................................................. 4

Gambar II. 1 Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk mobil penumpang ....................... 6
Gambar II. 2 Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk sepeda motor (dalam cm) ........... 7
Gambar II. 3 Pola parkir tegak lurus ....................................................................... 8
Gambar II. 4 Pola parkir sudut ................................................................................ 8
Gambar II. 5 Pola parkir sudut berhadapan ............................................................ 9
Gambar II. 6 Parkir tegak lurus yang berhadapan................................................... 9
Gambar II. 7 Ukuran pelataran parkir sudut ......................................................... 10
Gambar II. 8 Ukuran pelataran parkir tegak lurus ................................................ 10
Gambar II. 9 Pintu masuk dan keluar terpisah ...................................................... 11
Gambar II. 10 Pintu masuk dan keluar menjadi satu ............................................ 11
Gambar II. 11 Hubungan antara besarnya tanjakan dengan panjang ramp .......... 12
Gambar II. 12 Tanjakan peralihan ........................................................................ 12
Gambar II. 13 Penahan roda.................................................................................. 13
Gambar II. 14 Pola sirkulasi di gedung parkir ramp menerus berlawanan ........... 14
Gambar II. 15 Pola sirkulasi di gedung parkir ramp menerus .............................. 14
Gambar II. 16 Pola sirkulasi gedung parkir lantai stager ...................................... 14
Gambar II. 17 Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis
permukaan beton aspal bergradasi rapat (a1) ........................................................ 30
Gambar II. 18 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis fondasi granular (a2)........ 31
Gambar II. 19 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis fondasi beraspal (a2)........ 32
Gambar II. 20 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis fondasi bawah granular (a2)
............................................................................................................................... 32
Gambar II. 21 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis fondasi bawah beraspal (a2)
............................................................................................................................... 33
Gambar II. 22 Nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur ................ 36
Gambar II. 23 Typical local area .......................................................................... 37

xii
Gambar II. 24 Contoh batas kawasan untuk diterapkan LATM ........................... 38
Gambar II. 25 Contoh manajemen lalu lintas kawasan lokal................................ 39
Gambar II. 26 Sketsa road hump .......................................................................... 39
Gambar II. 27 Wedge-plateau type ....................................................................... 40
Gambar II. 28 Road hump ..................................................................................... 40
Gambar II. 29 Dimensi road hump ....................................................................... 40
Gambar II. 30 Bundaran ........................................................................................ 41
Gambar II. 31 Single lane slow point .................................................................... 42
Gambar II. 32 Single lane angled slow point ........................................................ 42
Gambar II. 33 Driveway link................................................................................. 42
Gambar II. 34 Pulau lalu lintas ............................................................................. 43
Gambar II. 35 Modifikasi persimpangan .............................................................. 43
Gambar II. 36 Rambu peringatan persimpangan prioritas .................................... 44
Gambar II. 37 Rambu peringatan jalan berbahaya................................................ 45
Gambar II. 38 Larangan masuk untuk kendaraan bermotor dan tidak bermotor .. 45
Gambar II. 39 Larangan belok kiri ........................................................................ 45
Gambar II. 40 Larangan berjalan terus karena wajib memberi prioritas kepada arus
lalu lintas dari arah yang diberi prioritas .............................................................. 46
Gambar II. 41 Perintah memasuki jalur atau lajur yang ditunjuk ......................... 46
Gambar II. 42 Perintah mengikuti arah yang ditunjukkan saat memasuki bundaran
............................................................................................................................... 46
Gambar II. 43 Petunjuk lokasi fasilitas parkir ...................................................... 47
Gambar II. 44 Petunjuk lokasi fasilitas penyeberangan pejalan kaki ................... 47
Gambar II. 45 Marka membujur garis utuh .......................................................... 50
Gambar II. 46 Marka membujur garis putus-putus ............................................... 51
Gambar II. 47 Bentuk dan ukuran marka .............................................................. 52
Gambar II. 48 Marka serong ................................................................................. 52

Gambar III. 1 Diagram alir pengerjaan secara umum ........................................... 59


Gambar III. 2 Diagram alir perancangan ruang parkir .......................................... 61
Gambar III. 3 Diagram alir perancangan struktur perkerasan lentur .................... 62
Gambar III. 4 Diagram alir manajemen lalu lintas kawasan ................................. 63

xiii
Gambar IV. 1 Grafik akumulasi parkir motor....................................................... 74
Gambar IV. 2 Grafik akumulasi parkir mobil ....................................................... 74
Gambar IV. 3 Kurva kebutuhan parkir mobil ....................................................... 82
Gambar IV. 4 Kurva kebutuhan parkir motor ....................................................... 82
Gambar IV. 5 Pola parkir mobil Lifestyle Center Summarecon Bandung ............ 84
Gambar IV. 6 Pola parkir motor Lifestyle Center Summarecon Bandung ........... 84
Gambar IV. 7 Tata letak jalur masuk dan keluar Gedung Parkir Lifestyle Center
Summarecon Bandung .......................................................................................... 85
Gambar IV. 8 Dimensi jalur gang parkir motor hasil evaluasi (satuan dalam meter)
............................................................................................................................... 86
Gambar IV. 9 Penahan roda (satuan dalam milimeter) ......................................... 86

Gambar V. 1 Jalan akses Lifestyle Center Summarecon Bandung ....................... 90


Gambar V. 2 Tebal struktur perkerasan lentur dan bahan penyusun jalan akses
Lifestyle Center Summarecon Bandung ................................................................ 98

Gambar VI. 1 Sirkulasi kendaraan di Kawasan Summarecon Bandung ............. 100


Gambar VI. 2 Bagian jalan kawasan yang memerlukan manajemen lalu lintas . 101
Gambar VI. 3 Lokasi penempatan raised table pada entrance Kawasan
Summarecon Bandung ........................................................................................ 103
Gambar VI. 4 Potongan A-A raised table (satuan dalam meter) ...................... 103
Gambar VI. 5 Dimensi raised table (satuan dalam meter) ................................. 104
Gambar VI. 6 Dimensi raised crosswalk (satuan dalam meter) ......................... 107
Gambar VI. 7 Potongan A-A raised crosswalk (satuan dalam meter) .............. 107
Gambar VI. 8 Penempatan raised crosswalk pada ruas jalan Kawasan Summarecon
Bandung .............................................................................................................. 107
Gambar VI. 9 Penempatan raised intersection pada simpang empat lengan ...... 109
Gambar VI. 10 Penempatan raised intersection pada simpang tiga lengan ....... 109
Gambar VI. 11 Penempatan raised crosswalk pada setiap lengan pendekat bundaran
............................................................................................................................. 110
Gambar VI. 12 Dimensi raised intersection (satuan dalam meter) .................... 110

xiv
Gambar VI. 13 Potongan A-A raised intersection (satuan dalam meter) ......... 110
Gambar VI. 14 Rambu larangan yang dipasang di Kawasan Summarecon Bandung
............................................................................................................................. 111
Gambar VI. 15 Rambu perintah yang dipasang di Kawasan Summarecon Bandung
............................................................................................................................. 111
Gambar VI. 16 Rambu peringatan yang dipasang di Kawasan Summarecon
Bandung .............................................................................................................. 111
Gambar VI. 17 Dimensi rambu larangan untuk kecepatan rencana 30 km/jam ( 60
km/jam) (satuan dalam milimeter) ...................................................................... 112
Gambar VI. 18 Dimensi rambu perintah untuk kecepatan rencana 30 km/jam ( 60
km/jam) (satuan dalam milimeter) ...................................................................... 112
Gambar VI. 19 Dimensi rambu peringatan untuk kecepatan rencana 30 km/jam (
60 km/jam) (satuan dalam milimeter) ................................................................. 112
Gambar VI. 20 Penempatan rambu pada Kawasan Summarecon Bandung (satuan
dalam meter)........................................................................................................ 113
Gambar VI. 21 Penempatan rambu di ruas jalan Kawasan Summarecon Bandung
(satuan dalam meter) ........................................................................................... 114
Gambar VI. 22 Marka membujur garis utuh dan marka melintang garis utuh pada
raised crosswalk (satuan dalam meter) ............................................................... 115
Gambar VI. 23 Marka membujur garis putus-putus untuk pembatas lajur dan marka
membujur garis utuh untuk batas tepi jalan (satuan dalam meter)...................... 115
Gambar VI. 24 Dimensi marka yield (satuan dalam meter) ............................... 116

Gambar VII. 3 Respon spektra desain................................................................. 123


Gambar VII. 4 Respon spektra desain Kota Bandung ........................................ 123
Gambar VII. 5 Tributary area ............................................................................. 127
Gambar VII. 6 Grafik Ketidakberaturan Horizontal 1a dan 1b Arah X.............. 139
Gambar VII. 7 Grafik Ketidakberaturan Horizontal 1a dan 1b Arah X.............. 140
Gambar VII. 8 Pengecekan ketidakberaturan sudut dalam ................................. 140
Gambar VII. 9 Grafik hasil pengecekan ketidakberaturan vertikal massa .......... 143
Gambar VII. 10 Grafik ketidakberaturan kekuatan lateral tingkat arah y........... 145
Gambar VII. 11 Grafik ketidakberaturan kekuatan lateral tingkat arah x........... 145

xv
Gambar VII. 12 Contoh hasil pengecekan lendutan akibat beban service 1 untuk
balok B1 ............................................................................................................. 147
Gambar VII. 13 Sketsa penulangan penampang-penampang balok bentang 8000
mm arah Y ........................................................................................................... 164
Gambar VII. 15 Denah pelat story 1 setelah dilakukan run program ................. 166
Gambar VII. 14 Denah pelat story 1 sebelum dilakukan run program .............. 166
Gambar VII. 16 Pemodelan ramp pada struktur gedung parkir menggunakan
ETABS 15.0.0 ..................................................................................................... 167
Gambar VII. 17 Pemodelan tangga pada struktur gedung parkir menggunakan
ETABS 15.0.0 ..................................................................................................... 168
Gambar VII. 18 Diagram interaksi kolom diameter 600 mm ............................. 174

xvi
DAFTAR TABEL

Tabel II. 1 SRP untuk masing-masing kendaraan ................................................... 7


Tabel II. 2 Lebar jalur gang................................................................................... 10
Tabel II. 3 Penentuan kebutuhan ruang parkir metode tata guna lahan ................ 15
Tabel II. 4 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi
jalan ....................................................................................................................... 26
Tabel II. 5 Nilai penyimpangan normal standard untuk tingkat reliabilitas tertentu
............................................................................................................................... 27
Tabel II. 6 Faktor distribusi lajur (DL) .................................................................. 28
Tabel II. 7 Definisi kualitas drainase .................................................................... 28
Tabel II. 8 Koefisien drainase (m) ........................................................................ 29
Tabel II. 9 Indeks permukaan akhir umur rencana (IPt) ....................................... 29
Tabel II. 10 Indeks permukaan awal umur rencana (IPo) ..................................... 29

Tabel IV. 1 Luas lantai bangunan Lifestyle Center ............................................... 65


Tabel IV. 2 Persentase kendaraan yang digunakan pengunjung mall di Bandung 66
Tabel IV. 3 Data bangkitan dan tarikan untuk kendaraan mobil .......................... 68
Tabel IV. 4 Data bangkitan dan tarikan untuk kendaraan motor .......................... 68
Tabel IV. 5 Persentase bangkitan dan tarikan motor ............................................ 68
Tabel IV. 6 Persentase bangkitan dan tarikan mobil............................................. 69
Tabel IV. 7 Jumlah kendaraan parkir (Minggu 24 Februari 2008) ....................... 70
Tabel IV. 8 Rekapitulasi keluar-masuk kendaraaan perjam ................................. 71
Tabel IV. 9 Persentase tarikan dan bangkitan perjam ........................................... 71
Tabel IV. 10 Hasil pengolahan data parkir mobil ................................................. 72
Tabel IV. 11 Hasil pengolahan data parkir motor ................................................. 72
Tabel IV. 12 Beban parkir mobil .......................................................................... 75
Tabel IV. 13 Beban pakir motor ........................................................................... 76
Tabel IV. 14 Occupance rate mobil perjam.......................................................... 77
Tabel IV. 15 Occupancy rate motor perjam ......................................................... 77
Tabel IV. 16 Parking turnover mobil ................................................................... 79
Tabel IV. 17 Parking turnover motor ................................................................... 79

xvii
Tabel IV. 18 Akumulasi keluar-masuk motor....................................................... 81
Tabel IV. 19 Akumulasi keluar-masuk mobil ....................................................... 81
Tabel IV. 20 Dimensi jalur masuk dan jalur keluar .............................................. 85
Tabel IV. 21 Jalur sirkulasi, gang, dan modul ...................................................... 85
Tabel IV. 22 Hasil perhitungan tundaan dan panjang antrean pada pintu parkir .. 87

Tabel V. 1 Volume kendaraan yang melintasi jalan akses Lifestyle Center


Summarecon Bandung .......................................................................................... 91

Tabel VII. 1 Dimensi penampang balok ............................................................. 125


Tabel VII. 2 Tipe pelat ........................................................................................ 126
Tabel VII. 3 Tebal pelat ...................................................................................... 126
Tabel VII. 4 Hasil preliminary design kolom ..................................................... 130
Tabel VII. 5 Modal participating mass ratio ...................................................... 131
Tabel VII. 6 Nilai Koefisien Ct dan x ................................................................. 132
Tabel VII. 7 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung berdasarkan
SNI 03-1726-2012 ............................................................................................... 132
Tabel VII. 8 Massa struktur bangunan ................................................................ 134
Tabel VII. 9 Pengecekan P-Delta arah X ............................................................ 136
Tabel VII. 10 Pengecekan P-Delta arah Y .......................................................... 136
Tabel VII. 11 Simpangan antar lantai izin .......................................................... 137
Tabel VII. 12 Pengecekan simpangan antarlantai arah x .................................... 138
Tabel VII. 13 Pengecekan simpangan antarlantai arah y .................................... 138
Tabel VII. 14 Pengecekan ketidakberaturan horizontal 1a dan 1b arah X .......... 139
Tabel VII. 15 Pengecekan ketidakberaturan horizontal 1a dan 1b arah Y .......... 140
Tabel VII. 16 Pengecekan diskontinuitas diafragma .......................................... 141
Tabel VII. 17 Pengecekan ketidakberaturan tingkat lunak arah X ..................... 142
Tabel VII. 18 Pengecekan ketidakberaturan tingkat lunak arah Y ..................... 142
Tabel VII. 19 Perhitungan ketidakberaturan berat (massa) ................................ 143
Tabel VII. 20 Pengecekan ketidakberaturan kekuatan lateral tingkat dan berlebih
............................................................................................................................. 144
Tabel VII. 21 Hasil pengecekan ketidakberaturan struktur ................................ 146

xviii
Tabel VII. 22 Lendutan izin yang dihitung ......................................................... 147
Tabel VII. 23 Hasil pengecekan lendutan untuk lantai 1-3 ................................. 148
Tabel VII. 24 Hasil pengecekan lendutan untuk lantai atap ............................... 148
Tabel VII. 25 Dimensi penampang dan bentang balok ....................................... 149
Tabel VII. 26 Hasil pengecekan persyaratan 1 komponen struktur lentur untuk
balok .................................................................................................................... 149
Tabel VII. 27 Hasil pengecekan persyaratan 2 komponen struktur lentur untuk
balok .................................................................................................................... 150
Tabel VII. 28 Hasil pengecekan persyaratan 3 komponen struktur lentur untuk
balok .................................................................................................................... 150
Tabel VII. 29 Momen Envelope pada Balok Bentang 8000 mm arah y ............. 151
Tabel VII. 30 Hasil perhitungan Mpr untuk balok bentang 8000 mm arah y .... 159
Tabel VII. 31 Hasil penulangan balok bentang 8000 mm arah y........................ 164
Tabel VII. 32 Hasil penulangan balok Gedung Parkir Lifestyle Center ............. 165
Tabel VII. 33 Hasil perhitungan cut off untuk setiap bentang ............................ 165
Tabel VII. 34 Hasil penulangan pelat menggunakan program SAFE 12.0.0 ...... 167
Tabel VII. 35 Hasil pengecekan kapasitas momen penulangan ramp ................ 170
Tabel VII. 36 Hasil penulangan ramp dan tangga .............................................. 170
Tabel VII. 37 Dimensi kolom yang digunakan pada struktur Gedung Parkir Lifestyle
Center Summarecon Bandung ............................................................................ 171
Tabel VII. 38 Gaya maksimum kolom 400 mm ................................................. 171
Tabel VII. 39 Gaya maksimum kolom 600 mm ................................................. 171
Tabel VII. 40 Gaya maksimum kolom 1200 mm ............................................... 172
Tabel VII. 41 Hasil pengecekan definisi kolom.................................................. 172
Tabel VII. 42 Konfigurasi dan rasio tulangan kolom ......................................... 173
Tabel VII. 43 Hasil pengecekan kuat kolom ....................................................... 175
Tabel VII. 44 Hasil perhitungan lap splices kolom 400 mm .............................. 179
Tabel VII. 45 Hasil perhitungan lap splices kolom 1200 mm ............................ 179
Tabel VII. 46 Hasil penulangan kolom gedung parkir ........................................ 180
Tabel VII. 47 Hasil detailing sambungan balok-kolom ...................................... 181

xix
Bab I
Pendahuluan

I.1 Latar Belakang

Summarecon Bandung adalah sebuah kawasan mandiri yang terletak di Gedebage


yang termasuk ke wilayah Bandung Timur. Kawasan tersebut terdiri dari area
residensial, komersial, dan Summarecon Teknopolis yang berpadu harmonis
sebagai tempat untuk tinggal, bekerja, dan rekreasi.

Dalam rangka mendukung perkembangan dan pembangunan di kawasan tersebut


maka dibutuhkan banyak fasilitas pendukung seperti hotel, museum, perkantoran,
mall, dan sebagainya. Seiring dengan perkembangan dan pembangunannya,
kawasan tersebut akan menimbulkan perubahan tata guna lahan misalnya,
perubahan peruntukan kawasan yang berubah menjadi pusat-pusat kegiatan. Selain
itu, dari perubahan tata guna lahan tersebut maka akan timbul pola pergerakan dan
tarikan dan bangkitan perjalanan dari dan menuju lokasi yang ada.

Perubahan struktur ruang tersebut akan memengaruhi pola pergerakan yang


kemudian akan membebani jaringan jalan di suatu wilayah sehingga diperlukan
manajemen lalu lintas. Selanjutnya, perubahan tata guna lahan tersebut
menimbulkan tarikan dan bangkitan perjalanan yang harus diakomodasi oleh
masing-masing area yang dibangun, salah satunya adalah Lifestyle Center
Summarecon Bandung.

Besarnya demand harus dihitung berdasarkan fungsi Lifestyle Center Summarecon


Bandung yakni sebagai mall. Selanjutnya, demand yang ada digunakan untuk
perhitungan dan perencanaan sirkulasi parkir, fasilitas parkir, dan perancangan
struktur gedung parkir yang harus disediakan di Lifestyle Center Summarecon
Bandung agar tercipta pergerakan yang tertib dan aman di area Lifestyle Center.
Selain itu, demand yang ada juga digunakan untuk perencanaan dan perancangan
struktur perkerasan jalan akses menuju Lifestyle Center Summarecon Bandung agar
tercipta pergerakan yang aman dan nyaman bagi kendaraan pengunjung.

1
I.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan seperti berikut:


1. Berapa besar tarikan-bangkitan yang diakibatkan Gedung Lifestyle Center
Summarecon Bandung?
2. Bagaimana merancang ruang parkir untuk memenuhi kebutuhan ruang
parkir di Gedung Lifestyle Center Summarecon Bandung?
3. Bagaimana merancang struktur perkerasan jalan akses Gedung Lifestyle
Center Summarecon Bandung?
4. Bagaimana merencanakan pengaturan/manajemen lalu lintas kawasan
Summarecon Bandung?
5. Bagaimana merancang elemen-elemen struktur gedung parkir Lifestyle
Center Summarecon Bandung?

I.3 Tujuan

Tujuan pengerjaan tugas akhir ini adalah:


1. Menghitung demand (tarikan-bangkitan), merancang sirkulasi pergerakan,
ruang parkir, dan struktur perkerasan jalan akses Gedung Lifestyle Center
Summarecon Bandung.
2. Manajemen lalu lintas Kawasan Summarecon Bandung.
3. Merancang elemen struktur gedung parkir Lifestyle Center Summarecon
Bandung.
4. Membuat gambar desain hasil perancangan.

I.4 Ruang Lingkup

Berikut adalah ruang lingkup pembahasan pada pengerjaan tugas akhir ini:
a. Standard yang digunakan pada tugas akhir ini di antaranya adalah:
Keputusan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Nomor
272/HK.105/DJRD/96 tentang Pedoman Perencanaan dan
Pengoperasian Fasilitas Parkir.

2
Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Kementerian
Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat, 2002.
Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 13
Tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas.
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 34
Tahun 2014 tentang Marka Jalan.
SNI 1726-2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk
Struktur Bangunan Gedung.
SNI 2847-2013 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan
Gedung.
SNI 1727-2013 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan
Gedung dan Struktur Lain.
Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983.
b. Jalur pergerakan yang dirancang meliputi sirkulasi jalan lokal kawasan
gedung dan ruang parkir.
c. Desain alinyemen vertikal tidak dilakukan karena diasumsikan topografi
lahan memiliki permukaan yang telah diratakan atau memiliki elevasi yang
sama.
d. Ruang parkir yang didesain adalah ruang parkir di luar badan jalan atau off-
street parking tepatnya dalam bentuk gedung parkir.
e. Struktur perkerasan yang didesain adalah jalan akses kawasan Gedung
Lifestyle Center Summarecon Bandung.

Gambar I. 1 Jalan akses kawasan Gedung Lifestyle Center Summarecon Bandung

3
f. Manajemen lalu lintas dilakukan pada kawasan terpadu Summarecon
Bandung. Manajemen lalu lintas yang dimaksud adalah penempatan
vertical deflection, rambu, dan marka tanpa pengaturan dan penempatan
lampu lalu lintas karena diasumsikan nilai tarikan dan bangkitan kawasan
belum mengganggu kinerja ruas jalan eksisting.

Gambar I. 2 Peta kawasan Summarecon Bandung


g. Struktur gedung parkir yang dirancang berupa bangunan 4 (empat) lantai
yang dihubungkan dengan ramp. Berikut adalah ilustrasi gedung parkir
yang akan dirancang:

Gambar I. 3 Struktur Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung

4
h. Lingkup pembahasan perancangan struktur Gedung Parkir Lifestyle Center
Summarecon Bandung berupa perancangan elemen-elemen berikut:
1. Balok:
Dimensi dari balok agar dapat memikul kombinasi beban yang
terjadi.
Panjang dan jumlah tulangan tarik balok agar balok kuat dalam
menahan gaya tarik yang terjadi.
Panjang dan jumlah tulangan tekan balok jika hal tersebut
dibutuhkan.
Panjang penyaluran antar tulangan agar tulangan dapat bekerja
dengan baik dalam memikul beban yang terjadi.
Jumlah dan jarak tulangan geser agar balok dapat menahan gaya-
gaya geser yang terjadi.
2. Kolom:
Dimensi dari kolom (diameter) agar dapat memikul kombinasi
beban yang terjadi.
Panjang dan jumlah tulangan longitudinal yang dibutuhkan untuk
menahan gaya lentur yang terjadi.
Panjang penyaluran antar tulangan longitudinal kolom.
Jumlah dan jarak antar tulangan geser (spiral) agar kolom dapat
menahan gaya-gaya geser yang terjadi.
3. Pelat:
Tebal dari pelat agar dapat memikul kombinasi beban yang terjadi.
Penentuan model pelat apakah akan dibuat pelat satu arah atau
pelat dua arah.
Jumlah dan jarak tulangan lentur (longitudinal dan transversal jika
pelat dua arah) agar pelat dapat memikul beban lentur yang terjadi.

5
Bab II
Dasar Perancangan

II.1 Ruang Parkir

II.1.1 Pengertian Parkir

Menurut Keputusan Menteri Perhubungan RI No. 4 tahun 1994, parkir


didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat
sementara. Secara hukum dilarang untuk parkir di tengah jalan raya; namun parkir
di sisi jalan umumnya diperbolehkan. Fasilitas parkir dibangun bersama-sama
dengan kebanyakan gedung, untuk memfasilitasi kendaraan pemakai gedung.
Adapun yang termasuk dalam pengertian parkir adalah setiap kendaraan yang
berhenti pada tempat-tempat tertentu baik yang dinyatakan dengan rambu lalu lintas
ataupun tidak, serta tidak semata-mata untuk kepentingan menaikkan dan/atau
menurunkan orang dan/atau barang. (Sumber: Wikipedia)

II.1.2 Satuan Ruang Parkir

Satuan ruang parkir merupakan suatu satuan untuk menentukan atau mengukur
kebutuhan ruang parkir. Berikut adalah satuan ruang parkir untuk mobil penumpang
dan motor:
1. Satuan Ruang Parkir Mobil

Gambar II. 1 Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk mobil penumpang

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

6
B = 170 a1 = 10 Bp = B + O + R = 230
L =
Golongan I : O = 55 LP = L +a1+a2 = 500
470
R=5 a2 = 20
B = 170 a1 = 10 Bp = B + O + R = 250
L =
Golongan II : O = 75 LP = L +a1+a2 = 500
470
R=5 a2 = 20
B = 170 a1 = 10 Bp = B + O + R = 300
L =
Golongan III : O = 80 LP = L +a1+a2 = 500
470
R = 50 a2 = 20

2. Satuan Ruang Parkir Motor

Gambar II. 2 Satuan Ruang Parkir (SRP) untuk sepeda motor (dalam cm)

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

Berikut adalah hasil SRP untuk masing-masing kendaraan:


Tabel II. 1 SRP untuk masing-masing kendaraan

Satuan Ruang Parkir


Jenis Kendaraan
(m2)
a Mobil penumpang untuk golongan I 2,30 x 5,00
1 b Mobil penumpang untuk golongan II 2,50 x 5,00
c Mobil penumpang untuk golongan III 3,00 x 5,00
2 Bus/Truk 3,40 x 12,50
3 Sepeda Motor 0,75 x 2,00
Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

7
II.1.3 Desain Gedung Parkir

1. Pola Parkir
a. Pola Parkir Kendaraan Satu Sisi
Pola parkir ini digunakan apabila ketersediaan ruang sempit di suatu tempat
kegiatan.
Membentuk sudut 90o
Pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jika dibandingkan
dengan pola parkir paralel, tetapi kemudahan dan kenyamanan
pengemudi melakukan manuver masuk dan keluar ke ruangan parkir
lebih sedikit jika dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut yang
lebih kecil dari 90o.

Gambar II. 3 Pola parkir tegak lurus

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

Membentuk sudut 300, 450, 600


Pola parkir ini mempunyai daya tampung lebih banyak jika dibandingkan
dengan pola parkir paralel, dan kemudahan serta kenyamanan pengemudi
melakukan manuver masuk dan keluar ke ruangan parkir lebih besar jika
dibandingkan dengan pola parkir dengan sudut 90o.

Gambar II. 4 Pola parkir sudut

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

8
b. Pola parkir dua sisi
Pola parkir ini diterapkan apabila ketersediaan ruang cukup memadai
Membentuk sudut 90o
Pada pola parkir ini, arah gerakan lalu lintas kendaraan dapat satu arah
atau dua arah.

Gambar II. 5 Parkir tegak lurus yang berhadapan


Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

Membentuk sudut 300, 450, 600

Gambar II. 6 Pola parkir sudut berhadapan


Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

2. Jalur Sirkulasi, Gang, dan Modul


Berdasarkan Pedoman Perencanaan Parkir, perbedaan antara jalur sirkulasi dan
jalur gang terutama terletak pada penggunaannya. Berikut adalah patokan umum
yang dipakai:
a. Panjang sebuah jalur gang tidak lebih dari 100 meter;
b. Jalur gang yang ini dimaksudkan untuk melayani lebih dari 50 kendaraan
dianggap sebagai jalur sirkulasi.
Lebar minimum jalur sirkulasi:

9
c. Untuk jalan satu arah = 3,5 meter,
d. Untuk jalan dua arah = 6,5 meter.
Berikut adalah ilustrasi untuk ukuran pelataran parkir:

Gambar II. 7 Ukuran pelataran parkir tegak lurus


Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

Gambar II. 8 Ukuran pelataran parkir sudut

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

Tabel II. 2 Lebar jalur gang


Lebar Jalur (m)
o o
SRP 30 < 45 < 60o 90o
1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
SRP mobil pnp 2,5 m x 5,0 m 3,00* 6,00* 3,00* 6,00* 5,10* 6,00* 6,00* 8,00*
SRP mobil pnp 2,5 m x 5,0 m 3,50** 6,50** 3,50* 6,50** 5,10** 6,50** 6,50** 8,00**
SRP sepeda 0,75 m x 3,0 m 3,00* 6,00* 3,00* 6,00* 4,60* 6,00* 6,00* 1,60*/1,60**
SRP bus/truk 3,4 m x 12,5 m 3,50** 6,50** 3,50* 6,50** 5,10** 6,50** 6,50** 9,5

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

10
3. Jalan Masuk dan Keluar
Ukuran lebar pintu keluar masuk dapat ditentukan dari pedoman, yakni lebar 3
meter dan panjangnya harus dapat menampung tiga mobil berurutan dengan
spacing sekitar 1,5 meter. Oleh karena itu, dimensi panjang-lebar pintu keluar
masuk minimum adalah 15 meter. Berikut adalah dimensi jalur masuk dan jalur
keluar:
a. Satu jalur :
b = 3,00 3,50 m R1 = 6,00 6,50 m
d = 0,80 1,00 m R2 = 3,50 4,00 m
b. Dua jalur :
b = 6,00 m R1 = 3,50 5,00 m
d = 0,80 1,00 m R2 = 1,00 2,50 m

Gambar II. 9 Pintu masuk dan keluar terpisah

Gambar II. 10 Pintu masuk dan keluar menjadi satu


Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

11
4. Ramp
Ramp atau jalur peralihan harus didesain kemiringannya agar dapat
mengakomodasi pergerakan secara optimal dan aman. Besarnya tanjakan
maksimum pada ramp naik gedung parkir adalah 15 persen meskipun tanjakan
sebesar 20 persen juga dapat diterapkan. Bila ramp juga digunakan oleh pejalan
kaki untuk bergerak naik dan turun, sebaikmya digunakan tanjakan tidak lebih dari
10 persen. Berikut adalah panjang ramp yang dibutuhkan untuk mencapai lantai di
atasnya:

Gambar II. 11 Hubungan antara besarnya tanjakan dengan panjang ramp

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

Menurut Pedoman Perencanaan Parkir, untuk mengantisipasi benturan antara


anjuran depan atau belakang kendaraan terhadap lantai datar pada ujung ramp
dibutuhkan tanjakan peralihan. Berikut adalah tanjakan peralihan/transisi yang
dibutuhkan:

Gambar II. 12 Tanjakan peralihan

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

12
Untuk ramp satu arah cukup disediakan lebar jalur sebesar 3,5 meter, sedangkan
dua arah selebar 6,5 meter. Bila dipisah dengan separator, lebar setiap arah adalah
3,5 meter.

5. Penahan Roda
Agar kendaraan yang diparkir tindak membentur dinding gedung parkir, pada ruang
parkir biasanya disediakan penahan roda (dapat berbahan beton atau pipa logam).
Berikut adalah gambar penahan roda dari beton:

Gambar II. 13 Penahan roda

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

6. Sirkulasi Antarlantai
Pergerakan kendaraan dari satu lantai ke lantai lainnya harus diatur sedemikian rupa
agar konflik yang terjadi dapat diminalisasi. Konflik berpotongan pada pergerakan
kendaraan sebaiknya dihindari. Berikut adalah berbagai variasi sirkulasi kendaraan
baik yang akan naik maupun yang akan turun:

13
Gambar II. 14 Pola sirkulasi di gedung parkir ramp menerus

Gambar II. 15 Pola sirkulasi di gedung parkir ramp menerus berlawanan

Gambar II. 16 Pola sirkulasi gedung parkir lantai stager

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

14
II.1.4 Metode Perhitungan Kebutuhan Parkir

Kebutuhan tempat parkir selaras dengan fungsi/kegiatan yang dilakukan pada suatu
area. Artinya, semakin banyak pergerakan yang dihimpun pada suatu area, semakin
besar jumlah tempat parkir yang dibutuhkan. Terdapat beberapa metode untuk
menghitung kebutuhan parkir, disesuaikan dengan kondisi pada daerah yang
bersangkutan. Metode yang digunakan untuk setiap daerah belum tentu serupa.
Berikut adalah beberapa metode perhitungan kebutuhan parkir:
1. Metode Berdasarkan pada Kepemilikan Kendaraan
Metode ini mengasumsikan adanya hubungan antara luas lahan parkir
dengan jumlah kendaraan yang tercatat di pusat kota. Semakin meningkat
jumlah peduduk, maka kebutuhan lahan parkir akan semakin meningkat
karena kepemilikan kendaraan meningkat.
2. Metode yang Menitikberatkan pada Luas Lantai atau Banyaknya Unit
Metode ini mengasumsikan bahwa kebutuhan lahan parkir sangat terkait
dengan jumlah kegiatan yang dinyatakan dalam besaran luas lantai
bangunan tempat kegiatan tersebut dilakukan, misalnya: perkantoran,
pusat perbelanjaan, dan lain-lain.
3. Metode yang Mendasarkan Hubungan Kebutuhan Parkir dengan Jenis Tata
Guna Lahan
Metode perhitungan kebutuhan parkir ini menggunakan hasil studi
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat sebagai berikut:
Tabel II. 3 Penentuan kebutuhan ruang parkir metode tata guna lahan

Sumber: Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota & Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, 1998

15
Menurut pedoman tersebut, kebutuhan ruang parkir ditentukan berdasarkan
tingkat pelayanan, tarik yang diberlakukan, ketersediaan ruang parkir,
tingkat kepemilikan kendaraan bermotor, dan tingkat pendapatan
masyarakat.
4. Metode Akumulasi Maksimum Kendaraan Parkir
Metode ini menyatakan bahwa kebutuhan lahan parkir didapatkan
dengan menghitung akumulasi terbesar pada selang waktu pengamatan.
Akumulasi adalah jumlah kendaraan parkir pada suatu tempat pada
selang waktu tertentu, dimana jumlah kendaraan parkir tidak akan pernah
sama pada suatu tempat dengan tempat lainnya dari waktu ke waktu.

16
II.1.5 Karakteristik Parkir

Berikut adalah beberapa parameter yang dapat menggambarkan karakteristik


parkir:
a. Durasi Parkir
Informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui lama kendaraan parkir.
Informasi durasi parkir dapat diperoleh dengan pengamatan waktu
kendaraan saat masuk dan keluar. Selisih waktu masuk dan waktu keluar
kendaraan adalah durasinya.
= (II.1)
Selain itu, rata-rata durasi parkir dapat dihitung dengan pendekatan beikut:

= (II.2)

b. Akumulasi Parkir
Informasi yang dibutuhkan untuk mengetahui jumlah kendaraan yang
berada di suatu lahan parkir pada selang waktu tertentu. Informasi ini
diperoleh dengan cara menjumlahkan kendaraan yang sedang menggunakan
lahan parkir ditambah dengan kendaraan yang masuk serta dikurangi
dengan jumlah kendaraan yang keluar.
= +

(II.3)
c. Tingkat Pergantian dan Tingkat Penggunaan
Tingkat pergantian (parking turn-over) diperoleh dari jumlah kendaraan
yang telah memanfaatkan lahan parkir pada selang waktu tertentu dibagi
dengan ruang parkir yang tersedia sedangkan tingkat penggunaan
(occupancy rate) diperoleh dari akumulasi kendaraan ada selang waktu
tertentu dibagi dengan ruang parkir yang tersedia dikalikan dengan 100%.

= (II.4)

= (II.5)

17
d. Volume Parkir
Jumlah kendaraan yang telah menggunakan ruang parkir pada suatu lahan
parkir tertentu dalam satuan waktu (umumnya per hari).
= (II.6)

e. Kapasitas Parkir
Banyaknya kendaraan yang dapat dilayani oleh suatu lahan parkir selama
waktu pelayanan.

= (II.7)

f. Indeks Parkir
Persentase akumulasi jumlah kendaraan pada selang waktu tertentu dibagi
dengan ruang parkir yang tersedia dikalikan dengan 100%.

= (II.8)

g. Beban Parkir
Beban parkir adalah jumlah kendaraan perperiode, biasanya dalam hari.
Beban parkir (parking load) diperoleh melalui luasan di bawah kurva
dengan menggunakan metode trapesium lalu diakumulasi.
+
=
2
() (II.9)

II.1.6 Tarif Parkir

Tarif parkir adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemilik kendaraan selama
memarkir kendaraannya pada suatu lahan parkir. Sistem penarifan parkir dapat
dibedakan sebagai berikut:
1. Sistem Tetap
Sistem tarif yang tidak membedakan lama waktu parkir dari suatu
kendaraan. Jadi, semua kendaraan membayar biaya yang sama untuk
waktu/durasi parkir yang berbeda.

18
2. Sistem Progresif
Sistem tarif yang memerhatikan lama waktu parkir suatu kendaraan. Jadi,
dalam sistem ini masing-masing kendaraan membayar sesuai dengan lama
waktu parkir kendaraan tersebut.
3. Sistem Kombinasi
Sistem tarif yang mengombinasikan sistem tetap dan sistem progresif.
(Sumber: Perencanaan, Pemodelan, dan Rekayasa Transportasi: Teori, Contoh
Soal, dan Aplikasi. Ofyar Z. Tamin hal 864-865 )

II.1.7 Teori Antrean

Antrean terbentuk pada saat arus yang lewat (demand) melebihi kapasitas untuk
suatu perioda tertentu (level makroskopik), atau jika waktu antara kedatangan
kendaraan lebih kecil daripada waktu pelayanan pada suatu lokasi tertentu (level
mikroskopik). Antrean dapat berupa:
Antrean yang bergerak
Antrean yang berhenti

Antrean dapat terjadi misalnya pada persimpangan, plaza tol, tempat parkir,
penyempitan jalur pada jalan bebas hambatan, lokasi insiden, lokasi merging, di
belakang kendaraan yang berjalan lebih lambat. Analisis antrean terbagi dua
bergantung pada distribusi kedatangannya. Jika distribusi kedatangan kendaraan
dan/atau distribusi waktu pelayanan bersifat probabilistik, maka waktu kedatangan
dan/atau waktu pelayanan dari setiap kendaraan tidak diketahui, sehingga
digunakan Analisis Antrean Stokastik. Jika distribusi kedatangan kendaraan
dan/atau distribusi waktu pelayanan bersifat deterministik, maka waktu kedatangan
dan/atau waktu pelayanan dari setiap kendaraan diketahui secara pasti, sehingga
digunakan Analisis Antrean Deterministik.

Ada beberapa faktor utama dalam kapasitas parkir mobil yang perlu mendapat
perhatian yaitu laju arus masuk, waktu gerakan memarkir, dan waktu pengeluaran.
Faktor ini erat kaitannya dengan jumlah pintu pelayanan parkir dan kinerja
pelayanan. Pelayanan parkir telah dimulai dari pintu parkir, oleh karena itu jumlah
pintu parkir memiliki pengaruh yang besar terhadap kualitas pelayanan. Jika pintu

19
yang disediakan terlalu sedikit dibandingkan dengan arus kendaraan, dapat terjadi
waktu pelayanan kendaraan total terhadap per satuan waktunya lebih kecil dari arus
kendaraan sehingga terjadi antrean di pintu.

1. Tingkat Kedatangan Model Sebaran Peluang Poisson


Dalam beberapa studi kepustakaan (Wohl dan Martin, 1967 dan Mannreing dkk,
2005) dinyatakan bahwa sebaran peluang poisson dapat digunakan sebagai sebaran
peluang yang cocok untuk memodel perilaku pola kedatangan kendaraan, yang
dapat dinyatakan sebagai berikut:
(t)n t
P (n) = e (II.10)
n!

di mana:
P (n) = peluang terdapat sejumlah n kendaraan yang tiba dalam selang waktu t
= tingkat kedatangan kendaraan dalam satuan waktu tertentu
t = selang waktu kedatangan kendaraan
e = bilangan natural (e = 2,718)

2. Tingkat Keberangkatan () dan Pelayanan ()


Beberapa parameter antrean yang diperhitungkan untuk merencanakan operasional
pintu parkir, di antaranya adalah jumlah kendaraan tiba per satuan waktu (), tingkat
pelayanan per satuan waktu (), intensitas lalu lintas (), panjang antrean rata-rata
(q), dan waktu menunggu rata-rata (w).

Berikut adalah parameter antrean dalam bentuk matematis:


1. Jumlah kendaraan tiba per satuan waktu:

Jumlah Kendaraan Masuk


= (II.11)
Waktu Pengamatan

2. Tingkat pelayanan per satuan waktu:


1
= Lama ratarata pelayanan (II.12)

3. Tingkat keberangkatan per satuan waktu:



= (II.13)

20
3. Model Antrean
a. Model antrean D/D/1
Dalam model ini diasumsikan tingkat kedatangan dan keberangkatan
(pelayanan) memiliki pola sebaran seragam dan mempunyai 1 (satu) lajur
keberangkatan. Model ini merupakan titik awal yang baik untuk
menjelaskan model antrean karena sangat sederhana.
2
Panjang antrean rata-rata: q =(1) (II.14)

Waktu menunggu dalam antrean: w =() (II.15)

b. Model antrean M/D/1


Dalam model ini diasumsikan pola sebaran eksponensial-negatif (sebaran
poisson) bagi tingkat kedatangan dalam beberapa kasus pergerakan arus lalu
lintas akan lebih realistis dibandingkan dengan penggunaan pola sebaran
seragam (uniform).
c. Model antrean M/M/1
Dalam model ini diasumsikan bahwa hanya terdapat 1 lajur keberangkatan
dengan tingkat kedatangan mempunyai pola sebaran eksponensial-negatif
(sebaran poisson).
d. Model antrean M/M/N
Pengembangan model antrean M/M/1 adalah model antrean M/M/N, di
mana N adalah jumlah lajur keberangkatan. Model ini sangat cocok
digunakan untuk memodelkan antrean kendaraan pada gerbang tol.
Perbedaaan antara model ini dengan model M/D/1, pada model ini
disyaratkan bahwa intensitas lalu lintas () < 1. Persamaan (II.12a)-(II.12d)
dapat digunakan untuk < 1 dan nilai faktor utilisasi /N < 1.
1
Po = nd N
(II.16)
+
nc! N!(1 )
N


Pn = Untuk n N (II.17)
!


Pn = ! Untuk n N (II.18)

+1
Pn>N = (II.19)
! (1 )

21
di mana:
Po = peluang tidak terdapatnya kendaraan dalam sistem
Pn = peluang terdapat sejumlah n kendaraan dalam sistem
Pn>N = peluang menunggu dalam antrean (peluang jumlah kendaraan
dalam sistem lebih besar dari jumlah lajur keberangkatan)
n = jumlah kendaraan dalam sistem
N = jumlah lajur keberangkatan
= intensitas lalu lintas = /
+1 1
Panjang antrean rata-rata ( Q ) = (II.20)
! (1 )2

+ Q 1
Waktu tunggu antrean rata-rata ( w ) =
- (II.21)

+ Q
Waktu tunggu rata-rata dalam sistem ( t ) = (II.22)

22
II.2 Struktur Perkerasan

II.2.1 Tanah Dasar (Subgrade)

Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur SNI 2002, kekuatan dan


keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung pada sifat dan daya dukung
tanah dasar. Parameter tanah dasar yang digunakan dalam perencanaan adalah
modulus resilien (MR).

Modulus resilien dapat diperkirakan dari CBR standard hasil pengujian tanah.
Menurut Heukelom&Klomp, tanah berbutir halus dengan nilai CBR terendam 10%
atau lebih kecil dapat dinyatakan korelasinya dengan hubungan matematis berikut:

MR (psi) = 1500 x CBR (II.23)


Untuk tanah berbutir dengan nilai CBR terendam di atas 10%, dapat digunakan
persamaan berikut:

MR (psi) = 3000 x CBR0,65 (II.24)

Nilai CBR tanah dasar yang mewakili pada suatu titik pengujian adalah yang
mewakili untuk kedalaman 100 cm. Nilai CBR rencana pada suatu segmen dapat
ditentukan dengan cara analitis.

Tanah dasar harus bebas dari pengaruh air tanah. Apabila level muka air tanah
(MAT) pada segmen atau ruas jalan rencana cukup tinggi dan kurang dari 60 cm
dari level permukaan tanah dasar, sebaiknya level permukaan tanah dasar
dipertinggi dengan cara ditimbun dengan tanah pilihan atau di bagian kiri dan kanan
jalan dipasang subdrain agar level MAT dapat menurun.

Persoalan yang sering ditemui pada tanah dasar di antaranya:


a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari jenis tanah tertentu
sebagai akibat beban lalu-lintas.
b. Sifat kembang-susut tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

23
c. Daya dukung tanah tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada
daerah dan jenis tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau
akibat pelaksanaan konstruksi.
d. Lendutan dan lendutan balik selama dan sesudah pembebanan lalu-lintas
untuk jenis tanah tertentu.
e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu-lintas dan penurunan yang
diakibatkannya, yaitu pada tanah berbutir (granular soil) yang tidak
dipadatkan dengan baik ketika pelaksanaan konstruksi.

II.2.2 Lapis Fondasi Bawah (Subbase)

Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur SNI 2002, fondasi bawah adalah
bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak antara tanah dasar dan lapis
fondasi. Umumnya, bahan yang digunakan untuk lapis fondasi bawah adalah
material berbutir (granular material) yang dipadatkan, distabilisasi ataupun tidak,
atau lapisan tanah yang distabilisasi. Fungsi lapisan ini di antaranya adalah:
a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk mendukung dan menyebarkan
beban roda.
b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang relatif murah agar lapisan-
lapisan di atasnya dapat dikurangi ketebalannya (penghematan biaya
konstruksi).
c. Mencegah tanah dasar masuk ke daam lapis fondasi.
d. Sebagai lapis pertama agar pelaksanaan konstruksi berjalan lancar.

Lapis fondasi bawah diperlukan sehubungan dengan terlalu lemahnya daya dukung
tanah dasar terhadap roda-roda alat berat (terutama pada pelaksanaan konstruksi)
atau karena kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari
pengaruh cuaca.

Berbagai macam jenis tanah setempat (CBR 20%, PI 10%) yang relatif lebih
baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan fondasi bawah. Campuran
tanah setempat dengan kapur atau semen portland, dalam beberapa hal sangat
dianjurkan agar diperoleh bantuan yang efektif terhadap kestabilan konstruksi
perkerasan.

24
II.2.3 Lapis Fondasi Atas (Base)

Lapis fondasi atas adalah bagian dari struktur perkerasan lentur yang terletak
langsung di bawah lapis permukaan. Lapisan ini dibangun di atas lapis fondasi
bawah atau, jika tidak menggunakan lapis fondasi bawah, langsung di atas tanah
dasar.
a. Sebagai bagian konstruksi perkerasan yang menahan beban roda.
b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

Bahan untuk lapis fondasi harus cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan
beban roda. Sebelum menentukan sutu bahan untuk digunakan sebagai bahan
fondasi, hendaknya dilakukan penyelidikan dan pertimbangan sebaik-baiknya
sehubungan dengan persyaratan teknik.

Beragam bahan alam/setempat (CBR 50%, PI 4%) dapat digunakan sebagai


bahan lapis fondasi, antara lain: batu pecah, kerikil pecah yang distabilisasi dengan
semen, aspal, pozzolan, atau kapur.

II.2.4 Lapis Permukaan (Surface)

Lapis permukaan struktur perkerasan lentur terdiri atas campuran mineral agregat
dan bahan pengikat yang ditempatkan sebagai lapisan paling atas dan biasanya
terletak di atas lapis fondasi. Fungsi lapisan ini di antaranya adalah:
a. Sebagai bagian perkerasan untuk menahan beban roda.
b. Sebagai lapisan tidak tembus air untuk melindungi badan jalan dari
kerusakan akibat cuaca.
c. Sebagai lapisan aus (wearing course).

Bahan untuk lapis permukaan umumnya sama dengan bahan untuk lapis fondasi
dengan persyaratan yang lebih tinggi. Penggunaan bahan aspal diperlukan agar
lapisan dapat bersifat kedap air. Di samping itu, bahan aspal sendiri memberikan
bantuan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap
beban roda.

25
Pemilihan bahan untuk lapis permukaan perlu mempertimbangkan kegunaan, umur
rencana serta pentahapan konstruksi agar dicapai manfaat sebesar-besarnya dari
biaya yang dikeluarkan.

II.2.5 Kriteria Perancangan

1. Lalu Lintas
Angka Ekivalen Beban Gandar Sumbu Kendaraan (E)
Angka ekivalen masing-masing golongan beban gandar sumbu setiap kendaraan
untuk roda tunggal dapat diketahui dengan menggunakan rumus berikut:

beban gandar satu sumbu tunggal dalam kN 4


AE = ( ) (II.25)
53 kN

Reliabilitas
Konsep reliabilitas merupakan upaya untuk menyertakan derajat kepastian ke
dalam proses perencanaan untuk menjamin bermacam-macam alternatif
perencanaan akan bertahan selama umur rencana. Faktor perencanaan
reliabilitas memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu-lintas (w18)
dan perkiraan kinerja (W18). Berikut adalah tingkat reliabilitas untuk berbagai
klasifikasi jalan:

Tabel II. 4 Rekomendasi tingkat reliabilitas untuk bermacam-macam klasifikasi jalan

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

Reliabilitas kinerja perencanaan dikontrol dengan faktor reliabilitas (FR) yang


dikalikan dengan perkiraan lalu-lintas (w18) selama umur rencana untuk
memperoleh prediksi kinerja (W18). Untuk nilai R yang diberikan, reliability
factor merupakan fungsi dari deviasi standard keseluruhan (So) yang
memperhitungkan kemungkinan variasi perkiraan lalu lintas dan perkiraan
kinerja untuk W18 yang diberikan. Dalam persamaan desain perkerasan lentur,

26
level of reliability (R) diakomodasi dengan parameter penyimpangan normal
standard (ZR). Berikut adalah nilai ZR untuk nilai R tertentu:
Tabel II. 5 Nilai penyimpangan normal standard untuk tingkat reliabilitas tertentu

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

Lalu Lintas pada Lajur Rencana


Lalu lintas pada lajur rencana (w18) diberikan dalam kumulatif beban gandar
standard. Untuk mendapatkan lalu lintas pada lajur rencana ini digunakan
perumusan berikut ini:
w18 = DD x DL x w^18 (II.26)
di mana:
DD = faktor distribusi arah.
DL = faktor distribusi lajur.
w^18 = beban gandar standard kumulatif untuk dua arah.

Pada umumnya, DD diambil 0,5. Pada beberapa kasus khusus terdapat


pengecualian di mana kendaraan berat cenderung menuju satu arah tertentu. Dari
beberapa penelitian, nilai DD bervariasi dari 0,3 0,7 tergantung arah mana yang
berat dan kosong. Berikut adalah faktor distribusi lajur (DL):

27
Tabel II. 6 Faktor distribusi lajur (DL)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

Lalu lintas yang digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan lentur dengan
menggunakan Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur SNI 2002 adalah lalu
lintas kumulatif selama umur rencana. Besaran ini didapatkan dengan
mengalikan beban gandar standard kumulatif pada lajur rencana selama setahun
(w18) dengan besaran kenaikan lalu lintas (traffic growth). Berikut adalah
perhitungannya secara matematis:
(1+g)n 1
Wt = w18 x (II.27)
g

2. Koefisien Drainase
Koefisien drainase digunakan untuk mengakomodasi kualitas sistem drainase yang
dimiliki perkerasan jalan. Berikut adalah definisi kualitas drainase menurut
Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur SNI 2002:
Tabel II. 7 Definisi kualitas drainase

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

Kualitas drainase diperhitungkan dalam perencanaan dengan menggunakan


koefisien kekuatan relatif yang dimodifikasi (m). Berikut adalah hubungan nilai
koefisien drainase (m) yang merupakan fungsi dari kualitas drainase dan persen
waktu selama setahun struktur perkerasan dipengaruhi oleh kadar air yang
mendekati jenuh:

28
Tabel II. 8 Koefisien drainase (m)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

3. Indeks Permukaan
Indeks permukaan menunjukkan nilai ketidakrataan dan kekuatan perkerasan yang
berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Berikut adalah
beberapa nilai IP beserta artinya:
IP = 2,50 : permukaan jalan masih cukup stabil dan baik.
IP = 2,0 : tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap.
IP = 1,5 : tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin.
IP = 1,0 : permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan.
Indeks Permukaan (IP) untuk akhir umur rencana dipengaruhi oleh faktor-faktor
klasifikasi fungsional jalan sebagai berikut:
Tabel II. 9 Indeks permukaan akhir umur rencana (IPt)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

Berikut adalah indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo):


Tabel II. 10 Indeks permukaan awal umur rencana (IPo)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

29
4. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Pada Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur SNI 2002, diperkenalkan korelasi
antara koefisien kekuatan relatif dengan nilai mekanistik, yaitu modulus resilien.
Berdasarkan jenis dan fungsi material lapis perkerasan, estimasi koefisien kekuatan
relatif dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: granular (granular subbase),
cement-treated base (CTB), dan asphalt-treated base (ATB).

1. Lapis Permukaan Beton Aspal

Gambar II. 17 Grafik untuk memperkirakan koefisien kekuatan relatif lapis permukaan
beton aspal bergradasi rapat (a1)
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

Hal yang harus diperhatikan pada grafik di atas adalah nilai modulusnya. Saat
nilai modulus di atas 450.000 psi, disarankan agar hati-hati karena meskipun
modulus beton aspalnya lebih tinggi, lebih kaku, dan lebih tahan terhadap
lenturan, akan tetapi lebih rentan terhadap retak fatigue.

2. Lapis Fondasi Granular


Koefisien kekuatan relatif, a2 dapat diperkirakan dengan rumus berikut atau
Gambar II.18:
a2 = 0,249 (log Esb) 0,977 (II.28)

30
Gambar II. 18 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis fondasi granular (a 2)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

3. Lapis Fondasi Bawah Granular


Koefisien kekuatan relatif, a3 dapat diperkirakan dengan rumus berikut atau
Gambar II.19:
a3 = 0,227(log Esb) 0,839 (II.29)

31
Gambar II. 19 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis fondasi granular (a 2)
Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

4. Lapis Fondasi Beraspal

Gambar II. 20 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis fondasi beraspal (a 2)


Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

32
5. Lapis Fondasi Bersemen

Gambar II. 21 Variasi koefisien kekuatan relatif lapis fondasi bawah beraspal (a2)

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

5. Daya Dukung Tanah Dasar


Setiap segmen memiliki satu nilai CBR yang merepresentasikan daya dukung tanah
dasar. Nilai CBR segmen tersebut selanjutnya digunakan untuk merancang tebal
lapisan perkerasan pada segmen yang ditinjau. Nilai ini dapat ditentukan
menggunakan cara analitis berdasarkan Manual for Design and Construction of
Asphalt Pavement-Japan Road Association (JRA, 1980), sebagai berikut:

a. CBR titik
1/3 3
= ( ) (II.30)

Keterangan:
= CBR rata-rata
= nilai CBR pada setiap lapisan i
= tebal tiap-tiap lapisan i

33
b. CBR segmen jalan


= ( ) (II.31)

Keterangan:
= nilai CBR yang mewakili segmen yang ditinjau
= nilai CBR tertinggi yang mewakili segmen yang ditinjau
= nilai CBR terendah yang mewakili segmen yang ditinjau
= nilai CBR rata-rata yang mewakili segmen yang ditinjau
= koefisien yang disajikan pada Tabel II.12
Tabel II. 11 Nilai F untuk menghitung CBR segmen

Jumlah Titik Pengamatan (Buah) Koefisien F


2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
10 3,18
Sumber: Bina Marga, 2012

Selanjutnya, CBR segmen yang diperoleh dari perhitungan di atas, dikonversi


menjadi modulus resilien (MR) menggunakan persamaan II.23 atau II.24.

6. Tebal Minimum Lapisan Perkerasan

Tebal minimum digunakan dengan pertimbangan meningkatkan efektivitas biaya,


pelaksanaan konstruksi, dan batasan pemeliharaan untuk menghindari
kemungkinan dihasilkannya perencanaan yang tidak praktis. Berikut adalah nilai
tebal minimum untuk lapis permukaan berbeton aspal dan lapis fondasi agregat:

34
Tabel II. 12 Tebal minimum lapis permukaan berbeton aspal dan lapis fondasi
agregat

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

II.2.6 Perhitungan Tebal Perkerasan

Menurut Pedoman Perencanaan Perkerasan Lentur SNI 2002, tebal perkerasan


lentur didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing lapisan perkerasan, dengan
rumus sebagai berikut:
ITP = a1D1 +a2D2 + a3D3 (II.32)
di mana:
a1, a2, a3 = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan.
D1, D2, D3 = tebal masing-masing perkerasan (cm)

Jika kualitas drainase dipertimbangkan, persamaan II.32 dimodifikasi sebagai


berikut:

ITP = a1D1 +a2D2m2+ a3D3m3 (II.33)


Angka 1, 2, dan 3 masing-masing menyatakan lapis permukaan, lapis fondasi, dan
lapi fondasi bawah. ITP dapat dicari menggunakan Gambar II.22 atau dihitung
dengan menggunakan rumus II.34 berikut:

di mana:
W18 = perkiraan jumlah beban sumbu standard ekivalen 18-kip.
ZR = deviasi normal standard
So = gabungan standard error untuk perkiraan lalu lintas dan kinerja

35
IP = perbedaan antara IPo dan IPt
MR = modulus resilien
IPt = indeks permukaan jalan hancur (minimum 1,5)

Gambar II. 22 Nomogram untuk perencanaan tebal perkerasan lentur

Sumber: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2002

36
II.3 Manajemen Lalu Lintas pada Kawasan Lokal

Manajemen lalu lintas adalah penggunaan teknik-teknik rekayasa lalu lintas dan
metoda-metoda yang relevan lainnya dalam usaha untuk memanfaatkan sistem
prasarana jalan yang ada secara efektif (tepat guna) dengan tetap memperhatikan
aspek keselamatan (safety) dan lingkungan. (Institute of Civil Engineering, 1979)

Tujuan dari manajemen lalu lintas di antaranya adalah:

a. Mendapatkan tingkat efisiensi dari pergerakan lalu lintas secara


menyeluruh, sehingga tingkat aksesibilitas seluruh daerah cukup tinggi.
b. Meningkatkan tingkat keselamatan dari pengguna yang dapat diterima
oleh semua pihak dan memperbaiki tingkat keselamatan tersebut sebaik
mungkin.
c. Melindungi dan memperbaiki kondisi lingkungan tempat arus lalu lintas
berada.
d. Menggalakkan penggunaan energi secara lebih efisien.

Manajemen lalu lintas pada kawasan lokal bertujuan untuk mengatur pergerakan
dan kecepatan lalu lintas di suatu kawasan sehingga lalu lintas menerus tidak ingin
melewatinya, meningkatkan keselamatan dan akses bagi penghuni, meminimalkan
kecelakaaan, dan meningkatkan kondisi lingkungan kawasan. Berikut adalah
gambaran area lokal yang dimaksud:

Gambar II. 23 Typical local area

37
Sebelum menentukan pengaturan lalu lintas yang sesuai, diperlukan penentuan
batas-batas local area traffic management. Berikut adalah salah satu contoh LATM:

Gambar II. 24 Contoh batas kawasan untuk diterapkan LATM

Teknik yang digunakan dalam Local Area Traffic Management di antaranya adalah:
a. Peralatan pengatur lalu lintas secara fisik.
b. Peralatan pengatur lalu lintas secara peraturan.
c. Pengukuran lingkungan jalan dan tata guna lahan.
Adapun jenis pengatur yang sering digunakan adalah sebagai berikut:
a. Vertical deflection : speed hump, speed cushion, raised table.
b. Horizontal deflection : side island, chicanes, road narrowing, entrance
treatment, roundabout, traffic island, intersection modification.
c. Marka jalan dan rambu : rambu larangan, rambu peringatan, visual
narrowing.
Berikut adalah contoh LATM pada suatu kawasan:

38
Gambar II. 25 Contoh manajemen lalu lintas kawasan lokal

II.3.1 Vertical Deflection

Vertical deflection adalah suatu jenis pengaturan yang sering digunakan pada
LATM dengan cara membangun objek di atas permukaan perkerasan. Jika objek
ini ditempatkan pada posisi yang sesuai, ia dapat mengurangi kecepatan kendaraan
saat melewatinya. Selain itu, lalu lintas menerus akan cenderung menghindari
penggunaan jalan lokal. Keuntungan lainnya dari pembangunan vertical deflection
adalah biaya pemasangan dan perawatannya yang rendah. Kekurangan dari vertical
deflection adalah dapat menimbulkan kebisingan akibat pengereman, percepatan,
dan perpindahan kendaraan.

Berikut adalah beberapa ilustrasi dari vertical deflection:

Gambar II. 26 Sketsa road hump

39
Gambar II. 28 Road hump

Gambar II. 27 Wedge-plateau type

Adapun dimensi road hump dapat digambarkan dengan standard berikut ini:

Gambar II. 29 Dimensi road hump

40
II.3.2 Horizontal Deflection

Horizontal deflection adalah suatu jenis pengaturan yang sering digunakan pada
LATM yang membuat pengemudi mengubah arah kemudinya. Pengaturan ini dapat
berupa bundaran, penyempitan jalan, pulau lalu lintas, dan modifikasi
persimpangan.

1. Bundaran
Keuntungan penggunaan bundaran di antaranya adalah mengurangi jumlah
konflik di suatu persimpangan, mengurangi kecepatan kendaraan yang
melalui persipangan, menerapkan prinsip prioritas, dan meningkatkan
kesadaran pengemudi ketika melewati persimpangan. Kerugian dari
penggunaan bundaran adalah biaya pembangunannya yang tinggi,
meningkatkan kebisingan, dan meningkatkan kebutuhan pencahayaan.
Berikut adalah ilustrasi dari bundaran:

Gambar II. 30 Bundaran

2. Penyempitan jalan
Penyempitan jalan dilakukan untuk mengurangi kecepatan kendaraan di
sekitar area penanganan, meminimalkan masuknya lalu lintas menerus,
meningkatkan keamanan pejalan kaki, dan menyediakan kesempatan untuk
landscaping. Berikut adalah ilustrasi dari penyempitan jalan yang sering
digunakan:

41
Gambar II. 31 Single lane slow point

Gambar II. 32 Single lane angled slow point

Gambar II. 33 Driveway link

42
3. Pulau lalu lintas
Tujuan pembuatan pulau lalu lintas adalah menyediakan ruang henti
sementara untuk pejalan kaki dan pesepeda yang hendak menyeberangi
jalan. Kerugian dari penggunaan pulau lalu lintas adalah tidak mengurangi
kecepatan kendaraan yang melaluinya secara signifikan.

Gambar II. 34 Pulau lalu lintas

4. Modifikasi Persimpangan
Keuntungan dari pengaturan ini adalah dapat mengurangi kecepatan
kendaraan, dapat meminimalkan lalu lintas menerus pada pertigaan T,
menerapkan prinsip prioritas. Kekurangan dari modifikasi persimpangan
adalah menimbulkan kebingungan pengemudi dalam menentukan prioritas
bila persimpangan tersebut tidak didesain dengan tepat.

Gambar II. 35 Modifikasi persimpangan

43
II.3.3 Rambu

Rambu lalu lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang, huruf,
angka, kalimat, dan/atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan,
perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan. Daun rambu adalah pelat alumunium
atau bahan lainnya yang memenuhi persyaratan teknis tempat
ditempelkan/dilekatkannya rambu. Tiang rambu adalah batangan logam atau bahan
lainnya untuk menempelkan atau melekatkan daun rambu. Papan tambahan adalah
pelat alumunium atau bahan lainnya yang dipasang di bawah daun rambu yang
memberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu

Berdasarkan fungsinya, rambu dibedakan menjadi empat jenis, yakni:

1. Rambu Peringatan
Rambu yang digunakan untuk memberi peringatan kemungkinan adanya
bahaya di jalan atau tempat berbahaya pada jalan dan menginformaskan
tentang sifat bahaya. Keadaan yang memerlukan kewaspadaan dari
pengguna jalan di antaranya adalah kondisi prasarana jalan, kondisi alam,
cuaca, lingkungan, atau lokasi rawan kecelakaan. Berikut adalah contoh
rambu peringatan pengaturan lalu lintas:

Gambar II. 36 Rambu peringatan persimpangan prioritas

Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

44
Gambar II. 37 Rambu peringatan jalan berbahaya

Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

2. Rambu Larangan
Rambu yang digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang
dilakukan oleh pengguna jalan. Beberapa jenis rambu larangan di antaranya
adalah larangan berjalan terus, larangan masuk, larangan parkir dan
berhenti, larangan pergerakan lalu lintas tertentu, larangan membunyikan
isyarat suara, larangan dengan kata-kata, dan batas akhir larangan.

Gambar II. 39 Larangan masuk untuk kendaraan bermotor dan tidak bermotor

Gambar II. 38 Larangan belok kiri

Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

45
Gambar II. 40 Larangan berjalan terus karena wajib memberi prioritas kepada
arus lalu lintas dari arah yang diberi prioritas

Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

3. Rambu Perintah
Rambu yang digunakan untuk menyatakan perintah yang wajib dilakukan
oleh pengguna jalan. Terdiri atas rambu perintah mematuhi arah yang
ditunjuk, memasuki bagian jalan tertentu, minimum batas kecepatan,
menggunakan jalur atau lajur lalu lintas khusus, dan lain-lain.

Gambar II. 41 Perintah memasuki jalur atau lajur yang ditunjuk

Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

Gambar II. 42 Perintah mengikuti arah yang ditunjukkan saat memasuki bundaran

Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

46
4. Rambu Petunjuk
Rambu yang digunakan untuk memadu pengguna jalan saat melakukan
perjalanan atau untuk memberikan informasi lain kepada pengguna jalan.
Rambu ini terdiri atas petunjuk pendahulu jurusan, petunjuk jurusan,
petunjuk batas wilayah, petunjuk lokasi utilitas umum, petunjuk lokasi
fasilitas sosial, petunjuk pengaturan lalu lintas, dan papan nama jalan.

Gambar II. 43 Petunjuk lokasi fasilitas penyeberangan pejalan kaki


Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

Gambar II. 44 Petunjuk lokasi fasilitas parkir

Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

Penempatan rambu harus mengikuti aturan PM Perhubungan 13 tahun 2014.


Menurut aturan tersebut, rambu peringatan ditempatkan pada sisi jalan sebelum
tempat atau bagian jalan yang berbahaya dengan jarak:

Minimum 180 meter, untuk jalan dengan kecepatan rencana lebih dari 100
km per jam;

Minimum 100 meter untuk jalan dengan kecepatan rencana lebih dari 60
km per jam sampai dengan 100 km per jam;

Minimum 80 meter, untuk jalan dengan kecepatan rencana lebih dari 60


km per jam sampai dengan 80 km per jam;

47
Minimum 50 meter, untuk jalan dengan kecepatan rencana 60 km per jam
atau kurang.

Rambu larangan/perintah ditempatkan sedekat mungkin pada awal bagian jalan


dimulainya larangan/perintah sedangkan rambu petunjuk ditempatkan pada sisi
jalan, pemisah jalan, atau di atas daerah manfaat jalan sebelum tempat, daerah, atau
lokasi yang ditunjuk.

Selain penempatan rambu, hal lain yang harus diperhatikan adalah ukuran daun
rambu. Ukuran daun rambu terdiri dari ukuran kecil, sedang, besar, dan sangat
besar. Pemilihannya didasarkan pada kecepatan rencana. Berikut adalah kriteria
pemilihan ukuran daun rambu:

Daun rambu ukuran kecil ditempatkan pada jalan dengan kecepatan


rencana sampai dengan 30 km per jam atau kurang.

Daun rambu ukuran sedang ditempatkan pada jalan dengan kecepatan


rencana sampai dengan 60 km per jam.

Daun rambu ukuran besar ditempatkan pada jalan dengan kecepatan


rencana dengan 80 km per jam.

Daun rambu ukuran sangat besar ditempatkan pada jalan dengan


kecepatan rencana lebih dari 80 km per jam.

Untuk membantu pengemudi kendaraan dalam menggunakan jalan atau jalur


pergerakan, maka digunakan rambu dengan prinsip berikut:

Mudah dibaca (Clear).


Dari segi bentuk, warna, dan simbol harus dengan mudah dibaca oleh
pengemudi.
Mencolok (Conspicuous)
Rambu harus secara mudah terlihat oleh pengemudi.
Mudah dipahami (Comprehensible)
Rambu harus dengan mudah dipahami oleh pengemudi langsung pada
awal pandang.

48
Terpercaya (Credible)
Pesan yang disampaikan oleh rambu haruslah dapat dipercaya oleh
pengemudi.
Benar (Correct)
Rambu harus tepat penggunaannya dari segi lokasi hingga pesan yang
disampaikan.
Konsisten (Consistent)
Pemasangan rambu harus sesuai dengan kondisi dan lokasi untuk
memperpendek waktu reaksi pengendara dalam melihat rambu.

II.3.4 Marka

Marka jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas
permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk garis
membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang berfungsi untuk
mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas. Marka
terdiri atas tiga jenis berdasarkan orientasi arahnya, yakni:
i. Marka membujur
Marka membujur adalah marka jalan yang sejajar dengan sumbu jalan.
Marka ini terdiri tas garis utuh, garis putus-putus, garis ganda (utuh dan
putus-putus), dan garis ganda yang terdiri dari dua garis utuh.

Marka membujur berupa garis utuh berfungsi sebagai larangan bagi


kendaraan melintasi garis tersebut. Marka membujur tersebut apabila
berada di tepi jalan hanya berfungsi sebagai peringatan tanda tepi jalur lalu
lintas. Marka membujur berupa garis putus-putus merupakan pembatasan
lajur yang berfungsi mengarahkan lalu lintas dan/atau memperingatkan
akan ada marka membujur yang berupa garis utuh di depan.

Marka membujur berupa garis ganda yang terdiri dari garis utuh dan garis
putus-putus menyatakan bahwa kendaraan yang berada pada sisi garis utuh
dilarang melintasi garis ganda, dan kendaraan yang berada pada sisi garis
putus-putus dapat melintasi garis ganda.

49
Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 34 Tahun 2014, dimensi garis untuk
marka tersebut adalah sebagai berikut:

1. Panjang garis utuh sekurang-kurangnya 20 meter.


2. Lebar garis utuh maupun putus-putus pada marka membujur sekurang-
kurangnya 0,10 meter.
3. Jarak antara 2 (dua) garis membujur yang berdampingan atau garis
ganda, sekurang-kurangnya 0,1 meter dan tidak lebih dari 0,18 meter.
4. Lebar garis tepi jalur lalu lintas sekurang-kurangnya 0,10 meter, dan pada
jalan tol sekurang-kurangnya 0,15 meter.
5. Panjang masing-masing garis pada garis putus-putus harus sama,
berdasarkan kecepatan rencana :
- kurang dari 60 km per jam, panjang garis putus-putus 3,0 meter;
- 60 km per jam atau lebih, panjang garis putus-putus 5,0 meter.
6. Panjang celah diantara garis putus-putus berdasarkan kecepatan rencana
- kurang dari 60 km per jam, panjang celah garis putus-putus 5,0
meter;
- 60 km per jam atau lebih, panjang celah garis putus-putus 8,0 meter.

Gambar II. 45 Marka membujur garis utuh


Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

50
ii. Marka Melintang
Marka jalan yang tegak lurus terhadap sumbu jalan. Marka ini dapat berupa
garis utuh dan garis putus-putus. Marka melintang berupa garis utuh
menyatakan batas berhenti bagi kendaraan yang diwajibkan berhenti oleh
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, rambu berhenti, tempat penyeberangan,
atau zebra cross. Marka melintang berupa garis putus-putus menyatakan
batas yang tidak dapat dilampaui kendaraan sewaktu memberi kesempatan
kepada kendaraan yang mendapat hak utama pada persimpangan.

Gambar II. 46 Marka membujur garis putus-putus


Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

Berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 34 Tahun 2014, dimensi marka


melintang harus mengikuti kriteria berikut:
Lebar garis berhenti sekurang-kurangnya 0,20 meter dan paling lebar
0,30 meter.
Bila garis berhenti dilengkapi dengan perkataan STOP yang
dituliskan di permukaan jalan, jarak antara puncak huruf pada tulisan
STOP dan garis berhenti, 1 meter sampai dengan 2,5 meter.
Lebar garis ganda putus-putus sebagai garis berhenti untuk
mendahulukan kendaraan lain sekurang-kurangnya 0,20 meter,
panjang 0,60 meter, jarak antar garis putus yang membujur dan yang
melintang 0,30 meter.
Jarak antara alas segitiga yang sejajar dengan garis tanda melintang
berupa garis berhenti ialah antara 1 meter sampai dengan 2,5 meter.

51
Alas segitiga tersebut sekurang-kurangnya memiliki lebar 1 meter dan
tingginya 3 (tiga) kali alas segitiga.

Gambar II. 47 Bentuk dan ukuran marka

Sumber: Menteri Perhubungan, 2014


iii. Marka Serong
Marka jalan yang membentuk garis utuh yang tidak termasuk dalam
pengertian marka membujur atau marka melintang, untuk menyatakan suatu
daerah permukaan jalan yang bukan merupakan jalur lalu lintas kendaraan.

Gambar II. 48 Marka serong


Sumber: Menteri Perhubungan, 2014

52
II.4 Struktur Gedung Parkir

II.4.1 Perencanaan Gedung

Perencanaan gedung harus memenuhi kriteria untuk memenuhi tujuan desain


bangunan tahan gempa yakni mencegah terjadinya kegagalan struktur dan
timbulnya korban jiwa. Tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam perencanaan
gedung, di antaranya:
1. Ketika terjadi gempa kecil, tidak terjadi kerusakan sama sekali.
2. Ketika terjadi gempa sedang, diperbolehkan terjadi kerusakan
arsitektural tetapi bukan merupakan kerusakan struktural.
3. Ketika terjadi gempa kuat, diperbolehkan terjadinya kerusakan struktural
dan non-struktural, namun kerusakan yang terjadi tidak sampai
menyebabkan bangunan runtuh.

Dalam perencanaan bangunan gedung tahan gempa dibutuhkan kekuatan,


daktilitas, dan kekakuan. Kekuatan adalah kemampuan struktur untuk menahan
beban yang diberikan, didalamnya termasuk beban mati, beban hidup, dan beban
mati superimposed. Daktilitas adalah kemampuan struktur untuk berdeformasi
plastis sebelum akhirnya mengalami keruntuhan. Daktilitas merupakan komponen
penting dalam bangunan tahan gempa karena dengan deformasi plastis, maka tujuan
perencanaan bangunan tahan gempa tercapai. Deformasi plastis memungkinkan
adanya suatu peringatan bagi pengguna bangunan sebelum akhirnya runtuh.
Kekakuan adalah kemampuan struktur mempertahankan bentuk awalnya ketika
diberi beban. Semakin kecil kekakuan struktur maka bangunan tersebut tidak akan
nyaman untuk digunakan karena mengalami deformasi yang besar. Secara tidak
langsung kekuatan dan kekakuan saling mempengaruhi, karena kekuatan yang
besar ditandai dengan dimensi yang besar. Dimensi yang besar akan mempengaruhi
besarnya kekakuan.

Selain ketiga sifat struktur yang harus dipenuhi tersebut, terdapat pula persyaratan
desain gedung yang dikenal sebagai strong column weak beam. Kolom kuat balok
lemah merupakan cara desain yang menghasilkan struktur yang memiliki daktilitas

53
lebih baik. Respon yang bersifat daktail diharapkan terjadi pada balok dan pada saat
yang sama tidak boleh terjadi keruntuhan geser.

Pada saat struktur mendapat gaya lateral gempa, distribusi kerusakan sepanjang
ketinggian bangunan bergantung pada distribusi lateral story drift. Jika struktur
memiliki kolom yang lemah, simpangan antar lantai akan cenderung terpusat pada
satu lantai dan menghasilkan soft story effect seperti ditunjukkan pada Gambar A.
Sebaliknya, jika kolom lebih kuat daripada balok maka drift akan tersebar merata
dan keruntuhan lokal di satu lantai dapat diminimalkan (Gambar B dan C).

Gambar II. 49 Mekanisme Strong Column Weak Beam

Kinerja struktur terhadap gempa memiliki beberapa masalah yang harus ditanggapi
agar nilai keamanan lebih terjamin. Hubungan balokkolom merupakan daerah
rawan terhadap gaya lateral terutama gempa. Karena tempat tersebut merupakan
daerah yang memiliki momen dan gaya geser yang besar yang dapat melelehkan
struktur dan terjadi kegagalan.

54
II.4.2 Kriteria Perancangan

1. Mutu atau Standar Bahan


Mutu material beton yang digunakan untuk setiap elemen struktur yaitu:
Kolom : 35 MPa
Balok dan pelat : 30 MPa

Baja tulangan yang akan digunakan merupakan tulangan ulir dengan


tegangan leleh (fy) 420 MPa dan modulus elastisitas (Es) 200000 MPa.

2. Pembebanan
Berdasarkan SNI 1727:2013, berikut adalah beban-beban yang direncanakan
dipikul oleh struktur gedung:
1. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang
terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi
tetap, finishing, klading gedung, dan komponen arsitektural serta struktur
lainnya yang terpasang secara tetap.
Berat Sendiri
Berat sendiri komponen struktur dipengaruhi oleh (massa jenis)
dari material penyusunnya. Pada perancangan gedung parkir ini,
digunakan material beton bertulang dengan massa jenis sebesar 2400
kg/m3.
Super Imposed Dead Load (SIDL)
SIDL adalah beban-beban tambahan yang selalu berada pada
struktur yang ikut memberikan tambahan beban kepada keseluruhan
struktur. Contoh SIDL adalah beban partisi/tembok, finishing,
ducting, lighting, ceiling dan MEP (Mechanical, Electrical, and
Plumbing), kursi, meja dan perangkat-perangkat lainnya. SIDL yang
akan digunakan pada gedung parkir mengacu pada pembebanan
Gedung Graha BKI tahun 2017.

55
2. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni
bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban
konstruksi dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan,
beban gempa, beban banjir, atau beban mati. Pada perencanaan struktur
gedung parkir ini, beban hidup yang digunakan mengacu pada Peraturan
Pembebanan Indonesia untuk Gedung tahun 1983.
3. Beban Gempa
Beban gempa yang bekerja pada struktur dihitung berdasarkan pada
peraturan SNI 1726:2012 mengenai tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung.

3. Kombinasi Pembebanan
Kombinasi pembebanan dihitung berdasarkan Peraturan Perencanaan yang
berlaku. Elemen struktur direncanakan sesuai persyaratan kekuatan (Design
Strength) pada kombinasi beban batas seperti yang diuraikan pada persamaan
II.35 berikut:


di mana:
U = Kuat perlu (Required Strength)
= Faktor Reduksi Kekuatan (Strength Reduction Factor)
Kombinasi beban ultimate:
1. 1,4 DL
2. 1,2 DL + 1,6 LL + 0,5 (Lr atau R)
3. 1,2 DL + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2 DL + W + L + 0,5 (L atau R)
5. 0,9 DL + W
6. (1,2 + 0,2 SDS) DL + L 0,3Ex Ey
7. (1,2 + 0,2 SDS) DL + L 0,3Ey Ex
8. (0,9 - 0,2 SDS) DL + L 0,3Ex Ey
9. (0,9 - 0,2 SDS) DL + L 0,3Ey Ex

56
10. (0,9 - 0,2 SDS) DL + L 0,3Ex Ey + 1,6 H
11. (0,9 - 0,2 SDS) DL + L 0,3Ey Ex + 1,6 H
Kombinasi beban layan:
1. DL
2. DL + LL
3. DL + (Lr atau R)
4. DL + 0,75 LL + 0,75 (Lr atau R)

4. Faktor Reduksi Kekuatan ()


Faktor reduksi kekuatan yang digunakan dalam perancangan struktur gedung
parkir ini adalah:
1. Penampang terkendali tarik, = 0,9.
2. Penampang terkendali tekan untuk komponen struktur bertulang
selain spiral, = 0,6.
3. Geser dan torsi, = 0,75.

5. Deformasi Izin
Lendutan izin harus dipenuhi untuk memenuhi syarat kenyamanan. SNI
2847:2013 memberikan syarat lendutan maksimal yang diperbolehkan untuk
atap dan lantai sebagai berikut:

57
Tabel II. 13 Syarat lendutan maksimum

Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2013


6. Sistem Struktur
Sistem struktur yang akan digunakan dalam perancangan struktur gedung
parkir ini adalah Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK).
Rangka pemikul momen didefiniskan sebagai sistem rangka ruang dimana
komponen struktur dan join menahan gaya-gaya yang bekerja melalui aksi
lentur, geser, dan aksial. SNI 03-2847-2012 pun mendefinisikan rangka
pemikul momen khusus sebagai sistem yang tidak hanya memenuhi
ketentuan untuk rangka pemikul momen biasa namun juga mengikuti
ketentuan yang tercantum pada pasal 23.2 sampai dengan 23.5 pada peraturan
yang sama. Rangka pemikul momen khusus ini umumnya digunakan untuk
bangunan dengan resiko beban gempa yang cukup tinggi

58
Bab III
Metodologi

III.1 Umum

Berdasarkan ruang lingkup pembahasan yang telah ditentukan pada BAB I, disusun
suatu metodologi pendekatan untuk mencapai tujuan dari tugas akhir ini. Secara
umum, prosedur pengerjaan akan dilakukan dapat dilihat pada diagram alir berikut:

Gambar III. 1 Diagram alir pengerjaan secara umum

59
III.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data

Tahap pengumpulan dan menjelaskan data yang dibutuhkan dan mengolah data
tersebut sehingga menjadi masukan dalam proses merancang dan menganalisis.
Data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut:
1. Data gambar desain arsitektur.
2. Data tarikan dan bangkitan kendaraan.
3. Denah parkir dari arsitektur.
4. Data Tanah (CBR).
5. Data Tanah (Klasifikasi Situs Batuan).

60
III.3 Ruang Parkir

Perancangan ruang parkir dimulai dengan perhitungan kebutuhan parkir


berdasarkan luas lantai bangunan. Setelah mendapatkan kebutuhan ruang parkir
dalam satuan SRP, dilakukan pengecekan dengan kapasitas ruang parkir eksisting
mencukupi atau tidak. Jika tidak, dilakukan analisis karakteristik parkir untuk
mendapatkan kebutuhan parkir sehingga dapat dijadikan acuan sebagai penentuan
apakah perlu atau tidak dibangun ruang parkir tambahan.

Gambar III. 2 Diagram alir perancangan ruang parkir

61
III.4 Struktur Perkerasan

Perancangan struktur perkerasan dimulai dengan pengumpulan data lalu lintas


seperti LHR, jumlah jalur dan lajur, dan data tanah (CBR). Setelah itu, dari data
tersebut kita dapat menentukan parameter yang digunakan untuk perhitungan,
seperti modulus resilien, IPo dan IPt, umur rencana, dan reliabilitas. Lalu, dilakukan
analisis lalu lintas dan kekuatan struktur perkerasan menggunakan persamaan II.34
untuk mendapatkan nilai Structural Number (SN) sehingga perkerasan memiliki
kemampuan dalam mengakomodasi beban rencana. Dari nilai SN, selanjutnya
ditentukan tebal tiap lapisan perkerasan.

Gambar III. 3 Diagram alir perancangan struktur perkerasan lentur

62
III.5 Manajemen Lalu Lintas Kawasan

Manajemen lalu lintas kawasan Summarecon Bandung dimulai dengan


pengumpulan data yakni peta kawasan. Selanjutnya, dari peta kawasan tersebut
akan ditentukan alat pengatur lalu lintas pada simpang dan ruas yang ada.

Gambar III. 4 Diagram alir manajemen lalu lintas kawasan

63
III.6 Struktur Gedung Parkir

Perancangan struktur Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung


dimulai dengan penetapan ruang lingkup kerja. Kemudian, dilakukan perhitungan
pembebanan yang akan dipikul struktur yang selanjutnya akan digunakan pada
preliminary design. Setelah dilakukan preliminary design, dilakukan pemodelan
pada software ETABS. Model struktur tersebut selanjutnya dicek terhadap
ketidakberaturan, efek P-Delta, dan simpangan antarlantai. Setelah dilakukan
pengecekan, dilakukan detailing untuk memperoleh dimensi elemen struktur dan
penulangannya. Elemen struktur yang akan diberi detailing di antaranya adala
balok, kolom, joint, dan pelat. Selanjutnya, dimensi elemen struktur dan
penulangannya digambar menggunakan software AutoCAD.

Gambar III. 5 Diagram alir perancangan struktur gedung parkir

64
Bab IV
Perancangan Ruang Parkir

IV.1 Kebutuhan Ruang Parkir

Ruang parkir yang dibutuhkan untuk memfasilitasi tarikan dan bangkitan kendaraan
dari Gedung Lifestyle Center Summarecon Bandung dapat ditentukan berdasarkan
tata guna lahan yang mengacu pada luas lantai bangunan. Berikut adalah tabel
perhitungan luas lantai untuk Lifestyle Center Summarecon Bandung:
Tabel IV. 1 Luas lantai bangunan Lifestyle Center

Berdasarkan Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas Parkir 1998,


standard kebutuhan ruang parkir untuk pusat perdagangan adalah 3,5-7,5 SRP/100
m2. Nilai KRP yang digunakan untuk Lifestyle Center Summarecon Bandung
adalah 6 SRP/100 m2 karena peruntukkannya adalah masyarakat kalangan ekonomi
menengah ke atas. Dengan data luas lantai dan standard tersebut, kebutuhan ruang
parkir untuk Lifestyle Center Summarecon Bandung dapat dihitung sebagai berikut:

= (IV.1)


= 6 30.700 2
1002

= 1842

Kebutuhan ruang parkir di atas adalah kebutuhan ruang parkir total untuk mobil dan
motor. Selanjutnya, diperlukan proporsi kendaraan mobil dan motor yang akan
menggunakan fasilitas parkir. Proporsi kendaraan tersebut dapat ditentukan dari
data hasil survei bangkitan dan tarikan kendaraan berikut:

65
Tabel IV. 2 Persentase kendaraan yang digunakan pengunjung mall di Bandung

Sumber: Arbie, 2010

Dari Tabel IV.2, diperoleh persentase rata-rata untuk mobil sebesar 69% dan motor
31%, sehingga kebutuhan ruang parkir untuk mobil dan motor dapat ditentukan
sebagai berikut:

= (IV.2)

= 1842 69%

= 1262

= 571

Berdasarkan perhitungan di atas, dari fungsi dan luas lantai bangunan, diperoleh
kebutuhan ruang parkir mobil untuk Lifestyle Center sebanyak 1262 SRP dan motor
sebanyak 571 SRP. Jumlah ini lebih besar dari kapasitas parkir yang disediakan
pada Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung, yakni 380 SRP mobil
dan 100 SRP motor. Guna mengatasi kekurangan tersebut, perlu dilakukan analisis
karakteristik parkir untuk menentukan apakah perlu dilakukan perancangan ulang
parkir dengan menambah ruang parkir luar ruang atau cukup hanya dengan
optimalisasi ruang parkir yang telah disediakan.

Untuk melakukan analisis karakteristik parkir, data yang digunakan adalah data
parkir kendaraan di suatu gedung acuan yang memiliki karakteristik dan fungsi
yang sama yaitu gedung mall. Berikut adalah tahapan analisis karakteristik parkir:

66
1. Menghitung Puncak Tarikan dan Bangkitan Total
Berdasarkan data dari Tugas Akhir Analisis Bangkitan Tarikan Kendaraan
pada Pusat Perbelanjaan di Kota Bandung 2010, tarikan dan bangkitan
kendaraan di pusat perbelanjaan dapat digambarkan dengan model berikut:
a. Model bangkitan tarikan mobil
Y = 250,91 + 0,008 x1 (IV.3)
Keterangan:
Y = total bangkitan tarikan kendaraan mobil (kend/jam)
x1 = luas lantai mall (m2)
R2 = 86,5%
b. Model bangkitan tarikan motor
Y = 203,5 + 0,63 x3 (IV.4)
Keterangan:
Y = total bangkitan tarikan kendaraan motor (kend/jam)
x3 = jumlah tenant
R2 = 19%

Lifestyle Center Summarecon Bandung memiliki luas lantai bangunan


30.700 m2 dan jumlah tenant sebanyak 150. Dengan menggunakan
persamaan IV.3 dan IV.4 serta data yang telah diketahui, bangkitan tarikan
kendaraan mobil dan motor di Lifestyle Center Summarecon Bandung dapat
dihitung sebagai berikut:
a. Bangkitan tarikan mobil
Y = 250,91 + 0,008 x1
Y = 250,91 + 0,008 (30.700 m2)
Y = 497 kend/jam
b. Bangkitan tarikan motor
Y = 203,5 + 0,63 x3
Y = 203,5 + 0,63 (150)
Y = 298 kend/jam

Jadi, dari model bangkitan dan tarikan yang ada, diperoleh bangkitan tarikan
puncak untuk mobil sebanyak 497 kend/jam dan motor 298 kend/jam.

67
2. Menghitung Puncak Tarikan dan Bangkitan
Hasil perhitungan pada tahap pertama adalah nilai bangkitan tarikan total
kendaraaan. Selanjutnya, diperlukan suatu proporsi untuk mengetahui nilai
bangkitan dan nilai tarikan untuk masing-masing kendaraan. Berikut adalah
data bangkitan tarikan kendaraan beberapa mall di Bandung pada tahun
2010:
Tabel IV. 3 Data bangkitan dan tarikan untuk kendaraan mobil

Sumber: Arbie, 2010

Tabel IV. 4 Data bangkitan dan tarikan untuk kendaraan motor

Sumber: Arbie, 2010

Berdasarkan data pada Tabel IV.3 dan Tabel IV.4, diperoleh persentase
bangkitan dan tarikan untuk kendaraan mobil dan motor sebagai berikut:
Tabel IV. 5 Persentase bangkitan dan tarikan mobil

68
Tabel IV. 6 Persentase bangkitan dan tarikan motor

Dari tabel di atas, diperoleh persentase rata-rata bangkitan mobil sebesar


55%, tarikan mobil 45%, bangkitan motor 56%, dan tarikan motor 44%,
sehingga dengan total bangkitan tarikan mobil sebesar 497 kend/jam dan
motor 298 kend/jam, diperoleh proporsi bangkitan tarikan pada jam puncak
sebagai berikut:

a. Bangkitan mobil = 273 kend/jam


b. Tarikan mobil = 223 kend/jam
c. Bangkitan motor = 167 kend/jam
d. Tarikan motor = 131 kend/jam

3. Menentukan Pola Keluar-Masuk Kendaraan Perjam


Setelah mengetahui besar tarikan dan bangkitan motor dan mobil pada
puncak kedatangan pengunjung, diperlukan pola tarikan dan bangkitan
kendaraan perjam untuk menganalisis karakteristik parkir. Karena
keterbatasan waktu dan tidak diberikannya izin survei oleh pengelola parkir
mall, penulis menggunakan data hasil survei keluar-masuk kendaraan untuk
mall BTC tahun 2008 seperti berikut:

69
Tabel IV. 7 Jumlah kendaraan parkir (Minggu 24 Februari 2008)

Sumber: Arizal dan Yanwar, 2008

Rekapitulasi data keluar-masuk kendaraaan perjam dapat dilihat pada Tabel


IV.8.

70
Tabel IV. 8 Rekapitulasi keluar-masuk kendaraaan perjam

Selanjutnya, dari data tersebut dihitung persentase tarikan dan bangkitan


perjam terhadap tarikan puncak dan bangkitan puncak. Untuk kendaraan
mobil dan motor, puncak kedatangan terjadi pada pukul 10.00-11.00;
puncak keberangkatan terjadi pada pukul 20.00-21.00.

Tabel IV. 9 Persentase tarikan dan bangkitan perjam

71
4. Mengolah Data Parkir
Setelah mengetahui puncak tarikan dan bangkitan dari tahap (2), waktu
terjadinya puncak kedatangan dan keberangkatan di mall Kota Bandung dari
tahap (3), dan persentase tarikan dan bangkitan kendaraan perjam dari tahap
(3), dapat disusun tarikan dan bangkitan kendaraan mobil dan motor
Lifestyle Center Summarecon Bandung perjam sebagai berikut:
Tabel IV. 10 Hasil pengolahan data parkir mobil

Tabel IV. 11 Hasil pengolahan data parkir motor

72
Asumsi yang digunakan pada Tabel IV.10 dan Tabel IV.11 di antaranya
adalah:
- Waktu buka Lifestyle Center Summarecon Bandung dianggap
sama dengan waktu buka Bandung Trade Center yakni pukul
09.00 WIB.
- Lama buka Lifestyle Center Summarecon Bandung dianggap
sama dengan lama buka Bandung Trade Center yakni 13 jam,
sehingga setiap harinya gedung tersebut dioperasikan sejak pukul
09.00 WIB hingga 22.00 WIB.

Berdasarkan persamaan II.3, akumulasi parkir pada Tabel IV.10 dan Tabel
IV.11 dapat dihitung sebagai berikut:

(Contoh perhitungan akumulasi parkir kendaraan mobil pukul 09.00-10.00)

= +

= 0 + 198 62
= 136 mobil

5. Volume Parkir
Volume parkir dapat dihitung menggunakan persamaan II.6, yakni:

Dari Tabel IV.10 dan Tabel IV.11, didapat volume parkir mobil sebesar
2130 kendaraan dan volume parkir motor sebesar 1228 kendaraan.

6. Akumulasi Parkir
Dari data Tabel IV.10 dan Tabel IV.11, diperoleh grafik akumulasi parkir
untuk kendaraan mobil dan motor sebagai berikut:

73
Gambar IV. 2 Grafik akumulasi parkir mobil

Gambar IV. 1 Grafik akumulasi parkir motor

Dari Gambar IV.1 diperoleh nilai puncak pada pukul 14.00-15.00 yakni
336 mobil. Dari Gambar IV.2 diperoleh nilai puncak pada pukul 17.00-
18.00 yakni 203 motor. Grafik tersebut menunjukkan akumulasi parkir yang
fluktuatif setiap jamnya.

74
7. Kapasitas Parkir
Kapasitas parkir dapat dihitung melalui marka yang dapat dihitung melalui
marka yang ada. Selain itu, kapasitas parkir dapat diestimasi melalui
persamaan II.7, yakni:
=
Untuk Gedung Lifestyle Center Summarecon Bandung, terdapat 380 ruang
parkir untuk mobil dan 100 ruang parkir untuk motor dengan durasi survei
selama tiga belas jam, maka:
= 380 13 = 4940 .
= 100 13 = 1300 .

8. Beban Parkir
Beban parkir dapat dihitung dari luasan di bawa kurva akumulasi parkir
dengan menggunakan metode trapesium. Berikut adalah perhitungan luasan
untuk kendaraan mobil dan motor:
Tabel IV. 12 Beban parkir mobil

75
Tabel IV. 13 Beban pakir motor

Dari Tabel IV.12 dan Tabel IV.13, diperoleh luasan di bawah kurva untuk
mobil sebesar 2774 mobil.jam dan motor sebesar 1677 motor.jam. Luasan
di bawah kurva tersebut menunjukan beban parkir yang dihasilkan oleh
mobil dan motor.

9. Rata-Rata Durasi Parkir


Durasi parkir dapat diperoleh dari pendataan plat mobil yang masuk pada
periode survei. Setelah itu, dapat dilihat waktu kapan kendaraan itu masuk
dan keluar. Dari data tersebut, durasi parkir adalah selisih jam masuk dan
keluarnya. Selain itu, durasi parkir juga dapat dihitung menggunakan
persamaan II.2:

=

2774 .
= = 1,3 jam
2130
1677 .
= = 1,37 jam
1228

Dari perhitungan di atas, diperoleh rata-rata durasi parkir mobil 1,3 jam dan
motor 1,37 jam.

76
10. Tingkat Penggunaan Parkir (Occupancy Rate)
Tingkat penggunaan parkir dapat dihitung dengan persamaan II.5, yakni:

= x 100%

Berikut adalah contoh perhitungan tingkat penggunaan parkir untuk


kendaraan mobil pukul 14.00-15.00:
336
= 380 x 100% = 88%

Perhitungan tingkat penggunaan untuk kendaraan mobil jam lainnya dan


untuk kendaraan motor dapat dilihat pada Tabel IV.14 dan Tabel IV.15.
Dari tabel tersebut, dapat dilihat tingkat penggunaan maksimum untuk
kendaraan mobil adalah 88% yakni pada pukul 14.00-15.00 WIB sedangkan
untuk kendaraan motor adalah 203% yakni pada pukul 17.00-18.00 WIB.
Dari angka tersebut dapat diketahui bahwa untuk kendaraan mobil parkirnya
tidak overused sedangkan motor overused karena tingkat penggunaannya
melebihi 100%.
Tabel IV. 15 Occupancy rate mobil perjam

Tabel IV. 14 Occupancy rate motor perjam

77
Parkir motor yang overused menunjukkan bahwa penggunaan lahan parkir
motor di Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung melebihi
kapasitas yang disediakan yakni 100 slot. Bila tingkat penggunaan tersebut
diikuti dengan tingkat pergantian parkir yang rendah akan terjadi
kekurangan lahan parkir dan antrean untuk pengunjung yang menggunakan
kendaraan motor.

11. Pergantian Parkir (Parking Turnover)


Parking turnover dapat dihitung menggunakan persamaan II.4 berikut:

=

Perhitungan ini merupakan perhitungan ekonomi yakni untuk mengetahui
apakah pembuatan parkir di lokasi tersebut menguntungkan secara ekonomi
atau tidak. Sebagai contoh, parkir satu kali tetapi dengan durasi parkir 20
jam dengan kedaraan yang banyak parkir dengan kendaraan parkir dengan
durasi yang sebentar akan menghasilkan keuntungan ekonomi yang
berbeda. Berikut adalah contoh perhitungan parking turnover kendaraan
mobil pukul 15.00-16.00 WIB pada ruang parkir Gedung Lifestyle Center
Summarecon Bandung:
538
= 380 = 1,42

Perhitungan tingkat pergantian untuk kendaraan mobil jam lainnya dan


untuk kendaraan motor dapat dilihat pada Tabel IV.16 dan Tabel IV.17.
Dari tabel tersebut, dapat dilihat tingkat pergantian maksimum untuk
kendaraan mobil adalah 1,42 yakni pada pukul 15.00-16.00 WIB sedangkan
untuk kendaraan motor adalah 3,0 yakni pada pukul 17.00-18.00 WIB. Dari
hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembangunan ruang parkir dan
motor di Gedung Lifestyle Center Summarecon Bandung dapat
menghasilkan keuntungan secara ekonomi.

78
Tabel IV. 17 Parking turnover mobil

Tabel IV. 16 Parking turnover motor

79
12. Indeks Parkir
Berdasarkan persamaan II.8 indeks parkir dapat dihitung dengan persamaan
berikut:

=

Indeks tersebut diperlukan untuk mengetahui efisiensi pada parkir. Bila
indeks parkir > 1, parkir tersebut melebihi kapasitas (jenuh), bila indeks
parkir < 1, parkir tersebut dapat dikatakan memiliki parkir yang luas
dibanding dengan kendaraan yang masuk setiap harinya (kurang efisien).
Berikut adalah perhitungan indeks parkir untuk Lifestyle Center
Summarecon Bandung:
2774 .
= 4940 . = 0,56 = 56%
1677 .
= 1300 . = 1,29 = 129%

13. Kebutuhan Parkir


Kebutuhan parkir dihitung berdasarkan metode selisih maksimum
keberangkatan dan kedatangan. Berikut adalah tabel hasil perhitungan
selisih maksimum keberangkatan dan kedatangan kendaraan:

80
Tabel IV. 19 Selisih akumulasi kendaraan mobil masuk dan keluar

Tabel IV. 18 Akumulasi keluar-masuk motor

81
Gambar IV. 3 Kurva kebutuhan parkir mobil

Gambar IV. 4 Kurva kebutuhan parkir motor

Berdasarkan data dan perhitungan di atas, selisih maksimum antara jumlah


kendaraan masuk dan keluar untuk mobil adalah 336 mobil pada pukul
14.00-15.00 WIB dan motor adalah 203 motor pada pukul 17.00-18.00.
Kapasitas parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung adalah 380 mobil
sehingga kapasitas parkirnya dapat memenuhi kebutuhan parkir mobil
sedangkan kapasitas parkir motor adalah 100 kendaraan sehingga kapasitas
parkirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan parkir motor.

82
IV.2 Supply Parkir

IV.2.1 Sirkulasi Parkir

Sirkulasi parkir adalah bentuk dan pola pergerakan kendaraan untuk mengatur
pergerakan kendaraan yang masuk dan keluar area parkir. Pola pergerakan ini
dipengaruhi oleh geometri parkir, di antaranya adalah sudut parkir, lebar gang, dan
pola jalur parkir.

Pola pergerakan kendaraan di Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon


Bandung untuk semua lantai dapat dilihat pada LAMPIRAN. Sirkulasi yang
digunakan adalah pola sirkulasi ramp menerus dengan jalur ramp satu arah. Pola
parkir yang digunakan di gedung parkir ini memiliki pola parkir dengan sudut
kendaraan parkir 90o yang menghasilkan daya tampung kendaraan parkir lebih
banyak dibandingkan dengan sudut lainnya. Namun, pemilihan sudut ini akan
memengaruhi kemudahan dan kenyamanan pengemudi saat melakukan manuver
masuk dan keluar ruang parkir.

Selanjutnya, pola parkir yang digunakan pada gedung parkir ini terbagi atas 2 pola,
yakni:

- Parkir kendaraan dua sisi


Parkir dengan pola ini penempatannya berada di tengah area parkir.
Seperti yang terdapat pada Gambar IV.5 dan Gambar IV.6, pola parkir
ini terdapat pada gedung parkir lantai 1, 2, 3, dan 4.
- Parkir kendaraan satu sisi
Parkir dengan pola ini penempatannya berada di tepi area parkir. Pola
parkir ini terdapat pada gedung parkir lantai 1, 2, 3, dan 4.

Pola parkir Gedung Lifestyle Center Summarecon Bandung dapat dilihat pada
Gambar IV.5 dan Gambar IV.6.

83
Gambar IV. 5 Pola parkir mobil Lifestyle Center Summarecon Bandung

Gambar IV. 6 Pola parkir motor Lifestyle Center Summarecon Bandung

84
IV.2.2 Geometri Parkir

Tata letak Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung adalah pintu
masuk dan keluar terpisah namun terletak pada satu ruas jalan yang sama. Dimensi
jalan akses ini menurut syarat Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Fasilitas
Parkir 1998, adalah sebagai berikut:
Tabel IV. 20 Dimensi jalur masuk dan jalur keluar

Dari Tabel IV.20, dimensi jalur masuk dan keluar area parkir Lifestyle Center
Summarecon Bandung sudah sesuai dengan standard pedoman yang ada.

Gambar IV. 7 Tata letak jalur masuk dan keluar Gedung Parkir Lifestyle Center
Summarecon Bandung

Selanjutnya, untuk jalur sirkulasi, gang, dan modul perbandingan dimensi hasil
desain arsitektur dengan standard dari Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian
Fasilitas Parkir 1998 dapat dilihat pada Tabel IV.21. Dari tabel tersebut, dapat
dilihat bahwa diperlukan evaluasi desain lebar jalur gang untuk motor.
Tabel IV. 21 Jalur sirkulasi, gang, dan modul

85
Berikut adalah gambar hasil evaluasi lebar jalur gang untuk motor:

Gambar IV. 8 Dimensi jalur gang parkir motor hasil evaluasi (satuan dalam meter)

Gedung parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung terdiri dari lantai datar
dengan jalur landai (ramp). Berikut adalah dimensi ramp yang direncanakan:

- Lebar ramp diambil berdasarkan Pedoman Perencanaan dan


Pengoperasian Fasilitas Parkir, yakni 3,5 meter.
- Dengan panjang ramp 8 meter dan beda ketinggian antarlantai 3 meter,
diambil kemiringan ramp sebesar 20%; tanjakan peralihan 10%.

Selanjutnya, dibuat penahan roda agar kendaraan yang parkir tidak membentur
dinding di belakangnya. Penahan roda tersebut dibuat dengan bahan beton atau pipa
logam dan tebalnya adalah 15 cm, dengan jarak ke dinding sejauh 1,2 meter seperti
yang diilustrasikan pada Gambar IV.10

Gambar IV. 9 Penahan roda (satuan dalam milimeter)

86
IV.3 Pelayanan Pintu Parkir

Pintu parkir direncanakan dengan sistem First In First Out (FIFO), dengan model
antrean D/D/1 karena pola kedatangannya telah diketahui. Pelayanan pintu parkir
ini akan dinilai berdasarkan waktu tunggu antrean dan panjang antrean. Kriteria
waktu tunggu antrean adalah kurang dari 1 menit, sedangkan panjang antrean tidak
melebihi 30 meter atau tidak lebih dari 10 kendaraan.
Pintu parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung terdiri dari dua bagian, di
sebelah barat untuk motor dan sebelah timur untuk mobil (berada pada ruas jalan
yang berbeda). Selanjutnya, dilakukan perhitungan pelayanan pintu parkir untuk
pintu masuk dan pintu keluar parkir motor serta pintu masuk dan pintu keluar parkir
mobil.
Berikut adalah hasil perhitungan pelayanan pintu parkir untuk mobil dan motor:

Tabel IV. 22 Hasil perhitungan tundaan dan panjang antrean pada pintu parkir

Contoh perhitungan pelayanan pintu masuk parkir mobil:


1. Tingkat kedatangan () dihitung berdasarkan jumlah mobil yang parkir
perjam di jam sibuk. Didapatkan nilai 223 kend/jam = 3,72 kend/menit.
2. Waktu pelayanan pintu masuk parkir mobil diambil 8 detik/kendaraan atau
sama dengan tingkat pelayanan 7,5 kendaraan/menit.
3. Perhitungan tingkat keberangkatan dengan persamaan II.13:
3,7 /
= = 7,5 / = 0,5

4. Perhitungan panjang antrean rata-rata berdasarkan persamaan II.14:


2 0,4952
q = (1) = (10,495) = 0,5 kendaraan 1 kendaraan

5. Perhitungan waktu dalam antrean berdasarkan persamaan II.15:


3,7
w = () = 7,5(7,53,7) = 8 detik

87
Dari tahapan perhitungan yang telah dilakukan dengan 1 pintu pelayanan, untuk
waktu kedatangan pada jam sibuk, diperoleh panjang antrean kendaraan 0,49
kendaraan (< 10 kendaraan) dan waktu yang dihabiskan dalam antrean adalah 8
detik (< 1 menit) sehingga cukup digunakan 1 pintu pelayanan untuk pintu masuk
parkir mobil. Hasil untuk pelayanan pintu lainnya adalah pintu keluar parkir mobil
diperlukan sebanyak 2 pintu, pintu masuk parkir motor diperlukan sebanyak 1
pintu, dan pintu keluar parkir motor diperlukan sebanyak 1 pintu dengan panjang
antrean dan waktu menunggu dalam antrean seperti pada Tabel IV.22.

88
IV.4 Kajian Perancangan Ruang Parkir

Dari hasil perhitungan kebutuhan parkir pada Subbab IV.1, kapasitas parkir
Lifestyle Center Summarecon Bandung sebanyak 380 mobil dapat memenuhi
kebutuhan parkir puncak yakni 336 kendaraan sedangkan kapasitas parkir motornya
sebanyak 100 motor tidak dapat memenuhi kebutuhan parkir motor puncak yakni
203 motor.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, berikut adalah langkah-langkah yang dapat
dilakukan dari sisi pengelolaan demand:
1. Park and Ride Lots
Dalam pengelolaan demand ini, Lifestyle Center Summarecon Bandung
menyediakan parkir yang lokasinya di luar mall atau agak jauh dari lokasi
mall namun diberikan fasilitas kendaraan dari fasilitas parkir tersebut ke
Lifestyle Center. Hal ini dilakukan untuk meminimalkan jumlah kendaraan
terutama motor yang akan menggunakan Gedung Parkir Lifestyle Center.
Solusi ini juga didukung dengan masterplan Summarecon Bandung yang
akan membangun Transit Oriented Development (TOD) Area dan
integrated terminal.
2. Penetapan tarif yang lebih tinggi pada periode 17.00-18.00 untuk hari libur,
terutama hari Minggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah
kendaraan yang parkir pada Lifestyle Center Summarecon Bandung.
3. Pengadaan jemputan untuk karyawan agar jumlah kendaraan yang
menggunakan area parkir selain pengunjung Lifestyle Center dapat
dikurangi.
Dari sisi pengelolaan supply perlu dibuat ruang parkir tambahan untuk motor bisa
dengan cara menambah lantai gedung parkir atau membuat area parkir motor di luar
gedung parkir.

89
Bab V
Perancangan Struktur Perkerasan

V.1 Perencanaan Struktur Perkerasan

Struktur perkerasan jalan akses Lifestyle Center Summarecon Bandung


direncanakan berada di atas tanah dasar. Jenis perkerasan yang akan digunakan
adalah perkerasan lentur. Lapisan permukaan yang akan digunakan berbahan
Laston. Lapisan fondasi untuk menyokong lapisan permukaan terdiri dari dua
bagian yakni lapis fondasi atas dan lapis fondasi bawah berbahan agregat. Berikut
adalah lokasi jalan akses yang akan direncanakan struktur perkerasannya:

Gambar V. 1 Jalan akses Lifestyle Center Summarecon Bandung

V.2 Data Volume Kendaraan

Pada perancangan struktur perkerasan, diperlukan data volume kendaraan yang


melintas sebagai beban pada jalan yang dirancang. Volume kendaraan yang
digunakan sebagai beban perancangan perkerasan jalan akses Lifestyle Center
berasal dari volume kendaraan pengunjung dan volume kendaraan pengangkut
barang untuk loading dock harian.

90
Faktor pertumbuhan lalu lintas yang digunakan dalam perancangan ini dianggap
nol dengan anggapan bahwa semakin lama volume kendaraan yang masuk ke jalan
akses Lifestyle Center akan semakin berkurang akibat perkembangan penggunaan
transportasi umum menuju Lifestyle Center Summarecon Bandung. Kendaraan
rencana yang akan memasuki gedung adalah kendaraan ringan dan truk 2 as.
Volume kendaraan ringan sama dengan jumlah tarikan kendaraan ke Lifestyle
Center yang telah dihitung pada Subbab IV.1 yakni 2130 mobil/hari sedangkan
volume truk 2 as diambil dari jumlah tarikan loading dock untuk supermarket
pembanding, yakni Transmart, sebesar 18 kend/hari (baik suplai barang non-fresh
maupun fresh). Umur rencana jalan yang dirancang yakni 20 tahun. Tabel V.1
menunjukkan volume kendaraan yang digunakan sebagai beban untuk perkerasan
jalan akses Lifestyle Center Summarecon Bandung.
Tabel V. 1 Volume kendaraan yang melintasi jalan akses Lifestyle Center Summarecon Bandung

V.3 Indeks Permukaan

Pada perancangan struktur perkerasan jalan akses ini, bahan yang digunakan untuk
lapisan permukaan adalah Lapisan Aspal Beton (LASTON), sehingga berdasarkan
Tabel II.10 diambil IPo = 4. Struktur perkerasan ini dirancang pada jalan akses
Lifestyle Center Summarecon Bandung yang termasuk pada kelas jalan lokal
sehingga berdasarkan Tabel II.9 diambil IPt = 2.

V.4 Daya Dukung Tanah

Pengujian California Bearing Ratio (CBR) bisa dilakukan di laboratorium atau di


lapangan. Data CBR pada perancangan ini diperoleh dari hasil pengolahan data
tanah pengujian sondir oleh bagian geoteknik. Berikut adalah data CBR pertitik
pengujian untuk kedalaman subgrade 1 meter:

91
Tabel V. 2 Data CBR setiap titik untuk kedalaman 1 meter

Selanjutnya, dari data tersebut dihitung CBR rata-rata untuk setiap titik
menggunakan persamaan II.30. Hasil perhitungan CBR rata-rata setiap titik dapat
dilihat pada Tabel V.3.

92
Tabel V. 3 CBR rata-rata setiap titik pengujian

Setelah memperoleh nilai CBR rata-rata setiap titik, CBR segmen dapat dihitung
menggunakan persamaan II.31 dengan nilai F dari Tabel II.11 sebesar 3,18 karena
terdapat 10 titik pengujian. Berikut adalah perhitungan CBR segmen yang akan
digunakan dalam perancangan:

= ( )

6,07 2,65
= 3,97 ( ) = 2,89%
3,18

93
Jadi, nilai CBR yang digunakan untuk perancangan struktur perkerasan jalan akses
Lifestyle Center Summarecon Bandung adalah 2,89%.

V.5 Modulus Resilient (MR)

Dari hasil pengolahan data tanah Gedebage, Jawa Barat, didapat nilai CBR segmen
2,89%. Berdasarkan persamaan II.23, modulus resilient dapat dihitung sebagai
berikut:
MR (psi) = 1500 x CBR
MR (psi) = 1500 x 2,89 = 4341,03

V.6 Reliabilitas

Seperti yang telah disebutkan pada Subbab V.4, jalan yang dirancang termasuk
pada kelas jalan lokal. Berdasarkan Tabel II.4, reliabilitas untuk jalan lokal
perkotaan adalah 50-80%, sehingga diambil reliabilitas sebesar 80% dengan nilai
ZR = - 0,841. Selanjutnya, untuk jenis perkerasan lentur, berdasarkan AASHTO
Road Test diambil nilai So sebesar 0,35.

V.7 Analisis Lalu Lintas dan Perhitungan Kekuatan Struktur Perkerasan

Berikut adalah parameter-parameter penentuan kekuatan struktur lapisan


perkerasan:
ZR = -0,841
S0 = 0,35
IPt =2
IP0 =4
IP =2
CBR = 2,89%
MR = 4341,03 psi
Selanjutnya, kekuatan struktur perkerasan dihitung menggunakan persamaan II.34.

log10 ( )
log10 (W18) = ZR x S0 + 9,36 x log10 (ITP+1) 0,2 +
1094 + 2,32 x log10 (MR) 8,07
0,4+
(+1)5,19

94
2
log10 ( )
log10 (W18) = -0,841 x 0,35 + 9,36 x log10 (ITP+1) 0,2 + 42
1094 + 2,32 x log10 (4341,03)
0,4+
(+1)5,19
8,07

Output dari persamaan tersebut adalah Structural Number (SN). Nilai SN dapat
dihitung dengan cara melakukan goal-seek atau iterasi pada Microsoft Excel sampai
diperoleh W18 yang dapat mengakomodasi beban lalu lintas yang terjadi. Dari hasil
iterasi, diperoleh SN yang dapat mengakomodasi beban lalu lintas rencana selama
20 tahun adalah 2,60. Berikut adalah langkah-langkah penentuan SN rencana
tersebut:

1. Penentuan Beban Sumbu Kendaraan


Kendaraan ringan (1+1) : 1000 kg sumbu depan dan 1000 kg sumbu
belakang; Truk 2 as (3+5) : 5000 kg sumbu depan dan 8000 kg sumbu
belakang.
2. Penentuan Faktor Ekuivalen Beban
Faktor ekuivalen beban untuk menghitung akumulasi beban sumbu standard
kumulatif perhari dapat ditentukan dengan tabel faktor ekuivalen beban
untuk sumbu tunggal dengan mengambil SN = 2,60 dan IPt = 2,0 pada
LAMPIRAN. Berikut adalah perhitungan faktor ekuivalen beban untuk
kendaraan ringan dan truk 2 as:

10 4
Faktor ekuivalen kendaraan ringan = ( ) + 0,0002 = 0,0015
53

50 4
Faktor ekuivalen truk 2 as = ( ) + 0,925 = 1,7171
53

3. Menghitung Akumulasi Lalu Lintas pada Lajur Rencana (w18)


Dalam perhitungan ini, diambil faktor distribusi arah (DD) sebesar 1 karena
data lalu lintas yang ada sudah untuk searah; faktor distribusi lajur (D L)
sebesar 0,8 karena searah terdiri dari dua lajur. Berikut adalah
perhitungannya:
w18 = 365 x DD x DL x 18
w18 = 365 x 1 x 0,8 x ((2130 x 0,0015) + (18 x 1,7171))
w18 = 9937,5 ESAL/tahun

95
4. Menghitung Akumulasi Beban Sumbu Standard Selama Umur Rencana
(W18)
W18 dapat dihitung dengan cara mengalikan w18 dengan umur rencana.
Untuk jalan akses Lifestyle Center Summarecon Bandung yang memiliki
umur rencana 20 tahun didapat W18 sebesar 198.750 ESAL.
5. Menentukan SN Rencana
Nilai logaritmik W18 yang diperoleh dari persamaan II.34 dengan SN 2,60
adalah 5,304 sedangkan yang diperoleh dari perhitungan tahap 1-4
diperoleh 5,298. Setelah dibandingkan dengan perhitungan kekuatan
perkerasan, maka kemampuan dari struktur perkerasan untuk melayani lalu
lintas di atas kebutuhan sehingga untuk jalan akses Lifestyle Center
Summarecon Bandung akan direncanakan struktur perkerasan dengan SN =
2,60.

V.8 Perhitungan Tebal Struktur Perkerasan Lentur Jalan Baru

Setelah mengetahui nilai SN rencana dari Subbab V.7, dapat dihitung tebal struktur
perkerasan untuk masing-masing lapisan dengan tahapan berikut:
1. Menentukan Modulus dan Koefisien Kekuatan Relatif Lapisan Perkerasan
dan Tanah Dasar
Tanah dasar dengan CBR 2,89% atau modulus resilien tanah dasar (MR)
= 4341,03 psi sesuai persamaan II.23.
Agregat Kelas B dengan modulus 11.000 psi, a = 0,08 sesuai dengan
persamaan II.29, dan memiliki tebal minimum 10 cm (berdasarkan
Tabel II.12)
Agregat Kelas A dengan modulus 30.000 psi, a = 0,14 sesuai dengan
persamaan II.28, dan memiliki tebal minimum 10 cm (berdasarkan
Tabel II.12).
Laston dengan modulus 400.000 psi, a = 0,414, dan tebal minimum 6,25
cm (berdasarkan Tabel II.12).

96
2. Menentukan Koefisien Drainase
Berdasarkan Tabel II.8, koefisien drainase (m) untuk bahan lapisan fondasi
atas dan lapis fondasi bawah adalah 1,15 dengan anggapan bahwa kualitas
drainase bawah permukaan baik.
3. Penentuan Tebal Lapis Konstruksi
- Lapis Permukaan (Surface)
SN yang diperlukan di atas lapis fondasi kelas A dengan modulus
30.000 psi untuk lalu lintas rencana sebesar 198.750 ESAL/tahun dapat
dihitung menggunakan persamaan II.34 diperoleh SN1 1,19.
1 1,19
1 = = 0,414 = 2,87 in
1

1 = 3 in
1 = 1 1 = 0,414 x 3 = 1,26
Tebal minimum lapis permukaan adalah 5 cm atau 2 in, sehingga karena
1 > tebal minimum, dipilih tebal untuk lapis perkerasan sebesar 1
yakni 3 in atau 7,5 cm.
- Lapis Fondasi Atas (Base)
Dengan cara yang sama seperti perhitungan lapis permukaan, SN
lapisan perkerasan di atas lapis fondasi bawah dengan modulus lapis
fondasi bawah 11.000 psi dan lalu lintas rencana 198.750 ESAL/tahun
diperoleh SN2 sebesar 1,82. Tebal material lapis fondasi atas yang
diperlukan adalah:
(2 1 )
2 =
2 2
(1,821,26)
2 = = 4 in
0,14 1,15

2 = 2 2 2 = 0,14 x 4 in x 1,15 = 0,634


Tebal minimum lapis fondasi atas adalah 10 cm atau 4 in, sehingga
karena 2 = tebal minimum, dipilih tebal untuk lapis fondasi atas
sebesar 2 yakni 4 in atau 10 cm.
- Lapis Fondasi Bawah (Subbase)
Selanjutnya, SN lapisan perkerasan di atas tanah dasar dengan modulus
tanah dasar 4341,03 psi dan lalu lintas rencana 198.750 ESAL/tahun

97
diperoleh SN3 sebesar 2,60. Tebal material lapis fondasi bawah yang
diperlukan adalah:
(3 (1 +2 )
3 =
3 3
(2,60(1,26+0,634)
3 = = 8 in
0,08 1,15

Tebal minimum lapis fondasi bawah adalah 20 cm atau 8 in, sehingga


karena 3 > tebal minimum, dipilih tebal untuk lapis fondasi bawah
sebesar 3 yakni 8 in atau 20 cm.

Berikut adalah ilustrasi tebal perkerasan lentur untuk setiap lapisannya:

Gambar V. 2 Tebal struktur perkerasan lentur dan bahan penyusun jalan akses Lifestyle
Center Summarecon Bandung

98
Bab VI
Manajemen Lalu Lintas Kawasan

VI.1 Denah Manajemen Lalu Lintas Kawasan

Seperti yang telah dijelaskan pada Subbab I.1, Summarecon Bandung adalah
kawasan mandiri yang terletak di Gedebage yang terdiri dari area residensial,
komersial, dan Summarecon Teknopolis yang berpadu harmonis sebagai tempat
untuk tinggal, bekerja, dan rekreasi. Berdasarkan masterplan yang ada, lokasi
kawasan ini berbatasan dengan beberapa jalan kolektor dan jalan arteri, yakni:

- Di sebelah Utara, kawasan ini berbatasan dengan Jalan Soekarno Hatta.


- Di sebelah Barat, kawasan ini berbatasan dengan Jalan Gedebage Selatan.
- Di sebelah Selatan, kawasan ini berbatasan dengan Jalan SOR GBLA.

Selain itu, berdasarkan RTRW Kota Bandung 2015, kawasan ini juga direncanakan
dilintasi oleh BIUTR (Bandung Intra Urban Toll Road). Berdasarkan data tersebut,
Kawasan Summarecon Bandung dapat diakses melalui 8 (delapan) entrance, yakni
5 (lima) entrance dari Jalan Gedebage Selatan, 2 (dua) entrance dari Jalan SOR
GBLA, dan 1 (satu) entrance dari BIUTR (Bandung Intra Urban Toll Road).

Berikut adalah ilustrasi batas-batas wilayah dan sirkulasi kendaraan di Kawasan


Summarecon Bandung:

99
Jalan Gedebage Selatan

Tol Padaleunyi

Gambar VI. 1 Sirkulasi kendaraan di Kawasan Summarecon Bandung

100
Setelah mengetahui batas-batas wilayah Kawasan Summarecon Bandung,
selanjutnya ditetapkan bagian jalan dalam kawasan yang perlu manajemen lalu
lintas serta alternatif penanganan yang harus diambil untuk menciptakan
pergerakan yang aman dalam kawasan. Berdasarkan Gambar VI.2, bagian jalan
dalam kawasan yang perlu diberikan pengaturan lalu lintas adalah bagian entrance
(akses keluar-masuk Kawasan Summarecon Bandung), ruas jalan, dan
persimpangan dalam kawasan. Adapun jenis penanganan bagian jalan tersebut akan
dijelaskan pada Subbab VI.2.

Gambar VI. 2 Bagian jalan kawasan yang memerlukan manajemen lalu lintas

101
VI.2 Perancangan Vertical Deflection

VI.2.1 Perancangan Vertical Deflection Entrance Kawasan Summarecon Bandung

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 111 tahun


2015, batas kecepatan untuk kawasan permukiman adalah 30 km/jam. Aturan ini
sesuai untuk diterapkan pada Kawasan Summarecon Bandung karena kawasannya
mencakup kawasan permukiman. Dari hasil survey kecepatan Jalan Gedebage
tahun 2017, diperoleh kecepatan kendaraan yang melintasi jalan tersebut adalah 34
km/jam. Jika dibandingkan, kecepatan kendaraan pada Jalan Gedebage yang
merupakan demand untuk Kawasan Summarecon Bandung melebihi batasan
kecepatan yang diatur PM Nomor 111 Tahun 2015. Oleh karena itu, diperlukan
manajemen lalu lintas pada entrance kawasan agar dapat menurunkan kecepatan
kendaraan dari jalan utama saat memasuki kawasan.

Manajemen lalu lintas pada entrance Kawasan Summarecon Bandung akan


dilakukan dengan pemberian raised table serta instalasi rambu dan marka. Lebar
raised table diambil sebesar 20 meter mengikuti lebar jalan rencana Kawasan
Summarecon Bandung. Panjang raised table diambil sebesar 8,8 meter dengan 3,8
meter sebagai bagian peralihan sesuai dengan petunjuk perancangan raised table
dari Delaware Traffic Calming Design Manual tahun 2012. Raised table untuk
entrance Kawasan Summarecon Bandung dapat dilihat pada Gambar VI.3 sampai
Gambar VI.5.

102
Gambar VI. 3 Lokasi penempatan raised table pada entrance Kawasan Summarecon Bandung

Gambar VI. 4 Potongan A-A raised table (satuan dalam meter)

103
Gambar VI. 5 Dimensi raised table (satuan dalam meter)

104
VI.2.2 Perancangan Vertical Deflection pada Ruas Jalan Kawasan Summarecon
Bandung

Salah satu teknik pengaturan lalu lintas yang akan diterapkan pada ruas jalan
Kawasan Summarecon Bandung adalah pengaturan dengan vertical deflection.
Terdapat 3 alternatif vertical deflection yang dapat digunakan, yakni speed bump,
speed hump, dan raised crosswalks. Perbandingan penggunaan ketiga alternatif
tersebut menurut Institute Transportation Engineering (ITE) dan U.S. Federal
Highway Administration (FHWA) dapat dilihat pada Tabel VI.1.

Tabel VI. 1 Perbandingan penggunaan berbagai jenis vertical deflection

105
Seperti yang dapat dilihat pada Gambar VI.2, ruas jalan di Kawasan Summarecon
Bandung diapit oleh fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam kawasan sehingga
diperlukan suatu fasilitas penyeberangan yang dapat mengakomodasi perpindahan
orang dengan berjalan kaki atau bersepeda antarfasilitas dengan cepat dan aman.
Selain itu, dari Gambar VI.2 dapat dilihat juga bahwa jalan pada Kawasan
Summarecon Bandung terdiri dari 4 lajur dengan median barrier yang dapat
digunakan sebagai tempat singgah pejalan kaki atau pesepeda yang hendak
menyeberangi jalan.

Berdasarkan kebutuhan tersebut, dari Tabel VI.1, jenis vertical deflection yang
cocok digunakan pada kawasan ini adalah raised crosswalks. Selain dapat
menurunkan kecepatan kendaraan, raised crosswalks dapat meningkatkan jumlah
penyeberang jalan dan menurunkan tingkat kecelakaan untuk penyeberang jalan.
Selanjutnya, untuk Kawasan Summarecon Bandung jarak pemasangan antar-raised
crosswalks diambil sebesar 150 meter dengan target penurunan kecepatan
kendaraan dalam kawasan sebesar 11 mph (Bellevue: September 1989).

Lebar raised crosswalk diambil sebesar 20 meter untuk total 2 jalur lalu lintas,
panjang raised crosswalk sebesar 6,3 meter yakni 2,5 meter untuk zebra cross
sesuai dengan aturan PM 34 Tahun 2014 dan 3,8 meter untuk peralihan sesuai
dengan petunjuk perancangan raised crosswalk dari Delaware Traffic Calming
Design Manual 2012. Dimensi dan penempatan raised crosswalk pada ruas jalan
Kawasan Summarecon Bandung dapat dilihat pada Gambar VI.7 dan Gambar
VI.8.

106
Gambar VI. 8 Penempatan raised crosswalk pada ruas jalan Kawasan Summarecon Bandung

Gambar VI. 7 Potongan A-A raised crosswalk (satuan dalam meter)

Gambar VI. 6 Dimensi raised crosswalk (satuan dalam meter)

107
VI.2.3 Perancangan Vertical Deflection pada Simpang di Kawasan Summarecon
Bandung

Dari Gambar VI.2, pada Kawasan Summarecon Bandung terdapat 10 (sepuluh)


simpang tiga lengan, 9 (sembilan) simpang empat lengan, dan 5 (lima) bundaran.
Teknik pengaturan yang akan diterapkan pada simpang empat lengan dan tiga
lengan di Kawasan Summarecon Bandung adalah raised intersection sedangkan
pada bundaran hanya akan ditempatkan raised crosswalk pada setiap lengan
pendekat.

Raised intersection pada prinsipnya sama dengan raised crosswalk, tetapi raised
intersection mencakup seluruh bagian persimpangan, termasuk crosswalk.
Pengaturan ini dapat digunakan pada persimpangan tidak bersinyal yang
menggunakan rambu all way stop ataupun pada persimpangan bersinyal. Kecepatan
kendaraan rencana untuk raised intersection adalah 25 mph.

Kelebihan penggunaan raised intersection dibandingkan speed hump adalah dapat


menurunkan kecepatan tanpa meningkatkan angka kecelakaan, dapat digunakan
pada jalan yang memiliki parking space terbatas, meningkatkan keamanan pejalan
kaki dan penyeberang jalan. Kekurangan penggunaan pengaturan ini adalah biaya
pembangunan yang tinggi, menyulitkan kendaraan besar untuk melakukan gerakan
membelok, meningkatkan kebutuhan penggunaan rambu dan marka.

Panjang dan lebar raised intersection diambil sama dengan lebar jalan kawasan,
yakni 20 meter (untuk total 2 jalur) dengan tambahan panjang untuk bagian
peralihan sebesar 1,9 meter pada masing-masing lengan pendekat. Dimensi dan
penempatan raised intersection pada simpang serta penempatan raised crosswalk
pada bundaran dapat dilihat pada gambar berikut:

108
Gambar VI. 9 Penempatan raised intersection pada simpang empat lengan

Gambar VI. 10 Penempatan raised intersection pada simpang tiga lengan

109
Gambar VI. 13 Potongan A-A raised intersection (satuan dalam meter)

Gambar VI. 12 Dimensi raised intersection (satuan dalam meter)

Gambar VI. 11 Penempatan raised crosswalk pada setiap lengan pendekat bundaran

110
VI.3 Rambu Jalan

Teknik pengaturan lalu lintas lainnya yang akan diterapkan pada Kawasan
Summarecon Bandung adalah pemasangan rambu. Rambu yang dibutuhkan pada
Kawasan Summarecon Bandung diSsesuaikan dengan lokasi penempatannya.
Lokasi tersebut mencakup entrance kawasan, di ruas jalan kawasan, dan di
persimpangan dalam kawasan. Rambu yang akan dipasang pada Kawasan
Summarecon Bandung diantaranya adalah rambu peringatan, larangan, dan
perintah sebagai berikut:

Gambar VI. 14 Rambu larangan yang dipasang di Kawasan Summarecon Bandung

Gambar VI. 15 Rambu peringatan yang dipasang di Kawasan Summarecon Bandung

Gambar VI. 16 Rambu perintah yang dipasang di Kawasan Summarecon Bandung

111
Dimensi rambu yang akan digunakan pada Kawasan Summarecon Bandung
disesuaikan dengan kecepatan rencana pada kawasan. Seperti yang telah
disebutkan pada Subbab VI.2, kecepatan kendaraan pada kawasan ditentukan
sebesar 30 km/jam. Berdasarkan PM 13 Tahun 2014 tentang Rambu, untuk
kecepatan rencana tersebut ( 60 km/jam), dimensi rambu peringatan, larangan, dan
perintah yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar VI. 17 Dimensi rambu larangan untuk kecepatan rencana 30 km/jam ( 60 km/jam)
(satuan dalam milimeter)

Gambar VI. 18 Dimensi rambu perintah untuk kecepatan rencana 30 km/jam ( 60 km/jam)
(satuan dalam milimeter)

Gambar VI. 19 Dimensi rambu peringatan untuk kecepatan rencana 30 km/jam ( 60 km/jam)
(satuan dalam milimeter)

112
Menurut PM 13 Tahun 2014, untuk kecepatan rencana yang telah disebutkan,
rambu peringatan ditempatkan minimal 50 meter sebelum rintangan/bahaya.
Rambu perintah ditempatkan sedekat mungkin pada awal dan/atau pada
berakhirnya perintah sedangkan rambu larangan ditempatkan pada awal bagian
jalan dimulainya larangan.

Tinggi minimal rambu pada jalan lurus adalah 1,75 meter. Tinggi rambu yang akan
digunakan pada rambu di Kawasan Summarecon Bandung adalah 2 meter (1,75 m
x 2,65 m). Menurut PM 13 Tahun 2014, dalam satu tiang maksimal terdapat
dua rambu. Berikut adalah ilustrasi penempatan rambu berdasarkan aturan PM 13
Tahun 2014:

Gambar VI. 20 Penempatan rambu pada Kawasan Summarecon Bandung


(satuan dalam meter)

113
Penempatan rambu pada setiap bagian jalan Kawasan Summarecon Bandung dapat
dilihat pada LAMPIRAN. Berikut adalah contoh penempatan rambu pada ruas
jalan Kawasan Summarecon Bandung:

Gambar VI. 21 Penempatan rambu di ruas jalan Kawasan Summarecon Bandung


(satuan dalam meter)

114
VI.4 Marka Jalan

Pemasangan marka pada jalan memiliki fungsi penting dalam menyediakan


petunjuk dan informasi terhadap pengguna jalan. Marka yang akan digunakan pada
jalan di Kawasan Summarecon Bandung di antaranya adalah marka membujur garis
utuh, marka melintang garis utuh, dan marka membujur garis putus-putus. Berikut
adalah ilustrasi marka jalan yang akan digunakan pada jalan kawasan sesuai dengan
aturan PM 34 Tahun 2014:

Gambar VI. 22 Marka membujur garis utuh dan marka melintang garis utuh pada
raised crosswalk (satuan dalam meter)

Gambar VI. 23 Marka membujur garis putus-putus untuk pembatas lajur dan
marka membujur garis utuh untuk batas tepi jalan (satuan dalam meter)

115
Gambar VI. 24 Dimensi marka yield (satuan dalam meter)

Penempatan marka pada jalan di Kawasan Summarecon Bandung dapat dilihat pada
Gambar VI.21 dan LAMPIRAN.

116
BAB VII
Perancangan Struktur Gedung Parkir

VII.1 Preliminary Design

VII.1.1 Pembebanan

Berdasarkan SNI 1727-2013, berikut adalah beban-beban yang direncanakan


dipikul oleh struktur gedung:
1. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati adalah berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang
terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi
tetap, finishing, klading gedung, dan komponen arsitektural serta struktur
lainnya yang terpasang secara tetap.
Berat Sendiri
Berat sendiri komponen struktur dipengaruhi oleh (massa jenis) dari
material penyusunnya. Pada perancangan gedung parkir ini, digunakan
material beton bertulang dengan massa jenis sebesar 2400 kg/m3.

Super Imposed Dead Load (SIDL)


SIDL adalah beban-beban tambahan yang selalu berada pada struktur
yang ikut memberikan tambahan beban kepada keseluruhan struktur.
Contoh SIDL adalah beban partisi/tembok, finishing, ducting, lighting,
ceiling dan MEP (Mechanical, Electrical, and Plumbing), kursi, meja
dan perangkat-perangkat lainnya. SIDL yang akan digunakan pada
gedung parkir mengacu pada pembebanan lantai parkir pada Gedung
Graha BKI tahun 2017, yakni sebesar 0,46 kN/m 2 untuk lantai parkir,
sedangkan lantai atap sebesar 0,26 kN/m2.

117
2. Beban Hidup (Live Load)
Beban hidup adalah beban yang diakibatkan oleh pengguna dan penghuni
bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk beban konstruksi
dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa,
beban banjir, atau beban mati. Pada perencanaan struktur gedung parkir ini,
beban hidup yang digunakan adalah 800 kg/m2 untuk lantai dasar dan 400
kg/m2 untuk lantai di atasnya berdasarkan Peraturan Pembebanan Indonesia
untuk Gedung tahun 1983 sedangkan untuk beban hidup atap sebesar 100
kg/m2.

3. Beban Hujan (Live Load)


Beban hujan adalah beban yang diakibatkan oleh hujan yang pada saat itu
terjadi akan menambah beban yang cukup signifikan sehingga perlu
diperhitungkan dalam desain struktur. Nilai R didapat berdasarkan nilai ds
dan dh yang masing-masing dianggap sebesar 2 mm. Berdasarkan SNI
1727:2013, beban hujan (R) dapat dihitung menggunakan persamaan
berikut:
= 0.0098 ( + ) (VII.1)
= 0.0098 (2 + 2) = 0.0392 /2
Dari perhitungan di atas, diperoleh beban hujan (R) sebesar 0,0392 kN/m2.

4. Beban Gempa
Beban gempa merupakan beban yang perlu diperhitungkan terutama di
Indonesia karena negara ini merupakan negara rawan gempa. Untuk
menghitung beban gempa sebagai dasar desain struktur, dilakukan langkah
pengerjaan sebagai berikut:
a. Menentukan Faktor Keutamaan Gempa (I)
Berdasarkan fungsinya sebagai gedung parkir, diambil kategori risiko
II dari dan faktor keutamaan gempa sebesar 1.

118
b. Menentukan R, Cd dan o
Berdasarkan hasil pengolahan data geoteknik, diperoleh klasifikasi
situs lokasi gedung parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung
termasuk pada kategori tanah lunak atau SE. Selanjutnya, dalam
menentukan parameter respons spektral percepatan gempa terpetakan,
disesuaikan dengan lokasi proyek, yaitu Kota Bandung. Berdasarkan
peta zonasi dari http://puskim.pu.go.id diperoleh parameter respons
spektral untuk gedung parkir ini sebagai berikut:

S1 (g) : 0.463
Ss (g) : 1.291
Selanjutnya data lain yang dibutuhkan untuk menentukan respon
spektra wilayah adalah faktor amplifikasi seismik pada perioda 0,2
detik dan 1 detik. Faktor amplifikasi yang dimaksud meliputi faktor
amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa)
dan faktor amplifikasi terkait percepatan yang mewakili getaran
perioda 1 detik (Fv). Sementara parameter spektrum respons percepatan
pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik (SM1) yang disesuaikan
dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan persamaan
berikut:
SMS = Fa x Ss (VII.2)
SM1 = Fv x S1 (VII.3)

Berdasarkan SNI 1726:2012, untuk kelas situs SE dan Ss serta S1 yang


telah diperoleh, koefisien situsnya adalah:
- Fa = 0,9
- Fv = 2,4

Dari data tersebut, berdasarkan persamaan VII.2 dan VII.3, nilai SMS
dan SM1 dapat dihitung, sebagai berikut:
= 0.9 1,291 = 1,1619
1 = 2.4 0,463 = 1,1122

119
Selanjutnya, parameter percepatan spektral desain untuk perioda
pendek (SDS) dan pada perioda 1 detik (SD1) harus ditentukan melalui
perumusan berikut ini:
2
= (VII.4)
3
2
1 = 1 (VII.5)
3

Maka, dengan kedua persamaan tersebut didapatkan besar SDS dan SD1
sebagai berikut:
2
= 1,1619 = 0,7746
3
2
1 = 1,1122 = 0,7408
3
Selanjutnya, kategori desain seismik suatu bangunan ditetapkan
berdasarkan kategori risikonya dan parameter respons spektral
percepatan desainnya, SDS dan SD1. Berdasarkan data hasil hitungan di
atas, kategori desain seismik untuk perancangan gedung parkir ini
adalah kategori D yakni memiliki tingkat risiko kegempaan yang tinggi.

Sistem struktur yang sesuai untuk digunakan dalam perancangan adalah


Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK). Menurut SNI
1726:2012, untuk sistem struktur tersebut diperoleh faktor R, Cd dan o
untuk rangka beton bertulang pemikul momen khusus sebesar R = 8, Cd
= 5,5 dan o = 3.

5. Kombinasi Beban
Kombinasi pembebanan dihitung berdasarkan Peraturan Perencanaan
yang berlaku. Elemen struktur direncanakan sesuai persyaratan
kekuatan (Design Strength) pada kombinasi beban batas seperti yang
diuraikan pada persamaan II.35 berikut:


di mana:
U = Kuat perlu (Required Strength)
= Faktor Reduksi Kekuatan (Strength Reduction Factor)

120
Kombinasi beban ultimate:
1. 1,4 DL
2. 1,2 DL + 1,6 LL + 0,5 (Lr atau R)
3. 1,2 DL + 1,6 (Lr atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2 DL + W + L + 0,5 (L atau R)
5. 0,9 DL + W
6. (1,2 + 0,2 SDS) DL + L 0,3Ex Ey
7. (1,2 + 0,2 SDS) DL + L 0,3Ey Ex
8. (0,9 - 0,2 SDS) DL + L 0,3Ex Ey
9. (0,9 - 0,2 SDS) DL + L 0,3Ey Ex
10. (0,9 - 0,2 SDS) DL + L 0,3Ex Ey + 1,6 H
11. (0,9 - 0,2 SDS) DL + L 0,3Ey Ex + 1,6 H
Kombinasi beban layan:
1. DL
2. DL + LL
3. DL + (Lr atau R)
4. DL + 0,75 LL + 0,75 (Lr atau R)

121
VII.1.2 Perencanaan Awal Struktur

1. Respon Spektra
Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan pada Subbab VII.1.1,
diperoleh 1 sebesar 0,7408 g dan sebesar 0,7746 g. Selanjutnya,
dihitung Ts dan To dengan persamaan berikut:

= 1 (VII.6)

0,7408
= = 0,956
0,7746

0 = 0.2 1 (VII.7)

0 = 0.2 0,956 = 0,1912

Untuk periode yang lebih kecil dari T0, spektrum respons percepatan desain,
Sa harus diambil dari persamaan:


= (0,4 + 0,6 ) (VII.8)
0

Untuk periode yang lebih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil
dari atau sama dengan Ts spektrum respons percepatan desain, Sa sama
dengan Sds sedangkan untuk periode yang lebih besar dari Ts ,spectrum
respons percepatan desain Sa diambil berdasarkan persamaan:
1
= (VII.9)

Keterangan:
SDS = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda
pendek
SD1 = parameter respons spectral desain pada perioda 1 detik
T = perioda getar fundamental struktur

122
Gambar VII. 1 Respon spektra desain

Setelah dilakukan perhitungan Sa hingga periode 4 detik, kemudian


didapatkan hasil plot data Sa vs T sebagai berikut

Gambar VII. 2 Respon spektra desain Kota Bandung

123
2. Spesifikasi Material
Karakteristik material-material yang akan digunakan dalam proses
perancangan yaitu
a. Concrete (mutu beton)

concrete beam and slab (fc' ) 30 Mpa


concrete column (fc') 35 Mpa
concrete density (c) 2400 kg/m3
modulus elasticity beam and slab (Ec) 25742,9602 Mpa
modulus elasticity column (Ec) 27805,57498 Mpa

b. Steel Reinforcement (mutu tulangan baja)

yielding stress (fy) 400 Mpa


ultimate stress (fu) 525 Mpa
modulus elasticity of steel reinforcement (Es) 200000 Mpa
Steel reinforcement density (s) 7850 kg/m3

3. Preliminary Design
a. Balok
Perencanaan awal yaitu menentukan dimensi balok untuk setiap lantai.
Balok yang direncanakan hanya balok induk dan tidak ada balok anak.
Dimensi balok tersebut akan berbeda-beda untuk setiap panjang
bentang yang berbeda yang bertujuan agar bangunan tidak boros.
Berdasarkan gambar denah gedung, diketahui bahwa terdapat 3 tipe
panjang bentang yang berbeda, yaitu 4 m, 6 m, dan 8 m. Perhitungan
dimensi balok induk berdasarkan SNI-03-2847-2012 adalah:


= 12 = 2 (VII.10)

124
Tabulasi perhitungan penentuan dimensi balok induk adalah sebagai
berikut:
Tabel VII. 1 Dimensi penampang balok

Penampang Balok (L=4m)


Bentang 4000 mm
Tinggi estimasi 333 mm
Tinggi (h) 350 mm 250 x 350
Lebar (b) 175 mm
Lebar (b) pakai 250 mm
Penampang Balok (L = 6m)
Bentang 6000 mm
Tinggi estimasi 500 mm
Tinggi (h) 500 mm 250 x 500
Lebar (b) 250 mm
Lebar (b) pakai 250 mm
Penampang Balok (L = 8m)
Bentang 8000 mm
Tinggi estimasi 667 mm
Tinggi (h) 700 mm 350 x 700
Lebar (b) 350 mm
Lebar (b) pakai 350 mm

Contoh perhitungan (bentang 4000 mm):


4000
= = = 350
12 12
350
= = = 175 250
2 2
b. Pelat

Pada perencanaan gedung ini, pelat akan didesain dengan tipe pelat dua

arah, yakni < 2. Desain bangunan akan menggunakan balok

interior diantara setiap tumpuan. Tebal minimum pelat dua arah dengan
balok interior dapat ditentukan sebagai berikut
- Untuk 2, dapat menggunakan Tabel 3.1 SNI-03-2847-2012
Pasal 9.5.3.2 (Tabel 9.5 (c)).
- Untuk 0.2 < < 2, gunakan persamaan

125

[0.8+ ]
1400
= 36+5( 125 (VII.11)
0.2)

- Untuk > 2, gunakan persamaan:



[0.8+ ]
1400
= 90 (VII.12)
36+9

Keterangan:
= tebal pelat
= panjang bentang bersih terpanjang pelat
= nilai rata-rata untuk keempat sisi pelat
= rasio bentang bersih terpanjang terhadap bentang bersih pelat

Tebal minimum pelat akan didapatkan berdasarkan nilai , oleh karena


itu dilakukan asumsi awal untuk > 2. Sehingga perhitungan tebal
minimum pelat menggunakan persamaan VII.12. Perhitungan tebal pelat
dibagi menjadi beberapa tipe bergantung pada luas pelat yang ada. Berikut
adalah dimensi penampang untuk empat tipe pelat yang ada di gedung ini:
Tabel VII. 2 Tipe pelat

Selanjutnya, dihitung tebal pelat minimum untuk masing-masing tipe


menggunakan persamaan VII.12. Berikut adalah hasil perhitungan tebal
pelat untuk masing-masing tipe:
Tabel VII. 3 Tebal pelat
Tipe Pelat Tebal Pelat Minimum
Tipe 1 145 mm
Tipe 2 119 mm
Tipe 3 165 mm
Tipe 4 176 mm
Tebal pelat 180 mm

126
Dari Tabel VII.3, diperoleh tebal pelat minimum terbesar senilai 178 mm.
Oleh karena itu, diambil tebal pelat minimum untuk desain sebesar 180 mm.

c. Kolom
Langkah terakhir dalam preliminary design adalah mendapatkan dimensi
kolom. Kolom merupakan struktur yang menahan beban hidup dan beban
mati dari pelat dan balok dalam tributary nya masing-masing. Oleh
karena itu, untuk menentukan dimensi kolom, terlebih dahulu kita
menentukan tributary area yang menghasilkan beban kolom terbesar
dalam suatu lantai, karena besar kolom dalam satu lantai direncanakan
memiliki dimensi yang sama.

Tributary area merupakan suatu daerah dimana beban-beban yang


bekerja pada daerah tersebut akan diterima oleh kolom yang menjadi
pusat Tributary area.

Beban yang diterima kolom pada suatu tributary area terdiri atas :
- Beban mati pelat diatasnya
- Beban mati balok diatasnya
- Beban mati kolom diatasnya
- SIDL diatasnya
- Beban hidup (dalam kasus ini LL gedung parkir)

Gambar VII. 3 Tributary area

Berikut ini adalah perhitungan untuk setiap jenis beban yang bekerja pada
Tributary Area:
- Berat Sendiri (Self Load)
Self load adalah beban yang berasal dari struktur-struktur utama di
dalam gedung 4 lantai tersebut. Struktur-struktur yang memberikan
self load dalam 1 tributary area adalah berat sendiri kolom, 2 balok
induk dan pelat seluas tributary area. Berikut adalah contoh
perhitungan self load:

127
Self Load Akibat Balok Induk (Sli)

= (VII.13)
8000 + 8000 700 350
= ( ) 2400 3 9,81 2
1000 1000 1000
= 92292,48
Self Load Akibat Pelat
= (VII.14)

8000 8000 180


= ( ) 2400 3 9,81 2
1000 1000 1000
= 271227
Self Load Struktur per Lantai Tributary Area
= + (VII.15)
= 92292,48 + 271227
= 363519,4
- SIDL (Super Imposed Dead Load), DL (Dead Load), dan LL (Live
Load)

Langkah selanjutnya yaitu menghitung beban-beban yang bekerja


setiap lantai sesuai dengan fungsinya sebagai gedung parkir. Beban
beban tersebut adalah DL Total (Dead Load Total) yang merupakan
jumlah dari SL Struktur (Self Load Struktur) ditambah dengan SIDL
(Super Imposed Dead Load) per lantai, dan LL (Live Load) per lantai
dengan fungsi setiap lantai bangunan. Berikut adalah contoh
perhitungan untuk lantai 3:

SIDL Atap

= (VII.16)

= 64 2 26 2
9,81 2

= 16323,8
DL Total Atap
= + (VII.17)

128
= 363519,4 + 16323,8
= 379843
SIDL Lantai
=

= 64 2 46,89 9,81
2 2
= 29440
DL Total Lantai
= + (VII.18)
= 379843 + 29440
= 409283
LL Total Parkir
= (VII.19)

= 64 2 400 9,81
2 2
= 251136

Untuk menentukan dimensi kolom mula-mula kita menghitung beban


aksial (Pu) maksimum yang bekerja pada kolom akibat beban-beban
yang bekerja pada tributary area. Beban aksial pada kolom dapat
dihitung menggunakan rumus berikut:
= 1,2( + ) + 1,6() (VII.20)
Kemudian, menghitung dimensi kolom dengan menghitung nilai Ag.
Berdasarkan data perencanaan dari aristektur, kolom yang akan
digunakan pada gedung parkir ini adalah kolom bulat sehingga akan
dihitung dimensi diameter kolomnya. Berikut adalah contoh
perhitungan untuk lantai 3:
Beban Aksial Maksimum (Pu) lantai 3 :
= 1,2( + ) + 1,6()
= 1,2(781678) + 1,6(313920)
= 1440286

129
Menghitung Ag

= 0,375 (VII.21)

1440286
=
0,375 35
= 109736 2

Lakukan perhitungan untuk seluruh lantai. Kemudian cek Ag yang


diperoleh untuk setiap lantai. Pada Gedung Parkir Lifestyle Center
direncanakan dibuat 2 tipikal kolom yakni tipikal pertama untuk lantai
1 dan 2 sedangkan tipikal kedua untuk lantai 3 dan 4 seperti yang
terdapat pada Tabel VII.4. Hasil perhitungan dimensi kolom dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel VII. 4 Hasil preliminary design kolom

Dead Load Live Load Pu Ag b A DL Kolom Cek


Lantai 2 2
N N N mm mm mm N A > Ag
4 379843 62784 556266 42382 400 125663,7 8875,879 OK
3 781678 313920 1440286 109736 400 125663,7 8875,879 OK
2 1183514 565056 2324306 177090 600 282743,3 19970,73 OK
1 1596444 816192 3221640 245458 600 282743,3 19970,73 OK

130
VII.2 Analisis Struktur

VII.2.1 Perioda Fundamental Struktur

Setelah melakukan pemodelan dengan dimensi yang telah ditentukan pada Subbab
VII.1, kemudian dilakukan RUN 1 Struktur untuk mengetahui:
1. Periode getar struktur.
2. Memastikan dua mode pertama struktur adalah translasi.
3. Jumlah mode shape struktur mencukupi (diatas 90% pada semua arah).

Hasil run pada program ETABS dengan menggunakan dimensi hasil preliminary
design menunjukkan bahwa mode shape 1 struktur adalah rotasi. Oleh karena itu,
untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan perbesaran dimensi kolom bagian luar
menjadi 1200 mm, sedangkan kolom bagian dalam untuk lantai satu sampai empat
tetap. Berikut adalah hasil run ETABS setelah dilakukan perbaikan dimensi kolom
luar:
Tabel VII. 5 Modal participating mass ratio
Period
Case Mode UX UY UZ Sum UX Sum UY Sum UZ RX RY RZ Sum RX Sum RY Sum RZ
sec
Modal 1 0,628 0,0088 0,6756 0 0,0088 0,6756 0 0,222 0,0036 0,1828 0,222 0,0036 0,1828
Modal 2 0,526 0,5694 0,1131 0 0,4782 0,6887 0 0,0397 0,1633 0,194 0,2617 0,1669 0,3769
Modal 3 0,493 0,3117 0,0807 0 0,79 0,7694 0 0,0279 0,1006 0,3888 0,2896 0,2675 0,7657
Modal 4 0,163 0,0016 0,1545 0 0,7916 0,9239 0 0,4521 0,0044 0,0234 0,7417 0,2719 0,7891
Modal 5 0,146 0,155 0,003 0 0,9465 0,9269 0 0,0092 0,5376 0,0019 0,7509 0,8095 0,791
Modal 6 0,123 0,0022 0,0189 0 0,9487 0,9458 0 0,0609 0,0101 0,1528 0,8118 0,8196 0,9438
Modal 7 0,066 0,0003 0,0409 0 0,949 0,9867 0 0,1382 0,0009 0,0044 0,95 0,8205 0,9482
Modal 8 0,062 0,0421 0,0003 0 0,9911 0,987 0 0,0011 0,1433 0,0001 0,951 0,9638 0,9483
Modal 9 0,05 0,0001 0,0036 0 0,9911 0,9906 0 0,0115 0,0002 0,0424 0,9625 0,964 0,9907
Modal 10 0,037 4,14E-05 0,0087 0 0,9912 0,9993 0 0,0345 0,0002 0,0006 0,997 0,9642 0,9913
Modal 11 0,036 0,0088 4,68E-05 0 1 0,9993 0 0,0002 0,0358 3,75E-06 0,9972 0,9999 0,9913
Modal 12 0,029 4,38E-06 0,0007 0 1 1 0 0,0027 2,46E-05 0,0086 0,9999 1 0,9999

Berdasarkan tabel tersebut didapatkan T1 = 0,628 detik. Periode ini bersifat valid
jika telah dicek dengan pendekatan periode fundamental yang diatur dalam SNI-
03-1726-2012. Periode Fundamental (T) yang digunakan memiliki nilai batas
maksimum dan batas minimum, yaitu :
1. Taminimum = Ct hxn (VII.22)
Dimana hn = ketinggian struktur (m)
Koefisien Ct dan x ditentukan dari tabel berikut:

131
Tabel VII. 6 Nilai Koefisien Ct dan x

Dipilih sistem struktur lainnya, sehingga nilai Ct = 0,0466 dan x = 0,90


sehingga nilai periode fundamental adalah
Taminimum = 0,0466 12,850,9 = 0,46378 detik
2. Ta maksimum = Ta min Cu (VII.23)

Dimana Tamaksimum adalah nilai batas atas perioda bangunan dan Cu


ditentukan Tabel berikut
Tabel VII. 7 Koefisien untuk batas atas pada periode yang dihitung
berdasarkan SNI 03-1726-2012

Diketahui bahwa nilai SD1 struktur yang didesain adalah > 0.4 , maka Cu
ditentukan sebesar 1,4. Sehingga nilai batas atas periode struktur bangunan
adalah
Tamaksimum = 1,4 0,463 = 0,649 detik

Dapat dilihat periode yang didapatkan pada hasil analisis struktur di ETABS berada
di dalam rentang periode fundamental pendekatan sehingga periode yang
digunakan yaitu periode maksimum sebesar 0,628 detik. Kemudian dicek arah
mode 1 dan mode 2 yang paling dominan. Didapatkan bahwa mode 1 struktur adalah
translasi arah x dan mode 2 struktur adalah translasi arah y, sehingga syarat bahwa
dua mode pertama harus dalam arah translasi terpenuhi.

132
Hal ini dapat dilihat pada Tabel VII.5 dimana pada mode 1 nilai yang dominan
adalah UY dan pada mode 2 nilai yang dominan adalah UX, sedangkan pada mode
3 nilai yang dominan adalah RZ yaitu rotasi. Nilai mode shape juga sudah
mencukupi karena nilai SumUX, SumUY, SumRX, SumRY, dan SumRZ
semuanya diatas 90%.

VII.2.2 Penyekalaan Beban Gempa Dinamik

Berdasarkan SNI 1726:2012, analisis gaya lateral ekivalen harus terdiri dari
penerapan gaya lateral statis ekivalen pada model matematis linier struktur. Geser
dasar seismik (V) dalam arah yang ditetapkan harus sesuai dengan persamaan
berikut:
= (VII.24)
Dimana:
Cs = koefisien respons seismik
Wt = berat total gedung

Diketahui bahwa SDS sebesar 0,7746 dan SD1 sebesar 0,7408, sehingga perhitungan
dalam menentukan Cs adalah sebagai berikut:
1. Cs maksimum

0,7746
= = 8 = 0,096 (VII.25)
( ) 1

2. Cs hasil hitungan

1 0,7408
= = 8 = 0,147 (VII.26)
( ) 0,628( )
1

3. Cs minimum

= 0,044 = 0,044 0,7408 1 = 0,03408 0,01 (VII.27)

Nilai Cs hitung yang didapatkan tidak masuk di dalam rentang Cs maks dan Cs min,
maka yang digunakan adalah Cs max sebesar 0,096. Selanjutnya, untuk
menentukan besarnya gaya geser statik pada bangunan, perlu diketahui berat
bangunan hasil pemodelan dari ETABS sebagai berikut:

133
Tabel VII. 8 Massa struktur bangunan

Cumulative Cumulative
Mass X Mass Y XCM YCM XCCM YCCM
Story Diaphragm X Y
kg kg m m kg kg m m
Story4 D1 2778731,01 2778731 62,3938 22,106 2778731,01 2778731,01 62,3938 22,106
Story3 D1 3054377,24 3054377,2 62,5627 22,0983 5833108,25 5833108,25 62,4822 22,102
Story2 D1 3094390,08 3094390,1 62,5904 22,0937 8927498,33 8927498,33 62,5197 22,0991
Story1 D1 3210280,53 3210280,5 62,9508 22,0809 12137778,85 12137778,85 62,6337 22,0943

Berat bangunan yang diperoleh sebesar 11959510,9 N, maka besarnya gaya lateral
ekivalen untuk masing-masing arah adalah:
= = 0,096 11959510,9 = 11529,108

Kemudian dilakukan pengecekan terhadap syarat bahwa:



0,85 (VII.28)

Vdinamik didapatkan dari total gaya reaksi akibat gempa, baik arah x maupun arah y. Berikut
adalah pengEcekan untuk struktur bangunan ini:
11077,4571
= = 0,98 ()
11529,108
2468,224
= = 0,22 ( )
11529,108

Karena tidak memenuhi persyaratan, maka perlu dilakukan perubahan scale factor agar
gaya geser 85% adalah akibat gaya gempa
9,8110,85 11529,108
=
7

2468,22
= 4,86 (VII.29)

SF yang sudah dihitung tersebut diinput kembali ke dalam ETABS dan keluarkan
kembali gaya dinamik akibat gempa X dan Y untuk dicek apakah rasio gaya
dinamik terhadap gaya statik ekivalen melebihi 85% atau tidak. Untuk bangunan
ini, setelah menggunakan SF baru didapatkan rasio gaya dinamik dan gaya statik
yang melebihi 85%.

134
VII.2.3 Pengecekan Efek P-Delta

Struktur gedung tinggi pada umumnya adalah relatif fleksibel, sehingga akibat
beban gempa mengalami simpangan yang relatif besar yang dapat menimbulkan
Pengaruh P-Delta yang signifikan. Pengaruh P-delta pada geser dan momen tingkat,
gaya dan momen elemen struktur yang dihasilkan, dan simpangan antar lantai
tingkat yang timbul oleh pengaruh ini tidak disyaratkan untuk diperhitungkan bila
koefisien stabilitas () seperti ditentukan oleh persamaan berikut sama dengan atau
kurang dari 0,10:

= (VII.30)

Keterangan:
= beban desain vertikal total pada dan di atas tingkat x, dinyatakan dalam
kilo newton (kN); bila menghitung , faktor beban individu tidak perlu
melebihi 1,0;
= simpangan antar lantai tingkat desain, terjadi secara serentak dengan ,
dinyatakan dalam milimeter (mm), dan merupakan simpangan inelastik
(Pers. 34 SNI).
= faktor keutamaan gempa yang ditentukan
= gaya geser seismik yang bekerja antara tingkat x dan x-1 (kN)
= tinggi tingkat di bawah tingkat x , dinyatakan dalam milimeter (mm);
= faktor pembesaran defleksi

Koefisien stabilitas () harus tidak melebihi max yang ditentukan sebagai berikut:
0,5
= 0,25 (VII.31)

0,5
= = 0,091
1 5,5

dimana adalah rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk tingkat
antara tingkat x dan x -1. Rasio ini diijinkan secara konservatif diambil sebesar 1,0.

135
Jika koefisien stabilitas () lebih besar dari 0,10 tetapi kurang dari atau sama
dengan max, faktor peningkatan terkait dengan pengaruh P-delta pada
perpindahan dan gaya komponen struktur harus ditentukan dengan analisis rasional.
Sebagai alternatif, diijinkan untuk mengalikan perpindahan dan gaya komponen
struktur dengan 1,0/(1 ). Jika lebih besar dari max, struktur berpotensi tidak
stabil dan harus didesain ulang.
dari perhitungan ETABS merupakan

= = (VII.32)

sehingga

= (VII.33)

Pengecekan P-delta dilakukan pada lantai 1 sampai 4. Rekapitulasi perhitungan


adalah sebagai berikut

Tabel VII. 9 Pengecekan P-Delta arah X

Story Px (kN) Px (kN) Vx (kN) Ux (mm) x (mm) hsx CEK


Story 4 27146,93 27146,9293 4556,066 11,1 3 3000 0,001083348 ABAIKAN P-DELTA
Story 3 63876,62 91023,5481 7773,819 8,1 3,1 3000 0,00219987 ABAIKAN P-DELTA
Story 2 100886 191909,5164 9922,559 5 2,9 3850 0,002648789 ABAIKAN P-DELTA
Story 1 138627,3 330536,8441 11092,53 2,1

Tabel VII. 10 Pengecekan P-Delta arah Y

Story Px (kN) Px (kN) Vy (kN) Uy (mm) y (mm) hsx CEK


Story 4 27146,93 27146,9293 3426,727 23,3 6,8 3000 0,003264872 ABAIKAN P-DELTA
Story 3 63876,62 91023,5481 6103,626 16,5 6,8 3000 0,006145975 ABAIKAN P-DELTA
Story 2 100886 191909,5164 7768,955 9,7 5,9 3850 0,006882758 ABAIKAN P-DELTA
Story 1 138627,3 330536,8441 8531,719 3,8

136
VII.2.4 Pengecekan Simpangan Antarlantai

Berdasarkan SNI, simpangan antar lantai hanya terdapat satu kinerja, yaitu pada
kinerja batas ultimate. Penentuan simpangan antarlantai tingkat desain () harus
dihitung sebagai perbedaan defleksi pada pusat massa tidak terletak segaris, dalam
arah vertikal, diizinkan untuk menghitung defleksi didasar tingkat berdasarkan
proyeksi vertikal dari pusat massa di tingkat atasnya. Defleksi pusat massa di
tingkat x (x) dalam mm harus ditentukan sesuai dengan persamaan berikut:

=
(VII.34)

Dimana:
CD = faktor pembesaran defleksi
Ie = defleksi pada lokasi yang diisyaratkan dan ditentukan sesuai dengan
analisis elastis
xe = faktor keutamaan yang ditentukan

Dengan demikian, deformasi struktur yang didapat dari story drift pada ETABS
tidak boleh melebihi deformasi izin struktur.

Tabel VII. 11 Simpangan antar lantai izin

Bangunan ini memiliki kategori risiko II dan KDS D, dengan tinggi lantai pertama
3,85 m sedangkan lantai lainnya 3 m, sehingga, berdasarkan Pasal 7.12.1.1 SNI,
simpangan maksimum izin harus mempertimbangkan faktor redundansi (diambil
1,3). Berikut adalah perhitungan simpangan izin untuk tinggi 3 meter an 3,85 meter:
= 0,02 3 1,3 = 0,046 untuk tinggi lantai 3 meter
= 0,02 3,85 1,3 = 0,059 untuk tinggi lantai 3,85 meter

137
Rekapitulasi pengecekan simpangan antar lantai adalah sebagai berikut:
Tabel VII. 12 Pengecekan simpangan antarlantai arah x
Level d1 d2 d 1 inelastic d2 inelastic D1 D2 Davg Dmax Dijin HASIL
4 11,1 10,2 61,05 56,1 16,5 14,3 15,4 16,5 46 OK
3 8,1 7,6 44,55 41,8 17,05 15,95 16,5 17,05 46 OK
2 5 4,7 27,5 25,85 15,95 14,85 15,4 15,95 59 OK
1 2,1 2 11,55 11

Tabel VII. 13 Pengecekan simpangan antarlantai arah y


Level d1 d2 d 1 inelastic d2 inelastic D1 D2 Davg Dmax Dijin HASIL
4 23,3 25,4 128,15 139,7 37,4 39,6 38,5 39,6 46 OK
3 16,5 18,2 90,75 100,1 37,4 40,7 39,05 40,7 46 OK
2 9,7 10,8 53,35 59,4 32,45 35,75 34,1 35,75 59 OK
1 3,8 4,3 20,9 23,65

138
VII.2.5 Pengecekan Ketidakberaturan

1. Pengecekan Ketidakberaturan Horizontal


Ketidakberaturan Horizontal terdiri atas 5 antara lain sebagai berikut:

Ketidakberaturan torsi dan torsi berlebihan


Ketidakberaturan struktur horizontal 1a dan 1b menyatakan bahwa

< 1,2 ; Tanpa Ketidakberaturan Torsi (VII.35)

1,2 1.4 ; Ketidakberaturan Torsi (1a) (VII.36)

> 1,4 ; Ketidakberaturan Torsi Berlebihan (1b) (VII.37)

Sehingga dilakukan pemeriksaan dengan mengeluarkan point


displacement untuk pada kedua titik dan dikenakan torsi baik arah X
maupun arah Y. Hasil perhitungan torsi arah X dan Y adalah sebagai
berikut:

Tabel VII. 14 Pengecekan ketidakberaturan horizontal 1a dan 1b arah X

Story av (mm) max (mm) 1,2 av (mm) 1,4 av (mm) max < 1,2 av max < 1,4 av max/ avg Ax
4 10,65 11,1 12,78 14,91 OK OK 1,042253521 0,75437
3 7,85 8,1 9,42 10,99 OK OK 1,031847134 0,739381
2 4,85 5 5,82 6,79 OK OK 1,030927835 0,738064
1 2,05 2,1 2,46 2,87 OK OK 1,024390244 0,728733

Gambar VII. 4 Grafik Ketidakberaturan Horizontal 1a dan 1b Arah X

139
Tabel VII. 15 Pengecekan ketidakberaturan horizontal 1a dan 1b arah Y

Story av max 1,2 av (mm) 1,4 av (mm) max < 1,2 av max < 1,4 av max/ avg Ax
4 24,35 25,4 29,22 34,09 OK OK 1,04312115 0,755626
3 17,35 18,2 20,82 24,29 OK OK 1,048991354 0,764155
2 10,25 10,8 12,3 14,35 OK OK 1,053658537 0,77097
1 4,05 4,3 4,86 5,67 OK OK 1,061728395 0,782824

Gambar VII. 5 Grafik Ketidakberaturan Horizontal 1a dan 1b Arah X

Dari hasil pengecekan di atas, dapat disimpulkan bahwa struktur tidak


mengalami ketidakberaturan horizontal 1a dan 1b pada arah X maupun arah
Y.

Ketidakberaturan sudut dalam


Ketidakberaturan sudut dalam didefinisikan ada jika kedua proyeksi denah
struktur dari sudut dalam lebih besar dari 15% dimensi denah struktur dalam
arah yang ditentukan. Pengecekan ini dilakukan dengan meninjau struktur
dari denah.

Gambar VII. 6 Pengecekan ketidakberaturan sudut dalam

140
Pada struktur yang ditinjau terdapat ketidakberaturan sudut dalam karena

diperoleh = 0,218 dan = 0,32 yang nilainya lebih besar dari 0,15

sehingga berdasarkan Pasal 7.3.34 SNI 1726:2012, dibutuhkan peningkatan


gaya desain sebesar 25 persen untuk elemen-elemen sistem penahan gempa
yakni sambungan antara diafragma dengan elemen-elemen vertikal dan
kolektor serta elemen kolektor dan sambungannya.

Ketidakberaturan diskontinuitas diafragma


Ketidakberaturan ini didefisikan ada jika terdapat diafragma dengan
diskontinuitas atau variasi kekakuan mendadak, termasuk yang mempunyai
denah terpotong atau terbuka lebih besar dari 50% daerah diafragma bruto
yang melingkupinya, atau perubahan kekakuan diafragma efektif lebih dari
50% dari suatu tingkat selanjutnya. Pengecekan dilakukan dengan
menghitung area bukaan (void) terhadap daerah diafragma bruto yang
melingkupinya
Tabel VII. 16 Pengecekan diskontinuitas diafragma

Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma


Daerah Void 27,29 m2
Daerah Total Denah 4522,6757 m2
Void/Total 0,006
Batas 0,5
Kesimpulan TIDAK ADA

Berdasarkan Tabel VII.26, pada struktur yang ditinjau, ketidakberaturan


diskontinuitas diafragma tidak ada karena luasan bukaan lebih kecil
daripada luasan diafragma efektif untuk setiap lantainya.

Ketidakberaturan pergeseran melintang terhadap bidang


Ketidakberaturan ini didefinisikan ada jika terdapat diskontinuitas dalam
lintasan tahanan gaya lateral, seperti pergeseran melintang terhadap bidang
elemen vertikal. Pada struktur yang ditinjau, ketidakberaturan ini tidak ada
karena seluruh penahan gaya lateral, baik dinding maupun kolom dipasang

141
sejajar sehingga seluruh elemen penahan gaya lateral berada pada bidang
yang sama.

Ketidakberaturan sistem nonparallel


Ketidakberaturan ini didefinisikan ada jika elemen penahan gaya lateral
vertikal tidak paralel atau simetris terhadap sumbu-sumbu orthogonal utama
sistem penahan gaya gempa. Pada struktur yang ditinjau, ketidakberaturan
ini tidak ada karena elemen penahan gaya lateral dipasang paralel terhadap
sumbu utama sistem penahan gaya gempa sehingga dapat disimpulkan
bahwa struktur tidak memiliki ketidakberaturan horizontal 1a dan 1b, 2, 3,
4 dan 5.

2. Pengecekan Ketidakberaturan Vertikal


Ketidakberaturan vertikal terdiri dari 5 antara lain sebagai berikut:
Ketidakberaturan Tingkat Lunak dan Tingkat Lunak Berlebihan
Ketidakberaturan ini didefinisikan ada jika terdapat suatu tingkat di mana
kekakuan lateralnya kurang dari 70% (60% untuk kasus ekstrem) kekakuan
lateral tingkat di atasnya, atau kurang dari 80% (70% untuk kasus ekstrem)
kekakuan rata-rata tiga tingkat diatasnya.

Tabel VII. 17 Pengecekan ketidakberaturan tingkat lunak arah X

Cek ketidakberaturan Cek ketidakberaturan


Level d (mm) D (mm) V (kN) K kn/(kn+1) kn/(kn+3lantai) Tingkat Lunak Tingkat Lunak Berlebih
>70% >80% >60% >70%
4 11,10 3,00 4556,07 1518,69
3 8,10 3,10 7773,82 2507,68 1,65 OK OK
2 5,00 2,90 9922,56 3421,57 1,36 OK OK
1 2,10 2,10 11077,46 5274,98 1,54 2,12 OK OK OK OK

Tabel VII. 18 Pengecekan ketidakberaturan tingkat lunak arah Y

Cek ketidakberaturan Cek ketidakberaturan


Level d (mm) D (mm) V (kN) K kn/(kn+1) kn/(kn+3lantai)
>70% >80% >60% >70%
4 23,30 6,80 3426,73 503,93
3 16,50 6,80 6103,63 897,59 1,78 OK OK
2 9,70 5,90 7768,95 1316,77 1,47 OK OK
1 3,80 3,80 8531,72 2245,19 1,71 2,48 OK OK OK OK

142
Dari Tabel VII.17 dan Tabel VII.18 dapat dilihat bahwa pada struktur
gedung parkir ini tidak terdapat ketidakberaturan vertikal tingkat lunak dan
tingkat lunak berlebih.

Ketidakberaturan Berat (Massa)

Ketidakberaturan ini didefinisikan ada jika massa efektif setiap tingkat lebih
dari 150% massa efektif tingkat di dekatnya. Hasil perhitungan dapat dilihat
pada Tabel VII.19.

Tabel VII. 19 Perhitungan ketidakberaturan berat (massa)

Mass X Mass Y
Story Diaphragm Mn/Mn+1 Mn/Mn-1 CEK
kg kg
4 D1 2778731 2778731 0,910 TIDAK ADA
3 D1 3054377,2 3054377,2 1,099 0,987 TIDAK ADA
2 D1 3094390,1 3094390,1 1,013 0,964 TIDAK ADA
1 D1 3210280,5 3210280,5 1,037 TIDAK ADA

Dari Tabel VII.19, dapat dilihat bahwa pada stuktur gedung parkir ini tidak
terdapat ketidakberaturan vertikal massa. Berikut adalah grafik hasil
pengecekan ketidakberaturan tersebut:

Gambar VII. 7 Grafik hasil pengecekan ketidakberaturan vertikal massa

143
Ketidakberaturan Geometri Vertikal

Ketidakberaturan ini didefinisikan ada jika dimensi horizontal sistem


penahan gaya gempa (kolom/dinding) di semua tingkat lebih dari 130%
dimensi horizontal sistem penahan gaya gempa tingkat di dekatnya. Karena
dimensi struktur yang sama per-lantainya, maka ketidakberaturan geometri
vertikal disimpulkan tidak ada.

Diskontinuitas dalam Bidang pada Elemen Vertikal Penahan Gaya


Lateral

Ketidakberaturan ini didefinisikan ada jika pergeseran arah bidang elemen


penahan gaya lateral lebih besar dari panjang elemen itu atau terdapat
reduksi kekakuan elemen penahan di tingkat dibawahnya, yang
menimbulkan momen guling tambahan pada balok, kolom, rangka atau
pelat. Ketidakberaturan ini tidak ada karena seluruh penahan gaya lateral
tidak ada pergeseran atau offset.

Diskontinuitas dalam Ketidakberaturan Kuat Lateral Tingkat dan


Kuat Lateral Tingkat yang Berlebihan

Ketidakberaturan ini ada apabila kekuatan lateral sembarang tingkat < 80%
(<65% untuk kasus ekstrim) kuat tingkat di atasnya. Kuat lateral tingkat
adalah kuat total semua elemen penahan seismik yang berbagi geser tingkat
untuk arah yang ditinjau. Berikut ini pengecekan ketidakberaturan vertikal
5a dan 5b.
Tabel VII. 20 Pengecekan ketidakberaturan kekuatan lateral tingkat dan berlebih

VX VX' VY VY'
Story Load Case/Combo Location VXn/VXn+1 Cek VYn/VYn+1 Cek
kN kN kN kN
4 Envelope Max Bottom 15752,832 15752,83 3426,7 3426,7
3 Envelope Max Bottom 26878,376 11125,54 0,71 5a 6103,6 2676,9 0,781 5a
2 Envelope Max Bottom 34307,755 23182,21 2,08 TIDAK ADA 7769,0 5092,1 1,902 TIDAK ADA

144
Gambar VII. 8 Grafik ketidakberaturan kekuatan lateral tingkat arah y

Gambar VII. 9 Grafik ketidakberaturan kekuatan lateral tingkat arah x

Berdasarkan Tabel VII.20, Gambar VII.10, dan Gambar VII.11 dan, dapat
dilihat bahwa struktur mengalami ketidakberaturan vertikal 5a pada lantai 3
arah x dan y. Oleh karena itu, perlu ditinjau Pasal 7.3.3.1 SNI 1726:2012.
Menurut pasal tersebut, untuk kategori desain seismik gedung parkir ini (KDS
D) dan memiliki ketidakberaturan 5a masih boleh digunakan. Selain itu,

145
menurut Tabel 13 SNI 1726:2012, prosedur analisis spektrum untuk kasus ini
masih diizinkan untuk digunakan. Dari pengecekan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa struktur tidak memiliki ketidakberaturan vertikal 1a dan 1b, 2, 3, 4 dan
5b namun memiliki ketidakberaturan 5a.

3. Hasil Pengecekan Ketidakberaturan Struktur


Berdasarkan perhitungan pada tahap sebelumnya, ketidakberaturan baik
horizontal maupun vertikal dapat disimpulkan kesimpulan sebagai berikut.

Tabel VII. 21 Hasil pengecekan ketidakberaturan struktur

KETIDAKBERATURAN HORIZONTAL
Pasal Referensi
Tipe Ketidakberaturan Status
(SNI 1726-2012)
7.3.3.4; 7.7.3;
1a Ketidakberaturan Torsi 7.8.4.3; 7.12.1; -
Tabel 13; 12.2.2
7.3.3.4; 7.7.3;
1b Ketidakberaturan Torsi Berlebihan 7.8.4.3; 7.12.1; -
Tabel 13; 12.2.2
2 Ketidakberaturan Sudut Dalam 7.3.3.4; Tabel 13 Ada
3 Ketidakberaturan Diskontinuitas Diafragma 7.3.3.4; Tabel 13 -
7.3.3.4; 7.7.3;
4 Ketidakberaturan Pergeseran Melintang -
Tabel 13; 12.2.2
7.5.3; 7.7.3; Tabel
5 Ketidakberaturan Sistem Non Paralel -
13; 12.2.2

KETIDAKBERATURAN VERTIKAL
Pasal Referensi
Tipe Ketidakberaturan Status
(SNI 1726-2012)
1a Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak Tabel 13 -
1b Ketidakberaturan Kekakuan Tingkat Lunak Berlebihan 7.3.3.1; Tabel 13 -
2 Ketidakberaturan Berat (Massa) Tabel 13 -
3 Ketidakberaturan Geometri Vertikal Tabel 13 -
7.3.3.3; 7.3.3.4;
4 Ketidakberaturan Diskontinuitas Elemen Penahan Gaya Lateral Tabel 13 -
5a Ketidakberaturan Diskontinuitas Kekuatan Lateral Tingkat 7.3.3.1; Tabel 13 Ada
7.3.3.1; 7.3.3.2;
5b Ketidakberaturan Diskontinuitas Kekuatan Lateral Tingkat Berlebihan Tabel 13 -

146
VII.2.6 Pengecekan Lendutan akibat Beban Gravitasi

SNI mensyaratkan lendutan izin maksimum yang dihitung untuk suatu struktur
adalah:
Tabel VII. 22 Lendutan izin yang dihitung

Dengan persyaratan di atas, untuk lantai 1-3 gedung parkir ini diambil syarat batas
lendutan sebesar L/360 sedangkan untuk lantai atap diambil syarat batas lendutan
sebesar L/180. Berikut adalah hasil pengecekan lendutan jangka pendek terhadap
kombinasi beban layan untuk setiap bentang balok:

Gambar VII. 10 Contoh hasil pengecekan lendutan akibat beban service


1 untuk balok B1

147
Tabel VII. 23 Hasil pengecekan lendutan untuk lantai 1-3

Lendutan (mm)
Balok
Service 1 Service 2 Service 3 Service 4 Akibat LL Izin CEK
B1 0,2 0,2 0,2 0,2 -0,2 11,11 OK
B2 0,2 0,2 0,2 0,2 -0,2 11,11 OK
B3 0,8 1,2 0,8 1,6 -1,2 16,67 OK
B4 1,6 2,8 1,6 0,8 0,4 22,22 OK
B5 1,8 3,1 1,8 1,8 -0,5 22,22 OK
B6 0,023 0,022 0,023 0,021 -0,021 6,94 OK

Tabel VII. 24 Hasil pengecekan lendutan untuk lantai atap

Lendutan (mm)
Balok
Service 1 Service 2 Service 3 Service 4 Akibat LL Izin CEK
B1 0,2 0,2 0,2 0,2 -0,2 22,22 OK
B2 0,2 0,2 0,2 0,2 -0,2 22,22 OK
B3 0,8 1,2 0,8 1,6 -1,2 33,33 OK
B4 1,6 2,8 1,6 0,8 0,4 44,44 OK
B5 1,8 3,1 1,8 1,8 -0,5 44,44 OK
B6 0,023 0,022 0,023 0,021 -0,021 13,89 OK

Untuk menentukan lendutan akibat LL, dihitung dengan menggunakan persamaan


berikut:
= (1 , 2 ) 3 4
Dari hasil di atas, dapat diketahui bahwa lendutan struktur yang terjadi masih di
bawah lendutan izin sehingga tidak perlu dilakukan perbesaran dimensi balok.

148
VII.3 Detailing Elemen Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus

VII.3.1 Detailing Balok

Dalam subbab ini akan dilakukan perhitungan step by step untuk desain dan
detailing penulangan balok. Berikut adalah dimensi balok yang digunakan pada
semua lantai Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung:

Tabel VII. 25 Dimensi penampang dan bentang balok

L1 B H
BALOK
mm mm mm
B1 4000 250 350
B2 4000 250 350
B3 600 250 500
B4 8000 350 700
B5 8000 350 700
B6 2500 250 350

Langkah pertama pada detailing penulangan balok adalah mengecek apakah balok
memenuhi definisi komponen struktur lentur yang diatur pada SNI 2847:2013.
Berikut adalah hasil pengecekan balok yang digunakan:
Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur Pu tidak boleh
melebihi 0.1 Ag fc. Diketahui nilai Pu sebesar 0 kN.

Tabel VII. 26 Hasil pengecekan persyaratan 1 komponen struktur lentur untuk balok

L1 B H Ag fc' Kapasitas
BALOK 2
Pengecekan
mm mm mm mm Mpa kN
B1 4000 250 350 87500 30 262500 OK
B2 4000 250 350 87500 30 262500 OK
B3 600 250 500 125000 30 375000 OK
B4 8000 350 700 245000 30 735000 OK
B5 8000 350 700 245000 30 735000 OK
B6 2500 250 350 87500 30 262500 OK

Bentang bersih komponen struktur ln tidak boleh kurang dari 4 kali


tinggi efektifnya

149
Asumsikan hanya satu lapis tulangan positif yang perlu dipasang,
selimut beton 40 cm, sengkang menggunakan tulangan D10, dan baja
tulangan longitudinal yang dipakai adalah 22 mm, sehingga diperoleh
hasil sebagai berikut:
Tabel VII. 27 Hasil pengecekan persyaratan 2 komponen struktur lentur untuk balok

ln/de
Balok d
400 600 1200
B1 292 12,3 11,6 9,6
B2 292 12,3 11,6 9,6
B3 439 8,2 7,7 6,4
B4 642 11,8 11,5 10,6
B5 642 11,8 11,5 10,6
B6 289 26,3 25,6 23,5
Pengecekan OK

Perbandingan lebar komponen bw terhadap tinggi balok tidak boleh


kurang dari 0,3 dan 250 mm.
Tabel VII. 28 Hasil pengecekan persyaratan 3 komponen struktur lentur untuk balok

L1 B H
BALOK B/H PENGECEKAN
mm mm mm
B1 4000 250 350 0,71 OK
B2 4000 250 350 0,71 OK
B3 6000 250 500 0,5 OK
B4 8000 350 700 0,50 OK
B5 8000 350 700 0,50 OK
B6 2500 250 350 0,71 OK

Lebar komponen bw tidak boleh:


a) Kurang dari 250 mm (OK)
b) Melebihi lebar komponen struktur pendukung (diukur pada bidang
tegak lurus terhadap sumbu longitudinal komponen struktur lentur)
ditambah jarak pada tiap sisi komponen struktur pendukung yang
tidak melebihi 0,75 tinggi komponen struktur lentur.

, = 350 < = 1200 ()

150
1. Menghitung Momen Desain
Perhitungan momen akibat pembebanan gravitasi dan komponen gaya gempa
terutama dilakukan di penampang-penampang kritis elemen, yaitu di tengah
bentang (momen positif) dan di muka-muka tumpuan (momen negatif). Momen
akibat beban gravitasi dan akibat gempa (envelope) output dari ETABS untuk
bentang balok 8000 mm arah y dapat dilihat pada Tabel VII.36. Momen
envelope untuk bentang lainnya dapat dilihat pada LAMPIRAN.

Tabel VII. 29 Momen Envelope pada Balok Bentang 8000 mm arah y

ARAH Mu B5
KONDISI LOKASI
GOYAN (kNm)
Ujung Interior Kanan
1 Kanan -313,386
Negatif
Ujung Interior Kiri
2 Kiri -313,386
Negatif
Ujung Interior-Ka
3 Kanan 203,608
Positif
Ujung Interior-Ki
4 Kiri 203,608
Positif
Tengah Bentang Kanan
5 193,15
Positif & Kiri

2. Menghitung Kebutuhan Tulangan Lentur


Diasumsikan yang terjadi pada penampang adalah perilaku balok persegi sebagai
pendekatan. Berikut ini adalah contoh perhitungan penulangan pada balok bentang
8000 mm arah y:
1. Kondisi 1 (momen negatif tumpuan, goyangan ke kanan)
Tulangan yang dipakai diasumsikan sebanyak satu lapis tulangan. Diameter
tulangan harus dibatasi sehingga dimensi tumpuan (kolom) paralel terhadap
tulangan sekurang-kurangnya 20db. Maka tulangan maksimum pada bentang
8000 mm ini adalah 700/20 = 35 mm. Asumsi awal yaitu digunakan baja
tulangan 25 mm, diameter sengkang 10 mm, dan selimut beton sebesar 40
mm sehingga tinggi efektif balok sebesar:
25
= 700 40 10 = 637,5
2

151
Nilai As yang dibutuhkan sebesar:
313,385
= = = 1606,48 2
0,9 400 0,75 637,5
sehingga berdasarkan kebutuhan As di atas akan digunakan tulangan lentur 4
D 25.
1963,495 400
=
= = 87,977
0,85 0,85 30 350
Cek momen nominal aktual

= ( )
2
87,977
= 0,9 1963,495 400 (637,5 )
2
= 419,52 > 313,38 (OK)
Cek As minimum
30
= = 350 637,5 = 763,812
4 4(400)
Tetapi tidak boleh kurang dari
1,4 1,4
= 350 637,5 = 780,937 2 < 313,38 (OK)
400

Cek rasio tulangan


1963,495
= = = 0,00879
350 637,5
1 0,85 600 0,75 0,85 30 600
= ( )= ( ) = 0,028
600 + 400 600 + 400
Berdasarkan SNI 21.5.2.1, batas tulangan maksimum adalah 0,025. Rasio
tulangan yang diperoleh sudah memenuhi persyaratan yaitu < 0,75 dan
< 0,025.

Cek apakah penampang tension controlled


25
= 700 40 10 = 637,5
2

152
87,99
= = 0,138
637,5

= 0,3751 = 0,375 0,75 = 0,281


< (OK, desain tulangan )

Tulangan yang akan digunakan yaitu 4 tulangan D25.

2. Kondisi 2 (momen negatif tumpuan, goyangan ke kiri)


Kebutuhan detailing penampang sama dengan kondisi 1, diperlukan 4
tulangan D25 untuk memikul Mu = -313,3858 kNm.

3. Kondisi 3 (momen positif tumpuan, goyangan ke kanan)


SNI 21.5.2.2 mensyaratkan bahwa kuat lentur positif komponen struktur
lentur pada muka kolom tidak boleh lebih kecil dari kuat lentur negatif pada
muka tersebut. Sehingga
1 1
= 419,52 = 209,76
2 2
= 203,608 ()
Maka, Mu = 209,76 kNm yang akan digunakan untuk perhitungan kapasitas
penampang. Tulangan yang akan digunakan pada kondisi ini adalah tulangan
diameter 25 mm untuk memudahkan pengerjaan dan pemasangan di
lapangan. Berikut adalah tahapan perhitungannya:
25
= 700 40 10 = 637,5
2
Nilai As yang dibutuhkan sebesar
209,76 1000000
= = = 1075,28 2
0,9 400 0,75 637,5
sehingga berdasarkan kebutuhan As di atas akan digunakan tulangan lentur 3
D 25 (As = 1472,62 mm2).
1472,621 400
=
= = 65,99
0,85 0,85 30 350

153
Cek momen nominal aktual

= ( )
2
65,99
= 0,9 1472,621 400 (637,5 )
2
= 320,47 > 209,76 ()
Cek As minimum
30
= = 350 637,5 = 763,816 2
4 4(400)
Tetapi tidak boleh kurang dari
1,4 1,4
= 350 637,5 = 780,9375 2 < 1472,62 ()
400

Cek rasio tulangan


1472,62
= = = 0,00659
350 637,5
1 0,85 600 0,75 0,85 30 600
= ( )= ( ) = 0,028
600 + 400 600 + 400
Berdasarkan SNI 21.5.2.1, batas tulangan maksimum adalah 0,025. Rasio
tulangan yang diperoleh sudah memenuhi persyaratan yaitu < 0,75 dan
< 0,025.

Cek apakah penampang tension controlled


25
= 700 40 10 = 637,5
2
65,99
= = 0,2809
637,5

= 0,3751 = 0,375 0,75 = 0,281


< (OK, desain tulangan )

Tulangan yang akan digunakan yaitu 3 tulangan D25.

154
4. Kondisi 4
Kebutuhan detailing penampang sama dengan kondisi 3, diperlukan 3
tulangan D25 untuk memikul Mu = 203,608 kNm.

5. Kondisi 5 (tengah bentang, momen positif, goyangan ke kanan dan kiri)


SNI 21.5.2.2 mensyaratkan bahwa kuat lentur positif komponen struktur
lentur pada setiap penampang di sepanjang bentang tidak boleh lebih kecil
dari kuat lentur negatif pada muka tersebut. Sehingga
1 1
= 419,52 = 104,88 < = 193,15 ()
4 4
Maka, Mu = 193,15 kNm yang akan digunakan untuk perhitungan kapasitas
penampang. ulangan yang akan digunakan pada kondisi ini adalah tulangan
diameter 25 mm untuk memudahkan pengerjaan dan pemasangan di
lapangan. Berikut adalah tahapan perhitungannya:
25
= 700 40 10 = 637,5
2
Nilai As yang dibutuhkan sebesar
193,15 1000000
= = = 990,132 2
0,9 400 0,85 637,5
sehingga berdasarkan kebutuhan As di atas akan digunakan tulangan lentur 3
D 25 (As = 1472,62 mm2).
1472,62 400
=
= = 65,99
0,85 0,85 30 350
Cek momen nominal aktual:

= ( )
2
65,99
= 0,9 1476,2 400 (637,5 )
2
= 320,4172 > 193,15 ()
Cek As minimum:
30
= = 350 637,5 = 763,816 2
4 4(400)

tetapi tidak boleh kurang dari

155
1,4 1,4
= 350 637,5 = 780,9375 2 < 1472,62 ()
400

Cek rasio tulangan


1472,62
= = = 0,0065
350 637,5
1 0,85 600 0,75 0,85 30 600
= ( )= ( ) = 0,0286
600 + 400 600 + 400
Berdasarkan SNI 21.5.2.1, batas tulangan maksimum adalah 0,025. Rasio
tulangan yang diperoleh sudah memenuhi persyaratan yaitu < 0,75 dan
< 0,025.

Cek apakah penampang tension controlled


25
= 700 40 10 = 637,5
2
65,99
= = 0,103
637,5

= 0,3751 = 0,375 0,75 = 0,2812


< (OK, desain tulangan )

Tulangan yang akan digunakan yaitu 3 tulangan D 25.

3. Kapasitas Minimum Momen Positif dan Momen Negatif


SNI 03-2847-2013 Pasal 21.5.2.1 dan 21.5.2.2 mengharuskan sekurang-
kurangnya ada dua batang tulangan atas dan dua batang tulangan bawah
yang dipasang secara menerus, dan kapasitas momen positif dan momen negatif
minimum pada sembarang penampang di sepanjang bentang balok SRPMK
tidak boleh kurang dari 0,25 kapasitas momen maksimum yang disediakan pada
kedua muka kolom balok tersebut. Berikut ini untuk balok bentang 8000 mm
arah y:
= 313,385 kNm

156
1
= 78,346 kNm
4
Kuat momen positif di sepanjang bentang pada dasarnya sudah lebih besar dari
78,346 kN.m. Hanya kuat momen negatif di tengah bentang saja yang masih
harus diperhatikan. Baja tulangan yang akan digunakan pada bentang 8000 mm
arah y ini adalah dua buah tulangan menerus D25 di tengah bentang. Berikut
adalah tahapan perhitungannya:
25
= 700 40 10 = 634,5
2
981,747 400
= = = 43,99
0,85 0,85 30 350

Cek momen nominal aktual



= ( )
2
43,99
= 0,9 981,747 400 (634,5 )
2
= 216,47 ()
Cek As minimum
30
= = 350 634,5 = 760,2212
4 4(400)
Tetapi tidak boleh kurang dari
1,4 1,4
= 350 634,5 = 777,262 2 < 981,747 ()
400

Cek rasio tulangan


981,747
= = = 0,0044
350 634,5
1 0,85 600 0,75 0,85 030 600
= ( )= ( ) = 0,2812
600 + 400 600 + 400
Berdasarkan SNI 21.5.2.1, batas tulangan maksimum adalah 0,025. Rasio
tulangan yang diperoleh sudah memenuhi persyaratan yaitu < 0,75 dan <
0,025.

157
Cek apakah penampang tension controlled
25
= 700 40 10 = 634,5
2
43,999
= = 0,069
634,5

= 0,3751 = 0,375 0,75 = 0,281


< (OK, desain tulangan )

4. Menghitung Probable Moment Capacities (Mpr)


SNI 03-2847-2013 Pasal 21.6.2 mengisyaratkan bahwa geser rencana akibat
gempa pada balok dihitung dengan mengasumsikan sendi plastis terbentuk di
ujung-ujung balok dengan tegangan tulangan lentur balok mencapai 1,25 fy dan
faktor reduksi kuat lentur =1. Berikut adalah contoh perhitungan kapasitas
momen ujung-ujung balok bentang 8000 mm arah y bila struktur bergoyang ke
kanan dalam kondisi 1:
1.25 1.25 1963,495 400
1 = = = 109 mm
0.85 0.85 30 350
1
1 = 1.25 ( )
2
109
1 = 1.25 1963,495 400 (634,5 )
2
1 = 568,922 kNm

Hasil perhitungan kapasitas momen ujung-ujung balok bentang 8000 mm arah y
dapat dilihat pada Tabel VII.30. Adapun hasil perhitungan untuk bentang
lainnya dapat dilihat pada LAMPIRAN.

158
Tabel VII. 30 Hasil perhitungan Mpr untuk balok bentang 8000 mm arah y

KONDISI 1 DAN 2 KONDISI 3 DAN 4


fc' Mpa 30 30
fy MPa 400 400
bw mm 350 350
H mm 700 700
tebal selimut beton mm 40 40
geser mm 13 13
lentur menerus mm 25 25
Tinggi efektif balok, d mm 634,5 634,5
As yang digunakan mm2 1963,50 1472,62
dbaru mm 634,5 634,5
a pr-1 mm 110,00 82,50
Mpr kNm 568,92 436,82
Arah Kondisi 1 Searah jarum jam di muka kolom interior kanan
Arah Kondisi 2 Berlawanan arah jarum jam di muka kolom interior kanan
Arah Kondisi 3 Berlawanan arah jarum jam di muka kolom interior kiri
Arah Kondisi 4 Searah jarum jam di muka kolom interior kiri

5. Gaya Geser Balok


Reaksi geser di ujung kanan dan kiri balok akibat gaya gravitasi yang bekerja
pada struktur:
= 202, 98

a. Struktur bergoyang ke kanan


1 + 3 568,922 + 436,816
= = = 568,98
7,6
Total reaksi geser di ujung kiri balok
= 568,98 202,98 = 366 (arah gaya geser ke bawah)
Total reaksi geser di ujung kanan balok
= 568,98 + 202,98 = 771,96 (arah gaya geser ke atas)

b. Struktur bergoyang ke kiri


2 + 4 568,922 + 436,816
= = = 568,98
7,6
Total reaksi geser di ujung kiri balok
= 568,98 + 202,977 = 771,96 (arah gaya geser ke atas)
Total reaksi geser di ujung kanan balok
= 568,98 202,977 = 366 (arah gaya geser ke bawah)

159
6. Menghitung Sengkang untuk Gaya Geser
SNI 21.5.4.2 mensyaratkan kontribusi beton dalam menahan geser yaitu Vc
harus diambil = 0 pada perencanaan geser di daerah sendi plastis apabila
a. Gaya geser yang ditimbulkan gempa yang dihitung Vsway akibat sendi
plastis di ujung-ujung balok melebihi 0.5 (atau lebih) kuat geser perlu
maksimum, Vu, di sepanjang bentang, dan

b. Gaya tekan aksial terfaktor, Pu termasuk akibat pembebanan gempa kurang


dari Ag fc/20

Jika salah satu dari kedua hal di atas tidak dipenuhi, maka perhitungan Vc
mengikuti aturan desain nongempa. Reaksi di ujung-ujung balok akibat
pembebanan gravitasi adalah 771,96 kN arah contragravity, untuk arah
manapun goyangan gempa.

Pengecekan:

1
= 568,98 > = 385,98 (OK)
2

1
= 568,98 > = 183 (OK)
2


= 0 <
20

Karena persyaratan terpenuhi, maka penulangan geser tidak memperhitungkan


kontribusi beton Vc di sepanjang zona-zona plastis masing-masing muka kolom.
a. Muka kolom interior kiri-kanan
Gaya geser untuk kiri dan kanan adalah sama yaitu = 771,96 kN dan
= 0, maka


= +

771,96
= = 0 = 1029,26
0,75
Syarat Vs maks berdasarkan SNI 11.4.7.9

160
2
=
3
230
= 350 637,5 = 1029,26 > = 814,74 ()
3
Spasi tulangan diatur melalui persamaan:

=

Diasumsikan menggunakan tulangan sengkang D13 dipasang 2 kaki.
265,46 400 637,5
= = = 83,09 , 80
814,74
265,46 400 637,5
= = 846,15 ()
80
Jadi, akan digunakan sengkang 2 kaki D13 dengan spasi 80 mm.

b. Ujung zona sendi plastis


Gaya geser maksimum, Vu, di ujung zona sendi plastis yaitu 2h = 1400 mm
dari muka kolom adalah:
= 771,96 (1,4 54) = 695,097
30
= = 350 637,5 = 203,684
6 6
695,097
= = 203,684 = 723,112
0,75
Coba tulangan D13 2 kaki
265,465 400 637,5
= = = 100 mm
723,112
Dari hasil perhitungan di atas, untuk ujung zona sendi plastis akan dipasang
tulangan geser D13 2 kaki dengan spasi 100 mm.

7. Menghitung Hoops
Berdasarkan SNI 21.5.3.1, diperlukan hoops di sepanjang jarak 2h dari sisi muka
kolom terdekat
2 = 2 700 = 1400

161
Sengkang pertama harus ditempatkan tidak lebih dari 50 mm dari muka
komponen struktur penumpu. Spasi sengkang tertutup tidak boleh melebihi yang
terkecil dari nilai di bawah ini (SNI Pasal 21.5.3.2):
d/4 = 637,5/4 = 159,375 mm
6 x diameter terkecil = 6 x 25 = 150 mm
150 mm
Dengan demikian, tulangan geser di daerah sendi plastis (yaitu di daerah
sepanjang 2h (1400 mm) dari muka kolom menggunakan sengkang tertutup 2
kaki berdiameter D13 yang dipasang dengan spasi 100 mm.
SNI Pasal 21.5.3.4: Spasi maksimum tulangan geser di sepanjang balok SRPMK
adalah d/2, untuk balok bentang 8000 mm arah y perhitungannya adalah sebagai
berikut:
637,5
= = = 318,75 mm
2 2
Dari hasil perhitungan di atas, untuk bentang di luar zona sendi plastis, gunakan
sengkang 2 kaki berdiameter D13 dengan spasi 200 mm.

8. Lap Splicing untuk Bentang Menerus


SNI Pasal 21.5.2.1: Sedikitnya harus ada 2 buah baja tulangan yang dibuat
kontinu di bagian atas dan bagian bawah penampang. Pada kasus perencanaan
ini sudah terpenuhi, karena tulangan lentur terpasang minimum 3 D25 yang
dipasang pada sisi bawah penampang.

Berdasarkan SNI Beton Pasal 21.7.5.2, nilai panjang penyaluran ini tidak boleh
kurang dari 3,25 kali panjang tulangan berkait yang dihitung berdasarkan
Persamaan 21-6 (Pasal 21.7.5.1) yaitu 43,8 db. Dalam perencanaan ini, baja
tulangan terbesar yang harus disalurkan adalah baja tulangan D25. Jadi panjang
penyalurannya dapat dihitung sebagai berikut:
= 48 = 48 25 = 1200 mm
SNI Pasal 21.5.2.3: Baja tulangan yang disalurkan harus diikat dengan hoops
yang dipasang dengan spasi maksimum, yaitu yang terkecil di antara,
634,5
= = 158,625
4 4

162
dan 100 mm, sehingga diambil spasi hoops sebesar 100 mm.

9. Cut Off Points


Dari diagram momen balok, tulangan perlu untuk momen negatif di ujung-ujung
balok dapat dipotong di titik-titik di mana tulangan sudah tidak diperlukan lagi.
Namun, tetap harus diingat bahwa setidaknya ada dua buah tulangan yang dibuat
kontinu, masing-masing di bagian atas dan bawah penampang balok.

Contoh untuk perhitungan bentang 8000 mm arah y:


a. Tulangan negatif di muka kolom interior kiri

= 981,72
Kuat lentur negatif rencana dengan konfigurasi tulangan seperti di atas adalah:
44
= ( ) = 0,9 981,7 (637,5 ) = 217,5
2 2
Selanjutnya, dari ETABS diperoleh lokasi penampang dengan momen negatif
rencana sebesar 217,5 kNm pada balok pada titik 0,656 meter. Setelah itu,
dicari panjang penyalurannya dengan persamaan:
400 1,3 1
22 = = 25 = 1396,155 ( 1400 )
1,7 1,7 1 30

Kemudian, disyaratkan pula 1/3 tulangan tarik momen negatif pada tumpuan
harus ditanam melewati titik belok tidak kurang dari d, 12db, atau ln/16.
1. Inflection point = 0,656 meter
637,5
2. 0,656 + = 1,293
1000
12 25
3. 0,656 + = 0,95
1000
7600
4. 0,656 + = 1,11
1000

5. = 1,4

Dengan demikian, tulangan 2D25 ditanamkan sejauh 1,4 m dari muka kolom
interior kiri. Hasil perhitungan penulangan bentang lainnya untuk semua lantai
dapat dilihat pada Tabel VII.32. Berikut adalah hasil perhitungan penulangan
untuk balok bentang 8000 mm arah y:

163
Tabel VII. 31 Hasil penulangan balok bentang 8000 mm arah y

Muka Interior Kiri dan Tengah Bentang


Kanan

Gambar VII. 11 Sketsa penulangan penampang-penampang balok bentang


8000 mm arah Y

164
Tabel VII. 32 Hasil penulangan balok Gedung Parkir Lifestyle Center

Tabel VII. 33 Hasil perhitungan cut off untuk setiap bentang

Balok 4000 x Balok 4000 y Balok 6000 y Balok 8000 x Balok 8000 y Balok 2500 x
fc' Mpa 30 30 30 30 30 30
fy MPa 400 400 400 400 400 400
bw mm 250 250 250 350 350 250
H mm 350 350 500 700 700 350
0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
Tinggi efektif balok, d mm 292 292 439 637,5 637,5 292
Jumlah tulangan terpasang jumlah, n 4 3 2 5 4 4
diameter, d 16 16 22 25 25 16
Jumlah tulangan menerus jumlah, n 2 2 2 2 2 2
diameter, d 16 16 22 25 25 16
Jumlah cut off jumlah, n 2 1 0 3 2 2
diameter, d 16 16 22 25 25 16
As sisa mm2 402,12 201,06 1472,62 981,75 402,12
a 25,23 12,62 66,00 44,00 25,23
Mn kN m 40,44 20,68 320,47 217,54 40,44
1/4 Mn 19,31 14,82 128,67 104,88 19,31
Cek Mn>0.25 Mn ok ok ok ok ok
Mencari lokasi
Mpr kanan kN m 104,74 80,93 694,28 568,92 104,74
wu kN/m 11,50 17,94 21,00 54,90 5,29
Vu kanan kN 122,03 61,01 765,77 382,89 109,84
Lokasi cut off point, x m 0,834 1,851 0,65 0,656 0,56301028
Tidak butuh
0 0 0
cutoff
t 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3
e 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1
ld 894 893,54 1396,16 1396,16 723,34
ln mm 2800 3400 6800 7600 1900
Syarat 1, x+d mm 1126 1143 1287,5 1293,5 855,01
Syarat 2, x+12db mm 1026 1043 950 956 755,01
Syarat 3, ld mm 894 894 1396,16 1396,16 723,34
Syarat 4, x+ln/16 mm 1009 1064 1075 1131 681,76
Cut off mm 1126 1143 1396,16 1396,16 855,01

165
VII.3.2 Detailing Pelat

Seperti yang telah dijelaskan pada Subbab VII.1, pelat yang digunakan pada
Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung adalah pelat dua arah.
Perhitungan tulangan pelat dibantu dengan menggunakan program SAFE 12.0.0.
Prinsip dari program ini adalah menghitung kebutuhan tulangan pelat dan spasinya
untuk menahan kombinasi beban yang ada hingga menghasilkan tegangan yang
kecil pada pelat, ditandai dengan perubahan warna pelat setelah di-run menjadi
warna ungu (lihat Gambar VII.15). Berikut adalah hasil run program SAFE 12.0.0:

Gambar VII. 13 Denah pelat story 1 sebelum dilakukan run program

Gambar VII. 12 Denah pelat story 1 setelah dilakukan run program

Run program pada SAFE 12.0.0 dilakukan untuk setiap story. Berikut adalah hasil
penulangan pelat yang diperoleh dari program tersebut:

166
Tabel VII. 34 Hasil penulangan pelat menggunakan program
SAFE 12.0.0

Direction 1 (X) Direction 2 (Y)


Story
Top Bottom Top Bottom
Story 1 D13-100 D13-250 D13-100 D13-250
Story 2 D13-100 D13-250 D13-100 D13-250
Story 3 D13-100 D13-250 D13-100 D13-250
Story 4 D13-100 D13-250 D13-100 D13-250

Karena pelat yang direncanakan adalah pelat dua arah, maka tulangan pokok arah
x dan arah y yang terdapat pada Tabel VII.34 dipasang pada seluruh bagian pelat,
yakni tumpuan dan lapangan. Gambar teknis pelat hasil desain di atas dapat dilihat
pada LAMPIRAN.

VII.3.3 Detailing Ramp dan Tangga

Pada struktur gedung parkir ini, ramp dan tangga dimodelkan sebagai pelat yang
dipasang miring untuk menghubungkan setiap lantai seperti pada Gambar VII.16
dan Gambar VII.17. Penulangan ramp dan tangga akan dihitung dengan prinsip
perhitungan penulangan pelat. Untuk pelat satu arah, akan dihitung tulangan pokok
dan tulangan bagi yang akan dipasang baik di tumpuan maupun di lapangan,
sedangkan untuk pelat dua arah, akan dihitung tulangan pokok untuk tumpuan dan
lapangan serta tulangan bagi untuk tumpuan.

Gambar VII. 14 Pemodelan ramp pada struktur gedung parkir menggunakan ETABS 15.0.0

167
Gambar VII. 15 Pemodelan tangga pada struktur gedung parkir menggunakan ETABS
15.0.0

Berikut adalah contoh perhitungan penulangan ramp:


Dimensi pelat: Lx = 3 meter dan Ly = 9 meter. Langkah-langkah perhitungan:
1) Cek pelat apakah pelat satu arah atau dua arah
9
= 3 = 3 > 2,5 Artinya, pelat ramp termasuk pelat satu arah.

2) Menghitung beban terfaktor per panjang pelat


(0,18 2400 1) 10
= = = 4,32 /2
1000
= 1,2 + 1,6 = 1,2 (4,32 + 0,26) + 1,6 4 = 11,9 /2
3) Menghitung momen ultimate lapangan (ML) dan momen ultimate tumpuan
(MT) pada sisi x saja. Hal ini didasarkan pada prinsip kemalasan gaya, yaitu
selalu mencari tumpuan terdekat dan dalam perhitungan ini diasumsikan
seluruh gaya ditahan pada sisi pendek (Lx).
1
= 11,9 32 = 6,7
16
1
= 11,9 32 = 9,7
11
4) Menghitung jarak serat tekan ke pusat tulangan tarik (d)
1
= 180 (20 + 13) = 153,5
2
5) Menghitung lengan momen (Jd)
= 0,925 153,5 = 142

168
6) Menghitung luas tulangan perlu
9,73 106
= = = 190,4 2
0,8 142 400
6,7 106
= = = 130,9 2
0,8 142 400
7) Menghitung Tulangan Minimum
Luas Minimum

= 132 = 132,73 2
4
= = 180 1000 = 180000 2
= 0,18% = 0,18% 540000 = 324 2
Jarak Tulangan Minimum
450
2 = (2 0,18 1000) = 360 , 350
8) Digunakkan tulangan D13-350, cek As > Asmin
1000
= 132 = 379,23 2
4 350
9) Menghitung Spasi Tulangan Perlu
Tumpuan x
1000 1000 1000
= = = = 409,67
324
13 132,73
Dapat digunakan tulangan D13-350.

Lapangan x
1000 1000 1000
= = = = 409,67
324
10 132,73
Dapat digunakan tulangan D13-350.

10) Menghitung kapasitas momen Mn pada tumpuan dan lapangan


Tumpuan x
1
= ( ) = 0,9 379,23 400 142
2
= 19,38

169
Lapangan x
1
= ( ) = 0,8 379,23 400 142
2
= 19,38
11) Lakukan pengecekan
Kapasitas momen yang telah dihitung pada tahap 10 selanjutnya dibandingkan
dengan momen ultimate baik hasil perhitungan maupun hasil analisis pada
program ETABS 15.0.0.
Tabel VII. 35 Hasil pengecekan kapasitas momen penulangan ramp

Cek Mn Mu
Lokasi Mu (perhitungan) Mu (ETABS) Mn Cek
Tumpuan (-) 9,7 0,7 19,4 OK
Lapangan (+) 6,7 3,6 19,4 OK

Pada Tabel VII.35 dapat dilihat bahwa nilai kapasitas momen dari penulangan
pelat D13-350 lebih besar dari momen ultimate perhitungan dan hasil analisis pada
ETABS 15.0.0. Oleh karena itu, pada ramp digunakan tulangan pokok D13-350
dan tulangan bagi D13-350 baik di tumpuan maupun di lapangan karena ramp
termasuk pada jenis pelat satu arah. Berikut adalah hasil penulangan pelat untuk
ramp dan tangga pada Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung:

Tabel VII. 36 Hasil penulangan ramp dan tangga

170
VII.3.4 Detailing Kolom

Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari
balok. Kolom merupakan suatu elemen struktur tekan yang memegang peranan
penting karena runtuhnya kolom dapat menyebabkan runtuhnya lantai yang
bersangkutan atau total strukturnya. Melihat pentingnya peranan kolom perlu
diperhatikan syarat detailing untuk kolom itu sendiri. Perancangan elemen kolom
untuk Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung ini dibagi ke dalam
kategori sebagai berikut:
Tabel VII. 37 Dimensi kolom yang digunakan pada struktur Gedung Parkir Lifestyle Center
Summarecon Bandung

Dari program ETABS diperoleh gaya-gaya maksimum untuk setiap kolom sebagai
berikut:
Tabel VII. 38 Gaya maksimum kolom 400 mm

P (kN) M2 (kN.m) M3 (kN.m)


P max 463,3418 4,6977 47,6072
P min -1584,11 0,1197 -5,7339
M2 max -108,17 90,2811 89,3501
M2 min -950,189 -70,0947 -90,6491
M3 max -833,445 36,2296 132,6772
M3 min -701,669 -44,743 -116,352

Tabel VII. 39 Gaya maksimum kolom 600 mm

P (kN) M2 (kN.m) M3 (kN.m)


P max 1318,049 14,9402 35,9884
P min -3497,93 -23,7275 -226,6574
M2 max 183,5254 143,5186 230,4013
M2 min -2389,9 -101,6145 -243,0198
M3 max -1313,64 77,474 272,8295
M3 min -443,105 -65,1091 -262,5766

171
Tabel VII. 40 Gaya maksimum kolom 1200 mm

P (kN) M2 (kN.m) M3 (kN.m)


P max 3455,43 166,5931 312,2084
P min -749,933 -415,0493 -2809,2115
M2 max -1720,87 -1301,0468 -2557,8611
M2 min -118,729 1242,7031 2459,1228
M3 max 687,458 340,5999 2758,2567
M3 min -3455,43 -415,0493 -2809,2115

1. Definisi Kolom
SNI pasal 23.4.1, mensyaratkan persayatan geometri yang harus dipenuhi oleh
kolom yang didesain, yaitu sebagai berikut :
Gaya aksial terfaktor maksimum yang bekerja pada kolom harus
melebihi /10.
Sisi terpendek penampang kolom, tidak kurang dari 300 mm.
Rasio dimensi penampang tidak kurang dari 0,4.

Tidak semua dari persyaratan definisi kolom di atas berlaku dalam perencanaan
ini karena kolom yang direncanakan berbentuk lingkaran. Hasil pengecekan
kolom yang akan didesain berdasarkan persyaratan tersebut adalah sebagai
berikut:
Tabel VII. 41 Hasil pengecekan definisi kolom

Kolom 400 mm Kolom 600 mm Kolom 1200 mm


P (kN) 463,3418 1318,05 3455,4334
Diameter (mm) 400 600 1200
Ag (m2) 0,1257 0,2827 1,1310
Agfc'/10 439,8230 989,6017 3326,1600
Keterangan SYARAT TERPENUHI SYARAT TERPENUHI SYARAT TERPENUHI

Contoh perhitungan pengecekan untuk kolom 600 mm:


0,1 = 0,1 0,25 3,14 6002 35 = 439,82 < 463,34 kN ()

172
2. Persentase Tulangan
Semua pembebanan pada setiap tipikal diinput pada software pcaCol.
Jumlah dan ukuran tulangan disesuaikan agar rasio tulangan (g) dapat
memenuhi syarat yaitu 0,01< g < 0.06. Rasio tulangan dapat dihitung
dengan persamaan berikut:


g =

Dengan demikian, konfigurasi penulangan kolom dan rasio tulangannya
dinyatakan sebagai berikut:
Tabel VII. 42 Konfigurasi dan rasio tulangan kolom

Contoh perhitungan untuk kolom 600 mm:


4561,6
g = = = 0,018 (), 0,01 < g < 0,06
0,25 3,14 6002

3. Diagram Interaksi
Selanjutnya, dilakukan pengecekan pada diagram interaksi P-M untuk
mengecek apakah kapasitas kolom dengan konfigurasi penulangan yang
telah direncanakan dapat memikul beban Pu atau tidak. Berikut adalah
contoh hasil output yang dihasilkan kolom diameter 600 mm dengan
bantuan program pc Column:

173
Gambar VII. 16 Diagram interaksi kolom diameter 600 mm

Dari diagram interaksi di atas dapat dilihat bahwa kapasitas kolom terhadap
gaya aksial dan momen lentur telah mencukupi. Diagram interaksi kolom
dimensi lainnya dapat dilihat pada LAMPIRAN.

4. Pengecekan Strong Column

Gedung parkir ini akan dirancang sebagai bangunan tahan gempa, sehingga
kekuatan kolom harus didesain lebih kuat dari kekuatan balok (strong colomn
weak beam), sehingga kekuatan kolom harus lebih besar dari 6/5 kekuatan
balok (SNI 21.6.2.2):
1,2
Keterangan:
= jumlah Mn dua kolom yang bertemu di join
= jumlah Mn dua balok yang bertemu di join

Berikut adalah hasil pengecekan perilaku strong column pada gedung parkir
yang dirancang:

174
Tabel VII. 43 Hasil pengecekan kuat kolom

Dari tabel di atas diperoleh bahwa kriteria strong column weak beam telah
terpenuhi. Contoh perhitungan untuk kolom 400 mm di lantai 3:
+ 1,2
670,64 + 321,15 = 991,79 281,38 ()

6. Tulangan Confinement
Perencanaan tulangan confinement diatur dalam SNI 2847-2013. Untuk kolom
dengan penampang lingkaran digunakan tulangan confinement spiral. Berikut
adalah langkah-langkah desain untuk kolom dengan diameter 600 mm:

- Menentukan diameter tulangan yang digunakan


Diambil tulangan dengan diameter 13 mm (A=132.73mm2)
- Menentukan lebar penampang inti beton (terkekang), dc

c = 2 x (40 + 0.5) = 600 2 (40 + 0.5 13)


c = 507 mm
- Menentukan luas penampang inti beton, Ach
1
Ach = 4 ( 2 (40))2
1
Ach = 4 (600 2 (40))2
Ach = 212371 mm2

- Menentukan Spasi Maksimum

Sesuai dengan SNI pasal 21.6.4.3, spasi maksimum dipilih yang


terkecil dari beberapa pendekatan, yaitu:
1 1
1 = = 600 = 150
4 4
2 = 6 b = 6 22 = 132
350
100 +
3

175
hx diambil 206 mm
350206
= 100 + = 148 mm
3

s max = min (s1, s2, so)


s max = 90 mm
Jarak antar-spiral maksimum menurut SNI 2847-2013 tidak boleh
melebihi 75 mm dan tidak kurang dari 25 mm. Oleh karena jarak
maksimum dari perhitungan lebih dari 75 mm maka diambil nilai 75
mm.
- Menentukan kebutuhan tulangan confinement:

Menurut SNI pasal 21.6.4.4, rasio tulangan spiral minimum tidak boleh
kurang dari:

= 0,12 = 0,009

dan,

= 0,45 ( 1) = 0,0092

Rasio volume spiral dihitung dengan rumus:


1
4 4 132
4
= = 507 = 0,0116 (OK)
75

- Menentukan daerah pemasangan hoop (SNI pasal 21.6.4.1)

( ) =

( ) = 3850 700

( ) = 3150


= max (, 6 , 450) = = max (600, 525,450) = 600 mm

Hoop dipasang sepanjang lo dari atas dan bawah kolom dengan jarak
antar hoop adalah 140 mm untuk kolom diameter 600 mm, sementara
untuk daerah sisanya yaitu ditengah, hoop dipasang dengan jarak 6 kali
diameter tulangan longitudinal dan jarak minimum 150 mm (SNI pasal
21.6.4.5). Sehingga untuk daerah di luar lo dipasang hoop dengan jarak

176
140 mm. Hasil penulangan confinement untuk kolom lainnya dapat
dilihat pada Tabel VII.46.

7. Tulangan Geser
Untuk menahan gaya geser yang terjadi, sebuah kolom perlu diberi tulangan
dalam arah gaya tersebut terjadi yang disebut sengkang. Tulangan geser adalah
elemen yang sangat penting untuk sebuah kolom karena kegagalan geser yang
bersifat getas sangat tidak diizinkan terjadi pada kolom. Jika kolom runtuh maka
struktur akan runtuh. Untuk memastikan bahwa keruntuhan geser tidak terjadi,
maka perkuatan sengkang perlu diperhatikan secara rinci. Berikut adalah
langkah-langkah desain tulangan geser kolom untuk kolom gedung parkir
dengan diameter 600 mm:
- Menentukan gaya geser yang terjadi pada kolom (Hasil ETABS). Untuk
kolom diameter 600 mm, gaya geser yang diperoleh dari program ETABS
adalah 325,3 kN. Gaya tersebut telah diperbesar 25% karena struktur
mengalami ketidakberaturan torsi dan sudut dalam.
- Menentukan gaya geser akibat gempa (Ve)

Gaya geser akibat gempa dipilih dari kedua gaya geser yang dihitung, yaitu
Vsway dan V dari ETABS. Gaya geser gempa minimal adalah gaya geser
yang dikeluarkan oleh program ETABS. Gaya geser akibat goyangan dapat
dihitung sebagai berikut:

Untuk seluruh kolom yang ditinjau, digunakan Mpr dari analisis balok
dengan bentang 8 meter yaitu 568,922 kNm dan 436,82 kNm sehingga,
Vsway dapat dihitung sebagai berikut:
(568,922+436,82) 0,5+(568,922+436,82) 0,5
= ( ) = 130,62 kN
3,85
130,62 < 325,3 kN, ambil VETABS = Vsway

177
- Menentukan geser yang dapat dipikul beton (Vc)

30 22
= = 600 (600 40 13 ) = 249,05
6 6 2

- Mengecek apakah tulangan geser dibutuhkan


Tulangan geser dibutuhkan apabila Vu/ melebihi 0.5Vc.
325,3
= = 433,73
0,75

0,5 = 124,53

> 0,5 ,

- Cek Persyaratan Kekuatan Geser

1 2
4
= ( )
2
+ = 90,73

+ < ,

1 1 600 75
= = = 37,5 2
3 3 400

Dari perhitungan confinement didapat:

Ash = 283,5 mm2

Ash > Av min

Persyaratan kekuatan geser terpenuhi.

- Untuk bentang di luar lo

Vc = 508,47 k N
Nu adalah gaya aksial terkecil dari semua kombinasi pembebanan.
untuk beton normal adalah 1.

178
Tidak dibutuhkan tulangan geser melainkan hanya confinement untuk
bentang kolom di luar lo.
Hasil penulangan geser untuk kolom lainnya dapat dilihat pada Tabel VII.46.

8. Desain Lap Splices

Menurut SNI pasal 21.6.3.3, pemasangan lap splices hanya boleh didaerah
tengah tinggi kolom (di luar lo) dan harus terikat oleh tulangan confinement.
Menurut tabel SNI Beton pasal 12.2.2, besarnya ld adalah 48 kali diameter
tulangan longitudinal (=22 mm), sehingga ld untuk kolom diameter 600 mm =
1056 mm. Panjang lewatan yang digunakan sesuai dengan SNI pasal 12.17.2.2
adalah kelas B jika semua tulangan disalurkan di lokasi yang sama, dengan
panjang 1,3ld = 1372,8 mm.

Panjang lewatan bisa dikurangi 17% apabila confinement sepanjang lewatan


mempunyai luas efektif yang lebih dari 0.15%(d)(s) = 0.15%*600*75 = 424,115
mm2. Telah dihitung sebelumnya, bahwa luas tulangan confinement untuk kolom
diameter 600 mm adalah 529,2 mm2 > 424,115 mm2 sehingga panjang lewatan
dapat direduksi menjadi 0.83*1.3ld = 1139,24 mm. Berikut adalah rekapitulasi
perhitungan Lap Splices untuk kolom lainnya:
Tabel VII. 44 Hasil perhitungan lap splices kolom 400 mm

Tabel VII. 45 Hasil perhitungan lap splices kolom 1200 mm

179
Dari tahap perhitungan 1-8, diperoleh hasil penulangan kolom sebagai berikut:
Tabel VII. 46 Hasil penulangan kolom gedung parkir

VII.3.5 Detailing Joint (Hubungan Balok-Kolom)

Pada bagian sambungan balok dan kolom harus dicek detailing penulangannya. Join
merupakan tempat pertemuan komponen struktur balok dan kolom yang telah
didesain sebelumnya. Berikut adalah langkah-langkah desain sambungan balok-
kolom untuk kolom dengan diameter 600 mm:
1. Dimensi joint

Luas joint (Aj) diambil dari luas penampang kolom yang ditinjau:
1
= 6002 = 282743,34 2
4

Sesuai dengan SNI Pasal 21.7.4.1. Panjang joint yang diukur paralel
terhadap tulangan longitudinal balok yang menyebabkan geser di joint
sedikitnya 20 kali diameter tulangan longitudinal terbesar (SNI pasal
21.7.2.3), Ljoint = 20 (22) = 440 mm.
2. Penulangan transversal untuk confinement

Di dalam joint, harus terdapat tulangan confinement, hal ini sesuai dengan
SNI 21.7.3.1. Pada joint interior, dibutuhkan setidaknya 0.5 tulangan
confinement di ujung-ujung kolom. Untuk kolom diameter 600 mm = 1,89
mm2/mm. Spasi vertikal hoop untuk kolom yang didesain diambil 140 mm.
Maka tulangan hoop yang dibutuhkan adalah 1,89 (140) = 264,6 mm2.
Diambil jumlah kaki sebanyak 4.
= 0.25 4 13 = 530,929 > 264,6 , !

180
3. Pengecekan kuat geser di joint

Pada balok dengan diameter 600 mm digunakan tulangan dengan luas yang
sama As = 1963,5 mm2. Gaya geser akibat goyangan telah dihitung
sebelumnya yaitu sebesar 325,3 kN. Kemudian dihitung gaya tarik dan
tekan yang bekerja pada balok sebagai berikut:
1 = 1 = 1.25 = 1,25 1963,5 400 = 1030,84 ( )

2 = 2 = 1.25 = 1,25 1963,5 400 = 1030,84 ( )

= = 1 2 = 325,3 1030,84 1030,84

Vu = Vj = 1736,37 ( )

Berdasarkan SNI 21.7.4.1, kuat geser nominal di joint dapat dihitung


sebagai berikut:

= 1,7 = 1,7 35 282743,34 = 2843,64

Vn = 0,75 x 2843,64 = 2132,73 kN


Vn > Vu, joint balok kolom kuat terhadap geser

Langkah perhitungan di atas dilakukan pula untuk tipe kolom lainnya. Berikut
adalah hasil perhitungan untuk detailing sambungan balok-kolom:
Tabel VII. 47 Hasil detailing sambungan balok-kolom

181
Bab VIII
Simpulan dan Saran

VIII.1 Simpulan

Dari pengerjaan perancangan Lifestyle Center Summarecon Bandung yang telah


dijabarkan pada BAB IV hingga BAB VII, diperoleh beberapa simpulan sebagai
berikut:
1. Ruang parkir yang tersedia pada Gedung Parkir Lifestyle Center
Summarecon Bandung adalah 380 SRP mobil dan 100 SRP motor.
Berdasarkan metode selisih maksimum kedatangan dan keberangkatan
kendaraan untuk menentukan kebutuhan parkir, diperoleh dari kurva bahwa
puncak selisih maksimum terjadi pada pukul 14.00-15.00 WIB untuk mobil
dan 17.00-18.00 WIB untuk motor. Selisih maksimum untuk mobil sebesar
336 kendaraan dan motor 203 kendaraan. Jika dibandingkan dengan supply
ruang parkir yang ada, terjadi kekurangan lahan parkir untuk motor
sebanyak 103 SRP motor.
2. Gambar hasil perancangan ruang parkir dapat dilihat pada LAMPIRAN.
3. Dari hasil analisis antrean, diperoleh kebutuhan pintu pelayanan parkir
masuk mobil sebanyak 1 pintu, pintu keluar mobil sebanyak 2 pintu, pintu
masuk motor sebanyak 1 pintu, dan pintu keluar motor sebanyak 1 pintu
parkir.
4. Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan parkir adalah
melalui demand management (park and ride lots, penetapan tarif yang lebih
tinggi pada jam puncak, serta penjemputan karyawan) dan supply
management (menambah lantai gedung parkir atau membuat area parkir
motor di luar gedung parkir).
5. Struktur perkerasan jalan akses Lifestyle Center Summarecon Bandung
menggunakan struktur perkerasan lentur yang terdiri dari 7,5 cm LASTON
untuk lapis permukaan, 10 cm agregat kelas A untuk base, 20 cm agregat
kelas B untuk subbase, dan CBR tanah dasar 2,89%.
6. Gambar hasil perencanaan manajemen lalu lintas kawasan dapat dilihat
pada LAMPIRAN.

182
7. Gambar hasil perancangan elemen struktur (balok, pelat, ramp, tangga, dan
kolom) gedung parkir dapat dilihat pada LAMPIRAN.

VIII.2 Saran

Berikut adalah beberapa saran yang dapat penulis sampaikan terkait perancangan
yang dilakukan:
1. Dalam perhitungan kebutuhan parkir, sebaiknya dilakukan survei parkir
secara langsung pada bangunan-bangunan dengan karakteristik sejenis di
masa sekarang karena besar kemungkinan telah terjadi perubahan
kecenderungan penggunaan kendaraan oleh pengunjung mall seiring
dengan berkembangnya transportasi umum.
2. Dalam perancangan struktur perkerasan, sebaiknya dilakukan juga
perhitungan dengan pedoman atau metode terbaru seperti Manual Desain
Perkerasan Jalan 2013 sebagai pembanding untuk mengetahui struktur
perkerasan mana yang lebih kuat secara struktural dan lebih ekonomis
untuk dibangun.
3. Dalam merencanakan manajemen lalu lintas, sebaiknya data yang diolah
lebih spesifik, bukan hanya peta kawasan melainkan juga lebar jalan
rencana kawasan, panjang jalan kawasan, dan karakteristik geometri
lainnya agar vertical deflection, rambu, dan marka dapat ditempatkan
secara tepat guna.
4. Dalam perancangan elemen struktur gedung parkir, apabila dilakukan
perhitungan dengan bantuan program sebaiknya dihitung pula secara
manual untuk memvalidasi hasil yang diperoleh dari program.

183
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. 1998. Pedoman Perencanaan dan


Pengoperasian Fasilitas Parkir.

Arbie, Nurlayla. (2008): Analisis Bangkitan Tarikan Kendaraan pada Pusat


Perbelanjaan di Kota Bandung, Tugas Akhir Program Sarjana, Institut Teknologi
Bandung, 30-55.

Arizal, Yanwar. (2008): Analisis Perparkiran di Pusat Perbelanjaan Kota Bandung


Studi Kasus: BTC, Tugas Akhir Program Sarjana, Institut Teknologi Bandung, 45-
111.

Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. 2002. Pedoman Perencanaan


Tebal Perkerasan Lentur.

Japan Road Association. 1980. Manual for Design and Construction of Asphalt
Pavement.

Delaware Department of Transportation. 2012. Delaware Traffic Calming Design


Manual.

Peraturan Menteri No. 13 tahun 2014 tentang Rambu Lalu Lintas

Peraturan Menteri No. 34 tahun 2014 tentang Marka Jalan

SNI 1726:2012 tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Nongedung

SNI 1727:2013 tentang Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung


dan Struktur Lain

SNI 2847:2013 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung

Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 1983. Peraturan Pembebanan


Indonesia untuk Gedung 1983. Bandung. Penerbit: Yayasan Lembaga Penyelidikan
Masalah Bangunan.

184
LAMPIRAN

LAMPIRAN A Faktor Ekuivalen Beban

185
LAMPIRAN B Momen Envelope Seluruh Bentang Balok

LAMPIRAN C Kapasitas Momen Ujung-Ujung Balok

186
LAMPIRAN D Diagram Interaksi Kolom
Kolom 400 mm

Kolom 1200 mm

187
LAMPIRAN E Gambar Hasil Perancangan
Urutan gambar:
1. Lembar 1/11 : Sirkulasi Kendaraan di Lifestyle Center Summarecon
Bandung
2. Lembar 2/11 : Manajemen Lalu Lintas di Entrance Kawasan Summarecon
Bandung
3. Lembar 3/11 : Manajemen Lalu Lintas di Simpang 3 Lengan Kawasan
Summarecon Bandung
4. Lembar 4/11 : Manajemen Lalu Lintas di Simpang 4 Lengan Kawasan
Summarecon Bandung
5. Lembar 5/11 : Manajemen Lalu Lintas di Bundaran Kawasan
Summarecon Bandung
6. Lembar 6/11 : Potongan Melintang Balok Gedung Parkir Lifestyle Center
Summarecon Bandung
7. Lembar 7/11 : Potongan Memanjang Balok Gedung Parkir Lifestyle
Center Summarecon Bandung
8. Lembar 8/11 : Potongan Melintang dan Memanjang Kolom
Gedung Parkir Lifestyle Center Summarecon Bandung
9. Lembar 9/11 : Tampak Atas Pelat Gedung Parkir Lifestyle Center
Summarecon Bandung
10. Lembar 10/11 : Potongan Memanjang Ramp dan Tangga Gedung Parkir
Lifestyle Center Summarecon Bandung
11. Lembar 11/11 : Hubungan Balok Kolom Gedung Parkir
Lifestyle Center Summarecon Bandung

188

Anda mungkin juga menyukai